Sore yang indah kali ini dibumbui oleh datangnya deretan
awan hitam dari arah barat daya. Angin sore itupun sedikit agak kencang dan
membawa hawa dingin di kota La Paz.
Jheibo menggigil kedinginan di tangan Ray.
“Jhei… Kamu masuk kedalam kantung jaketku saja biar tidak
dingin. Sepertinya hari mau hujan lagi”.
Jheibo yang mengigil langsung terbang dan masuk kedalam
kantung jaket Ray yang cukup untuk melindungi tubuh mungilnya dari terpaan
angin. Dari arah jendela apartemen Alva tersebut dapat melihat jalan, belokan
dan gedung-gedung disekitarnya. Cahaya langit yang berwarna jingga juga
terbalut manis diantara deretan gedung bertingkat.
Srekkkk… Jheibo tampaknya gelisah sekali dikantung jaket
Ray.
“Kenapa Jhei?”, tanya Ray menyadari kegelisahan Jheibo
disakunya.
Jheibo keluar dan tampaknya dia baru saja membuka hidung.
Mungkin Jheibo gelisah karena mencium bau yang aneh.
“Lari! Vocare!”, Jheibo memperingati Ray.
Ray menatap lekat mata Jhgeibo yang kecil seolah-olah ingin
mencari keseriusan dari mata hewan itu. Setelah didapatnya sinar mata yang
menunjukan keseriusan, alis kiri Ray terangkat.
Bruakk!!!! Suara pintu didobrak.
Seseorang bertubuh kekar dan dibalut pakaian khas yuari Fugk
menghampiri Ray.
“Ikut aku Ray, cepat. Pasukan yuari Vocarae telah menyerang
kota! Dia mencarimu dan Fiko…”. Nafas orang itu masih terengah-engah.
“Kita kemana? Fiko belum kembali kesini… Ayo kita jemput
Fiko, Tuan…. Emmmm”.
“Namaku Embroal. Panggil saja aku Ru. Bukannya aku tidak
peduli dengan Fiko tetapi tidak ada waktu lagi Ray. Kita percaya saja pada Fiko
kalau dia bisa menyusul kita. Kamu suruh saja Jheibo menyampaikan pesan untuk
menemui kita di…”.
Setelah mendapat pesan untuk menyuruh Fiko menuju Zokle
Hajunba didekat bukit, Jheibo keluar dan terbang secepat mungkin. Sementara Yuari
Vocere sudah memasuki ruangan Ray dan mengepung mereka berdua.
“Hahahaha… Ini dia azzo langit yang sudah menyusahkan
seisi Hrewa Kufe. Tunggu apa lagi ayo
serang dia!”, perintah Juyu.
Para Yuari mulai menyerbu Ru dan Ray. Pada situasi ini,
mereka tentu tidak akan bisa menang melawan puluhan Yuari tersebut. Namun Ru
yang memiliki azzo roh mengeluarkan linggi dari arah punggungnya yang berbentuk
sayap berwarna merah dan bisa memproduksi linggi-linggi tajam yang berbentuk
seperti bulu sebelah. Linggi-linggi itu meluncur dan mengarah keyuari-yuari
didepannya. Trak! Trak! Trak! Bagaikan hujan linggi bulu, para yuari sedikit
kerepotan menghalau serangan dari Ru. Namun
kerana yuari-yuari tersebut adalah pasukan pilihan maka mereka tidak
mudah dikalahkan.
Kembali Ru mengeluarkan hujan lingginya dan terus seperti
itu hingga beberapa saat.
“Ray, ambil linggiku dan halau mereka sebisamu”, pinta Ru
sambil terus mencoba menghalau Yuari.
Ray menggelengkan kepalanya. “Aku tidak bisa memegang
linggi. Aku anti linggi, tuan Ru”.
Ru terdiam sejenak lalu melemparkan linggi yang tadinya
ingin dia berikan pada Ray kearah yuari.
“Aku tidak tahu Ray. Maafkan aku. Sekarang tidak mungkin
kita bisa mengalahkan mereka diruangan sesempit ini. Sini kamu aku gendong.
Kita akan terbang melompati bangunan ini”.
Ray menuruti perkataan Ru. Tangannya dia rangkulkan dileher
Ru sedangkan kakinya dia angkat dan diapitkan kepinggang Ru. Dada mereka saling
bertemu. Dengan posisi seperti ini, linggi Sayap Ru bisa dioptimalkan
fungsinya. Ru memutar lingginya sehingga mirip baling-baling helikopter dan
menghancurkan dinding kamar tersebut untuk membuat jalan keluar. Setelah cukup
besar, tangan Ru memeluk tubuh Ray erat dan terbang mirip paralayang. Mereka
terjun dan akhirnya terbawa angin untuk naik keatas dan terbang menjauh.
“Sialan! Ayo kejar mereka pasukan Cehug!!!”, perintah Juyu.
Maka segera puluhan pasukan Cehug mengejar Ru dan Ray.
Ray menatap wajah tampan Ru. “Tuan, dibelakang banyak
pasukan Cehug!”, ucap Ray memperingati.
Ru menoleh sebentar lalu melepaskan lingginya ,seperti tadi,
untuk mengahalau para yuari tersebut.
“Tenang Ray, aku akan berusaha melindungimu. Setidaknya sampai
pasukan Fugk menolong kita”.
Mata Ray menangkap sesosok tubuh dibawah sana yang sedang
terikat ditiang lampu jalanan dan sedang dikelilingi pasukan yuari Vocare.
Tubuh berotot orang itu terlihat jelas karena baju yang dia kenakan telah lepas
dan orang itu adalah… Fiko.
“Turun kan aku tuan! Cepat!”. Ray melepaskan kaki dan tangannya
yang sedang merangkul Ru kemudian meminta Ru untuk menurunkannya.
“Apa-apan kamu ini Ray?! Kita harus secepatnya
menyelamatkanmu dari kepungan para yuari vocare!”.
“Lepaskan aku tuan! Fiko disandera ditiang itu! Lepas!!!!
Lepasssss!!!!!”. Ray berteriak dan menghantamkan kepalanya kedahi Ru agar Ru
mau melepaskannya.
Ru bersikeras dan masih erat memeluk pinggang Ray.
Ray mencekik leher Ru namun Ru sempat melindungi kulitnya
dengan Linggi. “Diam!”. Cupppp!!!
Bibir Ray yang meronta dia ciumi agar tidak banyak bicara
lagi. Namun Ray malah mengigit kencang bibir Ru hingga berdarah dan melepaskan
ciumannya. Kesempatan itu Ray manfaatkan sebaik-baiknya. Dia kembali mengigit
bibir atas Ru hingga cengkraman yuari itu melemah dan Ray akhirnya jatuh bebas
dari ketinggian 35 meter. Bruak!!! Ray jatuh diatas sebuah gondola dan kemudian dia melompat
kebawah menuju sebuah bendera lalu meluncur turun hingga ketanah dari atas
tiang bendera.
Ru yang kesakitan kehilangan kendali dan menabrak dinding gedung
didepannya.
Ray berlari dan menghampiri gerombolan yuari yang
mengelilingi Fiko. Tubuhnya sudah melemah karena menyentuh linggi Ru. Dengan
tertatih-tatih dia terus berlari dan jatuh didekat gerombolan yuari vocare itu.
“Lepaskan Fiko….”, pintanya.
Fiko yang sudah terikat lemas dan dipenuhi luka menolehkan
kepalanya kearah Ray. “Ray…???”.
Kamamuja berjalan dan menghampiri Ray. “Ini dia azzo tuan
Sukaw… Tak perlu susah-susah kita mencarinya dan dia sudah berlutut dihadapan
kita untuk menyerahkan diri. Hei anak muda! Kalau kamu tidak mau ikut denganku
maka aku pastikan tuan Fiko Vocare yang agung itu meregang nyawa diujung
linggiku! Hahaha”.
“Saya akan ikut dengan kalian asalkan Fiko selamat… Aku
memang tidak hebat dan juga tidak kuat, tetapi aku tahu bahwa akulah yang
menyebabkan semua kekacauan ini. Aku mohon, lepaskan Fiko dan ambil aku sesuai
perintah Sukaw…”. Ray seolah mengiba pada Kamamuja.
Pria itu berjalan semakin dekat dengan Ray. Dia menggapai
dagu Ray sampai pemuda itu berdiri dihadapannya dengan tatapan takut.
“Terimakasih karena kamu mau merelakan dirimu untuk kami
bawa kehadapan Raja Sukaw tetapi untuk kali ini… Maaf kami harus menangkap
kalian berdua!”. Crap! Dengan sebuah alat khusus, dia borgol tangan Ray dan diseretnya ketiang
lampu dimana Fiko disandera.
“Ray… Ka-mu tidak usah… memper-duli-kan aku. Pergi saja… “,
kata Fiko sambil terbata-bata.
Mereka berdua diikat berbelakangan di tiang lampu tersebut.
“Aku memang bodoh Fiko, tetapi aku tidak bisa membiarkanmu
mati ditangan orang seperti mereka ini. Biarlah aku yang mengalah jika memang
ini sudah takdirku. Melawanpun rasanya sudah tidak bisa karena cepat atau
lambat aku pasti akan segera menghilang dari Naolla. Aku percayakan Naolla
padamu Fiko. Harapanku hanya ada padamu…”. Ray berkaca-kaca.
“Kamu bodoh Ray! Sekarang siapa yang akan menjaga Naolla
jika tiang lampu jalan ini yang menentukan nasib kita? Seandainya kamu mau
pergi dan membiarkan aku disini, mungkin kamu bisa menyelamatkan Naolla dari
mereka…”. Fiko menangis karena merasa tidak tahu harus berbuat apa lagi. “Kita
sudah cukup sampai disini Ray. Aku tahu hari dimana Naolla akan seperti ini
pasti tiba dan kita hanya bisa mematung tanpa melakukan apa-apa”.
Ray tertunduk diam. Dia membenarkan perkataan Fiko.
“Hahahaha… Inilah akhir dari kedunguan kalian berdua…”.
Kamamuja tertawa puas.
Juyu dan para yuari cehug telah tiba dan menghampiri tuan
Kamamuja beserta pasukan yuari yang lain.
“Tuan memang bisa saya andalkan. Sekarang kita bawa mereka
kehadapan Sukaw secepatnya. Ayo!”, kata Juyu.
“Baik ketua. Ayo seret mereka ke hajunba untuk segera
dihadapkan pada Raja Agung”, perintah Kamamuja pada anak buahnya. Segera mereka
melepaskan ikatan Ray dan Fiko lalu menggiring mereka untuk menaiki cehug.
Namun…
“Ho-ho-how…! Yihaaa!!!”. Diagta datang mengendarai Usketo, hewan sejenis burung garuda merah
raksasa tak berkaki, bersayap kupu-kupu, berekor ular dan memiliki satu antena
ditengah kepalanya. “Tenang azzo langit, kamu tidak akan berakhir disini”.
Juyu tercengang dan tidak mengerti dengan ucapan Diagta.
“Apa-apan ini Diagta? Minggir!”.
“Apa Juyu? Aku tidak dengar?”.
“Minggir bodoh!”, bentak Juyu kesal.
“Sewot nih. Kalau kamu mau menyingkirkan aku, kamu harus
singkirkan juga mereka itu!”, Diagta menunjuk keatas, diatap gedung. Ratusan
yuari Fugk telah mengepung Juyu dan para yuari vocare.
Bruakkk! Melompatlah Qwed yang ditunggangi Xano dari atap
gedung ke aspal sehingga aspal tersebut retak akibat tidak kuat menahan beban
seberat Qwed.
“Lawan aku…”, kata Xano.
Wush… Crak-crak-crak! Puluhan linggi angin terbang kearah
aspal. “Aku tidak akan membiarkan kalian membawa Ray ke Hrewa Kufe”. Loka Fugk
turun dengan bantuan linggi anginnya.
“Loka? Apa maksudmu Diagta? mengapa kamu membawa orang-orang
ini kemari?”, tanya Juyu.
“Hmmpppp… Mungkin selama ini aku sadar bahwa aku istimewa
dimata Sukaw dan aku tahu untuk apa aku berada di Hrewa Kufe. Tujuanku dan
Sukaw sebenarnya sudah jauh berbeda namun aku tidak bisa mentoleransi lagi.
Mungkin inilah saatnya aku memihak pada sisi yang aku anggap benar”.
“Apa?! Berarti kamu…”.
“Benar Juyu. Aku pergi dari Hrewa Kufe dan melakukan hal
yang benar”.
“Brengsek! Kalian dengar para Yuari? Dia adalah pengkhianat
dan kalian berhak memenggal kepalanya disini sekarang juga! Penggal mereka!!!”.
Amarah Juyu tak tertahan lagi sehingga dia memerintahkan pasukan yuarinya untuk
menyerang Diagta dan semua orang yang menghalangi rencananya. Pertempuran
sengit antara Yuari Fugk dan Yuari Vocare tak terelakkan. Kota La Paz seketika
menjadi ladang pertempuran sengit dari dimensi lain sehingga kota itu menjadi
porak poranda. Semua yuari bertarung sekuat tenaga untuk mempertahankan
tujuannya. Para hewan-hewan khas Naolla seperti
Dretaju, cehug, bican dan kaguka juga ikut berperang bahkan sebuah
pasukan yuari Fugk membawa Henje Terezse yang pandai melompat.
Tentu saja kekacauan yang memecah konsentrasi beberapa yuari
yang menjaga Ray dan Fiko dimanfaatkan oleh salah seorang yuari Fugk bernama Siot
untuk melepaskan ikatan mereka berdua.
“Terimakasih tuan…”. Fiko memegang tangan Ray dan membawa
Ray pergi.
“Kemana Fiko?”, tanya Ray.
“Kamu akan aku bawa ke pintu hajunba secepatnya untuk menyembunyikanmu
sementara waktu. Aku tidak mau kalau kamu sampai jatuh ketangan Sukaw, Ray”.
Dibelakang mereka tampak beberapa yuari vocare yang
mengendarai kaguka sedang mengejar. Set! Tiba-tiba datang seorang yuari Fugk
mengendarai dretaju menghadang yuari vocare berkaguka tersebut.
“Tuan lari lah, biar aku yang hadapi mereka”, katanya.
“Ayo Ray…”.
Mereka terus berlari melewati gang-gang menuju pintu hajunba
yang masih terbuka diatas bukit. Malam yang mulai gelap sedikit mempersulit
jarak pandang keduanya saat berlari. Penerangan lampu jalanan, hanya itu yang
mereka andalkan. Tetapi puluhan Yuari Vocare masih mengejar mereka dan sesekali
melemparkan linggi kearah Fiko dan Ray.
Duar! Sebuah rumah roboh dan menghalangi jalan mereka. Dari
arah samping muncul Ouiuo, hewan yang hanya memilik kepala berbentuk jambu biji
bergigi tiga, berkaki lima dan berwarna putih. Tubuhnya sangat besar, sebesar
rumah. Diatas kepalanya berdiri tegak orang yang paling jahat di Naolla, Raja
Sukaw.
“Sukaw?”. Fiko kaget setelah melihat orang itu.
“Ada apa Fiko? Kaget? Tak usah memasang tampang seperti itu
karena aku tidak akan kasihan lagi denganmu yang tak lebih dari seekor semut
dimataku. Kamu tidak ada apa-apanya. Serahkan anak itu sekarang!”, pinta Sukaw.
Fiko dan Ray terdiam sejenak. Apa yang ada didepan mereka
tentu tidak bisa dianggap remeh mengingat nyawa Ray dan nasib Naolla ada
disini. Jika mereka sampai salah perhitungan tentu saja Sukaw akan dengan mudah
merebut Ray dari tangan Fiko. Dibelakang mereka telah berdiri para Yuari Vocare
yang siap menerkam mereka berdua.
Angin malam berhembus dengan kencang. Menerbangkan debu-debu
hingga jauh. Tatapan mata Ray masih terlihat memikirkan sesuatu. Tentu saja Ray
harus memilih apakah dia harus selamat atau menyerahkan diri kepada Sukaw.
Ouiuo yang ditunggangi Sukaw mulai mendekati Ray dan Fiko.
Makhluk raksasa itu terlihat berat sekali dan mereka berdua masih belum tahu
kekuatan dari makhluk itu.
“Hiat!!!!”, Fiko tiba-tiba mengeluarkan linggi apinya dan
melemparnya kearah Ouiuo.
Sruuuttttt… Linggi api tersebut seolah-olah menembus kulit
Ouiuo dengan mudah dan tidak meninggalkan bekas. Fiko tercengang kaget.
“Bagaimana bisa? Inikah kekuatannya?”. Fiko meraih tangan
Ray.
Sukaw tertawa, “Hahahahaha…”. Dengan santainya dia bicara,
“Inilah hebatnya Ouiuo. Kamu harus takut akan hal ini Fiko! Makan Dia!”.
Set! Druagggg! Trak-tak-tak… Ouiuo melompat kearah Fiko dan
menyerang dengan giginya yang besar. Untung saja Fiko sigap dan segera memeluk
erat Ray kemudian menghindar dari serangan hewan itu.
Srakkkk…. Fiko terjatuh dan mennghantam tembok. Dia segera
bangkit kemudian mengajak Ray untuk berlari.
“Percuma kita berlari Fiko, mereka akan tetap mengejar
kita”.
“Kalau kita tidak lari, tentu kita akan menjadi makanan
empuk bagi para yuari dan hewan itu. Kita harus mencari pintu hajunba itu
secepatnya”.
Mereka terus berlari dan sesekali mencoba menghalangi Ouiuo
dengan kobaran api yang sengaja Fiko buat.
“Tunggu Fiko! Aku lelah… “, kata Ray. Dia terlihat sangat
lelah sekali.
“Ayo Ray… Kita tidak punya banyak waktu lagi. La Paz sudah
dikepung oleh pasukan yuari vocare. Sini aku gendong”.
“Tidak perlu Fiko. Aku sudah menerima takdirku”.
Deg! Fiko tersentak dan tidak percaya dengan apa yang baru
saja dia dengar. “Apa-apaan kamu ini Ray. Tidak! Aku tidak mau kamu berakhir
ditangan Sukaw”. Fiko menundukan punggungnya supaya Ray bisa naik.
Namun Ray malah menjauh dan berlari kearah yang berlawanan.
Fiko mengejar Ray dan meraih pundak kekasihnya tersebut.
“Inikah, Ray? Inikah orang yang selama ini sudah bersamaku
di bumi? Jangan buat ini mudah bagi Sukaw Ray. Aku tahu kita tidak bisa menolak
takdir tetapi apakah kamu mau takdir mengatur hidupmu semudah ini? Jawab ray!”.
Ray terdiam.
“Aku tahu ini sangat sulit untukmu. Semua hanya perlu waktu
dan aku mohon ulurlah waktu itu setidaknya sampai aku bisa menemukan jalan yang
bisa membawa kita menjauh dari Sukaw. Aku percaya padamu Ray dan aku mohon kamu
percaya padaku. Aku akan berusaha mengulur waktu sampai kita berdua benar-benar
kehabisan tenaga. Jangan perbolehkan takdir mengatur hidupmu dengan mudah Ray”.
Fiko berusaha meyakinkan Ray.
Ray berfikir sejenak dan akhirnya dia mau naik keatas
punggung Ray.
Drrruuuuaaagggghhhh!!! Sebuah tembok kembali roboh dan
dibaliknya tampak Ouiuo sedang menuju kearah Fiko dan Ray.
“Mau lari kemana kalian?!”. Sukaw melempar linggi anginnya
kearah Fiko.
Fiko terus berusaha berlari dan menghindari serangan-serangan
dari Sukaw sebisanya. Deretan linggi kian beterbangan kearah Fiko dan Ray.
Meskipun Fiko udah berusaha membelokkan beberapa linggi dengan menggunakan
lingginya.
“Host..host..host… Ray. Kamu bersembunyi dibalik bangunan
itu untuk sementara waktu. Jika situasi semakin gawat, kamu sebaiknya segera
berlari menuju pintu hajunba dan biar aku yang menghalangi Sukaw disini”, pinta
Fiko.
Ray turun dari punggung Fiko. “Tapi…”.
“Cepat Ray!”.
Dengan ragu Ray mulai berlari menunduk sampai dia merasa
aman berada dibalik sebuah tembok rumah.
Detak jantung Fiko semakin berdegup kencang sekencang
langkah kakinya berlari sambil memegang dua buah linggi api dikedua tangannya
mencoba menebas kaki Ouiuo. Meski dia tahu bahwa makhluk itu tidak bisa dilukai
dengan linggi.
“Hiatttt!!!”.
Blap! Kembali linggi Fiko terserap begitu saja.
Krakkk!!!! Duar! Ouiuo menyerang Fiko dengan membabi buta
sehingga meluluh lantakkan bangunan disekitar mereka. Ray menjauh dari tempat
itu untuk mencari lokasi yang aman.
“Hahahahaha.. Kamu tidak bisa lari kemana-mana lagi Fiko.
Sebaiknya kamu mati saja disini”.
Fiko terdesak dan tubuhnya berhasil terinjak Ouiuo. Fiko
masih berusaha melepaskan diri namun tetap tidak bisa.
“Arggghhhh! Aku ti-dak, akan membi-arkan mhu… Mengambil Ray.
Ingat itu!!”.
Sukaw turun dari atas Ouiuo dan menghampiri Fiko.
“Inilah saatnya untuk mengakui bahwa kamu memang tidak
pantas berada di Hrewa Kufe, Fiko. Lihatlah betapa menyedihkannya dirimu. Dari
dulu aku memang tidak pernah mau diperintah oleh Raja Vocare. Aku yakin jika
aku mau maka aku akan bisa melampaui mereka. Raja dimataku hanyalah pesolek
bermahkota emas. Jangan memandangku dengan kebencian seperti itu Fiko. Aku beri
kesempatan terakhir dimenit-menit terakhir, kamu mau membawa Ray kehadapanku
atau nyawamu yang aku bawakan kehadapan Ray?”. Sukaw terdengar mengancam.
“Memangnya kamu bisa apa tanpa Hrewa Kufe? Hah?! Kamu
bukanlah apa-apa dan bukanlah siapa-siapa Sukaw! Kamu bisa saja sekarang
menyombongkan diri tetapi aku yakin bukan ini yang akan membuat anda besar di
Naolla”.
Set! Sukaw mengeluarkan sebuah linggi dari tangan kanannya.
Fiko menatap linggi itu dengan sedikit takut. Sekejap
kemudian linggi itu telah bergerak dan….
Crakkk!!!
“Ray??”. Fiko kaget.
Linggi yang hampir menusuk dada Fiko berhasil diserap Ray
kedalam tangannya yang melindungi dada Fiko. Sukaw tercengang dengan kemampuan
Ray.
“Azzo ini…”.
Tanpa banyak membuang waktu lagi Ray langsung mengarahkan
tangannya kearah kaki Ouiuo yang menginjak Fiko. Dengan kemampuannya, Ray dan
Ouiuo beradu daya serap. Terjadilah sesuatu yang sangat luar biasa. Ray dan
makhluk itu seolah-olah saling berusaha menyerap tubuh lawan masing-masing.
Tubuh Ray yang kecil semakin terisap kedalam tubuh Ouiuo.
“Ray!!!”. Fiko menarik tangan Ray sekuat tenaga karena kini
hanya tangan kanan Ray yang belum terisap kedalam tubuh Ouiuo. Fiko masih terus
berusaha dan semakin kuat menarik tangan Ray. “Ray!!! Bertahan Ray!”.
Sukaw tampak bingung melihat kejadian ini. Dia bingung
antara harus membiarkan atau membantu. Jika tubuh Ray terisap kedalam Ouiuo
maka Ray akan hilang dan jika harus menolong dia tidak tahu bagaimana cara
menghentikan kekuatan Ouiuo.
“Ray….”.
Terlepaslah genggaman Fiko dari tangan Ray. Ujung jari Ray
hampir terserap dan Fiko tak bisa menahannya. Ketika Fiko sudah tidak bisa
berbuat apa-apa lagi, sebuah keajaiban datang. Secara mengejutkan tubuh Ray
kembali keluar dan berbalik menyerap tubuh Ouiuo.
“Akkkkkkkkkkk… akkkkkkk… akkkkkkk…”, erang Ouiuo.
Tubuh makhluk besar itu dengan cepat diserap Ray hingga
masuk seutuhnya ketubuh Ray. “Hiatttttttt…. Bukan salahku jika ini adalah
takdirmu!”. Kulit Ray mengelupas akibat menyerap kekuatan Ouiuo yang besar.
Tubuh Ray bisa menyerap Ouiuo karena ternyata Ouiuo itu adalah sebuah azzo dewa
sama seperti dirinya. Meskipun sama-sama azzo dewa namun Ouiuo adalah azzo dewa
yang tidak kosong karena dia adalah jenis azzo dewa tipe roh sehingga Ray masih
lebih kuat menyerap azzo karena dia adalah azzo kosong.
Sesaat kemudian tubuh Ray yang sudah menyerap Ouiuo dengan
sempurna ambruk ketanah dengan seluruh kulit tubuh yang mengelupas. Ray tampak
tidak sadarkan diri. Dengan cepat Sukaw menuju tubuh Ray namun dengan sigap
Fiko melemparkan lingginya agar Sukaw tidak semakin mendekat.
“Dasar anak lemah!”. Sukaw membuat ratusan linggi dan
melemparkannya kearah Fiko.
Trak! Trak! Trak! Namun ratusan linggi melindungi tubuh Fiko
dari serangan Sukaw. Siapakah orang yang telah melakukan itu? Sukaw menengok
kearah atap bangunan dan tampaklah sesosok tubuh yang dia yakini sebagai Loka
Fugk.
“Kurang ajar! Berani sekali kamu menunjukan kerutan dahi
seperti itu didepanku tuan Dega Yoka!”. Sukaw tampak sangat marah.
Tuan Loka turun dan langsung membuat linggi ditangannya.
“Anda mungkin berkuasa atas Naolla saat ini, tetapi ini bumi. Semua orang sama
disini. Anda harus ingat itu”.
Set! Dengan langkah cepat, Sukaw menuju Loka sambil
menghantamkan lingginya. “Berani juga kamu mengucapkan kata seperti itu
didepanku”.
Trang! Loka menahan serangan linggi Sukaw dengan lingginya.
Sebagai sesama pengguna linggi berazzo angin, mereka secara teori sudah
mengetahui kelemahan dan kelebihan kekuatan masing-masing. Maka terjadilah
pertarungan adu linggi angin yang membuat suasana semakin tambah mencekam.
Ratusan linggi berserakan dan tertancap ditanah.
Sementara itu Fiko menggendong Ray dan membawanya ketempat
yang aman, jauh dari lokasi pertarungan.
“Bertahan Ray…”, kata Fiko sambil menatap pilu kekasihnya
itu.
Kota La Paz kini tak ubahnya ladang linggi dan arena
pertarungan besar. Kepulan asap terlihat dimana-mana dan gedung-gedung rusak
akibat kekacauan ini. Fiko masih tidak tahu harus menuju kemana lagi tetapi dia
melihat seseorang menggunakan jubah putih berpenutup kepala dengan seekor
arudretajunya mendekat dari arah depan. Kepulan asap yang tebal dan ditambah
gelapnya malam menyamarkan wajah orang itu.
“Si-si-siapa anda?”, tanya Fiko siaga.
Orang itu tidak langsung menjawab namun dia membuka penutup
kepalanya dan tersenyum pada Fiko.
“Tuan Xano? Anda kah ini?”.
“Ya, Ini saya tuan. Lama tidak jumpa”.
“Ini Qwed? Qwed yang dulu selalu bersama-sama tuan?”. Fiko
menengadah untuk memastikan bahwa tebakannya benar.
“Qwed sudah berhasil menjadi arudretaju tuan. Ada banyak hal
yang harus saya ceritakan kepada anda. Sebaiknya tuan dan Ray naik keatas
punggung Qwed. Ayo!”.
Dengan segera mereka bertiga naik keatas punggung Qwed yang
sudah dilengkapi rompi tempat duduk dan pergi meninggalkan lokasi tersebut
menuju suatu tempat.
La Paz mencekam. Kepulan asap dan langit yang semakin gelap
menambah kelamnya hari itu. Dengan sedikit berlari, Qwed menuju sebuah tempat
yang terdapat pintu hajunba.
“Cepat Qwed!”, perintah Xano.
Dengan sigap, Qwed yang memiliki tubuh raksasa itu masuk
kedalam hajunba khusus yang juga berukuran besar.
Blap! Beberapa saat kemudian, mereka telah sampai di ujung
hajunba tersebut. Sebuah tempat yang sangat asing bagi mereka. Tempat itu
tampak seperti gurun putih berkilau dengan danau-danau biru yang bertebaran. Di
ujung pandangan mereka, tampak sebuah menara mirip bulu tangkis raksasa
berwarna putih.
“Apa itu tuan? Dimana kita sekarang?”, tanya Fiko.
“Ini adalah tempat dimana Ray pertama kali turunkan”.
Fiko menatap wajah Xano seolah-olah tidak mengerti dengan
ucapan dari mulut pria itu.
Dia menunjuk kearah menara. “Disana tuan akan mendapat
jawaban yang sebenar-benarnya tentang kekacauan di Naolla beberapa waktu
belakangan ini. Maka dari itu, saya mengajak tuan dan Ray kesini agar semuanya
jelas dan menentukan bagaimana nasib Naolla selanjutnya. Ayo jalan Qwed! Waktu
kita tidak banyak lagi sebelum Sukaw berhasil mengejar kita”.
“Grrrrr.. aurrgggghhhh!”. Dengan cepat Qwed langsung berlari
diatas hamparan pasir, menuju menara tersebut.
Fiko masih tidak paham dengan ucapan tuan Xano dan dia
berharap di menara itu semua kebingungannya akan terhapus. Dia menatap Ray yang
telah terluka parah dan terbaring dalam dekapannya.
Semakin dekat langkah Qwed
menuju menara itu semakin besar dan megah menara itu terlihat. Sebuah
menara dengan pilar-pilar condong yang kokoh tampak lengang dan tidak
berpenghuni. Benar-benar megah menara berwarna putih itu.
Trrreeetttt… Pintu besar menara didorong oleh Qwed. Ruangan
besar dan tampak kumuh akibat tidak terawat menyapa kehadiran mereka berempat.
“Ada apa didalam menara ini tuan? Kelihatannya tidak
ditinggali”, tanya Fiko. Matanya menatap seluruh sudut ruangan yang terlihat
kumuh dan berdebu.
“Kita menuju menara keenam. Disana ada dunia baru yang akan
membuat kita menjadi orang yang baru. Hap!”. Xano turun dari punggung Qwed.
Fiko semakin bingung dan tidak mengerti dengan situasi ini.
Setelah memastikan Ray sudah diposisi yang nyaman, dia kemudian juga ikut turun
dari atas tubuh Qwed. “Tunggu tuan! Apa-apan ini? Dunia baru apa? Ada
sebenarnya ini?”.
Xano berhenti sejenak dan memandangi Fiko untuk berusaha
meyakinkannya melalui tatapan mata. Dia menarik nafas sejenak kemudian
melanjutkan langkah kakinya.
Enam belas menara yang besar dengan plat trapesium berukir
dikiri dan kanan tiap-tiap menara semakin memperindah bentuk menara ini. Menara
itu benar-benar mirip sebuah shuttle cock raksasa namun mengapa menara itu
dibuat seperti ini. Apakah ada fungsi tertentu?
Fiko, Xano dan Qwed ,yang masih membawa Ray dipunggungnya,
terus menaiki anak-anak tangga untuk menuju puncak menara ke enam. Entah ada
apa disana namun Fiko tetap berusaha tenang.
Ketika langkah kaki telah sampai memijak lantai ruangan
teratas menara keenam, tampaklah sesosok tubuh tinggi berjubah coklat sedang
membelakangi mereka dan menatap kearah gurun putih diluar sana. Melihat dari
punggung dan perawakan orang tersebut, sepertinya Fiko mengenalinya. Namun dia
masih tidak yakin dengan dugaanya itu.
“Permisi tuan. Ini Pangeran Fiko dan Ray sudah aku bawa
kemari”, kata Xano.
Orang berjubah itu
membuka penutup kepalanya dan perlahan menoleh kearah Xano.
Sungguh Fiko tidak percaya dengan apa yang dilihatnya ini.
Sosok pria tinggi didepannya sekarang adalah raja Edka Higudasa, ayahnya.
“Ayah? Apakah itu kau?”.
Dia berbalik badan. “Iya Fiko, ini ayah”.
Fiko langsung menghampiri raja dan memeluknya. “Ayah masih
hidup? Kemana saja ayah selama ini?”. Dia kemudian melepas pelukannya.
“Ayah sengaja pergi untuk sementara waktu dan membiarkanmu
berkembang sesuai harapan ayah sebelum kamu siap menjadi raja yang sesungguhnya
didunia baru yang akan ayah ciptakan”.
Fiko terlihat bingung dengan ucapan ayahnya.
“Lihatlah keluar sana. Hamparan pasir putih dan danau-danau
birunya ini masih kosong dan perlu diisi. Sejak beberapa tahun silam ayah sudah
merencanakan untuk memulai kehidupan putih dan tanpa ada hitam seperti ditempat
ini. Kamu mau kan tinggal bersama ayah di menara ini?”.
Walau masih tidak mengerti, Fiko berusaha mengerti. Dia
berbalik badan dan menurunkan Ray dari punggung Qwed. “Nanti saja kita membahas
masalah dunia baru. Ray sekarat dan perlu pertolongan segera, ayah”.
Edka menghampiri Ray dan menatap ganjil pada Fiko. “Mengapa
azzo ini masih kamu biarkan bebas, Fiko? Tujuan ayah menitipkan azzo ini pada
Loka memang karena azzo ini nantinya akan menjadi milik kamu. Bukankah kamu mau
menjadi raja yang kuat?”.
“Tolong ayah sembuhkan Ray. Aku mohon… Dia tetap menjadi
azzo bebas dan biarlah begitu. Ray seperti ini juga karena menolongku”. Fiko
mengiba pada tuan Edka.
“Baiklah. Aku akan berusaha memulihkan azzo ini”. Raja
membungkuk dan dengan kekuatannya dia berusaha mengalirkan azzo ketubuh Ray
yang melepuh. Secara ajaib fisik Ray berangsur-angsur membaik dan akhirnya
pulih seperti sedia kala.
“Hmmm…”. Ray mulai sadar dan membuka mata.
“Ray? Syukurlah kamu tidak apa-apa. Aku sangat
mengkhawatirkan kamu Ray”. Fiko memeluk tubuh Ray.
“Di-mana… ini…??”, tanya Ray dalam keadaan lemas.
“Ini di menara putih, tempat ayahku tinggal”.
Ray menatap raja Edka sambil tersenyum.
***
Setelah Ray beristirahat di menara ke lima, raja Edka dan
Fiko kembali membahas mengenai dunia baru di menara keenam. Di dunia itu
ternyata memang tidak ada bayangan dan malam hari sehingga dunia itu diberi
nama oleh raja Edka dengan sebutan Anyarrai
yang berarti, putih terang. Anyarrai dalah dimensi baru yang tercipta di
antara langit. Di sini rencananya raja Edka akan membuat dunia baru yang
benar-benar putih.
“Bagaimana ayah yang seorang raja bisa berfikir sekejam itu?
Naolla tidak hanya diisi oleh mereka yang berhati jahat bukan? Aku tidak setuju
jika ayah ingin menghancurkan Naolla. Tolong ayah pertimbangkan lagi rencana
itu”. Tolak Fiko.
Raja Edka mengambil sesuatu dari balik kantong jubahnya.
“Ini ada pisau azzo untuk kamu. Pisau ini adalah tuas untuk menjalankan sistem
penghancur di menara ini. Jika kamu
mengalirkan azzo kepisau ini maka secara otomatis pisau ini akan meresponnya
dan membuat menara ini aktif dan siap membidik Naolla”, terang raja Edka pada
Fiko.
Fiko mengambil pisau yang masih bersarung tersebut. “Untuk
apa ayah melakukan ini semua?”. Syat! Fiko melemparkan pisau itu keluar jendela.
Dengan langkah anginnya, Edka menangkap pisau tersebut
sebelum terlanjur terlempar keluar jendela. “Apa-apan kamu ini Fiko?! Kamu ini
harus berani mengambil keputusan. Terkadang memang sulit antara memilih baik
dan buruk namun apakah kamu mau mengorbankan yang baik untuk yang jahat?”.
“Ayah sungguh berbeda dari Raja Vocare yang aku kenal
dahulu. Kalau rencana untuk memusnahkan orang-orang Naolla, aku tidak setuju”.
“Lalu apakah kamu mau melihat Naolla yang sudah kacau
seperti itu? Hah?! Ayah hanya akan membawa sedikit orang-orang terpilih yang
ayah yakin mereka bisa bersikap baik di dunia baru ini. Ayah bahkan sudah
menentukan siapa saja mereka sejak dahulu. Kamu mau setuju atau tidak, ini
tidak akan merubah waktu penghancuran daratan Naolla dua hari lagi. Hari ini,
orang-orang terpilih akan segera mendapat pintu hajunba khusus yang aku
persiapkan untuk membawa mereka kemari. Bersiap-siaplah untuk menjadi tuan
rumah yang baik, Fiko Vocare”. Tuan Edka beranjak dan menuju pintu.
“Tunggu ayah! Apakah ayah yakin hati mereka tidak akan
berubah dan mengotori Anyarrai? Mereka bisa dipercaya seratus persen?.
Raja Edka terdiam dan tanpa mengindahkan perkataan Fiko, dia
kembali melanjutkan langkah kakinya.
Fiko terdiam dan tatapannya terlihat menerawang memikirkan
nasib Naolla. Dengan langkah lesu, Fiko menuju menara ke lima. Disana terbaring
Ray yang masih beristirahat. Wajah manis Ray seolah-olah harapan untuk Fiko
agar bisa memilih keputusan. Dia duduk di tepi ranjang Ray daan mengusap rambut
Ray.
“Ray… Aku sedang menghadapi situasi tersulit didalam
hidupku. Naolla akan segera dimusnahkan dan aku harus membiarkan atau menghentikannya.
Aku tidak tahu harus berbuat apa Ray”. Fiko membelai mesra rambut Ray.
Ray yang terlelap tidur kemudian terbangun dan langsung
membuka mata menatap Fiko. “Terang sekali ditempat ini”. Ray menyipitkan
matanya.
“Oh, kamu silau ya sayang? Sebentar ya, aku tutup tirainya
dulu”. Fiko beranjak dari duduknya dan menggeser tirai jendela dan kembali
duduk disamping Ray. “Kamu sudah baikan?”.
“Iya… Ngomong-ngomong ini dimana?”.
“Ini di Anyarrai. Dimensi baru yang ditemukan raja Edka.
Kita aman disini untuk beberapa saat. Aku minta maaf karena sudah membuatmu
hampir celaka Ray”.
Ray membelai wajah Fiko. “Tidak perlu begitu Fiko. Aku
merasa senang kamu bisa selamat. Aku sudah paham, kalau cepat atau lambat aku
juga pasti akan menghilang dari Naolla. Aku hanya perlu seorang tuan untuk
menjadi wadahku”.
Fiko mendekatkan wajahnya kewajah Ray dan menatap Ray
lekat-lekat. “Ray, aku mau bersama-sama kamu selamanya. Aku akan berusaha ada
didekatmu. Ini janjiku. Kamu bukanlah azzo dimataku karena kamu adalah orang
yang bisa membuat aku seperti ini Ray. aku sayang kamu”. Fiko mencium pipi Ray.
“terimakasih Fiko. Tapi mengapa tatapan matamu kali ini
sedikit berbeda. Sepertinya ada yang sedang dipikirkan”.
“Ayahku mau menghancurkan Naolla dua hari lagi dan itu harus
terjadi. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku tidak bisa menghentikan semua
ini sendiri. Inilah yang membuat aku bingung Ray”.
“Naolla akan dihancurkan? Bagaimana dengan kehidupan disana,
Fiko? Apakah ini berarti akhir dari Naolla?”.
Tarikan nafas Fiko semakin berat. Dia kembali mencium pipi
Ray lalu menganggukkan kepala tanda apa yang ditanyakan Ray memang benar
adanya.
Dengan lesu, Ray terpaku kenatap wajah Fiko seakan tidak
percaya dengan perkataan kekasihnya itu. Mungkinkah semuanya telah direncanakan
raja Edka sejak dulu. Jika dia adalah bagian dari rencana ini, maka apa tujuan
Raja Vocare X meminta Ray turun ke Naolla dan tidak dimiliki oleh siapapun.
“Aku mau bertemu Raja sekarang. Ada hal yang harus aku
tanyakan”. Ucap Ray sambil menyibak selimutnya.
“Kamu jangan banyak bergerak dulu Ray. kesehatan kamu masih
belum pulih seutuhnya. Jangan memaksakan diri sayang”. Fiko memegangi tangan
Ray.
Walaupun Fiko menahannya, Ray berusaha melepaskan cengkraman
tangan Fiko dan berdiri.
***
Disalah satu ruangan, dimenara putih itu, tampak tuan Edka
sedang mengutak-atik sesuatu. Tampaknya itu semacam basoka.
Ray yang ditemani Fiko masuk menghampiri tuan Edka.
“Ada apa?”, tanya beliau ketus.
“Maaf saya menggangu sebentar. Ada hal yang saya ingin
tanyakan pada tuan. Boleh?”, kata Ray.
Tuan Edka menoleh sebentar kearah Ray setelah itu kembai
melanjutkan pekerjaanya.
“Ini tentang saya. Saya perlu kejelasan tuan. Mengapa saya
ada? Untuk apa?”.
Fiko hanya terdiam dan berusaha tidak ikut campur dulu.
“Tuan meminta aku tetapi tuan sepertinya melupakan aku.
Mungkinkah tuan memiliki rencana lain untuk saya?”.
Edka masih berkutat dengan pekerjaanya. Dia tampak
mengacuhkan Ray.
“Jawab tuan!”, desak Ray.
Tuan Edka terlihat kesal dan berdiri. “Kamu mau tahu
jawabannya? Hah!”. Dia menatap mata Ray. “Kamu memang aku ciptakan sebagai
penyaring. Kamu adalah alat untuk menunjukan siapa saja orang yang pantas aku
pilih untuk ke Anyarrai atau musnah di
Naolla. Dengan membiarkanmu bebas tanpa tuan, maka pasti banyak orang yang
mengincarmu dan tentunya orang-orang itu adalah orang yang memiliki tujuan
tertentu yang mungkin bisa menghancurkan Naolla. Aku sudah tahu siapa Sukaw dan
orang-orang yang menginnginkanmu di Naolla. Sebenarnya kamu lebih baik musnah
bersama orang Naolla, karena tugasmu sudah berakhir. Aku sudah memutuskan siapa
saja orang yang berhak tinggal bersamaku di Anyarrai dan mereka yang tinggal
menghadapi kehancuran di Naolla. puas?”.
Ray terdiam.
“Ayah! Aku baru tahu bahwa azzo dewa memiiki hati semenjak
aku hidup bersama Ray. Dia bukan hanya sekedar azzo bagiku tetapi dia adalah
hidupku. Dia berbeda ayah. Aku tidak menyangka ayah sekejam itu pada Ray. Aku
tahu pasti bagaimana rasanya hidup dengan takdir yang terus membayangi namun
apakah ayah mau membiarkan takdir dengan mudah mengatur kita?”. Fiko berusaha
membela Ray.
“Maksud kamu apa?”.
“Ayah seorang Raja dan tentu tahu apa itu kata memimpin. Jika
pada diri sendiri saja ayah tidak bisa memimpin, bagaimana dengan Naolla?”.
“Diam kamu!”, bentak tuan Edka.
“Tidak ayah! Ray sebenarnya juga ingin menjadi manusia
Naolla sama seperti kita tetapi takdir mengekangnya sebagai azzo. Ketika ayah
membiarkanya bebas, dia sangat menikmati hidup walau dia tahu itu hanya
sementara. Dengan gampangnya ayah meminta azzo hanya sebagai alat dan ketika
alat itu telah melakukan tugasnya ayah dengan mudah membuangnya? Tanpa Ray,
rencana ayah tidak akan berhasil. Bisakah ayah memberinya sedikit penghargaan”.
“Penghargaan tertinggi manusia Naolla pada azzo adalah
menjadikannya linggi. Ray tidak demikian. Berarti dia tidak pantas dihargai”.
“Ayah boleh menganggap Ray begitu, tetapi aku yang akan
menghargai Ray dengan caraku sendiri, baik tanpa atau dengan ijin Ayah. Maaf
aku tidak bisa menerima ajakan ayah untuk tinggal disini. Kami akan ke Naolla
dan biarlah kami berdua musnah bersama disana. Ayo Ray!”. Fiko menarik tangan
Ray dan meninggalkan tuan Edka.
“Pergilah pembangkang! Jangan panggil aku ayah jika kamu
masih bersikap seperti itu”.
Mereka berdua terus melanjutkan langkah kakinya. Inilah
kesiapan Fiko untuk Ray.
***
La Paz telah menjadi kota yang porak poranda. Sukaw berhasil
kabur dan mundur ke Hrewa Kufe untuk sementara waktu. Tentu saja Sukaw tidak
akan segampang itu untuk mundur dan menyerah. Mungkin ini adalah taktiknya agar
bisa mencari cara lain yang lebih terencana lagi. Diikuti oleh Kamamuja dan
Juyu, mereka berjalan tergesa-gesa menuju ruangan senjata.
Didalam ruangan senjata.
“Berapa banayak senjata yang bisa kita gunakan, Juyu?”,
tanya Sukaw.
“Semua senjata masih berfungsi dengan baik tuan”.
Rak-rak yang menampung senjata berbagai jenis itu terlihat
rapi dan terawat.
“Siapkan kekuatan dan para yuari yang masih tersisa. Kita
akan menyerang Fugk habis-habisan. Kita akan memancing Fiko dan Ray kesana dan
pada saat itulah rencana penangkapan terakhir kita jalankan. Segera lakukan
tugas!”.
“Baik tuan!”, ucap Juyu.
“Kamamuja. Tolong kamu koordinasi semua yuari yang tertinggal
di Hrewa Kufe. Aku tidak mau kalau Vocare diserang selagi kita melakukan
penyerangan ke Fugk. Aku mempercayaimu”.
“Serahkan semuanya pada saya, tuan”. Kamamuja melakukan
hormat yuari.
Tak berapa lama kemudian, suasana Hrewa Kufe menjadi semakin
menegangkan. Warga Hrewa Kufe terlihat bingung dengan dikumpulkannya mereka
untuk mendengarkan arahan dari Kamamuja. Sementara Juyu dan para yuari terpilih
sudah bersiap untuk melakukan penyerangan ke Fugk. Penyerangan kali ini
dipimpin langsung oleh raja Sukaw.
Persiapan penangkapan terkahir Raja Sukaw pun telah selesai
dan mereka sudah bergerak menuju Fugk. Semua peralatan perang dan hewan-hewan
perang mereka kerahkan untuk menyerang pulau Fugk. Sementara di Fugk, Diagta
telah menyampaikan kabar bahwa Sukaw dan para Yuarinya sedang menuju Fugk untuk
melakukan penyerangan.
“Kita tidak punya
pilihan. Aku akan mengumpulkan semua petinggi dan mengadakan rapat darurat di
rumah pemerintahan. Tolong kamu bantu aku, Diagta. Tolong kamu datangi tuan
Karveo dan minta dia menugaskan beberapa yuari untuk ikut denganmu dan segera
evakuasi penduduk ketempat yang aman”, perintah Loka.
“Baik tuan. Beres…”. Diagta mengacungkan jempol dan
tersenyum lalu pergi menjalankan tugasnya. Dari balik bahu kiri Diagta terlihat
Jheibo duduk disana.
Situasi Fugk mulai mencekam dengan diungsikannya para warga
kebalik sebuah bukit.
Dalam situasi biasa, perjalanan dari Vocare ke Fugk
menggunakan kapal yaitu sekitar satu hari . Namun karena tuan Sukaw ingin
mengatur strategi diperjalanan, maka perjalanan itupun ditempuh dalam waktu
satu setengah hari.
Setelah beberapa waktu mengarungi lautan akhirnya Pasukan
Vocare telah hampir sampai di perairan Fugk. Difu dan Aste tampak bermain di
langit Naolla, mengawali perjalanan kapal Sukaw.
Di atas seekor bican
terlihat Juyu sedang memerintahkan ratusan Yuari yang mengendarai bican
dibelakangnya agar bersiap-siap melakukan penyerangan pertama. “Kalian siap?!
Sadio Iola!”.
Wush! Secepat angin para bican itu terbang menuju pulau Fugk
yang sudah ada didepan mata. Diatas punggung mereka, para yuari sudah
mempersiapkan linggi-linggi berbagai azzo untuk dilemparkan ke pasukan Fugk
yang sudah berjaga di sepanjang bibir pantai.
“Hiattttt! Serang!!!”, perintah Juyu.
Para Yuari itupun melemparkan lingginya kearah Yuari Fugk.
Dengan sigap para yuari Fugk membuat linggi besar untuk melindungi pulau
mereka. Tidak hanya sampai disitu. Para yuari Fugk melancarkan linggi-linggi
kecil yang diarahkan langsung kepada bican dan beberapa berhasil mengenai bican
dan yuari-yuari diatasnya.
“Sial! Cre, lakukan tugasmu. Saatnya mundur dan bawa pasukan
cehug untuk melakukan tugas bantuan. Aku tahu apa yang harus kita perbuat!”.
Para yuari Vocare mundur untuk sementara dan kembali kekapal
induk mereka.
“Ada apa ini Juyu? Mengapa kalian banyak yang terluka
seperti ini?”, tanya tuan Sukaw ketika melihat pasukannya kembali dalam keadaan
terluka.
“Aku tahu sekarang tuan. Kita serang dari arah pantai dan
pulau. Aku butuh pasukan cehug untuk menggantikan tugas kami”.
“Tunggu apalagi? Ayo semua, cepat hancurkan Fugk!”, perintah
Sukaw.
Dikapal sebelah, ribuan cehug telah dilepas dan dilengkapi
dengan baju baja. Mereka dipimpin oleh Creasa Fru. Sementara pasukan Juyu mulai
terbang menanjak agar tidak terdeteksi pasukan Fugk.
Dipantai Fugk…
“Sudah aku duga mereka kembali dengan pasukan yang lebih
besar”, ucap Karveo setelah melihat kerumunan cehug dikejauhan yang menyerupai
kumpulan lebah sedang menuju pantai mereka. “Ubah strategi! Para yuari azzo
air. Siap-siap dibarisan depan. Tahan mereka sebisa kalian! Ayo!”.
“Ayo!!!”, teriak mereka serempak sambil berbaris didepan
pasukan yuari yang lain dan bersiap-siap membuat linggi.
Ketika para yuari cehug semakin dekat, para yuari Fugk sudah
bersiap-siap dan kemudian membuat linggi dari azzo air lalu melemparkannya
kearah para yuari cehug. Hujan linggi tersebut tidak dapat mereka hindari lagi
namun berkat baju baja yang mereka kenakan akhirnya mereka bisa bertahan dan
terus maju. Melihat itu, para yuari agak kaget dan meningkatkan frekuensi serangan
mereka. Namun semua linggi tampak tidak mengenai tubuh para yuari cehug. Sesaat
kemudian, para cehug berbaris menjadi satu garis lurus horizontal kemudian para
yuari diatasnya mengeluarkan linggi roh,angin dan air untuk membalas serangan
para yauri Fugk. Pertarungan antar linggipun tak terelakan.
Sementara kapal Sukaw telah mendekati pantai dan mulai
bersiap-siap menembakkan meriam. Ada sepuluh kapal raksasa berbaris menuju
pantai Fugk. Kapal-kapal kayu itu terlihat gagah dan tak tertandingi oleh armada
laut manapun di Naolla.
“Kita perlu bantuan! Tahan sebentar… Ayo!”, kata Karveo
menyemangati para yuarinya.
Mereka terus mengeluarkan linggi dan masih tidak tahu harus
berbuat apalagi. Jujur Fugk kalah jika dilihat dari segi hewan petarung namun
bukan berarti mereka tidak mempunyai hewan-hewan petarung. Diagta bersama
ratusan yuari usketo telah datang dan mulai menyerang yuari cehug. Pasukan
Karveo mundur untuk sementara waktu dan menunggu apa yang akan terjadi
berikutnya.
Kemampuan usketo untuk membuat angin kencang dengan kepakan
sayapnya yang cepat memang sangat membantu para yuari Fugk untuk mengalihkan
atau mematahkan serangan linggi yuari Vocare. Terbukti setelah yuari usketo
datang dan usketo mulai mengepakkan sayap, tidak ada satupun linggi yang dapat
menyentuh para yuari Fugk. Namun para yuari cehug tidak menyerah begitu saja.
Mereka segera mengalihkan strategi dengan tipe pertarungan jarak dekat. Para
cehug diperintahkan untuk mengikat usketo dengan lidah panjangnya dan berhasil
menghentikan pergerakan semua usketo petarung disana. Setelah itu
pertarunganpun dilanjutkan dengan saling serang di atas pantai menggunakan
linggi.
Trang! Trak! Syat! Bruak! Dug! Syat! Trak! Trak! Wush!
Bruak! Begitulah bunyi pertarungan antar yuari ditepi pantai.
Duarrrr!!!! Tiba-tiba sebuah tembakan meriam diluncurkan
dari atas kapal kearah Fugk dan menghantam bangunan dipulau tersebut. Duar!
Duar! Duar!!!! Bangunan di Fugk porak-poranda dan para yuari tidak bisa
menghentikan arah peluru tersebut.
Duar! Kreeekkkk…… Treeettt… Entah apa yang terjadi, sehingga
sebuah peluru meriam tiba-tiba menghantam sisi kanan kapal yang ditumpangi
Sukaw.
“Ada apa ini? Hah?! Mengapa kalian menembakku? Bodoh!”.
Sukaw memarahi yuari penembak meriam dikapal sebelahnya.
“Tidak tuan! Kami tidak menembak kearah tuan”.
“Lalu siapa?!”.
Syuuutttt… Duar! Sebuah peluru meriam muncul secara
tiba-tiba dari atas dan menghantam deck kapal Sukaw.
Ternyata dibagian belakang yuari Fugk telah bersiaga pasukan
khusus yang memiliki pintu hajunba dan dipimpin oleh Siot.
“Hahaha… Bagaimana hebatkan ideku?”, kata Siot sambil
mengendarai dretaju. Ketika peluru itu
hampir menyentuh bidikannya, para yuari yang mengendarai dretaju segera
menyuruh tunggangannya untuk mengarahkan mereka ke peluru tersebut dan membuka hajunba
yang sudah di atur mengarah ke kapal-kapal Sukaw didepan sana. Cara ini
tampaknya efektif untuk melakukan serangan balik.
“Berhenti! Jangan tembak mereka dengan meriam lagi. Mereka
punya hajunba untuk mengembalikan serangan kita”, perintah Sukaw pada anak
buahnya.
“Baik tuan”.
Para yuari menghentikan tembakan mereka dan ketika itu
terjadi mulailah strategi balasan dari Fugk. Dengan memanfaatkan teknologi
hajunba Fugk yang sangat canggih, mereka mengirim linggi-linggi kearah kapal
musuh. Sukaw dan para anak buah kapalnya terlihat kerepotan menghalau
linggi-linggi yang terus berdatangan. Namun bukan Sukaw namanya jika tidak bisa
berbuat apa-apa. Dengan mengerahkan kekuatan azzo anginnya dia membuat
linggi-linggi dan mematahkan serangan linggi musuh.
Sementara di atas rumah pemerintahan, Juyu dan pasukannya
menyerang dan tengah berhadapan dengan yuari yang sudah bersiaga disana. Pertempuran
itu menghancurkan banyak tempat dan membunuh nyawa-nyawa yuari dari kedua belah
pihak.
Deru ombak disalah satu sudut pantai terdengar sendu.
Hentakan kaki dari dua orang pemuda memecah kesunyian disana. Fiko dan Ray
telah berhasil menuju Fugk.
“Kita segera menemui loka dan meminta bantuannya agar mau
meminjamkan hajunba sebanyak mungkin untuk membawa bangsa Naolla mengungsi
kebumi sementara waktu”.
“Tapi Ray, bagaimana dengan rencana menghentikan tembakan
pemusnah?”.
“Kita ungsikan dulu penduduk sebanyak mungkin kebumi.
Setelah selesai, baru kita pikirkan rencana untuk menghentikannya”.
Tetapi langkah kaki Ray terhenti ketika melihat kepulan asap
tebal di kejauhan.
“Tampaknya ada pertempuran disana. Ayo Fiko kita bergegas”.
Mereka kemudian berlari menuju kepulan asap tersebut. Benar
saja, ketika langkah kaki membawa mereka kekawasan pemerintahan dan kota
tampaklah bangunan-bangunan yang rusak dan ribuan yuari bertarung dengan
lingginya.
“Ini tidak bisa dibiarkan Fiko. Lakukan sesuatu!”, pinta
Ray.
Fiko mengeluarkan linggi terbesarnya dan melemparkannya
kearah para yuari. Syat! “Woy! Hentikan!”.
Para yuari menoleh kearah Fiko dan menghentikan pertarungan
mereka. Dari arah langit, Sukaw yang mengendarai cehug mendekati Ray dan
melilitnya dengan lidah binatang tersebut. Sungguh kejadian itu sangat cepat
dan tidak bisa dicegah mengingat Sukaw mempunyai azzo angin.
“Hahahaha… Akhirnya kamu muncul juga. Jangan macam-macam
denganku atau semua akan sia-sia”, ancam Sukaw sambil berdiam diri diudara.
“Ray!”. Fiko mengeluarkan lingginya namun karena mendengar
perkataan Sukaw akhirnya dia mengurungkan niat untuk melempar linggi.
Loka yang tengah terluka mendekati Sukaw dan berkata,
“Lepaskan azzo itu atau kamu akan aku bunuh, Sukaw!”.
“Omong besar! Kamu yang sudah sekarat itu masih bisa
mengancamku? Cuh! Akulah pemenangnya…”, Sukaw membentangkan kedua tangannya
karena merasa sudah menang.
“Hahahaha… hahahahaha…”, Ray tertawa.
Semua orang tampak aneh melihat Ray tertawa disaat situasi
seperti ini.
“Mengapa kamu tertawa? Kamu senang jika menjadi azzoku?”,
tanya Sukaw.
“Bersenang-senanglah selagi Naolla belum dihancurkan”.
Perkataan ray membuat Sukaw bingung.
“Dengar aku! Naolla beberapa jam lagi akan hancur. Raja Edka
Higudasa yang selama ini menghilang telah membuat rencana penghancuran Naolla
dari Anyarrai, sebuah dimensi baru yang tidak akan ada kegelapan”.
“Pembual! Raja Edka sudah mati! Azzo sialan!”.
Ketika Sukaw ingin mencengkram leher Ray, Fiko mencegahnya.
“Tunggu! Semua yang dikatakan Ray memang benar. Terserah kalian mau mati
sia-sia disini atau ingin mengungsi kebumi untuk sementara waktu. Jika kalian
mendengarkan aku, maka segera kalian kumpulkan hajunba kalian dan buat jalan
menuju bumi. Waktu kita, bangsa Naolla, tidak banyak lagi”.
Semua terdiam.
“Loka kau mempercayaiku, bukan? Segera selamatkan semua
bangsa Naolla. Biar aku dan Ray yang akan mencoba menghentikan penghancur itu…
jika kami bisa”.
“Mana buktinya? Jangan bicara yang aneh-aneh bodoh!”. Sukaw
membawa Ray terbang meninggi.
“Kau ingin buktinya? Ini buktinya!!!!!!”, Ray mengeluarkan
kekuatannya. Dia mengisap semua linggi yang betebaran di penjuru Fugk dan membuat
Sukaw ketakutan melihat ribuan linggi menuju kearahnya.
“Hentikan! Stop! Hentikan ini Ray! Hentikannnn….!!!”.
Ketika semua linggi itu sudah hampir menuju tubuh Ray, dia
menghentikan daya serapnya sehingga linggi-linggi itu jatuh kebawah.
Syat! Dengan sigap Fiko memanfaatkan situasi lengah Sukaw
untuk memotong lidah cehug dan merebut Ray. setelah Ray terlepas dan berdiri
ditanah. Dia segera menuju Loka dan merundingkan masalah ini.
“Arghhh! Sial!”,kata Sukaw.
“Terserah kalian saja sekarang. Kalau kalian mau musnah
disini silahkan. Aku dan Ray saja yang akan mengungsi ke bumi”.
Loka dan Sukaw terdiam mendengar ucapan Fiko.
“Baiklah. Aku akan segera mengungsikan semua warga Vocare
kebumi. Ayo semuanya mundur dan pergi ke kapal!”, perintah Sukaw.
“Tunggu Sukaw! Kalian mau apa kembali kekapal? Tidak ada
waktu lagi untuk berlayar. Cepat kalian ke lembaga penelitian pulau kami.
Disana ada cadangan hajunba. Ayo cepat!”, pinta Loka.
Seperti kerbau dicolok hidungnya, Sukaw menurut dan segera
menginstruksikan anak buahnya menuju lokasi yang disebut Loka.
“Ayo semuanya!”, kata Sukaw.
Berbondong-bondonglah mereka semua mengungsi. Entah cukup
atau tidak waktu yang tersisa untuk menyelamatkan bangsa Naolla tetapi di
Anyarrai, sistem penghancuran telah diaktifkan dan hanya menunggu pengisian
penuh untuk segera melakukan penghancuran.
“Ayo mah cepat…”, ajak seorang anak kecil di kota bersalju,
wilayah Juop.
Semua orang tengah berbarismenuju beberapa pintu hajunba
untuk kebumi. Derasnya salju yang menimpa wilayah Juop tidak dapat mendinginkan
kegelisahan mereka. Penyelamatan bangsa Naolla dilakukan oleh Fugk melalui
hajunba-hajunba yang saling terhubung kebumi.
“Tinggal sedikit lagi. Semua sampel tumbuhan dan binatang
Naolla sudah diambil?”, tanya salah seorang yuari.
“Sudah tuan. Hanya menunggu beberapa spesies lagi”.
Hewan-hewan aneh khas Naolla juga dimasukan kedalam hajunba
dan nantinya akan dikurung untuk sementara waktu dibumi.
***
“Pengisian azzo selesai tuan. Saatnya kita tembakkan”, kata
Xano.
“Tunggu dulu Xano. Apakah orang-orang pilihanku sudah
aman?”, tanya tuan Edka.
“Itu mereka disana tuan…”, tunjuk Xano pada puluhan orang
yang tengah berdiri di atas bukit. Mereka adalah orang-orang terpilih yang
menurut Edka pantas menemaninya disini.
“Tembaklah…”, pinta tuan Edka agak lesu.
Xano mengalirkan azzo kepisau ditangannya dan dengan sekejap
angin kencang keluar dari menara yang semakin bercahaya.
DUUUUAAAARRRRR!!!!!
Tembakan telah dilepaskan dan langsung membidik Naolla.
Ray dan Fiko yang tertinggal di Naolla mempunyai rencana.
Ray akan mencoba menyerap semua tembakan azzo itu walau dia tahu bahwa ini akan
beresiko pada nyawanya. Fiko menangis menatap mata Ray dan dengan berat hati
dia mencium kening Ray.
“Ray… Aku cinta kamu. Tolong jangan lakukan ini dan pergilah
bersamaku kebumi. Aku mohon. Kita akan memulai hidup kita yang baru disana, di
Toshirojima”, ajak Fiko.
Ray tersenyum sedih. “Semua tidak akan menyelesaikan masalah
ini Fiko. Mungkin inilah takdirku dan jika Naolla hancur maka tidak adalagi
tempat untuk jutaan warga Naolla yang mengungsi dibumi sana. Kemana mereka akan
pergi? Aku cinta kamu Fiko. Terimakasih sudah menjadi bagian dari hidupku”. Ray
mencium pipi Fiko.
Dari arah timur, tampak sebuah cahaya putih menuju ketempat
Ray dan semakin dekat. Ray bersiap-siap mengerahkan semua kekuatannya untuk
menyerap sinar itu.
Dan…
ZRRRUUUTTTTTTT…ZZRTTTTT…ZZRTTTTTTTT…ZZZZZRRRRTTTTT…SSRRRAAAKKKK….GUOOORRRRRRR….
KRRRAAAKK…..
“Arggggggghhhhhhhhhh!”. Ray berteriak kesakitan menerima
sinar yang sangat menyilaukan mata tersebut.
Fiko berlindung dibalik sebuah batu.
Tubuh Ray mengelupas, kulitnya meleleh dan tulangnya hancur
menjadi debu… Namun cahaya itu masih ada dan terus menyerang Ray hingga tak
bersisa. Ray telah musnah dan cahaya itu tetap tak tertahankan menyerang lautan
Naolla dibarat.
DUARRRR!!! BLUUURRR….
Cahaya itu ternyata berhasil diserap Ray sebagian dan dibelokan
kearah lautan. Daya hancur cahaya itu mengecil cukup signifikan dan hanya
membuat gelombang besar. Jika bukan karena Ray mungkin Naolla akan hancur
menjadi debu dan tidak akan ada Naolla lagi.
Fiko yang terbawa gelombang akhirnya berhasil mencapai sebuah
daratan. Dengan tertatih-tatih dia berdiri dan memandang Naolla. Walaupun
Naolla sudah terguncang namun, Naolla masih ada dan segera Fiko mengambil
hajunba yang telah dipersiapkannya menuju bumi.
***
Beberapa hari merasakan terombang-ombing dilaut Naolla
membuat Fiko tidak ingin kembali ke Naolla lagi. Bangsa Naolla pun kembali ke
Naolla melalui pintu hajunba dan mulai membenahi Naolla. Sukaw dipenjarakan
oleh persatuan pemimpin Naolla dengan alasan tidak pantasnya seorang pemimpin
berbuat seperti itu. Para Bangsa Naolla mulai berbenah dan memperbaiki wilayah
mereka yang masih terlihat menyedihkan akibat daya hancur cahaya dari Anyarrai.
“Angkat! Hiatttt! Hiattt”. Puluhan lelaki mendirikan sebuah
tiang penyangga besar untuk membuat rumah di Fugk.
Hrewa Kufe hancur dibeberapa bagian namun dengan segera para
warganya memperbaiki bangunan megah itu. Anyarrai yang putih ternyata memiliki
sisi gelap dibawahnya sehingga tuan Edka merasa tidak perlu lagi memilih-milih
orang untuk berada disana. Siapapun yang ingin membuat Anyarrai menjadi tentram
dan damai maka dia boleh ada ditempat itu.
Nama Hucky Nagaray sekarang
menjadi pahlawan di seluruh dataran Naolla. Semua orang kini berbalik
mencintainya. Patung Ray yang sedang meraut linggi terpahat megah di pulau Fugk
sebagai penghormatan padanya.
***
Deburan ombak menemani aktifitas
Fiko mengangkat jaring diperahu tuan Arashi. Teriknya matahari kian menguras
keringatnya dipagi itu. Tubuh Fiko yang setengah telanjang semakin terlihat
basah kuyup. Banyak ikan terjaring dan tuan Arashi sangat senang melihatnya.
Setelah matahari sudah berada
cukup terik, mereka pulang. Sorenya, Fiko yang sekarang pindah ke daerah Ibaraki
mulai melepas lelah dan merebahkan diri. Tiba-tiba terdengar suara orang
berjalan dari arah dapur. Semakin dekat,dekat dan dekat lalu menghampiri Fiko.
“Capek ya? Ini ada teh silahkan
diminum”.
Fiko terdiam sejenak. Dia
seperti mengenal suara itu… Kemudian dia bangun dan menoleh kebearah suara
tersebut.
Fiko tampak syok dan juga
senang. Tanpa banyak bicara lagi dia berdiri dan memeluk orang itu. “Ray? Kau
kah ini?”.
Pemuda tampan yang dipeluk Fiko
segera mendorong tubuh berotot Fiko dan berkata,“Lapaskan!”.
(#######_______#######)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar