Tiap hari aku melewati jalan itu di pagi hari, mataku selalu tertumbuk
pada seorang polantas yang rutin mengatur lalu lintas di perempatan.
Tingginya sekitar 175 cm, badannya kekar dibalut seragam dinasnya,
walaupun perutnya agak sedikit mulai membuncit, umurnya kira-kira
menjelang tiga puluhan, dan ia selalu mengenakan kaca mata hitam. Aku
tidak yakin apakah polantas itu gay, tapi ia ramah sekali padaku. Ia
sampai hafal jam kerjaku, jam ketika aku melewati jalan itu, dan ia
bahkan selalu bertanya ketika aku terlambat atau lebih pagi. Tentu saja
kusempatkan diri untuk ngobrol barang sejenak, walaupun mungkin saat itu
aku sudah terlambat. Aku selalu menatap matanya saat berbicara,
walaupun tentu saja kaca mata hitamnya menghalangi matanya, jadi aku
tidak bisa menebak apakah ia tertarik padaku. Oh ya, namanya Bernard,
sehingga aku sering menggodanya dengan memanggilnya Bernard Bear seperti
film animasi yang diputar di salah satu stasiun televisi swasta, dan ia
selalu tertawa. Lama-lama jadi luluh aku, tapi aku tak berani
menyatakan perasaanku padanya.
Sampai akhirnya teman kerjaku mengajari cara menghipnotis orang.
Tekniknya mampu bertahan selama satu jam; ia buktikan dengan
menghipnotis satpam kantor dan menyuruhnya macam-macam. Setelah satu
jam, ia mengakhiri hipnotisnya dan satpam itu tidak ingat apa-apa. Wah,
bisa dicoba ke si beruang Bernard nih, pikirku. Setelah cukup lama,
akhirnya aku bisa juga menghipnotis hingga sekitar setengah jam.
Tentunya itu tidak kugunakan untuk perbuatan jahat seperti mencuri, tapi
hanya sekali ini saja ingin kugunakan kemampuanku untuk mencicipi
kegagahan Bernard.
Hari Minggu itu, kebetulan sekali rumahku sedang kosong. Kuputuskan pagi
hari itu menemui Bernard dan menghipnotisnya agar mau ke rumahku. Aku
pun berjalan menuju pos polantas di perempatan jalan itu, dan sesuai
harapanku Bernard ada di situ, bahkan sendirian. Aku mulai gugup;
kuingat-ingat teknik hipnotisku berulang kali. Jangan sampai gagal; aku
tak tahu apa reaksinya kalau ia terbangun saat kunikmati kegagahannya...
Ia melihatku dari kejauhan dan menyapaku duluan dengan melambaikan
tangannya. Duh mataku tertumbuk pada dadanya yang bidang dan otot
lengannya yang kekar; sekalipun seragamnya menutupinya, seragam itu
sangat ketat sehingga badannya tercetak dengan jelas. "Dengaren Mas
pagi-pagi gini jalan? Lembur kah?" sapanya ketika aku menghampirinya.
"Oh nggak kok, cuma pingin jalan pagi aja," jawabku asal. "Mas Bernard
Bear sendirian aja nih?" Ia tertawa sejenak dan menjawab, "Iya nih,
padahal ngantuk bener, tadi malam habis nonton bola." "Emang temennya ke
mana?" tanyaku lagi. "Kebetulan aja aku sendirian Mas, tapi ini cuma
bentar kok, sepuluh menit lagi selesai, habis itu aku bebas. Nggak rame
juga jalanan, namanya juga hari Minggu..." "Mau ke rumah Mas? Kebetulan
lagi sepi, aku diminta jaga rumah, rada kesepian juga, biar ada teman
ngobrol gitu..." "Wah asyik tuh, bisa main dong, hehehe..." Jantungku
seakan berhenti berdetak ketika Bernard mengatakan hal itu. "Mau deh,
habis ini ya, tunggu sebentar lagi." "Iya Mas," jawabku pendek, masih
terkejut dengan jawabannya. Tanpa harus dihipnotis ia sudah mau ke
rumah. Jalan sudah terbuka, tapi aku harus tetap hati-hati. Aku tidak
mau kehilangan kesempatan emas ini untuk selamanya...
"Besar juga ya rumahnya," komentar Bernard ketika memasuki rumahku. "Iya
Mas, pembantu lagi pulang. Ortu lagi keluar kota, tiga hari lagi baru
balik." "Mau aku jagain kah?" "Lah Mas kan polantas? Masa tugasnya
jagain rumah orang?" "Yaa aku kan bisa izin cuti. Tiga hari sih gak
masalah, toh aku ya ga pernah cuti, hehehe..." Wah ada apa ini ya, kok
dia sepertinya ngebet banget mau nginap di rumahku... "Ya kalau Mas
Bernard mau sih... Anggap aja rumah sendiri Mas!" Kubawa dia ke ruang
keluarga sebelum ia berkata, "Mas pinjam kamar tidurnya dong, ngantuk
nih! Boleh ga?" "Boleh aja Mas Beruang," godaku dan kami pun tertawa.
Kuantar ia ke kamar tidurku. Matanya berbinar-binar ketika mengetahui
spring bed, dan ia langsung menghempaskan tubuhnya di sana. "Uaaahhh
enaknyaaaa... Di kosku cuma kasur kapuk biasa!" komentar Bernard. Aku
hanya tersenyum mendengar komentar dan perilakunya; agak lucu melihat
seorang polantas dewasa bertingkah seperti anak kecil yang baru dapat
kasur baru. "Oh maaf lupa lepas sepatu!" pekiknya. "Bisa bantu lepasin
ga Mas?"
Jantungku berdetak cukup hebat sebelum akhirnya aku bisa mengendalikan
diri. Apa yang baru saja ia katakan? Menyuruhku melepas sepatunya,
padahal ia bisa lakukan sendiri? "Mas? Kok bengong?" ujarnya membuyarkan
lamunanku. "Ah iya, sepatunya ya Mas," sahutku dengan cepat, lalu
menghampirinya. Kulepaskan sepatu bot dari kaki kirinya, agak kesulitan
hingga aku harus mengangkat kakinya, namun Bernard seakan tak keberatan.
Aku beralih ke sepatu bot di kaki kanannya. Setelah keduanya terlepas,
kulepaskan juga kedua kaus kakinya yang agak basah, sepertinya karena
berkeringat akibat berdiri cukup lama. Kuamati ujung kakinya yang kini
telanjang, sedikit bulu ada di sana. Aku jadi penasaran ingin melihat
kakinya... "Mas Bernard pasti capek, aku pijitin ya," ujarku. "Nggak
usah Mas, ngerepotin aja." "Ga pa pa Mas, toh kapan lagi Mas dapat pijat
gratis, hehehe..." Kupijat telapak kakinya, dan ia pun memejamkan mata
dan menikmatinya. "Enak pijatanmu Mas," pujinya. "Mas sambil tidur aja
ga pa pa." Aku pun memijat kakinya dengan lembut dari bawah, pelan-pelan
naik ke atas hingga pahanya...
...sampai tanpa sengaja kusenggol bonggolan di antara kedua pangkal
pahanya. Bernard hanya tersenyum simpul. "Kenapa Mas?"godaku. "Ah ga pa
pa kok, pingin senyum aja," jawabnya. "Bukan gara-gara ini to?" Sebelum
aku sadar apa yang aku lakukan, aku sudah menyundul-nyundul bonggolan
itu dengan buku-buku jariku. "Ah Mas bisa aja!" ujar Bernard lalu
tertawa. "Enak Mas," sambungnya. "Sudah lama ga ada yang megang itu."
"Masa Mas?" tanyaku, antara kaget dan tidak percaya. Ternyata ia sama
sepertiku! "Pacar Mas?" "Aku belum punya pacar," jawabnya sambil
tersenyum. "Duh Mas senyummu itu lho, kutelanjangi lho Mas entar!"
"Telanjangi aku Mas," ujar Bernard serius. "Aku ingin kamu telanjangi
kegagahanku, wibawaku. Selama ini aku selalu menggagahi pria lain, tapi
entah kenapa aku rasanya klepek-klepek denganmu Mas. Aku senang sekali
rasanya tiap Mas lewat depan posku, dan ga ingin rasanya Mas pergi. Lama
sekali rasanya satu hari berlalu tanpa Mas. Sekarang kesempatan itu
ada, aku ingin bersama Mas. Nikmati aku Mas. Tubuhku milikmu..." Aku
tercengang mendengarnya, namun badanku langsung bereaksi. Tanganku mulai
mengelus-elus dadanya yang bidang itu. "Berdiri aja Mas, biar aku yang
duduk," ujarku. Bernard pun menurut, bahkan ia mengenakan lagi sepatu
botnya plus helm yang entah untuk apa dibawanya, lalu berdiri tegap
layaknya sedang diinspeksi kelengkapan atributnya. Aku pun tersenyum,
lalu kumulai perlahan-lahan membuka kancing bajunya. Sesekali aku tidak
tahan untuk tidak meremas kontolnya, dan ketika aku meremasnya, Bernard
mengerang pelan.
Kancing terakhir pun terbuka dan aku menanggalkan kemeja dinasnya. Agak
kerepotan karena ada semacam sabuk kecil yang melintang, namun akhirnya
aku bisa melepas sabuk kecil itu. Masih ada kaos coklat press body yang
dikenakan Bernard, sehingga kini tubuhnya terlihat dengan jelas, bahkan
puting susunya pun tercetak jelas. Aku meraba-raba dadanya yang bidang
dan berbisik, "Mau diapain nih Mas?"
"Aku pasrah Mas, mau diapain aja," bisik Bernard pelan. Suaranya yang
berat menandakan ia mulai terangsang berat. Kuelus-elus sebentar
kontolnya, lalu kupeluk polantas itu. Badannya yang besar sangat nyaman
dipeluk, bau wangi masih tercium. Kuelus-elus punggungnya, turun ke
pantat dan kuremas-remas. Bernard merespon dengan menggoyangkan
pinggulnya, menggesek-gesekkan kontolnya ke perutku. "Sabar Mas,"
bisikku, kemudian aku melepaskan pelukanku sambil menepuk pantatnya.
Kupandangi kembali dadanya yang bidang itu. Kuputuskan untuk mengisap
puting susunya, namun sebelum itu aku memasukkan kedua tanganku ke dalam
kaosnya dan mengelus-elus badannya.
Pertama kuelus-elus perutnya yang agak buncit itu, kemudian
perlahan-lahan naik. Sampai juga di dadanya. Kuelus-elus daerah sekitar
putingnya sambil kutatap wajah polisi tampan itu. Bernard tidak bersuara
sama sekali, hanya saja nafasnya mulai berat. Aku tersenyum, kemudian
kurangsang kedua putingnya. Kuusap-usap dengan jari-jariku dan Bernard
pun mendesah. Ingin rasanya kucium polisi itu, tapi apa daya ia lebih
tinggi dariku...
Bernard rupanya mengetahui isi hatiku, maka ia pun menunduk dan
menciumku. Masih terlalu tinggi, maka aku membimbingnya ke tempat tidur
dan kami pun duduk sambil berciuman. Tangan kiriku memegang kepalanya
yang mengenakan helm sementara tangan kananku mengusap-usap
selangkangannya. Kulakukan sehalus mungkin, ciumanku tidak terlalu
bernafsu dan pijatanku sangat lembut, agar Bernard semakin penasaran dan
meminta lebih. Precum sudah mulai membasahi celananya, tapi kubiarkan
saja. Aku pun membuka kaos dalamnya sehingga ia kini bertelanjang dada.
Iseng-iseng kupakaikan lagi kemeja dinasnya, hanya tidak kukancingkan.
Kubaringkan polisi itu di atas ranjangku, kemudian dari samping aku pun
berbaring sehingga kepalaku pas ada di dadanya. Kuminta Bernard
berbaring miring, lalu kuhisap puting susunya sambil kupijat-pijat
kontolnya. Tiap kali kujilat puting susunya, kupijat kepala kontolnya
dengan lembut. Bernard mendesah tiap kali kulakukan itu; ia
mengelus-elus kepalaku agar tidak menganggur. Ketika kuhisap puting
susunya dengan kuat, kugenggam dan kuremas kontolnya kuat-kuat (tentunya
tidak sampai menyakiti Bernard) untuk membuatnya melenguh bagaikan sapi
jantan yang sedang birahi, dan kenyataannya ia memang sedang terangsang
berat. Kulakukan itu cukup lama sampai celana dinasnya basah di bagian
selangkangannya, seakan-akan polisi itu ngompol. "Enak ga Mas?" tanyaku.
"Enak bener Mas, belum pernah aku digarap pelan-pelan gini. Tambah
ngaceng berat Mas..." "Iya lha sampai basah kuyup gini," kuelus-elus
celananya dan kugenggam kontolnya, lalu kokocok ringan. Bernard pun
mengerang pelan. "Mau digarap ga Mas tongkatnya?" godaku. "Mau Mas..."
Sekarang kusuruh ia berbaring telentang dan aku pun berbaring di
sampingnya. Pertama kucoba memasukkan tanganku dari perutnya, tapi
ternyata sabuknya menyulitkan pergerakan tanganku, maka kulepas
sabuknya. Setelah tanganku bisa masuk, kujelajahi bagian sakral polisi
itu, langsung menembus pertahanannya. Kurasakan bonggolan daging yang
luar biasa besar, hangat dan berdenyut serta basah oleh precum. Kuraba
batang kontolnya yang keras itu, jauh lebih hangat lagi. Kugenggam
batang itu dan kukocok pelan-pelan. Celananya yang sempit menyebabkan
gesekan yang intens di sekujur kontolnya, memberikan sensasi luar biasa
pada Bernard karena ia menggelinjang dan mengerang. Kumainkan seluruh
jariku meraba-raba kontol polisi itu; kurasakan kedua testisnya yang
menempel di tubuhnya saat itu. Besar juga, kayanya sudah lama nggak
dikeluarin nih... Tanganku terus basah oleh precum yang mengalir keluar
dari kontolnya, maka kuraih kepala kontolnya dan kumainkan lubang
kencingnya. Polisi itu semakin menggelinjang dan mengerang. "Geli Mas,"
erangnya. Tak kuhiraukan erangannya, terus kuserang kontolnya dengan
tanganku. Aku pun tak tahan ingin merasakan kehangatan kontol itu di
mulutku. Diisep ga ya... Aku sempat bimbang sebelum memutuskan aku hanya
akan mengocok kontol Bernard si polisi lalu lintas. Toh nanti ia nginep
di sini, aku bisa puas-puas menikmati kontolnya. Biar dia ketagihan!
Kubuka sedikit celananya dan kuturunkan sejauh atas lutut sehingga
kontolnya dapat bergerak bebas, dan wow... Batang kontol yang coklat
kehitaman itu menyembul dan berdiri dengan gagahnya. Kontol itu sudah
disunat, kepalanya berkilauan basah oleh precum yang masih saja
mengalir. Aku menelan ludah ingin mencicipi precum itu. Sabar...
Sabar... "Diapain ni Mas kontolnya?" godaku. "Terserah Mas," jawabnya
sambil meraih kontolku dan meremas-remasnya. Rupanya ia juga ingin
memainkan kontolku. "Mau dikeluarin ga Mas?" "Iya, keluarin... Barengan
ya, kukocokin punyamu juga." "Aku nanti aja Mas, yang penting Mas keluar
dulu. Udah ga tahan ni kontolnya," godaku sambil meremas kedua
testisnya. "Ah bisa aja kau," ujar Bernard dan tertawa. "Aku bisa tahan
kok." "Yakin ni Mas tahan kalau kuginiin?"
Aku pun langsung mengocok kepala kontolnya dengan perlahan dengan tangan
kananku, sementara tangan kiriku bergantian antara memainkan kedua
testisnya dan putingnya. Aku tahu tidak semua orang suka main pelan,
tapi biasanya malah banyak yang tidak tahan lama ketika aku mengurut
kontolnya dengan perlahan. Benar saja, polisi itu mengerang panjang di
tiap kocokanku, dan pada kocokan kesepuluh ia memegang tanganku. "Mau
keluar Mas...," rintihnya. Kuhentikan kocokanku, namun tetap kuelus-elus
kontolnya yang tampak sedikit membesar dan berkedut itu. Bernard
sendiri mengerang menahan diri, peluh mulai berjatuhan dari keningnya.
"Dikeluarin ga Mas?" tanyaku. "Kayanya udah mau meledak tu, kasian
kontolnya..." "Terserah Mas, aku pasrah..." Aku ingin sekali menenggak
maninya langsung dari sumbernya... Nanti malam saja!, separuh suara
hatiku berkata. Nanti malam puas-puasin sedot kontol tu polisi! Akhirnya
kukocok lagi kontol Bernard, dan hanya pada kocokan pertama polisi itu
menyemburkan lava putihnya. Tidak menyembur sebenarnya, hanya meleleh
saja, tapi luar biasa banyaknya. Aku seakan menyaksikan gunung berapi
meletus dengan perlahan. Kubiarkan lava putih itu mengalir membasahi
tanganku yang masih mengurut kontolnya dengan penuh rasa sayang. Tak
berapa lama kemudian pancarannya mulai melemah dan berhenti. Kusaksikan
polisi itu terengah-engah mengambil nafas setelah pancaran terakhir
berhenti. Kuelus-elus wajahnya dengan tanganku yang bersih sambil
tersenyum. Ia pun balas tersenyum, lalu setelah nafasnya mulai teratur
kucium dia. Aku masih menggenggam kontolnya yang mulai melemas;
kubiarkan kontol itu beristirahat dulu.
Gantian Bernard yang agresif memainkan kontolku; ia hanya membuka
resleting celana jinsku dan mengocoknya dengan cukup cepat. Kocokannya
mantap juga, bahkan ia menggunakan maninya sebagai pelumas. Hanya dalam
lima menit aku pun keluar; spermaku muncrat ke tubuh Bernard, untungnya
tidak sampai menodai seragamnya. Setelah aku keluar, aku memeluk polisi
itu dan tidur di dadanya; tanganku masih menggenggam kontolnya yang
rupanya sudah pulih. "Mau lagi nih Mas?" godaku. Ia hanya tersenyum,
menandakan ya bagiku. Kali ini aku tak sabar menunggu malam tiba.
Kuposisikan diriku dalam posisi 69 walaupun belum ada tanda-tanda
Bernard akan menghisap kontolku juga. Aku tak peduli; aku harus
merasakan kontol polisi itu sebelum terlambat. Kini kontol polisi itu
ada di hadapanku; Bernard dengan nakalnya menegakkan kontolnya.
Kuamat-amati kontolnya dengan seksama. Agak berurat di sana-sini, dengan
panjang dan tebal idaman di atas rata-rata, dan ketahanan lamanya,
menjadikan kontol polisi itu kontol terbaik yang pernah kumainkan dan
kunikmati. Kuciumi kontol itu, kujilati pangkal pahanya sampai Bernard
menggelinjang, kubasahi seluruh jengkal kontolnya hingga batangnya
menegang seperti tadi. Benar-benar luar biasa. Kumasukkan kontol itu ke
mulutku, kemudian kukenyot-kenyot. Bernard mengerang, dan ia pun
membalas menjilati area sensitifku. Aku tetap bermain tenang dan pelan
seperti saat aku mengocok kontolnya, sementara Bernard tetap agresif,
bahkan sengaja menggigit kontolku beberapa kali. Kalau ia melakukan itu,
kubalas dengan jilatan maut pada lubang kencingnya. Tak lupa kedua
testisnya tetap kumainkan dengan tanganku. Aksi hisap-menghisap itu tak
terlalu lama berlangsung, dan kali ini aku keluar bersamaan dengan
Bernard si polantas. Lagi-lagi ia menunjukkan keperkasaannya dengan
memuntahkan banyak sperma, yang kuminum dengan rakusnya. Setelah itu,
kami berdua cukup kelelahan dan tertidur dengan kontol masih ada di
mulut.
Aku bangun terlebih dahulu dengan perasaan nyaman di antara kedua
kakiku. Rasanya ada yang merangsangku... Aku baru ingat kalau tadi
kontolku masih di dalam mulut Bernard. Apa ini berarti ia menghisapku
lagi? Baru saja mau membuka mata, sesuatu menggedor-gedor langit-langit
mulutku, dan sesuatu menetes ke lidahku. Dengan segera kukenali rasa
precum Bernard dan batang kontolnya yang kembali tegang, maka kugarap
kembali polisi itu dengan hisapan mautku. Nikmatnya bisa ngemut kontol
polisi... Sesi hisap-menghisap itu tak berlangsung lama, aku keluar
duluan karena Bernard lebih dulu merangsangku, namun semenit kemudian ia
pun keluar.
Sisa hari itu kuhabiskan bersama Bernard si polantas. Makan, mandi,
nonton TV, bahkan tidur. Tak jarang kami berdua kembali terangsang, dan
tanpa sungkan-sungkan lagi kupagut kontol Bernard. Keesokan harinya
kusuruh ia tetap berdinas seperti biasa, namun pulang ke rumahku untuk
memadu kasih. Untuk merasakan kegagahan seorang polisi.
Sumber: http://feifantasy.blogspot.com/2011/03/kegagahan-seorang-polisi-bagian-1.html
http://feifantasy.blogspot.com/2011/04/kegagahan-seorang-polisi-bagian-2.html
Hunk Menu
Overview of the Naolla
Naolla is a novel which tells about life of Hucky Nagaray, Fiko Vocare and Zo Agif Ree. They are the ones who run away from Naolla to the Earth. But only one, their goal is to save Naolla from the destruction.
Book 1: Naolla, The Confidant Of God
Book 2: Naolla, The Angel Falls
Please read an exciting romance novel , suspenseful and full of struggle.
Happy reading...
Book 1: Naolla, The Confidant Of God
Book 2: Naolla, The Angel Falls
Please read an exciting romance novel , suspenseful and full of struggle.
Happy reading...
Look
Untuk beberapa pembaca yang masih bingung dengan pengelompokan posting di blog ini, maka saya akan memberikan penjelasannya.
(1)Inserer untuk posting bertemakan polisi dan dikutip dari blog lain;(2)Intermezzo adalah posting yang dibuat oleh pemilik blog;(3)Insert untuk cerita bertema bebas yang dikutip dari blog lain;(4)Set digunakan untuk mengelompokan posting yang sudah diedit dan dikutip dari blog lain;(5)Posting tanpa pengelompokan adalah posting tentang novel Naolla
(1)Inserer untuk posting bertemakan polisi dan dikutip dari blog lain;(2)Intermezzo adalah posting yang dibuat oleh pemilik blog;(3)Insert untuk cerita bertema bebas yang dikutip dari blog lain;(4)Set digunakan untuk mengelompokan posting yang sudah diedit dan dikutip dari blog lain;(5)Posting tanpa pengelompokan adalah posting tentang novel Naolla
mau cari kenalan yang asik 081347120007 call me ya
BalasHapusAKU TAK PUNYA KELEBIHAN APA APA DAN KEKUATAN UNTUK MELAWAN MEREKA YANG MENIPUKU,MEREMEHKANKU DAN MEMPERMAINKANKU. TUBUHKU LEMAH DAN TIDAK PUNYA BANYAK UANG...
BalasHapusTAK ADA YANG MENOLONG..
SELAIN AKU HARUS BERSUMPAH DENGAN DUPA DI HADAPAN TUHAN ,LANGIT DAN BUMI UNTUK MINTA BENCANA ATAS KETIDAK ADILAN DAN MENGUTUK SEMOGA TANAH DEVELOPER GRYAH PANIKI INDAH MENGALAMI BENCANA,MALAPETAKA DAN SIAL SEUMUR HIDUP MEREKA..
AMIEN...
AKU TELAH DIPERMAINKAN SEMUA ORANG...
TIDAK ADA UNDANG UNDANGKAN DI DUNIA YANG MELARANG AKU BERSUMPAH DAN BICARA ????
SETIAP ORANG JUGA PUNYA HAK UNTUK MENILAI DAN BICARA UTARAKAN PENDAPAT...
DALAM HAL INI AKU TIDAK PANDANG LAGI ALKITAB ATAU AGAMA..
TUHAN BOLEH MEMAAFKAN TAPI ROHKU TIDAK AKAN MEMAAFKAN DAN AKAN MENUNTUT SAMPAI KE PINTU NERAKA..
MENGENAI DEVELOPER GRYAH PANIKI INDAH MANADO BESERTA ARSITEK DIAN SETIAWATI ,MANAGER JELFI DAN MANDOR BRAM YANG TELAH MENIPUKU DENGAN MENYURUHKU TANDA TANGAN SERAH TERIMA KUNCI RUMAH LALU MEREKA BANGUN GEDUNG RUMAHKU ASAL JADI.
SAMPAI KAMAR MANDI DAN KAMAR TIDUR BOCOR KLU SAAT HUJAN. KOSENG JENDELA TERBELAH 2 DAN DINDING LEMBAB SERTA BANGUNAN DINDING RETAK RETAK, TIDAK DI ACI DENGAN BAIK, ANTARA KOSENG JENDELA DAN DINDING TIDAK DI PLESTER SEHINGGA KELUAR MASUK SEMUT MERAH.
DINDING DI CAT BA ROTO ROTO OLEH DEVELOPER GRYAH PANIKI INDAH MANADO YANG BERALAMAT JALAN ARAH BANDARA SAM RATULANGI MANADO, KECAMATAN MAPANGET LINGK X KELURAHAN PANIKI DEPAN TUGU ADIPURA dan lantai kamar mandi tidak di plester dengan baik.
MENGADUH KE BANK MANDIRI JUGA TETAP SALAH...
SALAH JADI BENAR DAN BENAR JADI SALAH..
GAMBAR BUKTI FOTO YANG MEREKA BANGUN GEDUNG RUMAHKU, BOLEH KALIAN LIHAT DI YOUTUBE, GOOGLE, FB UN WALL DAN FACE BOOK MILIK WANG YIHAN.
(7 foto) Foto