Dua orang wanita berkaki jenjang
dan berbadan ramping terlihat berjalan menuju sebuah ruangan di rumah
pemerintahan Fugk. Mereka mengenakan kacamata hitam, rambut terurai panjang,
mengenakan baju dan celana ketat panjang berwarna merah marun dan sepatu boot
hitam hak tinggi. Kulit mereka terlihat putih dan cantik. Salah seorang wanita
tampak sedang mengigit batang rumput dan menjinjing koper hitam.
“Benar ini ruangannya?”, wanita
yang menggigit batang rumput itu mengangkat kaca mata hitamnya sebatas alis agar
memperjelas pandangannya.
“Benar. Ayo masuk saja. Cepat…”,
desak wanita cantik satunya.
“Hehehe… Takut ya...???”, goda
wanita pembawa koper itu. “Let’s go!”.
Tok-tok-tok! Wanita cantik pembawa
koper mengetuk pintu ruang kerja loka Fugk. Tok-tok-tok! Sekali lagi dia
mengetuk pintu ruangan Loka.
“Ya… Silahkan masuk saja…”.
Terdengar perintah masuk dari dalam ruangan Loka. Tampaknya itu adalah suara
dari Loka Dega Yoka.
Wanita pembawa koper membuka
pintu. Lalu mereka berdua pun masuk dan langsung berjalan kedepan meja Loka.
Loka agak kaget didatangi oleh dua
orang gadis cantik yang berpenampilan menarik, siang itu. Dia memperhatikan
perawakan kedua gadis yang menghampiri mejanya tersebut untuk beberapa saat.
Wanita tanpa membawa koper
menjulurkan tangannya pada Loka untuk memperkenalkan diri. “Kenalkan kami dari
Yuet. Saya Einsuar”.
“Oh iya. Saya Dega Yoka”, ucap
tuan Loka.
Wanita yang menggigit batang
rumput terlihat melepas kacamata hitamnya kemudian menaruhnya di saku baju
ketatnya . Dia menjulurkan tangan kepada Loka dan memperkenalkan namanya, “Saya
Lhun Angde. Tapi kalau tuan mau memanggil saya dengan sebutan nama khusus juga
tidak masalah”, canda Lhun.
“Terimakasih, nona. Silahkan
duduk”.
Yuet adalah perusahaan jasa yang
melayani permintaan penyelidikan tertentu. Ada apa ya orang Yuet mendatangi
Loka? Mungkinkah mereka sedang memburu buronan atau pelanggar hukum di Fugk?
Tetapi kalian pasti setuju bahwa kedua gadis tinggi dan cantik itu tidaklah
pantas secara fisik jika menjadi sebagai agen penyelidikan namun itulah
kenyataanya. Setelah dipersilahkan oleh Loka untuk duduk mereka mulai
menjelaskan secara singkat siapa diri mereka sebenarnya.
Einsuar yang bicara. “Langsung
saja ya tuan. Kami adalah tim yang mendapat perintah dari seseorang untuk mencari
tahu siapakah orang bernama Zo Agif Ree yang tinggal di pulau ini. Kami menaruh
curiga pada orang itu kalau dia adalah orang dari dimensi lain yang sedang
menjadi mata-mata untuk Naolla. Bukankah pemuda itu berasal dari Fugk?”.
Loka menyandarkan punggungnya ke
sandaran kursi lalu menarik nafas panjang. “Aku juga tidak terlalu mengenal
orang itu. Tetapi yang aku semakin menaruh keanehan padanya, dia adalah orang
asing pertama yang mendapatkan kartu akses bebas dari Loka Olbu. Mengenai asal
dari Zo itu sendiri pun kami tidak tahu. Mungkin kita juga sama-sama bingung
pada orang misterius itu. Ada banyak kejanggalan yang mungkin sudah menjadi
rahasia umum di Fugk”. Loka menyampaikan pendapatnya kepada kedua gadis cantik
itu.
Crek! Lhun membuka koper yang dari
tadi dia bawa dan mengambil sebuah berkas untuk diserahkan kepada Loka. “Tuan
lihat ini dulu. Ada banyak keanehan yang tidak aku mengerti dari orang itu”.
Loka mengambil berkas yang
disodorkan oleh Lhun dan membacanya.
“Seperti data yang sudah kami kumpulkan,
ada beberapa fakta ganjil yang harus kami selidiki lebih lanjut. Pertama adalah
mengenai data di wilayah, pulau atau kerajaan manapun di Naolla yang tidak pernah
mencatat asal usul orang itu. Dia muncul begitu saja di Fugk dan menjadi
pengembala rean di peternakan tuan Fiim. Dia juga tidak menjadi lebih tua
meskipun sudah ada di Fugk selama 60 tahun lebih. Kami perkirakan usianya sudah
sekitar 81 tahunan namun melihat keadaan fisiknya, dia tidak terlihat di usia
itu. Fakta berikutnya adalah tentang kemiripan wajah Zo dengan Hucky Nagaray
yang bagaikan pinang dibelah dua. Seperti yang kita tahu kalau Hucky Nagaray
adalah azzo dewa dan jika mereka memiliki hubungan kekerabatan tentu ini akan
menjadi sebuah fakta baru bagi kami. Bukannya kami mau mencampuri kehidupan Zo
tetapi orang yang menyuruh kami menyelidikinya menaruh curiga kalau dia adalah
seorang azzo langit sama seperti Ray”, kata Lhun menjelaskan.
“Kalian ingin aku melakukan
apa?”, tanya Loka.
“Kami hanya ingin meminta
kerjasama anda untuk membantu kami, agen Yuet. Kami butuh wewenang lebih untuk
menjalankan cara penyelidikan kami di Fugk. Apakah anda bersedia?”, tanya
Einsuar.
Loka meletakkan berkas yang ada
ditangannya keatas meja. “Baiklah. Aku juga ingin tahu siapa Zo itu sebenarnya.
Tetapi jika kalian ingin menemuinya, dia beberapa hari ini tidak berada di
Fugk. Kami juga tidak tahu keberadaannya dimana. Karena sudah kebiasaannya, hampir
setiap hari menjelajah Naolla dengan menggunakan hajunba. Entahlah apa yang dia
ingin cari dengan kartu akses data dan hajunba-hajunba itu”.
“Jadi dia sekarang sedang tidak
berada di Fugk?”, tanya Einsuar.
Loka mengangguk.
“Bagaimana ini Lhun?”.
“Terserah kamu. Aku sih ikut-ikut
saja. Susah juga ternyata mencari orang itu, ya? Huh, menyebalkan!”.
“Kita sebaiknya mencari data
lebih banyak lagi mengenai dia di Fugk ini. Oh iya tuan. Bagaimana kalau kita
membuat surat perjanjian pelaksanaan kerja kami di Fugk. Anda tinggal buatkan
saja sebuah surat perjanjian penyelidikan selama kami di Fugk, nanti biar anda tanda
tangani. Kami harap surat itu bisa dibubuhi tanda tangan anda secepatnya agar
kani bisa memulai penyelidikan ini”, pinta Einsuar.
“Besok silahkan kalian kemari
untuk mengambil surat perjanjian itu. Saya akan membuatnya secepat mungkin
sesuai yang kalian inginkan”.
“Terimakasih Loka. Kami rasa
sudah cukup sampai disini dulu. Maaf sudah mengganggu kesibukan anda. Selamat
bekerja kembali”. Einsuar berdiri dan menyalami Loka begitu juga dengan Lhun.
Kemudian mereka meninggalkan ruangan tersebut.
Sepeninggal dua wanita itu, Loka
mulai menuju lemari berkas dan mencari dakumen tentang Loka Ole Olbu. Dia
berfikir kalau Loka Olbu sebenarnya sudah tahu siapa Zo atau mungkin rahasia
terbesar Zo. Mana mungkin seorang Loka Olbu berani memberikan kartu akses data bebas
di Naolla kalau dia tidak mengenal siapa Zo. Kartu sejenis itu tidak boleh
diberikan kesembarang orang kecuali pada pasukan yuari pengintai. Tumpukan
arsip lama mulai di buka kembali oleh Loka Dega Yoka
“Mungkin aku bisa mendapatkan
sedikit gambaran mengenai Zo di arsip dokumen lama ini”. Dia mengambil sebuah
tumpukan berkas usang lalu meletakkan semua itu di meja kerjanya. “Nevala,
tolong kamu buatkan surat perjanjian untuk agen Yuet yang akan melakukan
penyelidikan di pulau Fugk. Beri mereka jangka waktu satu bulan”, perintah Loka
pada asistennya yang sedang sibuk memilah-milah berkas dimeja kerjanya sendiri.
“Baik tuan. Sebentar lagi akan
saya kerjakan setelah saya menyelesaikan pekerjaan saya ini terlebih dahulu”.
Dia masih sibuk melakukan tugasnya.
Loka membuka-buka tumpukan berkas
lama dan mulai membacanya. Cukup lama dia mencari data-data yang berkaitan
dengan Zo hingga ada sebuah data tentang catatan pembuatan kartu akses data
bebas pertama yang dikeluarkan oleh Loka Olbu. Disana tertulis kalau Zo adalah
orang Fugk dan berusia 24 tahun. Berarti usia anak itu memang benar sudah tua
dan bahkan lebih tua dari Loka Dega Yoka. Loka pun terlihat menggaruk-garuk
belakang telinganya lalu kemudian keluar ruangan dengan membawa sebuah buku
arsip.
Beberapa ekor Gamanjuu terlihat
terbang menjauhi atas gedung pemerintahan Fugk. Mereka terus mengepakkan sayap
daun berwarna hijau mereka untuk memberikan mereka dorongan terbang. Gamanjuu
adalah kucing kecil merah muda yang memiliki sayap daun. Mereka bebas ditemui
di wilayah-wilayah sekitar pulau Fugk. Mereka yang lincah mulai turun menukik
dan singgah di tanah dekat aliran sungai. Mereka berjalan medekati air dan
terlihat mulai minum. Selagi asik meneguk minuman mereka, “Srakkkk!!!!”.
Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan para gamanjuu sehingga membuat mereka
langsung berhamburan terbang.
Tubuh seorang laki-laki
tersungkur ditanah. Dengan keadaan penuh luka, dia masih berusaha berdiri dan
melakukan perlawanan. “Hiattttt…..”. Dia berusaha menonjok lelaki berbadan
besar walaupun secara fisik dia tentu kalah postur tubuh dan tenaga.
Plak! Lelaki berbadan kekar itu
menangkap genggaman tangan si lelaki bertubuh kecil. Wajahnya yang sangar
langsung terlihat menyeramkan. Dia pelintir ke belakang tangan si pria kecil
agar pria itu tidak bisa melakukan perlawanan lagi. “Cepat bayar
hutang-hutangmu atau aku buat kamu babak belur?! Kamu belum tahu siapa aku?
Jngan macam-macam kamu ya!”, ancam si pria besar.
“Argghhhh!!!”, ringis lelaki
berbadan kecil. “Tidak! Aku merasa tidak berhutang dengan tuanmu itu. Dia yang
memberikan aku bantuan. Ini penipuan! Argghhhh…”.
Pria besar menarik rambut si pria
kecil sehingga kepalanya tertarik kebelakang. “Kamu bayar saja. Jangan
macam-macam denganku!”. Bruak!!! Lelaki itu mendorong si pria kecil hingga
tersungkur ke tanah. Belum sempat si pria kecil bangkit, si pria besar langsung
menginjak punggungnya dengan keras. “Inilah akibat dari keberanianmu
menantangku”.
“Ampun tuan… “. Pria kecil
akhirnya menyerah.
“Hahaha… Bayar saja semua hutang-hutangmu.
Cepat!”.
“Baiklah tuan. Tetapi lepaskan
dulu kakimu dari punggungku”.
Si pria besar menarik tangan si
pria kecil lalu menariknya berdiri. “Ayo ikut aku!”.
Mereka berdua terlihat berjalan
meninggalkan lokasi itu dan menuju rumah si pria kecil di kota. Ketika memasuki
sebuah gang, tampaklah seorang yuari sedang berjalan menuju arah mereka. Tentu
saja si pria besar telihat takut. Dia tidak mau kalau yuari itu mengetahui
bahwa dia adalah penagih hutang yang baru saja menghajar si pria kecil. Maka segera
dia belok arah dan masuk kesebuah teras rumah penduduk.
“Kamu jangan berani-berani berteriak
minta bantuan. Awas kamu!”.
Tetapi lelaki berbadan kecil
tidak bodoh dan juga takut dengan ancaman si pria kekar. Dia nekat mengambil
resiko dan berteriak meminta tolong. “Tolong! Aku di sekap... Tolong! Yuari!!!”.
Bruagh! Sebuah tonjokan dari
tangan pria besar mendarat di perut lelaki kecil. “Bangsat!”.
Yuari yang mendengar teriakan itu
akhirnya berbalik arah dan langsung menuju sumber suara orang minta tolong.
Ketika sudah dekat, sia melihat seorang pria besar sedang berlari menjauhinya.
“Woi! Tunggu!”.
Si pria besar ternyata kabur dan
meninggalkan si pria kecil yang terlihat meringis kesakitan di teras rumah
salah seorang penduduk.
Yuari itu terus mengejar pria
berbadan kekar yang lari kearah gang-gang kecil. Dia membuat linggi dan
melemparnya keatas langit untuk memberi tanda kepada yuari-yuari lain bahwa ada
penjahat sedang kabur. Linggi batu itu terlempar tinggi dan ketika sudah habis
jangkauan tingginya, linggi itu hancur dengan dua tahap. Pertama ganggangnya
yang hancur kemudian mata kapaknya.
“Lihat itu! Ada tanda dari yuari
lain. Tanda pengejaran. Ayo!!!”, kata salah seorang yuari yang sedang berjaga
di pos.
Para yuari yang melihat tanda pun
akhirnya menuju ke tempat linggi itu berasal. Sementara yuari yang masih mengejar
si pria kekar kembali melemparkan linggi keduanya untuk menunjukan arah
pengejaran. Untuk pengejaran seperti ini, yuari cahug tampaknya lebih efektif. Maka
dengan segera beberapa yuari cehug mulai mendatangi arah asal linggi kedua di
lemparkan dan ketika sudah mendapatkan lokasi yang dicari, mereka langsung
mengejar pria berbadan kekar.
Pria berbadan kekar terdesak dan
kalang kabut menghadapi situasi ini. “Brengsek! Aku terkepung. Arhhhh!!! Aku
harus kemana lagi sekarang??”.
Paea yuari cehug sudah berhasil
mengejar pria itu dan dengan segera salah satu yuari yang berada di depan
menginstruksikan cehugnya untuk menangkap pria tersebut. Crak!!! Lidah lengket
seekor cehug tepat mengenai punggung pria kekar sehingga membuatnya tidak bisa
kabur lagi. Dengan sigap beberapa cehug lain menjulurkan lidahnya dan melilit
tubuh pria kekar itu. Si pria kekar tak bisa berbuat banyak, selain pasrah dan
rela dipasangi chip pengekang oleh salah satu yuari agar dia tidak bisa kabur
lagi.
“Kita bawa dia ke markas”,
perintah salah seorang yuari.
Para cehug melepaskan lilitan
lidahnya lalu terbang dengan yuari diatasnya. Sementara si pria kekar di giring
ke markas oleh salah seorang yuari.
“Ayo jalan!”, perintah yuari itu
pada si pria kekar.
Begitulah cara para yuari untuk
mempermudah pengejaran. Mereka akan mengendarai cahug yang sudah terlatih dan
fit untuk efektivitas. Cehug adalah ulat terbang berlidah panjang yang
digunakan yuari untuk kendaraan. Lidah cehug memiliki kemampuan perekat yang
hebat tetapi bisa dilepas sesuai perintah otak cehug.
Pria kekar itu terus berjalan dan
tidak bisa melawan karena di kedua tangannya telah terpasang chip pengekang.
Chip ini masih berbentuk segitiga hanya saja jika orang dipasangi chip ini maka
tangannya tidak bisa bergerak atau kaku.
“Sepertinya aku harus segera
mencari cara untuk kabur dari yuari ini. Tapi… Arhhh.. chip sialan!”. Pria
besar itu sempat berfikir untuk kabur namun kerena dia ingat bahwa di kedua
tangannya terpasang chip pengekang maka dia mengurungkan niatnya tersebut.
Walaupun dia bisa lari dari yuari itu, namun chip ditangannya tidak mudah untuk
dilepaskan bahkan jika di amputasi sekalipun. Sistem kerja chip tersebut adalah
deteksi DNA. Jika seseorang telah ditempeli chip pengekang, maka secara
otomastis chip akan mempelajari DNA-nya dan mengambil sampel dari DNA tersebut
lalu dikirim ke markas pusat. DNA akan dipelajari dengan terperinci dan jika
orang itu kabur maka yuari tinggal mengirim salinan DNA-nya kedalam sebuah alat
atau robot khusus untuk mencari keberadaan orang itu. Chip pengekang juga mampu
menghalangi aktifnya syaraf di sekitar lokasi chip terpasang sehingga membuat
orang itu tidak bisa menggerakan bagian tubuh yang ditempeli chip.
Akhirnya si pria kekar hanya bisa
menuruti perintah yuari itu dan menuju markas yuari Fugk.
Sedangkan pria kecil yang pingsan
akibat di pukul si pria besar tadi terlihat sedang dibantu oleh beberapa yuari.
Dia diangkat keatas tandu dan digotong menuju rumah pengobatan. Untunglah si
pria kecil berani mengambil resiko dengan meminta tolong kepada yuari yang
lewat sehingga dia selamat dari pemerasan itu. Dia tidak tahu mengapa dia bisa
berhutang kepada tuan dari si pria kekar. Padahal pada awalnya tuan itu sendiri
yang memberikan bojcenya padanya untuk sekedar menolong dari kerugian yang
mungkin lebih banyak lagi.
***
Syuuuuttt… Tubuh kecil Coleo Arbi
itu masih terus turun kebawah. Mata kirinya terpejam dan tiba-tiba dari
hidungnya keluar darah. Tampaknya dia menderita luka cukup serius setelah
pertarungan sengit dengan Gemun Y54 tadi. Darah segar mengucur dari lubang
hidungnya dan turun ke pipi. Ingin rasanya Zo menyeka darah itu jika tangannya
mampu digerakkan. Akhirnya kedua matanya terpejam menahan sakit disekujur tubuh
kecilnya. Dia mencoba menarik nafas dari dalam mulut supaya merasa lebih
tenang.
“Fuhhhhhhh”. Zo menghembuskan
nafasnya.
Beberapa saat kemudian, posisi
jatuhnya berubah. Kepalanya berada dibawah seperti hendak menukik turun. Zo
membuka matanya dan tampaklah sebuah bintik kecil di ujung sana yang dia yakini
sebagai Naolla. Kristal-kristal langit juga tampak berhamburan di angkasa
seolah-olah sedang menonton Zo yang sudah tidak berdaya jatuh bebas ke Naolla.
Angin lembut di senja itu bertiup
menyapu dedaunan kering di pinggir sebuah jalan di kota Mito, Ibaraki, Jepang.
Fiko sedang duduk di bangku kayu yang ada di tepi sebuah sungai jernih bersama
Zo. Di tangan mereka masing-masing terdapat sekotak takoyaki yang diletakkan
didalam wadah berbentuk perahu.
Zo menusuk sebuah takoyaki
menggunakan tusuk gigi yang sudah disediakan lalu memasukannya kedalam mulut.
“Hmmmmmmm.. Enak Sekali…”. Kembali dia menusuk sebuah takoyaki dan memakannya.
Fiko yang melihat Zo hanya
tersenyum lalu kemudian mulai memakan takoyakinya. Mata Fiko seperti tidak mau
berpaling dari wajah Zo. Dia merasa seperti bersama Ray ketika berada di dekat
Coleo Arbi itu. Mungkin karena rasa rindunya pada Ray dan ditambah lagi dengan
tampilan Zo yang sangat mirip Ray membuat Fiko seperti sedang bersama Ray.
Ingin rasanya Fiko memeluk Zo atau menyuapkan takoyaki itu untuk Zo. Namun
semua itu hanya bisa dia tahan agar Zo tidak curiga padanya. Dia tahu kalau Zo
belum menyadari kalau sebenarnya Fiko sudah mulai menyukainya.
Angin kembali meniup dedaunan
yang jatuh dari pohon di belakang tempat duduk mereka. Suasana damai
menghanyutkan Fiko di sore itu. Di depan mereka sedang mengalir jernihnya air
yang tenang.
“Zo… Kamu suka dengan bumi?”,
tanya Fiko tiba-tiba.
Zo tampak kaget di tengah-tengah
acara makannya. “Hah?! Oh.. iya suka”. Tak terasa takoyaki di dalam wadah Zo
sudah habis hanya dalam beberapa menit.
Fiko melihat ke arah kotak
takoyaki Zo yang kosong. “Wah, sudah habis tuh. Kamu mau punyaku?”, tawar Fiko.
“Sungguh? Kamu memberikan
makananmu untukku? Ah.. jangan bercanda Fiko”. Zo agak sungkan.
“Ambil saja. Aku sudah sering
memakannya kok. Nih…”. Fiko menyerahkan sekotak takoyaki ditangannya pada Zo.
“Terimakasih Fiko”. Tanpa banyak
bicara lagi, Zo langsung melahap takoyaki-takoyaki itu. “Kalau aku tahu bumi
senyaman ini, dari dulu aku sudah kesini. Memangnya kamu sudah lama tinggal di
bumi?”. Zo memasukan takoyaki terakhirnya kemulut.
Fiko mengambil minuman botol
disebelahnya lalu dia buka tutupnya. “Aku sudah tinggal dibumi selama kurang
lebih dua tahun”. Gluk! Fiko meminum airnya.
Zo tampak kekenyangan dan
langsung meminum air yang sudah dia beli tadi. Beberapa teguk air sudah masuk
kedalam kerongkongannya. Setelah itu dia masukkan kotak-kotak bekas takoyaki
kedalam kantung plastik dan nanti akan dia buang ke tempat sampah. Zo duduk
lemas di kursi kayu tersebut karena kekenyangan. “Berarti kamu sudah lama
menjadi orang bumi. Kalau aku boleh tahu mengapa kamu bisa pergi ke bumi?”.
Fiko menatap mata Zo untuk beberapa
saat.Setelah itu kembali memandangi kota di seberang sungai. “Aku ke bumi
karena melindungi Ray dari tangan Sukaw. Jujur Zo. Aku selalu mengingat Ray
jika memandangmu. Kami berdua sangat dekat dan saling melengkapi. Aku bahagia
bisa mengenal Ray walaupun dia hanya seorang azzo”.
Zo menolehkan kepalanya kearah
Fiko seolah-olah ingin mendengarkan curahan hati pria tampan itu.
“Banyak cerita yang tidak ingin
aku lupakan bersama Ray. Dia adalah orang yang baik dan tidak pernah
menyusahkan aku”. Fiko menghela nafas sejenak. “Di bumi kami menjalani hidup
layaknya manusia dan jauh dari hingar bingar kota. Awalnya aku tinggal di
sebuah pulau bernama Toshirojima. Di sanalah ada banyak hal yang tidak bisa aku
lupakan tentangnya. Kenangan bersama Ray dan semua yang berhubungan dengannya
selalu membayangi pikiranku. Untuk itulah aku memutuskan pindah ke kota ini dan
berharap aku bisa memulai hidupku yang baru. Aku yang dulunya bekerja sebagai
nelayan memutuskan untuk mengadu nasib menjadi pelayan rumah makan”. Wajah Fiko
tiba-tiba tersenyum. “Hampir saja aku berhasil mengubur sebagian ingatanku
tentang Ray tetapi semuanya seolah-olah kembali lagi ketika sore itu kamu
muncul dihadapanku”. Fiko memandangi wajah Zo.
Mereka saling memandang.
Zo menatap cahaya mata Fiko yang
seolah-olah menunjukkan sebuah kerinduan yang dalam padanya. Dia benar-benar
tidak tahu harus bersikap seperti apa selain diam mematung. Andai saja Ray
benar-benar dia, maka mungkin semuanya akan berbeda.
“Oh begitu…”. Zo mencoba
membuyarkan tatapan Fiko dan kembali duduk tegap.
Fiko terlihat salah tingkah.
“Maaf Zo. Aku terbawa suasana”.
“Terkadang ada beberapa hal yang
tidak bisa kita terima begitu saja. Kamu mungkin bisa hidup layaknya manusia di
bumi tetapi aku tidak. Ada banyak perbedaan diantara kita dan juga dengan
mereka”. Zo menampakkan tatapan mata yang menerawang.
“Oh iya Zo. Kalau kamu, mengapa
memutuskan kabur kebumi?”.
Glek! Zo bingung mau menjawab
apa. Lidahnya terasa kelu dan sulit untuk digerakkan.
“Zo? Kamu kenapa?”, tanya Fiko
yang menangkap keanehan dari diri Zo.
“Kapan-kapan aku akan cerita…
Kita pulang, yuk! Kelihatannya hari sudah semakin senja”, ajak Zo.
Dengan segera Fiko berdiri
dan merangkul bahu Zo untuk mengajaknya
berdiri. “Ayo…”, ucap Fiko dengan semangat.
Zo agak heran dengan perlakuan
Fiko padanya tetapi dia tidak melupakan untuk membawa kantung plastik dan botol
minumannya sambil berdiri. Dia di rangkul Fiko sepanjang jalan menuju rumah.
Matahari senja terlihat semakin
redup di barat. Cahaya jingganya mulai memudar tertelan gelap dan digantikan
oleh lampu-lampu jalanan di kota Mito. Garis cakrawala seolah-olah mengucapkan
selamat tinggal dan sampai berjumpa lagi esok hari. Di jalan, mobil-mobil masih
sibuk berlalu lalang. Di kota inilah Fiko berusaha melupakan Ray, kekasihnya
yang sudah lenyap tersapu cahaya penghancur.
Crek! Pintu ruang kerja Loka
dibuka. Tak lama kemudian masuklah sebuah kaki mengenakan sepatu hak tinggi ke
ruangan Loka. Tidak hanya satu tetapi dua pasang kaki jenjang terlihat
melangkah maju dan masuk kedalam ruangan tersebut. Dua orang wanita berpakaian
ngepas mendatangi meja Loka untuk menagih janji pemimpin Fugk itu. Mereka
terlihat sinis dengan kacamata hitamnya.
“Permisi tuan. Kami ingin
mengambil surat perjanjian yang kami minta kemarin. Sudah selesai bukan?”, kata
Einsuar sambil duduk.
“Sebentar ya. Neva… Tolong beikan
surat yang aku minta kemarin”, panggil Loka pada asistennya itu.
“Baik tuan”. Nevala beranjak dari
tempat duduknya dan menyerahkan surat itu pada Loka.
Loka mengambil surat tersebut dan
langsung meyodorkannya pada Einsuar. “Tanda tangan dulu”.
Einsuar mengambil pena yang ada
diatas meja Loka dan langsung menanda tangani surat itu. Loka juga ikut
membubuhkan tanda tangannya setelah itu di cap. Sebuah surat perjanjian
penyelidikan di Fugk sudah sah dan siap dipergunakan sebaik-baiknya oleh agen
Yuet. Semua batas-batas penyelidikan sudah tertera disitu sehingga tidak ada
lagi alasan untuk melakukan penyelidikan yang beresiko membocorkan dakumen
rahasia.
Einsuar mengambil surat itu dan
menyerahkannya pada Lhun. “Terimakasih tuan”. Einsuar menjabat tangan Loka.
“Ingat. Surat itu hanya berlaku
satu bulan saja”.
“Kami akan berusaha mencari fakta
dan data Zo di Fugk dalam jangka waktu kurang dari satu bulan. Kami permisi
dulu, tuan”. Einsuar beranjak dari tempat duduknya kemudian di ikuti Lhun.
Mereka berdua pergi dan siap menjalankan tugas.
Di gang ruangan.
“Kita langsung menemui bos. Ayu
Lhun”, ajak Einsuar.
“Hei… Santai saja. Tidak usah
terburu-buru begitu”, protes Lhun.
“Cepat dong Lhun”, desak Einsuar
lagi.
“Iya, iya! Bawel!”. Lhun membuang
batang rumput yang ada dimulutnya kemudian segera mengikuti Einsuar menuruni
tangga.
Srreeekkkk…. Einsuar dan Lhun
terlihat memasang sebuah alat di telinga mereka dan mulai menghidupkan alat tersebut.
Sepertinya itu alat untuk sambungan suara jarak jauh.
“Yuet Ensu masuk. Bos? Kami harus
kemana?”. Einsuar mendapat arahan dari bos mereka di Yuet. “Baik bos. Selamat
siang”.
“Apa katanya Ein?”, tanya Lhun.
“Ke Gedung Pusat Chip Fugk”.
Lhun memasukan surat perjanjian
yang dari tadi ada ditangannya kedalam koper. Kemudian mereka kembali
melangkahkan kaki menuju Gedung pusat chip. Untuk menuju lokasi itu, mereka
harus terlebih dahulu keluar dari rumah pemerintahan Fugk, kemudian menuju jalan
yang terletak di samping gedung itu dan belok kekanan. Mereka menyeberangi
jalan kemudian masuk kedalam sebuah gang dan tampaklah gedung pusat chip.
Mereka berdua masuk kedalam gedung tersebut dan langsung disambut dengan
deteksi fisik oleh cahaya khusus. Mereka kemudian menuju meja penerima tamu.
“Maaf nona, ada tanda pengenal?”,
tanya wanita petugas penerima tamu.
Lhun dan Ein mengeluarkan tanda
pengenal mereka dan juga surat dari Loka Fugk.
Wanita penjaga mengecek keaslian
tanda pengenal dan setelah terbukti asli, dia mempersilahkan mereka berdua
masuk. “Silahkan masuk kedalam nona”.
Mereka masuk kedalam dan bertemu
dengan seorang pria staf umum gedung itu.
“Ada yang bisa saya bantu nona?”,
tanya pria itu.
“Kami dari Yuet. Kalau kami mau
mencari data-data chip lama di bagian apa ya, ganteng?”. Lhun merayu pemuda
itu.
Gluk! Tiba-tiba pria itu terlihat
sulit untuk menelan ludahnya. “Ikut s-saya”.
Kedua wanita tersebut mengikuti
langkah kaki staf umum itu dan setelah melewati beberapa gang ruangan, sampailah
mereka didepan ruangan arsip data chip rahasia.
“Terimakasih …”, kata Ein.
“Sama-sama. Silahkan masuk saja.
Di dalam ada petugas yang bisa kalian temui”. Pria itu meninggalkan Lhun dan
Ein didepan pintu.
“Ayo Lhun, kita masuk!”.
Ein membuka pintu ruangan
tersebut dan alangkah terkejutnya mereka melihat isi didalam ruangan yang luas
dan dipenuhi dengan rak-rak tinggi seperti sebuah labirin itu.
“Wow… Banyak sekali
arsip-arsipnya. Menakjubkan!”, ucap Lhun sambil mengangkat kacamata hitamnya
sedikit ke arah dahi.
Mereka berdua benar-benar takjub
melihat ruangan itu. Ruangan yang luas dan di penuhi rak-rak besar dan tinggi
menjulang seolah-olah surga bagi para chip di Fugk. Saking tingginya, rak-rak
tersebut menyentuh langit-langit ruangan. Lantai dan langit-langit ruangan
terbuat dari kayu. Pencahayaan di ruangan itu cukup terang dan udara didalam
sana sangat dingin. Ada beberapa orang petugas yang kelihatannya sedang bekerja
didalam ruangan tersebut. Mereka mengenakan mantel biru muda dan dipunggung
mereka terdapat sebuah lambang segitiga berwarna putih.
Ein menghampiri seorang wanita
yang terlihat mengutak-atik sebuah chip di meja kerjanya. “Permisi bu. Kami
boleh meminta bantuan anda sebentar?”, tanya Ein.
Wanita itu menghentikan
pekerjaanya sejenak. “Perlu apa ya nona?”.
“Kami perlu data chip lama atas
nama Zo Agif Ree. Kami dari Yuet dan ini surat dari Loka Fugk sebagai bahan
pertimbangan anda mengijinkan kami meminta salinan dokumen rahasia”. Ein
memperlihatkan tanda pengenalnya dan surat dari Loka kepada wanita tersebut.
“Silahkan ikuti saya. Tetapi sebelum
itu tempelkan chip ini di leher kamu dan temanmu itu”, pinta wanita berambut
pendek tersebut sambil menyerahkan dua buah chip seperti pin sekecil koin
kepada Ein.
Lhun yang terlihat sedang
mengamati bagan pengurus gedung di salah satu sisi dinding diruangan itu,
langsung di panggil Ein. “Lhun. Pakai chip ini”.
Wanita yang membawa koper itu mendatangi Ein dan
mengambil chip ditangan temannya itu. “Di pasang dimana?”.
Ein memasang chip itu di lehernya yang kemudian di
ikuti oleh Lhun.
“Kalau tidak keberatan, koper itu di tinggal saja di
meja saya”, pinta wanita petugas itu.
Lhun menatap wajah Ein
seolah-olah meminta persetujuan yang di balas dengan kedipan dan anggukan kecil
dari Ein. Lhun meletakkan kopernya di atas meja wanita tersebut.
“Ayo silahkan ikut saya. Perlu
pemandu khusus untuk menemukan data di ribuan rak arsip. Kalau tidak, kalain
bisa tersesat diantara rak-rak yang menjulang tinggi ini”.
Lhun dan Ein mengikuti langkah
wanita tersebut. Tit! Sebuah sensor berbunyi tanda mereka berdua sudah
terdeteksi oleh sistem chip pengawas ruangan tersebut. Sangat ketat sekali
pengamanan di ruangan itu. Tentunya itu masih dalam keadaan wajar mengingat
ruangan tersebut merupakan ruangan arsip chip-chip yang mungkin merupakan data
penting dan rahasia di Fugk. Beruntung Yuet adalah salah satu organisasi
Internasional yang diperbolehkan mengetahui rahasia-rahasia wilayah di Naolla.
Organisasi Yuet tentu bukanlah organisasi sembarangan. Mereka semua memiliki
penyamaran yang sangat baik dan tidak tertandingi untuk menjaga ke rahasiaan
data yang mereka kumpulkan. Bahkan ID mereka satu pun tidak ada yang benar,
namun mereka bisa dikenali lewat ID yang diberikan khusus oleh Yuet. Semua orang
Yuet adalah rahasia.
Di kiri dan kanan mereka tersusun
rapi kotak-kotak chip berbagai fungsi, jenis dan bentuk di rak-rak yang menjulang
tinggi. Lhun yang berjalan paling belakang sesekali memperhatikan chip-chip
tersebut. Hingga tanpa dia sadari kalau dia sudah kehilangan jejak Ein dan
wanita pemandu mereka.
“Ein?! Dimana kamu? Woy!”. Lhun
berlari menuju ujung blok susunan rak tersebut tetapi tidak dia temukan Ein.
Lhun berlari masuk ke blok kanan, masuk lagi ke kiri dan lurus kedepan tetapi
tidak dia temukan keberadaan temannya
itu. Lhun mulai takut. “Aduhhh… bagaimana ini? Jalan masuknya saja aku lupa.
Semua blok tampak sama!”. Dia mencoba mengingat-ingat jalan masuk ke blok itu,
sambil berjalan, namun tidak berhasil juga. Lhun mencoba menghubungi Ein lewat
alat ditelinganya tetapi tetap tidak bisa. Kemudian dia coba menghubungi bos
nya. “Bos. Aku tersesat di antara rak-rak arsip…”.
Sahutan dari bos.
“Aku sudah mencoba menghubunginya
tetapi tidak bisa. Bagaimana ini bos? Aku sungguh tidak tahu harus berbuat apa”,
jawab Lhun yang agak gelisah.
Bos Yuet memberikan pendapatnya.
“Ruangan steril? Jadi sekarang
Ein berada diruangan steril? Lalu bagaimana aku bisa menghubuginya? Aku juga
tidak ingat jalan masuk ke blok ini bos. Aku tersesat. Ruangan ini seperti
labirin besar”.
Bos berusaha menenangkan Lhun.
“Baik bos”. Lhun mematikan
sambungan suaranya dan memutuskan untuk masuk ke blok kiri. Tiba-tiba terdengar
suara dari arah chip di lehernya. “Ada apa lagi ini?”.
“Tuuuuuuuwww.. Tuw-tuw….
Tuwww…..”. Seekor hewan mirip udang berwarna kuning sebesar kucing, kakinya
mirip kepiting namun hanya dua buah, matanya mirip barbel dan terhubung di
kepalanya seperti huruf ‘T’ tiba-tiba menghampiri Lhun yang sedang dalam
kebingungan. Matanya sedih permanen dan dia terbang. “Tuw-tuw-tuw!”. Hewan itu
mendatangi Lhun.
“Wah lucu sekali…”.
“Tuw! Tuw-tuw!”.
Tampaknya hewan itu ingin
menunjukan jalan pada Lhun.
“Aku mengikuti kamu?”.
“Tuw! Tuw-tuw-tuw!!!”. Dia
terbang perlahan meninggalkan Lhun untuk menunjukan arah.
Lhun mengikuti hewan tersebut.
Masuk blok-blok, belok kiri, kanan, lurus, kanan, kanan, kiti, kiri dan
belokan-belokan lain hingga akhirnya tiba di tempat Ein dan petugas wanita.
“Tuwww…..”. Hewan itu terbang cepat
lalu kemudian hinggap di bahu wanita petugas.
“Ein?!”. Lhun mendatangi temannya
itu.
Ein yang sedang sibuk melihat
kertas salinan data yang diberikan petugas wanita menoleh kearah Lhun. “Kemana
saja sih kamu? Di sini jangan sampai terpisah dari pemandu. Tapi kalau mau
tersesat, silahkan saja”.
“Iya maaf, Ein… Hehehe…”. Lhun cengengesan
menunjukan deretan giginya yang rapi dan kecil-kecil.
“Kami juga baru sadar belakangan
ini kalau pemuda itu berbeda. Itu cetakan data dari chip pendeteksi di rumah
makan Fugho Aruh, 61 tahun lalu. Kami bahkan tidak percaya kalau Zo sudah ada
sejak pemerintahan Loka Olbu. Fisiknya terlalu muda untuk umurnya”, kata wanita
pemandu sambil menonaktifkan layar pencetaknya.
“Itulah yang menjadi tugas kami
kali ini. Kami di suruh oleh seseorang untuk menyelidiki Zo”, kata Ein.
“Sudah cukup kah data itu?”,
tanya wanita pemandu.
“Saya rasa sudah cukup. Kalau
tidak keberatan, bisakah ibu mengantar kami keluar ruangan ini sekalian
mengambil koper kami?”, tanya Ein.
“Baiklah. Mari saya antar.
Terimakasih ya Tuw-ruw. Kamu masuk sana”, pinta petugas wanita itu pada hewan
yang masih berada di bahunya.
“Tuw-tuw!”. Hewan itu langsung
terbang dan pergi.
Sang wanita pemandu kemudian mengajak
Lhun dan Einsuar mengikutinya untuk meninggalkan tempat itu dan menuju kearah
depan.
.***
Angin lembut bertiup ke utara
Naolla. Halaian bulu-bulu berwarna biru ikut tertiup dan sebagian singgah di
atas kristal langit. Namun sebuah bulu terlihat menempel di sisi sebuah kristal
kecil. Bulu itu diam terdorong ke sisi kristal dan setelah angin berlalu,
secara perlahan bulu itu turun ke bawah. Bulu itu memang memiliki berat yang
sangat kecil sehingga terlihat turun lemah berayun-ayun. Ribuan bulu diatas
langit Naolla seakan-akan seperti sebuah hujan yang datang dari langit.
Bulu-bulu tersebut berserakan di angkasa sehingga menambah indahnya langit
jingga yang bertabur kristal tersebut.
***
Sunyinya hutan yang ditumbuhi
pepohonan tinggi membuat semua suara terdengar jelas ditelinga. Entahlah
suara-suara apa itu karena saking banyaknya suara hewan di hutan lebat
tersebut. Ada suara auman, lenguhan atau suara-suara dedaunan yang tergesek
sesuatu. Gelapnya langit karena malam membuat suasana semakin tidak
menyenangkan. Semua itu di perburuk dengan merahnya bulan sabit yang tergantung
di langit Naolla. beberapa hewan terlihat terbang melintasi bulan besar itu.
Dari arah hutan terlihat setitik
cahaya muncul. Oh, tidak. Ada dua cahaya muncul dari dalam gelapnya hutan.
Semakin lama semakin dekat cahaya itu. Tampaknya itu adalah obor yang sedang di
bawa oleh dua orang Naolla. Untuk apa ada orang malam-malam begini berkeliaran
di hutan yang lebat dan gelap? Suara gesekkan langkah kaki mereka dengan
dedaunan kering terdengar konstan dan
jelas.
“Anm, aku mengantarmu sampai sini
saja ya. Aku takut kembali ke gua kalau mengantarmu lebih dari sini”, kata
seorang anak laki-laki berambut keriting pada temannya yang berhidung mancung.
“Ya sudah. Hati-hati ya Buggu.
Terimakasih kamu bersedia mengantarku sampai sini”, kata Wooh Anm.
Buggu mulai berbalik badan dan
meninggalkan Anm. Dia menoleh sebentar. “Anm! Hati-hati!”, teriak Buggu.
Anm yang sudah jauh menyahuti
sahabatnya itu. “Tolong sampaikan pesanku pada ayah dan ibuku. Aku janji akan
kembali lagi ke gua jika aku sudah hebat nanti”.
“Kamu jaga diri baik-baik di
Mele. Cepat kembali ya”, pinta Buggu.
Kedua sahabat itu pun kembali
melangkahkan kaki berlainan arah.
Wooh Anm saat itu masih berusia
sembilan tahun. Dia yang selalu tinggal dan menjalani hidup di sekitar gua Xun
Axi merasa harus segera pergi dan membuat perubahan pada nasib sukunya. Sebagai
suku terpencil, suku Kkukje memang perlu mengejar ketertinggalannya dari suku
lain di Naolla. Oleh sebab itulah Anm kecil berniat untuk mencoba menggali ilmu
di wilayah kerajaan tetangga bernama kerajaan Mele.
Dia adalah anak yang akan menjadi
Gemun Y54. Walaupun Anm masih belum menyadarinya tetapi di beberapa kesempatan
dia pernah merasakan bahwa ada yang aneh dalam dirinya. Seolah-olah ada suara
atau bisikan yang menyuruhnya untuk terbang ke langit. Anm adalah Anak kecil
yang terlihat biasa-biasa saja dan malah terkesan sangat biasa. Tidak ada hal
yang menonjol dari diri Anm ketika berada di lingkungan tempat tinggalnya. Perawakannya
kecil dan kulitnya coklat terbakar matahari. Dia sama seperti anak yang lainnya
yaitu senang bermain dan sedikit usil. Namun cerita yang sebenarnya bukanlah
berawal dari gua Xun Axi melainkan dari kerajaan Mele.
Gelapnya hutan tak menyurutkan
telapak kaki Anm menginjak tanah lembab di pinggiran sungai. Dengan menyisiri
sungai itu, dia akan tiba di sebuah desa dan bisa melanjutkan perjalanan dengan
menaiki hewan darat khusus transportasi. Biasanya orang Be memanfaatkan Hrite
untuk menjadi binatang transfortasi. Hrite merupakan berang-berang berbulu
jingga dan memiliki kantung suara yang bisa mengembang seperti balon. Ukuran tubuhnya
sebesar kuda dan jalannya cepat sekali sehingga efektif untuk tunggangan.
Kembali ke Anm. Anak itu terus menahan dingin ditubuhnya yang hanya terbalut
sebuah syal di leher dan celana pendek dari kulit kayu. Meskipun udara malam
yang dingin seolah-olah menghantui tubuhnya namun Anm tidak sedikit pun berniat
untuk mambatalkan rencananya tersebut. Ada harapan besar yang dia bawa di
pundaknya. Harapan yang mungkin bisa merubah nasib suku Kkukje di kemudian
hari.
Beberapa saat berjalan, akhirnya
sampailah Anm di sebuah desa di kaki gunung. Hari sudah berganti dengan
jingganya langit dan taburan kristal yang menandakan malam telah usai. Anm
mematikan obor dan meletakkannya di pinggir jalan.
“Aku harap ada pengendali hrite
yang mau mengantarku ke perbatasan desa”, kata Anm.
Anak itu menunggu pembawa hrite
lewat. Dengan penuh harap dia duduk manis di tepi jalan dan sesekali menoleh ke
arah jalanan kalau-kalau ada pembawa hrite yang lewat. Setelah sekian lama
menunggu akhirnya terdengar suara nyaring dari seekor hrite.
“Itu sepertinya suara hrite”. Anm
berdiri lalu menengok ke arah jalanan dan memang benar ada pengendali hrite
sedang menunggangi hritenya menuju ke arah Anm.
“Kuk-kuk-kuuukkkk!!!!.
Anm melambaikan tangannya untuk
memberi tanda kalau dia ingin menumpang hrite itu.
Si pembawa hrite menanggapi
lambaian tangan Anm dan menghentikan hritenya. “Ada apa nak?”, tanya pria
dewasa itu.
“Maaf paman. Bolehkah saya ikut
ke batas desa?”, tanya Anm.
Lelaki bertopi anyaman daun itu
tampaknya iba pada Anm. “Orang tuamu dimana nak?”.
“Tadi aku terpisah dari orang
tuaku. Mereka tidak sadar kalau aku terjatuh dari hrite yang kami tumpangi.
Paman mau kan menolongku?”.
“Baiklah. Silahkan naik”.
“Terimakasih paman”, Anm naik ke
pelana hrite. Dia duduk di depan lelaki dewasa itu.
Lelaki itu mulai mengendalikan
hritenya dan mereka berdua pun mulai menuruni jalanan bukit.
Sementara itu di dalam gua Xun
Axi, Pertc dan suaminya tidak menyadari kalau Anm sudah tidak berada di tempat
tidurnya yang terbuat dari susunan jerami.
“Ermmm…. Huahmmmmmm”. Wooh mulai
bangun dari tidurnya dan dengan agak malas duduk di tempat tidur. Dia mengucek
mata menggunakan tangannya. Dia memandang istrinya yang masih terlelap tidur
lalu langsung mengarahkan pandangan ke tempat tidur Anm. “Kok? Kemana Anm?
Tumben sekali sudah bangun”. Wooh berdiri dan langsung menuju keluar gua. Dia
mencari Anm ke arah sekitar gua namun Wooh tidak menemukan anaknya. “Anm…!!!
Anm…!!!”, panggil Wooh. Tidak ada sahutan.
“Ada apa Wooh? Kok kamu terlihat
sedang mencari sesuatu begitu”, tanya seorang lelaki tua yang berpapasan dengan
Wooh di luar gua.
“Aku mencari Anm, paman. Kamu
melihatnya?”. Wooh masih memperhatikan kawasan di sekitar gua Xun Axi.
“Aku tidak melihatnya. Mungkin
dia mandi ke sungai”.
“Bisa jadi itu. Aku mau ke sungai
dulu, paman”. Wooh melangkahkan kakinya dengan agak tergesa-gesa. Ketika telah
sampai di sungai, tetap tidak dia temukan anaknya. Pria itu mulai gelisah dan
memutuskan untuk kembali ke gua. Dia membangunkan istrinya. “Bu… Bangun… Anm kemana?”.
Dengan malas Pertc bangun dan
membuka mata. “Mungkin lagi main sama Buggu…”.
“Tidak ada bu. Aku melihat Buggu
tidak bersama Anm”.
Pertc bangun dari tidurnya dan
langsung mendatangi Buggu yang terlihat sedang bermain di luar gua bersama
temannya.
“Buggu, kamu melihat Anm tidak?”,
tanya Pertc.
Buggu tidak langsung menjawab
pertanyaan dari bibi Pertc. Dia terlihat agak gugup dan diam membisu.
“Buggu? Kamu tahu di mana Anm?”,
tanya Wooh mencoba mengulangi pertanyaan istrinya.
Buggu semakin gugup dan tiba-tiba
dia berlari masuk kedalam gua. Wooh dan istrinya menaruh curiga pada Buggu dan
langsung mengikuti anak itu kedalam gua. Sahabat Anm itu mendatangi ibunya dan
langsung memeluknya. Dia kelihatan ketakutan.
“Ada apa nak?”, tanya ibu Buggu.
Dia bingung melihat tingkah anaknya pagi itu.
Pertc dan Wooh mendatangi Buggu.
“Buggu tolong kamu jawab
pertanyaan paman. Kamu tahu dimana Anm berada?”, desak Wooh yang semakin yakin
kalau anak itu menyimpan sesuatu.
Buggu tiba-tiba menangis sambil
memeluk ibunya. “Ibu… Huuuuuu….”.
Ibu Buggu semakin heran melihat
tingkah anaknya “Ada apa ini Wooh? Kalian apakan anakku?”, tanya ibu Buggu.
“Kami hanya menanyakan keberadaan
Anm pada Buggu, Lezl. Kami tidak berbuat macam-macam padanya”, jawab Wooh.
“Nak… Tolong kamu ceritakan pada
ibu. Ada apa sebenarnya ini?”.
Buggu masih saja menangis sambil
memeluk ibunya.
“Buggu?! Ada apa ini? Tolong
jawab pertanyaan bibi!”. Pertc mulai semakin khawatir melihat reaksi Buggu yang
aneh ketika ditanya mengenai keberadaan Anm.
Ibu Buggu memegang bahu anaknya
tersebut dan melepaskan pelukan Buggu pada tubuhnya. “Ada apa ini Buggu? Kemana
Anm?!”, tanya ibu Buggu.
“Huuu… A-Anm.. S-se-ss-sudah
pergi. Huuuuuu”. Kembali Buggu memeluk ibunya.
Ibu Buggu kembali melepaskan
pelukan Buggu. “Apa maksud kamu Buggu? Ibu tidak mengerti”.
“Aku membantu Anm pergi. Aku
mengantar Anm pergi keluar hutan, bu…”. Buggu kembali memeluk ibunya.
Mendengar pengakuan Buggu, Pertc
langsung mendatangi Buggu dan menarik tangan anak itu dari ibunya. “Apa kamu
bilang? Kamu membantu Anm pergi? Jadi Anm sekarang keluar hutan sendiri?
Hah?!”. Pertc tidak mampu menahan rasa marah, gelisah, takut dan khawatirnya.
Dia menangis.
“Ibu…. Huuuu….”. Buggu mencoba
melepas cengkraman tangan Pertc.
“Lepaskan tangan anakku!”. Ibu
Buggu mendorong tubuh Pertc.
“Hei, Lezl! Anakmu ini sudah
membahayakan nyawa anakku!! Dimana Anm????!!!”. Pertc mengguncang bahu Buggu.
Ibu Buggu tidak terima dengan
perlakuan Pertc kemudian mendorong istri Wooh itu hingga terduduk di lantai
gua. “Jangan salahkan anakku, Pertc. Anakmu saja yang ingin pergi. Buggu hanya
mengantarkannya”.
“Anm… Huuuu.. Dimana Anm? Dimana??
Buggu!!”, bentak Pertc.
“Ibu…. Huuuu… Ibu…”, Buggu
seolah-olah meminta perlindungan dari ibunya.
“Sudah Pertc! Buggu tidak tahu
apa-apa!”, bela ibu Buggu.
“Kemana Anm pergi Buggu….???”.
Derai air mata semakin deras membasahi pipi Pertc.
Buggu ingat kalau dia sudah
berjanji kalau dia tidak akan memberitahu lokasi Anm pada orang tuanya. “Ke
k-k-kota… Huuuu”.
Wooh memeluk istrinya yang sedang
menangis. “Kita cari Anm di kota”.
“Anm…. Huuuuuu”. Pertc masih
menangis tersedu-sedu. Dia khawatir pada nasib anaknya di kota.
Wooh mengajak istrinya ke sekat
tempat tinggal mereka. Dia tahu istrinya pasti sedang gelisah memikirkan putra
mereka yang masih kecil. Dia, sebagai ayah, juga merasakan hal yang sama. Dia
takut Anm kenapa-kenapa di kota sana. Namun dia tidak ingin memperburuk suasana
sehingga dia hanya berusaha menenangkan istrinya.
“Kita akan mencari Anm di kota.
Tenang bu…”.
“Bagaimana aku bisa tenang, kalau
Anm sedang berada di luar sana dan kita tidak tahu dia dimana? Pokoknya aku mau
menyusul Anm sekarang juga!”. Pertc menyeka air matanya dan buru-buru menuju
luar gua. Dia hanya mengenakan pakaian khas wanita suku Kkukje yaitu baju rompi
dan rok panjang terbuat dari daun.
Wooh berusaha menahan Pertc
dengan menarik tangannya. “Jangan tergesa-gesa seperti itu Pertc. Tenangkan
dirimu dulu”.
“Lepaskan aku!”. Pertc menarik
tangannya dari pegangan Wooh dan tetap bersikukuh untuk pergi menyusul Anm.
Wooh berlari kecil menyusul
istrinya. “Kamu mau cari kemana?”.
“Ke kota! Kamu tidak dengar kata
Buggu? Anm pergi ke kota”.
“Iya. Tapi memangnya kamu tahu
kota itu seperti apa? Kamu tahu, hah?!”.
Pertc menghentikan langkahnya dan
langsung memeluk suaminya. “Anak kita Yah… Anm masih kecil…”.
“Kita pasti menemukannya. Kamu
tenang sebentar Pertc”.
Pertc mulai agak tenang dan
melepas pelukannya pada Wooh. Dia menyeka air matanya dan kembali masuk ke
dalam gua. Dia mendatangi Buggu. “Maafkan bibi Buggu. Bibi sudah memarahimu…”.
Buggu yang sedang duduk membalas
ucapan Pertc, “Aku yang salah bi. Aku yang membiarkan Anm pergi. Seharusnya aku
membangunkan bibi dan paman”.
Pertc memeluk Buggu. Dia tampak menyesal
telah memarahi anak itu.
Sementara di salah satu wilayah
di Be, Anm baru saja sampai di salah satu pertigaan batas desa. Dari situ
rencananya dia akan mencoba berjalan ke pelabuhan untuk menumpang ke wilayah
kerajaan Mele.
“Terimakasih paman…”, ucap Anm
pada lelaki yang mengantarnya menggunakan Hrite.
“Sama-sama. Semoga cepat bertemu
dengan orang tua mu, ya Anm”. Pria baik itu melanjutkan perjalanannya.
“Iya paman”. Anm langsung berlari
menuju salah satu belokan jalan di pertigaan tersebut.
“Kuuuuuuukkkkk… kukkkkkkk”, suara
Hrite terdengar semakin menjauh dari pertigaan.
Kerumunan orang mulai terlihat di
depan mata Anm. Kesibukan para penumpang kapal terlihat memadati pelabuhan
kecil tersebut. Anm tentu tidak punya pilihan selain berpura-pura menjadi anak
dari salah seorang penumpang kapal agar bisa masuk kedalam kapal penyeberangan.
Untuk memuluskan rencananya, terpaksa Anm mencuri baju anak-anak dari dalam
sebuah tas yang tidak terlalu di perhatikan oleh pemiliknya di tempat menunggu
keberangkatan kapal. Sebuah baju berwarna hijau berhasil dia dapatkan dan Anm langsung
pergi ke kamar mandi untuk memasang baju tersebut. Dia terlihat cocok dengan baju
yang dia kenakan.
“Tuuuuuttttttt….”, suara peluit
kapal berbunyi untuk memberitahukan bahwa kapal akan segera berangkat.
Anm mulai memikirkan cara terbaik
agar bisa melewati pengecek tiket yang berjaga di depan pintu masuk kapal. Mata
cerdasnya melihat seorang wanita dewasa yang sedang membawa tas besar. Dengan
segera Anm berlari mengikuti wanita itu dan memegang tas si wanita. Di dekat
pintu masuk, Anm yang berada disamping wanita itu di sangka petugas pengecek
tiket adalah anak dari si wanita pembawa tas besar sehingga dia membiarkan Anm
masuk. Pada umumnya anak-anak penumpang tidak dipunguti tiket atau gratis.
“Silahkan masuk bu”, kata petugas
peminta tiket setelah mengecek ke valid-an tiket wanita itu.
Si wanita tidak menyadari dengan
keberadaan Anm yang mengikutinya di belakang. Dengan acuh dia terus saja masuk
dan menuju arah dalam kapal. Anm yang sudah merasa aman, akhirnya mulai berlari
mendahului wanita tersebut yang tampaknya tidak begitu memperhatikan Anm.
Inilah awal dari penemuan jati diri
Anm sebagai seorang Gemun. Semua terasa begitu saja mengalir damai di kehidupan
Anm. Di kerajaan Mele, dia bertemu dengan seorang laki-laki dewasa berumur
sekitar 40 tahun bernama tuan Aiju. Secara tidak sengaja, Anm yang sedang
tertidur di dekat sebuah tembok rumah warga berjumpa dengan tuan Aiju yang saat
itu menjadi pasukan yuari Mele. Karena iba pada Anm, dia mengajak Anm
kerumahnya dan tinggal bersama. Anm sangat senang dengan ajakan tuan Aiju dan
mau tinggal bersama pria itu.
Anm sudah di anggap seperti anak
sendiri oleh tuan Aiju. Setiap hari Anm di latih mempelajari linggi dan
menemukan azzo untuk dirinya sendiri. Tuan Aiju kemudian memasukkan Anm kesekolah
dan dia benar-benar sudah mengangkat Anm menjadi anaknya. Namun karena tuan
Aiju pula, Anm menjadi pribadi yang berbeda dan memiliki sikap kasar. Tuan Aiju
ternyata merupakan salah seorang yuari yang tidak suka dengan pemerintahan raja
Mele. Dia dan beberapa yuari khusus mencoba menyampaikan pengaruh mereka
tentang kerajaan yang dianggap hanya sebagai tempat pengekang. Mereka ingin
Mele menjadi sebuah wilayah saja bukan kerajaan. Dengan begitu kekuasaan raja
akan di gantikan oleh Cekai.
Anm kecil telah tumbuh menjadi
pemuda tinggi, gagah, hebat dan sangat ambisius. Otot tubuhnya semakin
terbentuk berkat latihan yuari. Anm sudah menjadi seorang yuari Mele yang hebat.
Semenjak lulus dari sekolah bidang keahlian azzo angin, Anm langsung diterima
di pasukan yuari pertahanan. Umurnya saat diterima menjadi pasukan yuari yaitu
15 tahun. Dengan kegigihan dan kehebatannya, dia berhasil menjadi ketua yuari pertahanan
di usia yang sangat muda yaitu 22 tahun.
Pada walanya kerajaan Mele tidak
berhasil di rubah menjadi wilayah karena pengaruh yang ditanamkan Aiju sudah memudar
sesudah kematiannya. Namun ternyata di benak Anm sudah tertancap sempurna
pengaruh tuan Aiju sehingga dia mulai menyusun kekuatan tempur untuk menyerang
raja Mele. Beberapa tahun dia berjuang mewujudkan ambisinya menjadi Cekai dan
akhirnya pada usia 35 tahun dia berhasil meruntuhkan kerajaan Mele dan menjadi
Cekai pertama Mele.
Sinag itu, Cekai Wooh Anm sedang
berjalan melakukan inspeksi ke sebuah pelatihan yuari. Dia didampingi oleh
beberapa yuari berbadan tegap dibelakangnya. Cekai memasuki gerbang tempat
pelatihan itu yang di sambut dengan ramah oleh penunggu pintu gerbang.
“Silahkan masuk tuan”, kata salah
seorang penjaga pintu.
Anm dengan gagahnya masuk kedalam
tempat pelatihan tersebut dan langsung mendatangi calon-calon yuari yang sedang
berlatih fisik di lapangan terbuka.
“Hormat yuari!”, perintah pelatih
pada anak didiknya ketika melihat kehadiran Cekai Anm.
Maka serempak semua yuari
menghentikan kegiatannya, membentuk barisan rapi dan langsung mengepalkan
tangan kanan mereka dan menempelkannya di dahi masing-masing.
Cekai pun melakukan hal yang
sama, kemudian berkata, “Sadio iola!”.
“Sadio iola!”, sahut para calon
yuari serempak.
“Maaf mengganggu kegiatan kalian
sebentar. Bagaimana kesiapan fisik dan mental kalian untuk menjadi yuari Mele?
Siap?!”, tanya Anm bersemangat.
“Siap tuan!”, jawab para yuari
serempak.
Anm tersenyum bangga. “Bagus…
Tingkatkan latihan kalian dan teruslah mempelajari hal baru. Jangan pernah
takut bermimpi bahkan untuk mimpi terburuk sekalipun. Bermimpilah selagi kalian
bisa bermimpi. Saya lihat kalian sudah memiliki kemampuan yang memadai untuk
segera menjadi yuari. Kalian semua akan menjadi yuari terkuat di Naolla. Saya
berani menjanjikan itu. Saya dan lembaga teknologi Mele sedang mengembangkan
alat untuk merubah azzo menjadi senjata selain linggi. Linggi itu kuno dan
tidak efektif untuk beberapa penggunaan. Kita akan melampaui Fugk yang terkenal
dengan penemuan-penemuannya. Kita besar! Sudah cukup kita menjadi wilayah yang
tertinggal. Siap atau tidak, kalian harus siap menjadi yuari pertama dalam
sejarah Naolla yang bisa merubah azzo menjadi berbagai macam senjata tajam.
Maka dari itu, pada kesempatan kali ini saya sebenarnya ingin menyampaikan
hasil rapat petinggi Mele bahwa minggu depan sistem pengajaran penguasaan
linggi akan diperketat untuk menyaring orang-orang pilihan yang bisa di
masukkan kedalam pasukan elit, Truw Azzo. Kalian paham?!”.
“Paham tuan!”.
“Baiklah. Saya mau mengecek
ruangan terlebih dahulu. Silahkan kalian lanjutkan latihan”. Cekai meninggalkan
lapangan itu setelah melakukan hormat yuari dan di balas oleh para yuari.
Cekai berjalan menuju ruang kelas
dan terlihat mengamati keadaan ruangan belajar.
***
Seorang laki-laki pendek dan berbadan
gemuk sedang berada didalam sebuah ruangan yang gelap. Dari asap yang mengepul
di udara, tampaknya lelaki itu sedang mengisap rokok sambil duduk di bangkunya.
Treeetttt… Pintu ruangan itu
tiba-tiba terbuka dan masuklah dua orang gadis cantik yang tak lain adalah
Einsuar dan Lhun Angde. Mereka menyerahkan data-data mengenai Zo yang telah
dikumpulkan dari beberapa sumber.
“Ini bos, data yang bisa kami
kumpulkan sampai saat ini?”. Ein menyerahkan beberapa lembar kertas pada lelaki
itu.
Dia mengambil berkas tersebut dan
langsung menyimpannya didalam laci meja. “Fuuhhhhh…”. Dia menghembuskan asap
rokoknya. “Silahkan keluar. Tugas kalian sudah selesai untuk hari ini”.
Lhun terlihat cengar-cengir
seperti ingin meminta sesuatu.
“Apa Lhun?”, tanya lelaki itu.
“Bos pura-pura tidak tahu saja.
Bojce untuk kami mana bos? Hehehe… Mau makan ini”, pinta Lhun.
“Besok saja ya?”.
“Yah… Bakalan kelaparan deh”.
Lhun agak lesu.
“Ya sudah. Kamu minta dengan
Dreve. Bilang aku yang suruh”.
“Sungguh bos? Terimakasih bos ganteng…
Kami pergi dulu… Selamat membaca berkas”. Lhun menarik tangan Ein untuk segera
meninggalkan ruangan itu.
“Permisi bos…”, kata Ein.
Setelah keluar, mereka kembali
menutup pintu ruangan itu.
Jauh di kota Mito, Fiko sedang
bekerja ship malam. Disana dia bekerja sebagai pelayan restoran di sebuah rumah
makan. Ada banyak orang asing yang berkunjung ke restoran di malam itu. Fiko
yang tinggi, gagah, berotot dan memiliki senyuman yang manis terlihat sibuk
melayani para pembeli.
“Tunggu sebentar ya Nona”, kata
Fiko dan segera pergi mengambilkan pesanan nona berkebangsaan Inggris itu.
Beberapa pengunjung terlihat
sedang menikmati makanannya sedangkan beberapa orang lainnya masih menunggu
pesanan sambil mendengarkan alunan musik.
Sejenak kita biarkan Fiko bekerja
dan mari kita tengok kegiatan Zo di rumah Fiko. Zo agak bosan dan suntuk ketika
tinggal sendiri dirumah sehingga Zo memutuskan untuk keluar dan berjalan-jalan
di sekitar kawasan rumah Fiko. Zo melihat ada seorang pria sedang bermain
basket di lapangan yang disediakan untuk umum tersebut.
“Permainan apa itu? Sepertinya
menarik”. Zo menghampiri pria yang sedang menghentak-hentakkan bola basket di
lapangan.
Pria berperawakan tinggi,
badannya bagus, tampan, berhidung mancung dan sepertinya keturunan orang Jerman
itu kemudian melempar bola yang dia hentak-hentakkan kedalam keranjang yang
tinggi. Bola itu akhirnya masuk kemudian jatuh ke bawah karena keranjangnya
bolong.
“Wow! Kelihatannya asyik tuh.
Boleh aku mencobanya?”, tanya Zo.
Pria tampan itu menoleh ke samping
dan langsung tersenyum. “Boleh. Silahkan saja. Ini bolanya”, pria itu
menyerahkan bola basket pada Zo.
Zo agak bingung dan tidak tahu
harus seperti apa memasukkan bola itu ke dalam keranjang yang tinggi. “Apa yang
harus aku lakukan pada bola ini?”.
Pria tampan itu mengernyitkan
dahi. “Kamu belum pernah bermain basket ya?”.
Zo menggelengkan kepalanya.
“Ya sudah, sini aku ajari. Kamu
berdiri disini”, pinta pria itu sambil menunjuk tempatnya berdiri. “Kamu
posisikan kaki seperti ini dan lempar saja bola itu ke sana”.
“Aku coba dulu”. Zo melakukan
seperti apa yang di contohkan pria itu lalu dia lemparkan bola basketnya kearah
keranjang. Syut! Bola itu melenceng jauh dari target.
Pria itu mengambilkan bola untuk
Zo. “Coba lagi…”.
Zo kembali mencoba memasukkan
bola kedalam keranjang namun masih gagal. Beberapa kali dia mencoba dan
hasilnya tetap sama.
“Lihat aku ya”. Pria tinggi itu
mencontohkan cara melempar bola yang benar dan dengan sekali lempar saja, dia
berhasil memasukkan bola itu kedalam keranjang.
“Wah hebat. Kamu memasukkan bola
hanya dengan satu kali lemparan”, puji Zo. “Kamu punya tubuh tinggi sih,
makanya gampang”.
“Memang sih pemain basket pada
umumnya memiliki postur tubuh tinggi”.
“Aku lihat kamu main saja ah…”.
Zo menyingkir ke pinggir lapangan dan duduk lesehan.
Mungkin karena sudah capek, pria
tampan itu pun menghentikan permainannya dan duduk di sebelah Zo. “Oh iya, kita
belum kenalan. Namaku Marcel. Nama kamu siapa?”. Dia menjulurkan tangan.
Zo menjabat tangan Marcel.
“Namaku Zo. Kamu hebat sekali main bola itu. Apa nama permainan yang kita
mainkan tadi?”.
“Itu namanya basket. Basket
adalah salah satu olahraga kesukaanku karena menurutku olahraga basket adalah
olahraga yang keren”.
“Sekeren kamu. Hahaha”, canda Zo.
“Kamu tinggal dimana?”.
“Itu di apartemen yang ada
dibelakang kita”.
Zo menoleh kearah belakang untuk
melihat apartemen yang dimaksud Marcel.
“Ternyata dekat ya”.
“Kalau kamu?”.
“Aku tinggal dengan temanku di
rumah dekat toko roti di depan jalan ini”.
“Kapan-kapan aku bisa main dong?”.
“Boleh. Silahkan saja”.
Mereka berdua terlihat saling bercerita dan mulai akrab. Di
antara terangnya kota Mito yang terlihat indah dan memukau mata siapa saja,
mereka mulai berbagi kisah. Kejenuhan Zo akhirnya sedikit bisa terobati malam
itu. Marcel adalah orang bumi pertama yang dia kenal dan mungkin pertemanan
mereka bisa berlanjut.
Bulan sabit terlihat cukup indah
dilangit malam itu. Milyaran Bintang berwarna-warni berkedip-kedip manja pada
siapa saja yang melihatnya. Sementara itu udara kota Mito yang dingin terasa
mulai menusuk tulang. Sungguh indah dunia ini…
up date lagi dongk min naollanya...
BalasHapusterlanjur seru nih...
novel aslinya di jual nggak???
pengen punya novelnya..
haha
If you would like an alternative to casually picking up girls and trying to figure out the right thing to do...
BalasHapusIf you would prefer to have women chase YOU, instead of spending your nights prowling around in crowded pubs and night clubs...
Then I urge you to watch this eye-opening video to unveil a weird little secret that might get you your very own harem of sexy women:
FACEBOOK SEDUCTION SYSTEM!!!