Banyak orang menunggu musim liburan sekolah, termasuk aku.
Ada yang mau ngajak aku liburan nggak nih? Ah, Bayu… Pengemis banget sih lo!
Kalau mau liburan, sendiri juga nggak apa-apa kan? Awalnya aku mau ikut liburan
sama temen-temen tapi karena aku telat konfirmasi keikut sertaan rombongan
akhirnya aku nggak jadi deh ikut mereka. Huft!!! Pokoknya sendiri atau nggak
aku harus tetap liburan. Jadilah aku liburan ke pulau Dewata sendirian. Aku
berangkat menuju bandara di kotaku dan butuh waktu lebih dari sejam perjalanan
udara sebelum pesawatku mendarat di pulau seribu pura.
Kota Denpasar memang masih asing bagiku karena memang baru
pertama kali aku menginjakan kaki dipulau ini. Biaya berliburku kali ini juga
didapat dari Pak Nikki, Mas Arif dan Bang Dayat plus uang jajan dari orang
tuaku. Enak bukan punya pacar-pacar yang baik and mapan… Hehehe…
Aku menuju daerah Kuta menggunakan mobil carteran. Ketika
sudah sampai disana, aku kebingungan untuk mengambil arah mana yang harus aku ambil
agar sampai kesalah satu penginapan murah yang pas buat kantongku. Untunglah
aku lihat ada Polisi Khusus yang bisa aku mintai keterangan. Para polisi gagah
dan cantik menggunakan dasi merah itu terlihat ramah melayani pertanyaan para
turis seperti aku. Aku dekati salah seorang polisi untuk meminta informasi.
“Permisi Pak. Bisa bantu saya?”.
Polisi itu pun balik badan dan menoleh kearahku. Ya ampun,
hampir saja aku ambruk karena pingsan melihat kegagahan polisi itu. Wajahnya
sangat jantan dengan kumis yang agak tebal dan alis yang tajam. Wajahnya
terlihat seperti orang Jawa banget. Tertulis nama Gunawan Triatno didada kanannya. Dia mengenakan topi koboi khusus
Bali Tourist Police. Dadanya tampak menonjol dan otot lenganya terlihat besar
dibalik baju lengan panjangnya.
“Ada yang bisa saya bantu, dek?”.
“Oh.. iya Pak. Saya mau tanya, disini kalau mau penginapan
yang murahan dikit kearah mana ya?”, tanyaku sambil gugup dan gemetarn akibat
menatap wajah tampannya.
Dia merekomendasikan beberapa penginapan murah untukku. Aku
merasa sangat terbantu olehnya dan entah mengapa dia juga bersedia
mengantarkanku menuju salah satu penginapan murah yang dia maksud. Setelah sampai,
aku berterimakasih padanya.
Keesokan harinya, aku kembali bertemu Pak Gunawan dimobil
Polisi turis. Kami terlibat pembicaraan ringan dan malamnya aku ajak dia menemaniku
untuk makan malam tetapi anehnya lagi dia tidak menolak tawaranku. Pucuk
dicinta ulam pun tiba, di acara makan malam itu kami sempat bertukar nomor hape
dan bercerita mengenai hal pribadi. Ternyata Pak Gunawan telah memiliki seorang
istri dan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun.Pak Gunawan adalah seorang
Briptu berusia 34 tahun. Tingginya sekitar 175 cm dan beratnya ideal karena dia
menjaga badannya agar terlihat berotot.
Andaikan aku punya kesempatan untuk mencicipi pejuh pak
Gunawan. Pikiranku melayang jauh sambil terus memandangi wajah gagahnya. Sadar
Bay! Kamu nggak mau kan kalau sampai ngaceng sia-sia di tengah orang banyak? Aku
membuyarkan lamunanku.
Keesokan harinya aku sedang duduk di dekat sebuah pohon untuk
menunggu kendaraan yang akan membawaku ke Ubud.
"Halo Bay, lagi nunggu taksi ya?" Tanya si pengendara
mobil Xenia itu yang ternyata adalah Pak Gunawan si POLISI Pariwisata Bali
pujaanku.
"Lho Bapak kok jam segini sudah berangkat tugas?"
tanyaku spontan.
"Iya nih! saya habis nginap di tempat saudara, takutnya
telat. Kalo mau ke kantor, ayo ikut Bapak saja" ajak Pak Gunawan.
Karena Aku sudah kenal dekat dengan Pak Gunawan akhirnya aku
mau juga nebeng Pak Gunawan walaupun aku sebenarnya harus membatalkan rencanaku
pergi ke Ubud. Tapi disitulah awal bencana bagiku (Kenikmatan kaleeee).
"Bayu, nggak keberatan kan kalau kita mampir dulu
ke rumah adik saya, soalnya saya baru ingat ada beberapa barang saya yang
tertinggal di sana?" Pak Gunawan sepertinya membuat alasan.
"Iya Pak.. Gak papa kok… Santai aja", aku senyum
padanya.
Pak Gunawan mempercepat laju mobilnya sangat tinggi dan
arahnya ke rumah kosong di pedesaan yang jarang terjamah orang. Sesampainya
disitu aku ditarik dengan paksa masuk ke dalam rumah kosong dan disitu sudah
ada Bripda Wayan (24), Briptu Made (25) yang sepertinya merupakan
rekan kerja pak Gunawan. Di pojok rumah itu ternyata juga sudah menanti dua
orang Polisi lain yaitu Bli Putu
(29) dan bli Agung (27). Mereka
semua tampaknya sudah menunggu sejak lama saat-saat seperti ini.
"Halo Bayu, sudah ditunggu dari
tadi lho?", seru bli Putu.
"Apa-apaan nih? Apa yang Bapak-Bapak
lakukan disini?", aku mulai kebingungan.
Aku berusaha jual mahal dengan
menjerit karena mulai digerayangi oleh para polisi berseragam lengkap.
"Lepasin! Jangan coba-coba
sentuh saya ya!".
"Diam, kamu! Mau selamat
nggak? Berani melawan POLISI yah", kata Bli Agung.
Aku
mencoba melawan dengan memukuli dan menendang polisi itu. Tapi aku kalah
setelah dihantam perutku oleh bli Wayan yang gagah, dan di gampar pipiku
berkali-kali sampai aku lemas hingga merah dan bibirku berdarah. Aku hanya bisa
meringis kesakitan. Aduh… Polisi-polisi ini kejam dan sadis banget ya…
"Nah
sekarang emut dan hisep Kontol saya, Kontol Pak Gunawan, Kontol Agung, kontol
Made dan kontol Putu. Yang kenceng nyedotnya, kalo nggak saya obrak-abrik anus
kamu biar jebol, Mau?", Karena ketakutan akhirnya aku mengulum Kontol para
Polisi itu.
Aku
menyedot Kontol polisi-polisi itu satu-persatu dengan bibirku yang merah dan
mulutku yang mungil, sambil tanganku menggenggam Kontol para Bapak Polisi
sambil mengocok-ngocoknya.
"Nah
gitu terus yang enak ayo jangan berhenti, telen pejuhnya biar kamu tambah enak..
Uhhhh.. Bapak suka kamu Bay..", seru Pak Gunawan.
"Mmmphh,
slerrpp, mmhh". Dengan terpaksa aku menghisap Kontol-Kontol mereka sampai
mereka semua berkelojotan. Aku memang ingin menikmati kontol pak Gunawan namun
karena perlakuan mereka seperti ini aku mulai takut dan terpaksa melayani
kontol-kontol mereka.
"Gila,
nih cowok nyepongnya mantep banget, kamu pasti sudah sering nyepongin Kontol pria
yah? Ahahaha....", kata bli Agung.
Satu
persatu para Polisi gagah itu menyemburkan sperma mereka ke dalam mulutku
hingga mengalir ke tenggorokanku. Walaupun aku hampir muntah namun mereka
memaksaku untuk menelan pejuh kelima Polisi tersebut. Aku masih tak percaya bisa
mengoral kontol para polisi gagah dan
berotot ini. Wajahku mulai terlihat kewalahan lagi, mungkin karena mabuk
pejuh dan merasakan mual pada perutku. Setelah mereka puas memperkosa mulutku
ternyata mereka langsung menelanjangiku. Bli Made memegang kedua tanganku, Bli
Wayan memelorotkan celana jeans-ku, Bli Putu merobek baju dan singletku.
"Nih cowok homo badannya manis
banget, imut lagi, putingnya coklat pasti manis nih Wahh, lembut banget".
Pak Wayan mengomentari putingku, sambil mulai menarik-narik putingku. Dalam
sekejap aku sudah dalam keadaan tanpa busana.
"Jangan pak jangan, atau saya akan
melapor ke polisi", ancamku sambil teriak.
"Ooo, coba saja nanti, sekarang
sebaiknya kamu persiapkan diri kamu untuk menerima latihan khusus", Seru
bli Made sambil menjambak rambutku.
Aku
sekarang hanya mengenakan celana dalam putih saja. Ketika bli Made hendak
beraksi tiba-tiba Pak Gunawan protes, "karena saya yang dapat Bayu ini maka
saya duluan yang nusuknya."
Tanpa
membuang waktu lagi kini diputarnya tubuhku menjadi tengkurap, kedua tanganku
yang ditarik kebelakang menempel dipunggung sementara dada dan wajahku
menyentuh kasur. Kedua tangan kasar Pak Gunawan itu kini mengelus ngelus bagian
pantatku, dirasakan olehnya pantatku yang padat. Sesekali tangannya menampar
pantatku dengan keras, bagai seorang bapak yang tengah menyabet pantat anaknya
yang nakal "Plak, Plak, Plak!!".
"Wah
bagus sekali pantat kamu Bay, kenyal, gila nih Gung, paha cowok satu ini manis
amat. Putihnyaaaaa.. ya ampun, banyak bulu-bulu halusnya lagi di
lobangnya" ujar Pak Gunawan sambil terus mengusap-usap dan memijit-mijit pantatku
sambil sesekali mencabuti bulu-bulu disekitar lubang anusku.
aku
mengaduh kesakitan.
"Bakal
mabuk nih kita nikmatin pantat seenak ini, seperti pantat cewek aja", kata
pak Gunawan lagi. "Hotnyaaaaaaaaa, ya ampun, mulus, kenyal lagi"
sambil memijat pantatku yang memerah karena tamparan tangan Pak Gunawan.
Bli
Putu lalu menjilati dan menggigiti bongkahan pantatku.
"Aakhh,
Pak, jangan sentuh pantatku!", aku membentak mereka.
"Plakk"
sebuah tamparan sangat keras ke pipiku.
"Diam
kamu, lonte homo! Mau saya rontokin gigi putih kamu!!", bli Putu balas
membentak.
Aku hanya diam pasrah, sementara
tangisanku mulai terdengar. Tangisku terdengar semakin keras ketika tangan
kanan Pak Gunawan secara perlahan-lahan mengusap kakiku mulai dari betis naik
terus kebagian paha lalu mengelus-elus paha mulusku dan akhirnya menyusup masuk
kedalam CD hingga menyentuh kebagian lobang pantatku.
"Jangan Paaaaakkk! Saya
mohon", aku memelas ketakutan.
Sesampainya dibagian itu, salah satu
jari tangan kanan Pak Gunawan, yaitu jari tengahnya menyusup masuk kecelana dalamku
dan langsung menyentuh lubang anusku. Kontan saja hal ini membuat badanku agak
menggeliat, aku mulai sedikit meronta-ronta, namun jari tengah Pak Gunawan tadi
langsung menusuk liang anusku.
"Egghhmm, oohh, shitt,
shitt", aku menjerit badanku mengejang tatkala jari tengah Pak Gunawanan
masuk ke liang anusku.
Badanku pun langsung
menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan, ketika Pak Gunawan memainkan
jarinya itu didalam anusku. Nafasku terengah-engah sambil mengerang kesakitan.
Dengan tersenyum terus
dikorek-koreknya liang anusku, sementara itu badanku menggeliat-geliat jadinya,
mataku merem-melek, mulutku mengeluarkan rintihan-rintihan. Pak Gunawan menciumi
bibir anusku sambil sesekali memasukkan lidahnya kedalam lubang anusku, kepala
Pak Gunawan menghilang di antara belahan pantatku sambil kedua tangannya meremas-remas
pipi pantatku. Sementara Pak Putu meremas dada kananku, dan mulutnya menggigit puttingku
satunya lagi. Aku sekarang sudah telentang dengan kaki diangkat keatas.
"Pak Gunawan, Putting cowok
kesayanganmu ini gurih sekali, lembut lagi". Bli Putu asyik menyantap
putingku.
"Ehhmmpphh, mmpphh, ouughh,
sakii..iit, paa..ak".
Aku terus mengerang kesakitan pada
kedua putingku dan kenikmatan pada anusku. Setelah beberapa menit lamanya, Pak Gunawan
kemudian mencabut jarinya.
Melihat aku yang meronta-ronta, Pak
Gunawan semakin bernafsu dan dia segera
menghunjamkan Kontolnya ke dalam lubangku yang masih enak itu. Walaupun anusku
sudah basah oleh air liur Pak Gunawan namun Pak Gunawan masih merasakan
kesulitan saat memasukkan Kontolnya, karena anusku masih terlalu kecil untuk
ukuran kontolnya. Aku hanya dapat menangis dan berteriak kesakitan. Lalu dengan
ngacengnya Pak Gunawan memasukkan batang Kontolnya lagi.
"Auw aduh duh sshh, saakkii..iitt,
pakk.. ammpuu..uunn", terdengar suara erangan kesakitan keluar dari mulutku.
Aku mulai menangis sambil mendesah
menikmati Kontol Pak Gunawan yang mengaduk-aduk liang pembuanganku. Raut wajahku
menahan sakit luar biasa pada anusku.
Aku sekarang lebih terdengar suara
tertahan ketika Kontol pak Gunawan disodok-sodokkan
ke lubang anusku.
"Awwwwww... oh
uhhhh......jangan, uh, duh Pakk, ampunn Paaaaaaaaaakkk!!".
Sungguh mengasyikan melihat
expresiku yang merem-merem sambil menggigit bibir bawah. Pak Gunawan terus
menggenjot anusku. Menit-menitpun berlalu dengan cepat, masih dengan sekuat
tenaga Pak Gunawan terus menggenjot tubuhku, aku semakin kepayahan karena
sekian lamanya Pak Gunawan menggenjot tubuhku. Rasa pedih dan sakitnya seolah
telah hilang, erangan dan rintihanpun kini melemah, mataku mulai setengah
tertutup dan hanya bagian putihnya saja yang terlihat, sementara itu bibirku
menganga mengeluarkan alunan-alunan rintihan lemah, "Ahh, ahh,
oouuhh".
Lalu Pak Gunawan memposisikan
tubuhku menungging. Pantatku sekarang terlihat kokoh menantang, ditopang pahaku
yang putih dan tegak. Pak Gunawan memasukkan Kontol besarnya yang berpanjang 18
cm ke liang pembuanganku hingga terbenam seluruhnya, lalu dia menariknya lagi
dan dengan tiba-tiba sepenuh tenaga dihujamkannya benda panjang itu ke dalam
rongga anusku hingga membuatku tersentak kaget dan kesakitan sampai mataku
membelalak disertai teriakan panjang.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa......
Paaaaaakkkkk!!!! Tidaaaaaaaaakkkk!!!".
Kedua tangan Pak Gunawan memegang pantatku, sedangkan pinggulnya bergoyang-goyang berirama. Sesekali tangan Pak Gunawan mengelus-elus pantatku. Beberapa menit kemudian, Pak Gunawan kembali mempercepat goyangan pinggulnya, kemudian dia menarik kedua tanganku. Jadi sekarang persis seperti menunggangi kuda lumping, kedua tanganku dipegang dari belakang sedangkan pantatnya digoyang seirama sodokan Kontol Pak Gunawan. Wajahku menghadap keatas dengan mulut menganga mengerang kesakitan. Melihat keadaanku seperti itu, pak Gunawan semakin bersemangat mengebor liang anusku.
Kedua tangan Pak Gunawan memegang pantatku, sedangkan pinggulnya bergoyang-goyang berirama. Sesekali tangan Pak Gunawan mengelus-elus pantatku. Beberapa menit kemudian, Pak Gunawan kembali mempercepat goyangan pinggulnya, kemudian dia menarik kedua tanganku. Jadi sekarang persis seperti menunggangi kuda lumping, kedua tanganku dipegang dari belakang sedangkan pantatnya digoyang seirama sodokan Kontol Pak Gunawan. Wajahku menghadap keatas dengan mulut menganga mengerang kesakitan. Melihat keadaanku seperti itu, pak Gunawan semakin bersemangat mengebor liang anusku.
"Anjingg, bangsaatt, anus, kamu,
Bayu ngentoott, bapak entotin kamu".
Pak Gunawan merancau tak jelas. Dan akhirnya Pak Gunawan pun sampai kepuncak paling nikmat menikmati anusku, kontolnya menyemburkan pejuh kental yang luar biasa banyaknya memenuhi lubang anusku.
Pak Gunawan merancau tak jelas. Dan akhirnya Pak Gunawan pun sampai kepuncak paling nikmat menikmati anusku, kontolnya menyemburkan pejuh kental yang luar biasa banyaknya memenuhi lubang anusku.
"Aa, aakkhh, oohh", sambil
mengejan Pak Gunawan melolong panjang bak serigala, tubuhnya mengeras,
mengejang dan bergetar dengan kepala menengadah keatas.
"Aoohh, oouuhh, Polisi bangsat
kamuuuuuuu pakkk!!".
Aku mengumpat sambil mendesah,
tubuhku mengejang merasakan cairan pejuh Pak Gunawan membanjiri anusku. Puas
sudah dia menyetubuhiku, rasa puasnya berlipat-lipat baik itu puas karena telah
mencapai klimaks dalam seksnya, puas dalam menyetubuhiku dan puas dalam merojok
anusku.
aku menyambutnya dengan mata yang
secara tiba-tiba terbelalak, aku sadar bahwa polisi tiu telah berejakulasi
karena dirasakannya ada cairan-cairan hangat yang menyembur membanjiri lubang
anusku. Cairan kental hangat itu memenuhi liang anusku sampai sampai meluber
keluar membasahi paha dan sprei kasur.
Setelah itu Bli Agung maju untuk mengambil
giliran. Kali ini bli Agung mengangkat kedua kakiku ke atas pundaknya, dan
kemudian dengan tidak sabar dia segera menancapkan Kontolnya yang sudah tegang
ke dalam anusku. Bli Agung masih mengalami kesulitan saat memasukkan Kontolnya,
meskipun anusku kini sudah licin oleh pejuh Pak Gunawan.
Kembali lubang duburku diperkosa
secara brutal oleh Bli Agung, dan aku lagi-lagi hanya dapat berteriak kesakitan.
"Bangsatt, akkhh, bajingaann,
sudahh, sudahh, keparaatttt.. ahhhhh", teriakku.
Namun kali ini aku tidak berontak
lagi, karena aku pikir itu hanya akan membuat polisi itu semakin bernafsu saja.
Sementara itu bli Agung terus memompa anusku dengan cepat sambil satu tangannya
menarik-narik putingku dan tidak lama kemudian dia mencapai puncaknya dan
mengeluarkan seluruh pejuh nya di dalam anusku.
"Ooohh, makan nih pejuh polisi.
Kamu suka kan?? Ahhhhhh… ohhhhhh!!".
Aku hanya dapat meringis kesakitan,
tubuhku telentang tidak berdaya di lantai. Walaupun tangan dan kakiku sudah
tidak dipegangi lagi. Aku dapat merasakan ada cairan hangat yang masuk ke dalam
anusku. Sebagian pejuh bli Agung mengalir lagi keluar dari anusku.
"Hmmpphh, hhmmpp, oohhkk, oughh",
aku menjerit dengan tubuhku yang mengejang ketika bli Putu mulai menanamkan
batang kemaluannya didalam liang anusku.
Mataku terbelalak menahan rasa sakit
anusku, tubuhku menggeliat-geliat sementara bli Putu terus berusaha menancapkan
seluruh batang kontolnya. Memang agak sulit selain meskipun sudah dimasuki dua
Kontol tadi, aku masih agak tegang sehingga anusku masih sangat sempit.
Akhirnya dengan sekuat tenaganya,
Bli Putu berhasil menanamkan seluruh batang kontolnya didalam anusku. Tubuhku
berguncang-guncang merasakan sakit dan pedih tak terkirakan di duburku. Aku pun
terus memohon kepada Bli Putu agar mau melepaskannya.
"Ahh, rasain kamu, akhirnya aku
bisa juga ngerasain jepitan anus kamu sayang", bisiknya ketelingaku.
"Oouuhh, Paakk, saakiitt, Paak,
ampuunn", rintihku dengan suara yang megap-megap.
Jelas bli Putu tidak perduli. Dia
malahan langsung menggenjot tubuhnya memompakan batang kemaluannya keluar masuk
duburku.
"Aakkhh, oohh, oouuhh,
oohhggh", aku merintih-rintih, disaat tubuhku digenjot Oleh bli Putu,
badanku pun semakin menggeliat-geliat.
Otot-otot dinding anusku kuat
mengurut-urut batang kemaluan bli Putu yang tertanam didalamnya, karenanya bli
Putu merasa semakin nikmat. Sambil
memukuli pantatku dengan tangannya, berharap agar anusku mencengkram Kontolnya
dengan lebih erat karena lobang anusku mulai semakin mengendur.
Tiba-tiba bli Putu mencabut Kontolnya
dan dia duduk di atas dadaku. Bli Putu mengocok-ngocok kontolnya dengan kuat,
sampai akhirnya dia memuncratkan pejuhnya ke arah wajahku. Aku gelagapan karena
pejuh bli Putu mengenai bibir dan juga mataku. Setelah itu bli Putu masih
sempat membersihkan sisa pejuh yang menempel di Kontolnya dengan mengoleskan
Kontolnya ke bibirku.
Bersambung…
Kontolnya orang Bali kan nggak sunat, apa iya sebegitu hebatnya?....sepertinya ceritanya kok sangat dilebih-lebihkan alias omong kosong!
BalasHapusini karangan atau cerita asli sih?? di Bali presentasi polisi gay minim banget, sudah jadi polisi aja sudah dapet cewek
BalasHapushot
BalasHapus