“DUARRR….
TRAK-TRAK-TRAK… SRAKKKKK… PLAK! ZRRRSSSSS… … … … … WUSHHHHH… HHHH…
SYUUUTTTTT….. DASH! SYUUUUTTTTT….”.
Sebuah kristal mirip pulau
terapung itu hancur berkeping-keping. Padahal tidak mudah bagi orang Naolla
untuk memecahkan kristal langit. Malah bisa dibilang mustahil. Namun itulah
yang terjadi. Bebatuannya terpencar kesegala arah dan jatuh bebas kebawah.
Langit yang berwarna jingga menjadi saksi bisu pertarungan antara seorang Coleo dengan Gemun Y54. Coleo adalah
sebutan untuk makhluk utusan Dewa di Naolla. Tubuh kecil sang Coleo terlempar
jauh ke angkasa dengan keadaan yang sudah sangat lemah dan babak belur.
Luka-luka di tubuhnya mengeluarkan darah segar dan sesekali menetes kemudian
tersapu angin. Sayap besar berwarna birunya berlumuran darah sampai basah. Meskipun
dia memeiliki kemampuan meregenerasi helaian bulunya secara cepat, tetapi
dengan keadaan seperti itu rasanya sungguh mustahil. Dia mengerahkan semua
tenaga yang tersisa untuk merontokkan helaian bulu yang tumbuh disayap
punggungnya lalu kemudian meregenerasinya secara cepat namun karena tenaganya
telah habis, Coleo itu tidak sanggup lagi untuk mengepakkan sayapnya. Dia pun
pasrah jatuh dari angkasa dan mungkin akan mendarat di Naolla.
Langit Naolla memang sangat unik.
Angkasa di Naolla memang sangat tinggi dan sulit terjangkau oleh orang biasa.
Orang Naolla percaya kalau di ujung langit Naolla tersebut terdapat pintu rumah
para dewa sehingga mereka percaya jika ada orang yang bisa mencapai ujung
langit Naolla dan kembali dengan selamat, maka dia adalah orang yang bisa lebih
dekat dengan dewa dan semua orang Naolla akan sangat menghormatinya. Namun
selama ini tidak ada satu orang pun yang mampu mencapai batas angkasa Naolla
dan kembali dengan selamat kecuali satu orang yaitu Gemun Y54.
Wajah tampan Coleo itu memang
sudah sangat kotor oleh debu, luka maupun lebam disana sini. Tubuhnya terus
turun kebawah dengan perlahan namun pasti. Tangannya sudah lemas dan terlalu
sakit untuk digerakkan. Sayapnya tidak sanggup lagi untuk berkepak sehingga dia
hanya bisa pasrah jatuh kebawah.
Coleo itu bukan tidak mempunyai
nama. Namanya adalah Zo Agif Ree dan merupakan Coleo Arbi, sebutan untuk Coleo
besayap, pertama yang di turunkan ke Naolla. Zo, orang biasa memanggilnya. Pada
awalnya, dia diutus dewa untuk menggagalkan rencana salah seorang keturunan
suku Kkukje yang ingin mencoba menuju ujung angkasa Naolla. Para dewa di langit
Naolla sepakat untuk tidak memperbolehkan seorang makhluk pun mengetuk pintu
rumah para dewa di angkasa. Mereka takut, kalau itu di biarkan maka akan
membuat orang itu congkak dan menimbulkan kesalah pahaman dalam anggapan orang-orang
Naolla.
Kuping Zo terlihat lecet dan
merah. Kuping itu seolah-olah mendengar sesuatu yang entah apakah itu. Didalam pikiran
Zo dia menerawang jauh pada saat dimana dia diutus dewa untuk turun ke Naolla
pertama kalinya.
“Kami para dewa sepakat untuk
mengutusmu ke Naolla. Ingat! Misimu adalah menghentikan Gemun Y54 sebelum
sampai di ujung angkasa Naolla. Jika kamu berhasil, maka aku akan mengabulkan
satu permintaanmu”, kata salah seorang dewa.
Zo membungkukkan badan untuk
menghormati keputusan dewa lalu dia berkata, “Baik dewa. Hamba akan
melaksanakan tugas sebaik mungkin. Percayakan semuanya pada hamba. Jika misi
ini gagal, biarlah hamba selamanya tinggal di Naolla”.
“Berangkatlah Coleo. Kamu
sekarang kami beri nama Zo Agif Ree untuk mepermudahkanmu menjalankan misi di
Naolla”, kata salah seorang dewa lain.
Dengan segera pintu rumah para
dewa terbuka dan tampaklah pancaran langit putih diluar sana. Zo mundur
perlahan lalu setelah dirasa sudah cukup dekat dengan pintu, dia keluarkan
sayap birunya kemudian mengepakkannya untuk turun ke Naolla. Dari atas sana,
tidak tampak bentuk Naolla. Letak ujung angkasa yang sangat jauh ditambah lagi
Naolla yang kecil tidak begitu terlihat disini. Namun ada sebuah bintik kecil
didepan Zo yang dia yakini sebagai Naolla. Dia mulai mengepakkan sayapnya
sesekali untuk mengatur laju meluncur ke Naolla. seperti burung falcon, Zo
menukik cepat menuju Naolla. Beberapa menit kemudian, dia akhirnya sampai
disalah satu tempat di Naolla.
Srakkkk…. Bunyi tanah yang
terinjak kaki Coleo itu. Bulu-bulu sayapnya ada beberapa yang rontok dan
beterbangan. Dari posisi jongkok, Zo mulai bangkit dan berdiri. Dia amati
suasana tempat dia mendarat dan hanya tampak kayu-kayu mati dan rumput-rumput
berdaun panjang yang tumbuh. Di hadapannya terlihat sebuah bukit kecil. Wilayah
yang diinjaknya kali ini adalah padang savana sehingga keadaan alamnya cukup
gersang Dengan tatapan bingung, dia mulai berjalan menuju atas bukit tersebut. Sayapnya
dia hilangkan agar menghindari kecurigaan orang-orang. Diatas bukit, matanya
yang indah langsung menangkap sebuah kota yang tampaknya cukup ramai
ditinggali.
“Sepertinya disana aku akan
menemukan informasi”.
Segera Zo mulai mengembangkan
sayapnya dan kembali terbang menuju kota itu. Kota yang bangunannya didominasi
oleh dinding bata merah dan cukup mecolok dilihat dari atas bukit itu menjadi
tujuan pertama Zo di Naolla.
Zo terbang melintasi padang
savana dan ini benar-benar wilayah baru baginya. Hewan-hewan aneh banyak
menghuni daratan itu. Pepohonan yang sebagian mati juga menyapa kehadirannya.
Zo benar-benar kagum dengan keindahan di Naolla terutama daerah yang dilihatnya
kali ini.
“Aku harus segera menemukan Gemun
Y54 untuk menghentikannya menuju ujung angkasa Naolla”.
Zo masih terus terbang rendah dan
setelah dekat dengan perkotaan yang dia tuju, Zo turun dan menghilangkan
sayapnya. Dengan santai dia berjalan memasuki gerbang kota dan tampaklah
deretan bangunan besar nan megah yang begitu mempesona pandangannya.
“Arrrrrrrhhhh!!!”. Seekor Dretaju
sedang sibuk menarik sebuah gerobak besar berisi bahan makanan.
Aktifitas warga disana terlihat
sibuk. Tampaknya ada transaksi jual-beli yang terjadi. Orang-orang hilir mudik
di kawasan tersebut. Meski agak kurang mengerti dengan kehidupan orang-orang
disana, Zo berusaha terlihat membaur dengan orang Naolla.
“Bu, aku ambil sekarung Rungk
ya”, pinta salah seorang wanita paruh baya pada penjual makanan.
Rungk adalah telur Jolet, sejenis
ular bersisik duri dan berkepala kotak, yang biasanya dijadikan bumbu masakan
di Naolla.
“Mau diantarkan kerumah?”, tanya wanita
penjual rungk.
“Boleh. Alamat saya sudah tahu,
bukan?”.
“Sudah tahu dong. Nanti saya
suruh anak buah saya mengantarkannya kerumah ibu”.
“Terimakasih bu. Ini Bojce-nya.
Saya tunggu ya”.
“Terimakasih kembali. Ibu tinggal
terima beresnya saja”.
Wanita pembeli rungk akhirnya
pergi meninggalkan kedai bahan makanan itu setelah membeli sekarung rungk.
Di Naolla, dretaju adalah hewan
yang paling sering digunakan untuk mengangkut barang. Dretaju sendiri adalah
gorila besar berwarna kuning dan berdagu panjang. Kesetian dretaju memang sudah
tidak perlu diragukan lagi. Sekali mereka menganggap majikannya itu adalah
orang yang tepat untuk mereka maka mereka akan setia sampai mati. Maka dari itu
para warga Naolla memilih dretaju sebagai pengangkut barang dan rekan kerja.
Sementara itu, mata Zo menatap
bangunan tinggi di depannya. Bangunan berdinding bata merah di depan simpang
tiga itu tampaknya diperuntukkan sebagai rumah makan. Terbesitlah sebuah
keinginan di benak Zo untuk mencoba makanan asli Naolla.
“Hmppp.. Kayaknya boleh juga nih.
Kira-kira seperti apa ya makanan di Naolla? Aku mau mencicipinya”, kata Zo.
Dengan langkah pasti dia masuk
kedalam salah satu kedai makanan dan duduk di salah satu meja kosong disana.
Tidak berapa lama, Zo di datangi oleh salah seorang pelayan wanita yang masih
muda.
“Mau pesan apa?”, tanya pealayan
itu.
“Makanan Naolla yang enak.
Semuanya”, jawab Zo.
Wanita muda itu agak kurang paham
dengan permintaan Zo. “Maaf tuan. Disini ada banyak jenis makanan. Anda mau
memesan yang mana?”. Dia menyerahkan sebuah buku menu kepada Zo.
Zo melihat buku menu itu dan
menunjuk sebuah gambar makanan yang menggoda seleranya. “Ini. Aku mau makanan
yang ini. Cepat ya”.
“Baik tuan. Silahkan tunggu
sebentar. Kalau minumannya, anda mau minuman apa?”.
“Apa saja yang penting enak”.
“Tunggu ya tuan”. Wanita muda itu
mengambil buku menu dan kemudian meninggalkan Zo sendiri di mejanya.
Wajah Zo cukup manis dan memiliki
hidung mancung. Alis dan bulu matanya agak lebat dan memiliki bentuk wajah yang
oval. Tubuhnya tidak besar dengan tinggi yang hanya sekitar 160 cm. kulitnya
putih dan bibirnya agak merah. Apabila dia tersenyum, tampak manis
kelihatannya. Tetapi sebagai seorang Coleo dia memang belum terlalu mengerti
kehidupan di Naolla. Sesekali dia masih memperhatikan tingkah laku para
pelanggan yang asik makan di rumah makan itu dan dia juga mengamati sebagian
isi ruangan yang tampak klasik. Pernak-pernik lampu penerangan di dalam ruangan juga tak luput
dari pengamatan mata keingin tahuan Zo.
“Permisi tuan. Ini makanan anda”.
Zo menghentikan acara memantaunya
dan langsung menatap kearah makanan yang dihidangkan oleh pelayan tadi.
“Silahkan dinikmati”. Pelayan itu
berlalu pergi.
Melihat makanan yang begitu menggoda, Zo langsung menyantapnya tanpa
menggunakan sendok makan. Tentu saja ini membuat orang-orang disekitarnya agak
aneh melihat kelakuan Zo. Tetapi si orang yang sedang makan tidak menyadari hal
itu dan terus saja melahap makanan yang terhidang dimeja makannya. Dalam
beberapa menit saja, sepiring makanan dan segelas minuman telah habis kedalam
perut Zo. Dia tampak kekenyangan dan tanpa membayar, Zo langsung berdiri dari
tempat duduknya dan ingin meninggalkan rumah makan itu.
Ketika sudah berada didekat pintu
keluar. “Tunggu!”, cegah salah seorang pria dewasa dari arah belakang Zo.
Zo menengok ke sumber suara.
“Maaf tuan. Anda belum membayar
makanan. Silahkan serahkan pada saya beberapa poanuk bojce untuk membayar
makanan anda”, pinta lelaki itu.
“Bayar? Saya harus membayar?
Menggunakan apa?”, tanya Zo agak bingung.
“Ya tuan. Anda harus membayar.
Anda punya bojce, bukan?.
“Bojce?”. Zo menggelengkan
kepala.
Dengan segera lelaki itu mengeluarkan
chip berbentuk segitiga untuk di tempelkan di tangan Zo.
“Apa ini?”, tanya Zo.
“Silahkan anda ikut saya
kedalam”.
Zo yang masih bingung akhirnya
menurut saja dan langsung membuntuti langkah kaki pria itu. Sesampainya
diruangan pria tersebut, dia disuruh membuat pernyataan tertulis diatas kertas bahwa
dia akan bekerja selama tiga hari dirumah makan itu untuk mengganti semua
makanan yang dia sudah makan. Terpaksa Zo menuruti semua perintah dari lelaki
itu karena jika tidak, dia akan di masukan kedalam penjara.
Akhirnya selama tiga hari. dia
menjadi tahanan rumah makan tersebut dan disuruh mencuci pasor-pasor, piring
terbuat dari kayu yang terbagi menjadi dua atau tiga sekat, dan mengepel lantai
rumah makan.
Siang dan malam Zo harus bekerja
disana. Ketika rumah makan itu tutup dia harus mengumpulkan sisa-sisa galas dan
pasor untuk segera dicuci didapur. Walaupun agak lelah melakukan pekerjaan ini,
namun beberapa hari disana dia akhirnya tahu bahwa dia sekarang berada didaerah
Fugk. Fugk adalah sebuah pulau yang dipimpin oleh Loka. Saat itu pulau Fugk
sedang dipimpin oleh seorang Loka bernama Ole Olbu yang berusia sekitar 57
tahun. Meski sudah berumur, tuan Ole masih tampak gagah dan berotot. Sebagai
seorang Loka dia memang terkenal dengan sikapnya yang sangat dermawan dan
bergerak cepat. Di bawah kepemimpinannya, Fugk mulai berkembang dan menjadi
pulau tercepat perkembangannya di Naolla. Maka dari itu, Zo berniat untuk
menuju perpustakaan pulau dan mencari tahu dimana dia bisa menemukan Gemun Y54.
Sebagai Coleo, Zo memang tidak
diberitahu oleh dewa tentang siapakah orang bernama Gemun Y54. Maka dari itu,
dia harus bergerak cepat untuk mencari orang bernama itu di Naolla. Naolla
adalah wilayah yang luas dan sangat mustahil bagi Zo untuk cepat menemukan orang
yang dia cari tersebut tetapi tentu saja dia harus mencari tahu semua hal
mengenai apa saja yang berhubungan dengan Naolla dan mungkin di perpustakaan
Fugk dia bisa menemukan jawabannya.
Selesai mengerjakan tugasnya
dihari terakhir, Zo menutup semua pintu dan jendela rumah makan menggunakan
chip yang tiga hari lalu ditempelkan padanya. Secara otomatis chip tersebut
tidak berfungsi setelah Zo menutup seluruh pintu. Sungguh canggih teknologi
Fugk ini.
Suasana malam yang dingin sangat
membuat tubuh kecil Zo menggigil. Dia menuju kolong sebuah jembatan dipinggiran
kota dan dengan beralaskan karton, tidurlah Zo diatasnya. Kedua sayap birunya
dia munculkan dan berfungsi sebagai selimut tubuhnya. Untunglah bulu-bulu
Arbinya bisa berfungsi disaat yang tepat.
“Huh… Capek sekali. Ternyata di
Naolla harus memiliki bojce untuk makan. Aku harus mencari pekerjaan dulu untuk
bertahan hidup disini sambil aku mencari informasi mengenai orang itu”.
Perlahan-lahan matanya mulai terpejam dan akhirnya terlelaplah Zo diantara keheningan
cahaya bulan merah Naolla.
Zo sebenarnya sudah ada sejak 40
tahun sebelum Hucky Nagaray diturunkan kepada raja Edka Higudasa. Wajah Ray dan
Zo sangat lah mirip dan yang membedakannya hanya status mereka. Ray adalah azzo
sedangkan Zo adalah Coleo. Mereka memang memiliki keabadian yang sama tetapi
keabadian Ray tidaklah mutlak karena jika dia dimiliki oleh orang lain dan
orang tersebut meninggal maka Ray akan musnah bersama tuannya. Lain halnya
dengan Zo, dia hanya bisa mati jika dewa mencabut keabadiannya.
Tubuh Zo terus turun kebawah
menuju dataran Naolla. Di bibirya tergambar sebuah senyum kerelaan yang
membuatnya semakin tenang. Dia memang tidak bisa mati tetapi dewa sudah
mencabut keabadiannya beberapa waktu lalu setelah Zo tergoda untuk berhubungan
badan dengan Fiko Vocare. Meskipun tubuhnya menolak keras pada saat itu tetapi
entah mengapa hatinya tidak bisa menolak keinginan Fiko. Semua kenangan
manisnya di bumi dan di Naolla seakan berdatangan silih berganti hinggap di
ingatannya sebelum jatuh ke daratan Naolla. Gaya gravitasi Naolla memang kecil
diatas sana sehingga tubuh Zo turun perlahan-lahan saja tetapi ketika memasuki
zona terdekat dengan dataran Noalla, maka gaya gravitasinya akan meningkat
tajam.
Cahaya jingga dan kristal-kristal
bening yang bergelantungan di langit Naolla menyilaukan mata Zo. Aliran sungai
membawa riak-riak kecil dan terus mengalir. Jernihnya air sungai dibawah
jembatan itu menggoda Zo untuk bangun dan mencuci muka di aliran air tersebut.
“Huahhhmmm….”. Dia menguap. “Sudah
pagi ya? Aku mau cuci muka dulu ah…”. Blap! Sayapnya dia lenyapkan.
Zo berdiri menuju tepi sungai
lalu menundukkan badan untuk mengambil air yang jernih.
“Brrr.. dingin sekali air sungai
ini”.
Coleo itu mencuci tangan, wajah,
kaki dan berkumur-kumur. Air sungai itu memang jernih dan tampak beberapa
makhluk air kecil sedang asyik berenang didalamnya. Zo melihat keatas jembatan
diatas kepalanya dan tampaklah tanaman-tanaman merambat tumbuh subur dibawah
jembatan tersebut.
“Oookkkkkk.. Ngokkkk… ngokkkk… ngokkkk…”.
Suara melengking dari rean, babi kecil berwarna abu-abu yang memiliki hidung
seperti tapir dan ekor yang panjang seperti ular.
“Suara apa itu?”, tanya Zo pada
dirinya sendiri. Dia bergegas berdiri dan menengok keseberang sungai yang ditumbuhi
rerumputan, makanan rean-rean tersebut. Karena penasaran, maka Zo berjalan
menaiki anak tangga untuk sampai keatas jembatan lalu menyeberangi jembatan
tersebut dan menghampiri pengembala rean.
Suara rumput terinjak kaki Zo
menemani langkahnya. Puluhan rean terlihat sedang asyik menikmati sarapan pagi
ditemani seorang pria muda yang terlihat sedang asyik memotong-motong rumput
untuk dibawa ke kandang rean nanti.
“Pagi… Bisa mengganggu
sebentar?”, tanya Zo.
Pemuda tinggi berperawakan sedang
itu menoleh kesamping, kearah Zo. “Pagi. Ada apa ya?”. Dia menghentikan
pekerjaannya sebentar.
“Aku mau tanya. Kalau mau ke
perpustakaan pulau, arahnya kemana?”.
Pemuda itu berdiri dan ternyata
tubuhnya sangat tinggi, mungkin sekitar 185 cm. “Kamu bukan orang sini ya? Kamu
tanya saja pada orang-orang di kota tentang letak rumah pemerintahan Fugk. Di
sini, semua gedung penting terpusat di komplek rumah pemerintahan Fugk”.
“Oh begitu. Terimakasih ya… Aku
permisi dulu. silahkan lanjutkan pekerjaanya. Aku baru lihat ada hewan seperti
itu”. Zo pun meninggalkan pemuda dan rean-reannya untuk segera menuju komplek
gedung pemerintahan Fugk.
Tetapi baru hendak menyeberang
jembatan, pemuda itu kembali memanggilnya.
“Hei! Tunggu!!”. Pemuda itu
berlari kecil menghampiri Zo. “Oh, iya. Kamu lihat ke sana”, pinta pemuda itu
sambil menunjuk kearah tenggara.
Zo mengikuti arah ujung telunjuk
pemuda itu dan tampaklah sebuah gedung tinggi di kawasan kota. “Itu gedung
apa?”.
“Itu rumah pemerintahan. Nah jika
kamu berpatokan pada gedung itu maka kamu pasti menemukan perpustakaan Fugk.
Mengerti?”.
Zo mengangguk. “Ya… aku paham.
Terimakasih… emmmmm”, Zo ingin menyebut nama pemuda itu.
“Enma, namaku Enma. Kamu?”.
“Aku Zo. Kalau begitu aku mau
menuju perpustakaan Fugk. Terimakasih Enma. Selamat bekerja ya”.
Zo meninggalkan Enma dan
buru-buru menuju lokasi yang dimaksud pemuda itu. Dia melewati jalanan di kota
dan memasuki gang-gang besar sambil sesekali melihat gedung patokannya. Kota
pemerintahan Fugk ternyata cukup besar dan luas. Setelah hampir satu jam berjalan
menuju rumah pemerintahan Fugk akhirnya Zo sampai di komplek pemerintahan
tersebut. Deretan gedung-gedung besar dan memiliki fungsi tersendiri menyambut
kedatangannya. Di kawasan komplek itu banyak orang berlalu lalang. Mungkin
mereka para Yuari Fugk, pengunjung atau staf pemerintah lain yang jelas suasana
disana sangat ramai. Zo menengok kekiri dan kanan untuk mencari gedung
perpustakaan.
“Aduh yang dimana ya?”. Zo agak
bingun juga. Akhirnya dia memutuskan untuk bertanya pada sorang wanita yang
sedang duduk diatas anak tangga didepan sebuah gedung.
“Maaf bu saya mau tanya. Letak
perpustakaan dimana ya?”.
Wanita itu menoleh kearah Zo.
“Oh… Kamu masuk saja kedalam gedung ini. Didalam ada perpustakaan, gedung olah
raga dan lain-lain”, kata wanita itu.
“Terimakasih bu”. Setelah
meninggalkan wanita tersebut, Zo menaiki anak tangga dan masuk kedalam gedung
yang cukup besar.
Banyak orang terlihat berada didalam
gedung. Jejeran ruangan yang terbagi kedalam beberapa fungsi sudah terlihat
disana. Sepertinya gedung itu diperuntukkan bagi para pelajar yang ingin
mendalami ilmu atau bidang tertentu. Setelah melewati gang didalam ruangan yang
sudah semakin menjauh dari pintu masuk, suasaan berubah menjadi hening dan
tidak banyak orang berlalu-lalang disana. Zo berfikir bahwa disitulah letak
ruangan khusus ilmu pengetahuan. Dengan segera Zo mencari ruang perpustakaan
dan akhirnya dia menemukannya. Dia masuk kedalam perpustakaan yang hening dan
ada beberapa orang sedang membaca didalamnya. Zo mulai mencari buku-buku yang
dia butuhkan di rak-rak yang sudah tertata rapi dan setelah dapat, dia
meminjamnya untuk beberapa hari pada penjaga perpustakaan. Coleo itu keluar dan
memutuskan untuk kembali menuju bawah jembatan yang dia gunakan untuk tidur
tadi malam.
Perutnya terasa lapar namun dia
tidak tahu harus kemana mencari makanan. Untunglah alam menyediakan pengganjal
perutnya untuk sementara waktu. Beberapa ikan yang berenang di sungai menarik
perhatian Zo. Dengan kemampuan merubah bulu menjadi besi, dia hujamkan beberapa
helai bulunya ke air dan akhirnya berhasil mengenai beberapa ikan. Zo turun ke
sungai itu dan mengambil ikan-ikan yang sudah tidak beryawa disana. Sayapnya
kembali dia lenyapkan. Dia membawa ikan-ikan itu ke atas tanah dipinggir sungai
dan berniat membakarnya. Zo mulai menyalakan api dan tak berapa lama kemudian
ikan-ikan bakarnya sudah matang dan siap disantap. Tanpa menunggu lama lagi, Zo
akhirnya menyantap makanannya dan ketika selagi asyik makan, tiba-tiba
terdengar seseorang memanggilnya dari arah tangga yang menuju bawah jembatan.
“Hei! Sedang apa?”.
Zo menoleh dan tampaklah Enma si
pengembala rean menuju ke arahnya. “Eh kamu. Lagi makan ikan bakar. Kamu mau?”.
Zo menawari pemuda itu.
“Wow, kelihatannya enak. Tidak
apa-apa kalau aku ikut makan?”. Enma duduk disamping Zo.
“Ambil ini! Makanlah… Santai
saja…”. Zo memberikan Enma seekor ikan bakar.
Enma mengambil ikan itu dan mulai
menyantapnya. “Bagaimana tadi? Sudah ke perpustakaan?”.
“Tuh!”, Zo menunjuk beberapa buku
yang baru saja dia pinjam dari perpustakaan. “Ternyata susah sekali menemukan
perpustakaan Fugk. Terlalu banyak ruangan di sana”.
“Mmmm… Itu karena kamu belum
pernah kesana saja. Buku-buku apa itu?”, tanya Enma.
“Buku-buku pelajaran”.
“Untuk apa memangnya? Kamu mau
masuk sekolah?”.
“Tidak. Ada hal yang aku ingin
cari”.
Mereka akhirnya menyelesaikan
acara makannya. Mereka berdua juga terlihat mulai akrab dan terlibat
perbincangan menarik.
“Gila kamu Enma! Hahaha…
Memangnya kamu pernah sekolah?”.
Mereka tampaknya mulai menceritakan
kehidupan masing-masing walaupun Zo harus berbohong mengenai asal-usulnya pada
pengembala rean tersebut.
“Yah… Kamu tidak percaya aku
pernah sekolah pemula di usiaku setua ini?”.
Zo terlihat menahan tawanya.
“Terlalu tua untuk kamu. Tapi itu bagus juga sih hitung-hitung merasa lebih
muda lagi. Hahaha”.
“Aku memang agak minder juga
masuk sekolah pemula tetapi mau masuk sekolah senior aku juga tidak memenuhi
syarat. Terima nasib saja… Oh iya, kamu tidak mempunyai rumah ya?”.
“Iya aku tidak punya. Aku juga
bingung harus mendapatkan bojce dari mana? Aku harus bertahan hidup disini”.
“Ikut aku saja. Tuanku sedang
mencari pekerja untuk mengembalakan rean-reannya. Kamu mau?”.
“Mau. Dimana?”, tanya Zo
semangat.
“Nanti ikut aku. Kamu diberi
makan sekali sehari, tempat tinggal dan juga upah. Kamu bersedia? Tapi kamu
harus tinggal disana selama bekerja bersama beliau”.
Zo tampak berfikir sebentar
sebelum mengiyakan tawaran Enma. “Baiklah, aku mau. Yang penting aku punya
tempat tinggal”.
“Bagaimana kalau kita langsung
menemui tuanku?”, ajak Enma.
“Ayo!”.
Merekapun berdiri dan berniat
menuju rumah tuan pemilik para rean. Ditangan Zo terdapat beberapa buku yang
dia bawa dari perpustakaan.
Tidak lama kemudian sampailah
mereka di rumah tuan Fiim Boju, sang juragan rean. Enma langsung memperkenalkan
Zo pada tuan Fiim dan akhirnya Zo diterima menjadi pengembala rean. Zo sekamar
dengan Enma. Mereka akan memulai pekerjaannya besok pagi karena semua makanan
untuk rean hari ini sudah selesai dipersiapkan semuanya. Pagi-pagi sekali
mereka ditugaskan untuk mengajak rean mencari makanan dipadang rumput kemudian
membawa para rean kembali ketika dirasa mereka sudah cukup kenyang.
Hari itu pun berganti dengan
ditandai hilangnya para kristal dilangit jingga Naolla dan munculnya Difu dan
Aste yang terus saling mengejar dalam pola lingkaran dilangit putih Naolla. Sekali
lagi hari ini terlewatkan oleh Zo tanpa tahu siapa Gemun Y54. Apa mau dikata?
Tugas ini memang tidak mudah dan tidak akan sebentar tetapi mungkin semua ini
akan menjadi hikmah tersendiri bagi Coleo Arbi itu. Jika dia berhasil, maka dia
bisa meminta satu permintaan pada dewa dan itu sudah lebih dari cukup bagi Zo.
Apakah permintaan itu berguna atau tidak? Lalu jika berguna, untuk siapakah?
Semua itu masih belum terpikirkan oleh Zo karena dia masih fokus mencari
siapakah Gemun, orang yang dimaksud oleh para dewa di ujung angkasa Naolla
sana.
Zo masih sibuk membolak-balik
halaman demi halaman buku yang dia pinjam dari perpustakaan Fugk. Dia sudah
masuk ke buku kedua dan sepertinya masih bisa bertambah lagi mengingat Zo
ternyata memiliki kemampuan membaca sangat cepat. Mungkin itulah alasan para
dewa mengutusnya untuk menjalankan tugas kali ini.
Treeettt… Bunyi pintu kamar dibuka
seseorang.
“Wow, kamu masih membaca Zo?
Tidak keluar?”, tanya Enma yang baru masuk kekamar.
“Tanggung”, jawab Zo singkat.
“Ya sudah. Aku mau tidur saja.
Capek juga seharian mengurus rean”. Enma langsung menuju kasurnya dan ambruk
diatasnya. Sepertinya dia memang sangat lelah setelah seharian bekerja.
“Ternyata ada banyak suku di
Naolla. Aku harus memulai dari mana? Jujur aku tidak tahu harus mengawali
pencarianku dari mana. Aku bingung! Arghhh!!!”. Zo memijit dahinya yang
tampaknya sedang pusing.
Karena terlalu lelah membaca
akhirnya Zo tertidur sambil duduk diatas kasurnya dengan tangan yang masih
memegang sebuah buku terbuka. Kasihan Coleo itu.
***
Di suatu desa yang jauh didalam sebuah
hutan lebat sedang berkumpul puluhan lelaki tanpa baju, mengenakan shal dileher
dan hanya mengenakan celana terbuat dari kulit pohon. Mereka sedang duduk
diluar goa besar dan beberapa lelaki diantara mereka terlihat gelisah dan
mondar-mandir bolak-balik. Sementara salah seorang pria tua sedang mengucap
doa-doa didepan sebuah batu besar didepan mulut goa itu.
Rimbunnya tumbuhan kayu itu dihutan
menyembunyikan lokasi tersebut dari kehidupan manusia diluar sana. Pepohonan
yang tumbuh lebat dan menjulang tinggi seolah-olah menjadi pasukan pelindung
bagi suku Kkukje. Suku ini adalah suku terpencil di pedalaman wilayah Be dan
mereka tinggal didalam goa Xun Axi. Sebuah goa luas yang belum pernah ada orang
yang bisa menuju ujungnya.
Bulan merah menyala yang selalu
sabit di Naolla menampakkan wajahnya. Hanya dengan mengandalkan api unggun,
para lelaki itu duduk didepan goa Xun Axi. Ada apa ya? Mengapa para lelaki
berkumpul diluar goa seperti itu? Apakah mereka sedang melakukan tradisi nenek
moyang atau memang hanya wanita saja yang diperbolehkan masuk ke dalam goa saat
malam.
“Tenang sedikit dong Wooh.
Istrimu pasti akan baik-baik saja”, kata salah seorang pria yang sedang duduk
diatas sebuah batu.
“Tenang bagaimana? Saat istriku
mau melahirkan, kamu suruh aku tenang?”. Wooh masih saja berjalan bolak-balik
didepan pria itu.
“Kamu duduk saja disini! Aku
pusing melihat kamu mondar mandir seperti itu”, protes lelaki itu.
“Kalau pusing jangan dilihat!”.
“Baiklah…”.
“Lama sekali… Anakku sudah lahir
atau belum?”. Wooh sesekali menengok kedalam goa yang gelap.
Tiba-tiba munculah seorang wanita
paruh baya dari dalam goa dengan agak berlari kecil.
“Wooh… Anakmu sudah lahir. Silahkan kamu masuk
kedalam”, ucap wanita itu.
“Hei dengar! Anakku sudah lahir…
Hahahaha”. Seperti angin, kegelisahan Wooh lenyap begitu saja setelah mendengar
kabar kalau anaknya telah lahir. Maka bergegaslah dia masuk kedalam goa dan
langsung menuju ketempat istrinya terbaring lemas setelah melakukan persalinan.
Sesampainya disana. “Akhirnya
kita punya anak juga. Wah, tampan sekali anak kita bu?”. Wooh duduk didekat
istrinya.
Anak Wooh berjenis kelamin
laki-laki yang sudah terbalut rapi oleh kain yang terbuat dari daun. Bayi itu
sedang berada disamping ibunya yang masih terbaring lemas dengan wajah yang
terlihat bahagia.
“Ibu senang Yah. Semoga dia
menjadi anak yang hebat suatu saat nanti”, kata istri Wooh yang bernama Pertc
itu.
“Kita beri nama siapa dia bu? Ada
usul?”.
Pertc terdiam sejenak lalu
wajahnya kemudian tersenyum lebar sambil menyebutkan sebuah nama, “Wooh Anm…”.
“Wooh Anm? Wooh anak langit… Arti
nama itu cukup bagus. Semoga dia akan hebat seperti Anm”.
Semua pria yang tadinya berada
diluar goa mulai masuk dan mengucapkan selamat kepada Wooh dan istrinya. Tanpa
mereka, para orang suku Kkukje sadari Wooh Anm-lah yang nantinya menjadi orang
pertama yang bisa menuju ujung angkasa Naolla karena dialah anak yang akan
bergelar Gemun Y54.
Pagi pun tiba dan di balik salah
satu bukit di Fugk, ratusan rean sedang menikmati makanannya. Rean-rean itu
digembalakan oleh Zo dan Enma. Sambil mengembala rean, mereka mencari rumput
untuk dibawa kekandang rean ketika pulang ke peternakan. Rumput-rumput itulah
yang nantinya akan menjadi makanan para rean. Tangan Zo mulai terbiasa memegang
pisau pemotong dan dengan cekatan dia memotong rumput-rumput itu dan setelah
banyak, dia kumpulkan lalu kemudian diikat untuk mempermudah mereka membawanya.
“Ngoookkk…ngokkk… ngokkkk”.
Beberapa rean terlihat bermain kejar-kejaran.
“Zo…!!! Sudah banyak? Kalau
sudah, ditinggal saja disitu. Kita istirahat dulu”, ajak Enma.
“Boleh. Kebetulan rumputku sudah
banyak”. Zo berdiri dan langsung mengumpulkan rumput yang telah dia potong
kemudian diikatnya menjadi satu. Dia berjalan menghampiri Enma yang sedang
duduk dibawah pohon.
“Sebanyak itu sudah cukup
belum?”. Zo menunjuk kearah tumpukan rumputnya.
“Sudah itu. Kalau kebanyakan juga
tidak habis. Rean itu proses pencernaannya lama jadi kalau kekenyangan mereka
bisa muntah. Muntah rean sangat bau lho”.
“Sebau apa?”.
“Bau…..uuuuu…. banget! Pokoknya
kalau kamu sampai kena muntahan rean, aku sarankan kamu cepat-cepat
mengasingkan diri ketempat sunyi dan mandi selama mungkin yang kamu bisa sampai
baunya hilang”.
“Masa sih? Waduh… gawat juga ya.
Kecil-kecil ternyata punya senjata hebat!”, ucap Zo.
“Makanya jangan sampai mereka
kekenyangan. Beri makan mereka seperlunya saja karena itu akan lebih baik bagi
kita dan mereka juga”. Enma bersandar dibatang pohon.
“Setelah mengurus rean, kamu mau
tidak menemani aku menuju rumah pemerintahan. Aku mau menemui Loka”.
“Apa katamu?! Untuk apa? Tidak
semudah itu menemui beliau. Kamu harus mengajukan surat permohonan terlebih
dahulu”.
“Lalu pada siapa aku harus
meminta bantuan untuk mencari…”. Hampir saja Zo mengucapkan misi rahasianya
pada Enma.
“Mencari apa?”.
“Oh, tidak jadi. Aku bisa
mencarinya sendiri. Aku mau tanya. Kamu pernah dengar nama Gemun, tidak?”.
“Belum pernah aku dengar nama
semacam itu. Memangnya ada apa Zo? Aku perhatikan, tingkahmu ini seperti seorang
mata-mata. Apakah kamu ada misi rahasia? Jangan-jangan…”. Enma mulai menaruh
curiga pada Zo.
“Jangan-jangan apa?”. Zo berusaha
tenang.
“Kamu ini pembunuh bayaran…”,
tebak Enma.
“Wah… Sungguh tega kamu Enma.
Memangnya aku terlihat seperti pembunuh bayaran? Mana ada seorang pembunuh
berbadan sekecil aku ini”.
“Siapa tahu kamu orang hebat yang
menyamar menjadi orang biasa. Aku kan masih belum tahu siapa kamu, Zo”.
“Sudah ah. Kita bahas yang lain
saja. Aku ini orang biasa. Aku mencari Gemun karena aku penasaran saja dengan
nama itu”. Zo mencoba meyakinkan Enma.
“Ohhh..”. Enma memandang Zo
dengan tatapan curiga.
Zo memalingkan wajahnya lalu
bangkit berdiri dan menuju kearah sungai untuk mencuci kakinya. Aliran air
jerning menyentuh kulit kakinya. Didalam hati Zo, dia merasakan kecurigaan
teman barunya itu terhadap dirinya. Tetapi Zo harus menyimpan rahasia ini
rapat-rapat agar misinya bisa berjalan lancar.
Srakkk!!!! Sebuah benda silinder
berguling dari atas bukit dan terus turun kebawah sampai ke padang rumput
didekat para rean. Benda sebesar guling itu mengagetkan Zo, Enma dan rean-rean.
“Ngokkkk… ngokkk… ngokk….
Ngokkkkk…!!!”. Para rean berlari menjauhi benda itu.
Enma dan Zo berjalan menghampiri
benda yang baru saja mengagetkan mereka. Terlihat jelas jejak bekas silinder
itu turun dari atas bukit ke rerumputan yang terlindas.
“Apa itu En?”, tanya Zo.
Enma menundukkan badan dan menyentuh benda silinder tersebut. “Batu
berbentuk silinder? Dari mana datangnya ini?”. Enma melihat ke arah atas bukit
kemudian dia berlari kesana.
Zo mengikuti Enma.
Alangkah terkujutnya Zo dan Enma
melihat sebuah batu besar berbentuk
pulau yang mungkin sebesar rumah mendarat di tanah Fugk. Batu itu berwarna
hitam pekat dan tampak berasap. Namun batu itu bukan meteor atau asteroid
karena batu itu tidak mengalami tumbukan dengan tanah Naolla. Bentuknya runcing
dibawah dan melayang diatas tanah.
“Kita dekati?”, tanya Enma.
“Tidak mau. Benda apa itu aku
juga tidak tahu. Jangan mengantar nyawa
sia-sia deh”, tolak Zo.
Tanpa menghiraukan Zo, Enma
menuruni bukit dan mendekati batu melayang itu. Ketika dia sudah dekat dengan
batu besar itu, dia perhatikan dengan serius dan tampaknya batu besar itu tidak
asing lagi baginya.
“Inikan kristal langit? Aneh…
Baru kali ini aku melihat kristal langit berwarna hitam seperti terbakar dan
jatuh ke Naolla. Aku harus memberi tahu yuari secepatnya”. Enma bergegas
meninggalkan batu itu dan menuju kota.
“Kemana En?”, tanya Zo dengan
teriakan dari atas bukit sana.
“Jaga rean-reanku sebentar. Aku
mau menemui yuari. Darurat!”. Enma terus berlari menuju kota pemerintahan Fugk.
Dia mencari yuari Fugk yang sedang berjaga didalam kota. Yuari bagian apapun yang
cepat dia temui akan dia kasih tahu, yang penting dia menyampaikan temuannya
itu secepat mungkin. Dia melihat beberapa orang yuari sedang duduk di posnya,
dipinggir kota. Itu yuari pertahanan.
“Maaf pak… anu… huh!”. Nafas Enma
masih terengah-engah ketika sampai di pos jaga para yuari.
“Ya ada apa?”, tanya salah
seorang yuari.
“Ada kristal langit jatuh!”.
“Apa?! Jangan mengada-ngada kamu
ya”.
“Tidak pak. Saya dan teman saya
melihatnya dibalik bukit diseberang sungai”.
Tak lama kemudian, beberapa yuari
yang mengendarai bican, maleo besar berkaki empat, menuju lokasi yang dimaksud
oleh Enma. Mereka menerbangkan para bican dengan cepat sekali untuk menuju
lokasi yang dimaksud Enma. Namun sesampainya disana, mereka tidak melihat ada
kristal langit yang jatuh.
“Dimana kristal langitnya?! Kamu
mengigau ya?”, tanya salah seorang yuari.
Enma turun dari bican yang
dikendarai oleh yuari. “Tidak pak. Tadi aku lihat kristal langit seperti habis terbakar
ada disini. Bentuknya besar”. Enma mencoba menerangkan apa yang baru saja dia
lihat pada para yuari itu. “Tunggu pak. Temanku juga melihatnya tadi. Itu dia.
Zo, kemari!”, pinta Enma.
Zo yang berada di bawah pohon
berlari mendatangi Enma diatas bukit. Setelah sampai, “Batu itu naik ke langit
lagi. Kalian terlambat”.
“Benar kan pak? Tadi ada kristal
langit disini”, kata Enma dengan wajah meyakinkan.
“Aneh… Ada apa ini ya? Tidak
biasanya”, kata salah seorang yuari.
“Zo, batu silinder yang jatuh
tadi tidak ikut naik kan?”, tanya Enma setelah dia ingat dengan bagian dari
batu langit besar yang jatuh kedekat mereka.
“Tidak. Disana masih ada. Tetapi
tersangkut didahan pohon”, kata Zo.
Maka bergegaslah mereka menuju
lokasi yang dimaksud oleh Zo. Tepat dibawah sebuah pohon, diatas sana ada batu
berbentuk silinder tersangkut didahan. Batu itu seperti balon yang tersangkut
didahan.
“Ambil batu itu!”, suruh yuari
yang lebih tua kepada yuari yang lebih muda.
Maka yuari muda segera
menerbangkan bicannya dan mengambil batu itu. Batu itu ternyata cukup berat
tetapi dia bisa terbang layaknya sebuah balon. Agar tidak terbang, yuari itu memeluknya
kemudian mereka langsung kembali menuju gedung pemerintahan.
“Terimakasih anak muda”, yuari
tua pun meninggalkan mereka berdua di padang rumput.
Sepeninggalnya para yuari itu.
Enma dan Zo mengumpulkan para rean mereka, mengikatkan rumput yang sudah dicari
tadi pada beberapa rean kemudian menggiring para rean itu pulang kekandang.
Sambil menuju kandang, mereka berbincang.
“Itu tadi batu apa En?”.
“Batu langit. Tapi yang aku aneh,
mengapa batu itu bisa jatuh dan
terbakar. Seumur hidupku aku belum
pernah menemukan hal seaneh itu”, jawab Enma sambil mengarahkan rean-rean
berjalan.
“Berarti kejadian tadi belum
pernah terjadi sebelumnya?”.
“Iya Zo. Aku jadi penasaran.
Kira-kira itu berhubungan dengan apa ya?”.
Zo terdiam sejenak. Dia berfikir
kalau dewa sedang merencanakan sesuatu karena hanya dewa yang bisa membuat
kejadian itu bisa terjadi.
“Kok, diam Zo?”.
“Tidak… Aku hanya berfikir kalau
gugurnya kristal itu adalah sebuah pertanda dari dewa. Bukan begitu En?”.
“Bisa jadi…”.
Mereka pun melanjutkan pekerjaanya
menggiring rean-rean pulang ke kandang.
Beberapa hari setelah kejadian
dibukit itu, Enma mendengar kabar kalau jatuhnya kristal langit memang langka
dan jarang terjadi. Bahkan beberapa orang pencari berita Fugk mulai mendatangi
Enma dan Zo untuk mencari tahu kronologi dari kejadian tersebut. Semua berita
tulis membicarakan kejadian langka yang baru Zo dan Enma alami. Belakangan, tidak
hanya pencari berita dari Fugk tetapi dari berbagai pulau dan wilayah juga
ingin tahu kejadian langka tersebut sehingga berbondong-bondong datang ke pulau
Fugk. Enma dan Zo kemudian juga sempat diundang ke Lembaga Penelitian Pulau
Fugk untuk ditanya lebih lanjut. Zo dan Enma menjadi orang yang sangat sibuk
akhir-akhir ini. Mereka menjadi pembicaraan umum dan menjadi dua orang
beruntung yang pernah melihat kristal langit jatuh.
Siang itu di lembaga penelitian
pulau, diruangan penelitian fenomena alam, Enma dan Zo dipanggil menghadap para
peneliti Fugk.
“Selamat siang anak muda. Wah,
kayaknya foto kalian berdua ada dimana-mana nih”, kata wanita dewasa berambut
lurus bernama Kadfe., sambil tersenyum. Dia duduk didepan Enma dan Zo.”Bagaimana
rasanya terkenal? Enak bukan?”.
“Siang bu…”, jawab mereka
serempak.
“Tidak enak. Kami diburu terus”,
jawab Enma.
“Bagaimana keadaan kalian?
Sehat?”, tanya Kadfe lagi.
“Sehat bu. Tetapi kami sedikit
tidak bebas saja akhir-akhir ini”, jawab Zo.
“Bisa kita mulai rapatnya?”,
tanya tuan Conpal.
Diruangan itu ada enam orang.
Enma, Zo, tuan Conpal, Kadfe, Hergd dan Aluiso. Mereka sedang melakukan rapat
tindakan dan penjelasan mengenai fenomena apa yang terjadi di Fugk. Enma dan Zo
di undang untuk dimintai keterangan dan juga sebagai wakil warga Fugk.
“Berdasarkan batu yang kami
selidiki itu, kami menarik kesimpulan bahwa batu itu alami jatuh kebumi karena
terbakar diudara. Keadaan batu yang hitam akibat terbakar itu awalnya kami kira
akibat terkena senjata dari orang yang tidak bertanggung jawab namun setelah
kami lakukan pengamatan diangkasa, ternyata kami tidak menemukan kristal yang
terbakar. Semua kristal terlihat dalam keadaan baik-baik saja”, kata Aluiso.
“Aneh juga ya? Selama ini,
kristal-kristal Naolla tidak akan mudah terbakar bahkan oleh api terpanas
sekalipun. Beberapa kali memang sempat terlihat beberapa kristal mendekati
puncak gunung namun hanya beberapa kali dalam sejarah kristal itu jatuh.
Mungkin tuan Conpal bisa menjelaskannya nanti. Dengan kata lain, kristal
terbakar memang merupakan kejadian langka dan aneh. Apakah ini merupakan
pertanda?”, kata Ibu Kadfe.
Aluiso membuka buku tebal yang berada
didepannya. “Ini dihalaman 249, Bab 23 tentang Struktur kristal Naolla, di
jelaskan bahwa kristal-kristal itu memang mustahil rasanya bisa terbakar
seperti itu. Disini tertulis jelas kristal itu sangat kuat dan anti api.
Kristal-kristal itu memang bisa tampak agak kusam tetapi tidak sehitam itu”.
Mulut tuan Conpal akhirnya ikut
bicara. “Ada banyak bukti sejarah yang menguatkan pendapatku tentang munculnya
Gemun baru di Naolla dan hubungannya dengan jatuhnya kristal. Aku percaya kalau
jatuhnya kristal kali ini berhubungan erat dengan lahirnya seorang Gemun baru
yang akan mampu menuju ujung angkasa Naolla”.
Deg! Zo kaget dan benar-benar
tidak tahu menahu mengenai hal ini. Sebagai seorang Coleo, memang semua urusan
langit tidak pernah diberitahukan. Dia hanya melayani para dewa dan menuruti
perintah mereka. “Gemun? Jadi dimana Gemun itu tuan? Dimana dia sekarang?”,
tanya Zo.
“Aku tidak tahu pasti dimana
orang itu berada. Dimanapun dia, suatu saat nanti dia akan menjadi orang paling
hebat di Naolla ini jika berhasil menuju ujung langit dengan selamat. Ini
merupakan kabar gembira dan sekaligus kabar buruk bagi kita orang Naolla”, kata
tuan Conpal.
“Oh iya Zo, kamu kok tahu tentang
Gemun?”, tanya Hergd.
“Ermmm.. Aku pernah mendengar
saja. Aku juga tidak tahu Gemun itu siapa?”, kelit Zo.
“Maaf tuan, tetapi saya
sebenarnya tidak begitu mengerti dengan Gemun. Tolong tuan jelaskan”, pinta Ibu
Kadfe.
“Dengarkan aku baik-baik.
Sepanjang sejarah ini, hanya ada 2 orang Gemun terdahulu yang kedua-duanya
tidak berhasil mencapai ujung angkasa dengan selamat. Di catatan kuno Naolla,
kedua Gemun itu bernama Trew Go yang bisa mengendalikan kristal 7I dan Gemun
01197 yang bernama asli Lel Ai. Gemun adalah sebutan untuk oarng-orang khusus
yang bisa mengendalikan kristal langit. Untuk mempermudah pemberian gelar,
setiap Gemun diikuti dengan nama kristal yang bisa dia kendalikan. Pada
dasarnya kristal Naolla bisa dikendalikan oleh siapa saja yang ingin
mengendalikannya tetapi hanya orang Gemun alami lah yang bisa mengendalikan
salah satunya. Beberapa kali sejarah pernah mencatat para Gemun buatan tetapi
tidak ada satupun yang mampu mengendalikan kristal Naolla. Nah, kemunculan
Gemun alami inilah yang ditandai oleh jatuhnya kristal langit. Jika dilihat
dari pandangan sejarah, maka saat ini Gemun alami telah lahir disuatu tempat di
Naolla. Kalau dia memiliki tujuan baik, maka Naolla akan selamat tetapi jika
tidak maka Naolla akan kembali menderita”. Tuan Conpal menjelaskan.
“Berarti Gemun itu bisa siapa
saja asalkan dia adalah orang yang ditakdirkan untuk menjadi Gemun alami?”,
tanya Aluiso.
“Benar sekali. Kita tidak akan
tahu siapakah Gemun itu kecuali kita melihat kemampuan pengendalian kristalnya”,
jawab tuan Conpal.
Zo berfikir sejenak seperti paham
dengan sesuatu. “Berarti Gemun Y54 adalah julukan untuk pengendali kristal
langit dengan kode Y54”, pikirnya. “Aluiso. Kalau kristal Y54 yang mana? Aku
ingin tahu”.
“Y54? Sepertinya belum ada
kristal dengan nama itu. Untuk pemberian nama, dibuku ini dijelaskan hanya
sampai Y053 dan langsung ke Z”.
“Jadi kristal yang jatuh tempo
hari kodenya apa?”, tanya Zo.
“Belum punya nama…”, jawab
Aluiso.
Zo mulai paham dan sepertinya
itulah kristal yang akan dikendalikan oleh Gemun Y54 si Gemun alami yang ada
disuatu tempat di Naolla ini.
“Bagaimana kalau kristal itu kita
berinama Y54 saja”, usul Ibu Kadfe.
“Boleh juga. Aku setuju itu”,
kata Aluiso. “Tetapi kalau kejadian ini berkaitan dengan munculnya Gemun, lalu
apa yang harus kita perbuat?”.
Hergd menjelaskan, “Orang Naolla
adalah orang yang memandang Gemun sebagai wakil dewa di Naolla. Kemunculan
Gemun bisa membuat Naolla menjadi semakin baik atau semakin terpuruk. Keadaan
masyarakat yang seperti inilah yang menjadi pendorong Gemun untuk menuju ujung
angkasa. Gemun hanya akan dianggap menjadi wakil dewa ketika dia berhasil
sampai diujung langit dan kembali ke Naolla dengan selamat. Orang-orang diluar
sana masih belum mengetahui ini dan mereka masih terus berspekulasi sesuai
dengan apa yang mereka anggap benar. Bukan begitu Enma? Kamu selalu ditanya
mengenai kristal jatuh dan akhirnya semua keterangan Enma maupun Zo akan
ditulis dan disebar luaskan. Ada yang beranggapan itu khayalan, benda dari
dimensi lain atau petunjuk kematian. Mereka bebas menuangkan pandangan mereka
tetapi ini tidak bisa dibiarkan. Maka dari itu saya selaku pengamat sosial
masyarakat Naolla ingin sesegera mungkin menjelaskan kejadian ini pada seluruh
orang Naolla agar isu ini tidak merambat semakin luas”.
“Saya juga sependapat denganmu,
Hergd. Jika tidak secepatnya kejadian ini dijelaskan kemasyarakat, tentu akan
menjadi semakin meluas permasalahannya”, kata Kadfe.
“Sebagai orang Fugk yang sedang
dicari para pemburu berita, kalian tentu merasa menjadi kurang bebas bukan?
Untuk itu saya mengundang kalian kemari agar kita melakukan klarifikasi dan
penjelasan kepada masyarakat Naolla
tentang kejadian ini. Jika tidak ada halangan, kami akan melakukan
pertemuan dengan para pencari berita besok malam di gedung pemerintahan
dihadiri oleh Loka dan juga ketua Yuari Fugk. Kalian siap?”, tanya Hergd pada
Zo dan Enma.
“Kami akan usahakan”, jawab Zo.
“Baiklah. Kami akan berusaha
datang”, timpal Enma.
“Saya rasa cukup untuk pertemuan
kita kali ini. Saya harap kalian bisa hadir semua di acara besok malam.
Terimakasih”, ucap tuan Conpal sambil beranjak dari tempat duduknya dan
menyalami satu per satu orang didalam ruangan itu.
***
Mata seorang lelaki terlihat
mulai mengeluarkan air mata. Tetapi wajahnya yang terluka masih berusaha
tersenyum sambil sesekali berusaha mengepakkan sayap birunya yang terus
merontokkan bulu-bulu. Air matanya mulai mengalir membasahi pipi dan menyisakan
bekas. Tangannya masih berjuang untuk digerakkan dan meskipun sudah berusaha
namun tetap tidak bisa. Coleo Arbi yang sudah tidak mampu bergerak lagi kini
sedang jatuh bebas melewati kristal-kristal langit Naolla.
Zo masih tidak tahu harus berbuat
apa lagi selain pasrah. Matanya masih melihat lurus ke ujung angkasa yang
semakin menjauhinya. Pandangannya mulai kabur.
Druakkk!! Terasa tubuhnya
menyenggol kristal langit dibagian bahu kiri sehingga membuatnya meringis
kesakitan. “Arghhhh….”. Zo menutup mata karena saking sakitnya.
***
Malam pertemuan membahas kristal
jatuh di Fugk akhirnya tiba. Para tamu undangan dan beberapa pencari berita
sudah memenuhi ruangan aula Fugk. Didepan sana sudah tersedia meja dan beberapa
kursi untuk para tamu penting dan beberapa petinggi Fugk.
“Kiri, kiri! Ya disana”, kata
salah seorang wanita mengarahkan seorang laki-laki yang membawa kursi untuk
tempat duduk para tamu.
Beberapa pencari berita juga
sudah mulai berdatangan dan ada pula beberapa yang sedang asyik
berbincang-bincang di dalam ruangan itu. Disisi lain tampak beberapa pria
sedang mengatur kursi dan juga perlengkapan lainnya.
“Dimana Verp sekarang? Tidak
kelihatan akhir-akhir ini”, tanya pria bertopi.
“Biasa lah… Dia kan selalu banyak
urusan. Urusan pribadi…”, jawab pria berjaket sambil tersenyum.
“Kamu sendiri masih di Tu
Daslo?”.
“Masih. Disana upahku sebagai
pencari berita lumayan besar. Kenapa kamu tidak pindah ke Tu Daslo saja? Ikut
denganku”.
“Jangan meledek. Kamu sih enak
bisa pindah ke sana. Kalau aku kayaknya belum bisa nih. Soalnya kontrakku
dengan Nonjow masih lama jadi tidak bisa secepat itu pindah tugas”.
Dari arah pintu samping, telah
masuk tuan Loka Ole Olbu dan diikuti oleh para tamu penting lainnya. Terlihat
ada tuan Dbehuku si ketua pasukan yuari Fugk, tuan Conpal, Aluiso dan Zo. Enma
tidak bisa hadir ke acara tersebut karena tidak diijinkan oleh tuan Fiim. Maka
dari itu cukup Zo yang hadir sebagai narasumber saksi mata kejadian.
“Selamat malam para tamu undangan
dan pencari berita semua. Sehat?”, tanya tuan Olbu dengan senyum khasnya yang
ramah. “Wah, heboh ya akhir-akhir ini. Fugk jadi terkenal”, ucap beliau sambil duduk
dan bercanda sedikit. Meskipun diusiannya yang sudah menginjak 57 tahun tetapi
beliau masih terlihat bugar. “Kita langsung mulai saja acara kita kali ini.
Pertama-tama saya selaku Loka Fugk ingin mengucapkan terimakasih atas
kedatangan kalian pada hari ini. Saya sudah mengamati perkembangan Fugk dan
wilayah-wilayah lainnya beberapa waktu
belakangan dan hampir semua berita yang beredar memuat tulisan tentang jatuhnya
kristal langit. Saksi mata kejadian tersebut juga menjadi terkenal, ya?”.
Beliau menoleh kearah Zo sambil tersenyum. “Butuh waktu untuk menyimpulkan
kejadian itu dan saya percaya lembaga penelitian Fugk sudah mendapatkan
jawabannya. Maka dari itu pada kesempatan kali ini saya mengumpulkan semua
pencari berita agar tidak semakin bebas mengemukakan pendapat orang lain yang
belum pasti kebenarannya. Walaupun maksud dari pemberitaan itu hanya sebagai
menyampaikan opini masyarakat tetapi alangkah baikknya jika kita tidak
memperkeruh situasi ini. Saya rasa tuan Conpal bisa memberikan penjelasan
mengenai kejadian ini. Silahkan tuan”.
“Terimakasih Loka. Baiklah para
tamu sekalian. Sebagai pengamat sejarah Naolla, ada sebuah catatan kuno yang
menjelaskan bahwa jatuhnya kristal langit merupakan sebuah pertanda telah hadir
ditengah-tengah kita seorang pengendali kristal yang bergelar Gemun. Jika kalian
ingin mendapatkan info lebih akurat mengenai Gemun itu, silahkan mencari data
di perpustakaan Fugk. Di beberapa buku sejarah ada yang menyertakan data-data
salinan data kuno yang menjelaskan ini. Jadi, kalian tidak perlu lagi
membeberkan opini samar yang mungkin saja menimbulkan opini baru di masyrakat”,
kata tuan Conpal.
Seorang laki-laki muda
mengacungkan tangan untuk bertanya.
“Ya silahkan”, kata tuan Conpal.
“Benarkah kristal itu hanya
pengalihan isu dari ketegangan pembentukan sila baru di Fugk barat?”.
“Mungkin Loka lebih berhak
menjawab ini”. Tuan Conpal kembali diam.
“Hahaha… Itulah mengapa saya
tidak mau menyuruh anak saya menjadi pencari berita. Bukan karena mereka selalu
sibuk dilapangan melainkan karena kebanyakan berfikiran terlalu negatif. Maaf
ya. Sila 45 yang akan saya bagi menjadi dua dikarenakan sila itu sudah memenuhi
syarat untuk menjadi sila baru dan populasinya sudah terlalu padat. Tidak ada
hubungannya dengan kejadian ini. Kalian sudah mencari tahu langsung ke lokasi
jatuhnya kristal bukan? Sudah bertanya dengan Zo atau Enma? Kalau kami ingin
mengalihkan isu, tentunya kami tidak memiliki pecahan kristal yang terikat di
ruangan khusus lembaga penelitian pulau. Yang bisa mengendalikan kristal hanya
Gemun dan kami bukan Gemun. Jangan membuat fitnah semacam itu kalau tidak bisa
dibuktikan kebenarannya. Jelas ya?”, jawab Loka.
“Kami memang sudah mengambil foto
batu terikat di ruangan itu, tetapi mengapa bagian kristal langit tersebut seperti
terbakar?”, tanya pria itu lagi.
“Baik, saya akan terangkan
sedikit. Kristal Naolla sebenarnya memang tidak bisa terbakar tetapi kejadian
kali ini berbeda dan sangat aneh bagi kita semua. Tidak ada orang yang mampu
membakar kristal seperti itu. Kristal itu adalah jenis kristal baru yang kami
beri nama Y54. Jadi kami masih tidak bisa memberi penjelasan mengapa kristal
itu bisa terbakar”, kata Aluiso menjelaskan.
Para pencari berita terus
mencecar pertanyaan-pertanyaan kepada semua narasumber yang duduk di depan
mereka. Walaupun agak a lot tetapi akhirnya acara itu pun selesai juga.
Zo dengan santainya berjalan
menuju asrama tuan Fiim. Gelapnya malam menyembunyikan bentuk-bentuk benda yang
berada di kejauhan. Zo masih terus menjejakan kakinya di tanah Fugk yang agak
tandus. Namun langkah kaki Zo terhenti di atas bukit tempat mereka melihat
kristal Y54. Walau gelap dan hanya ditemani bulan sabit merah di langit sana,
Zo terduduk diatas bukit. Dia memunculkan sayapnya kemudian menyelimuti tubuh
kecilnya. Zo agak bingung saat itu. Dia benar-benar pusing menjawab teka-teki dari
dewa untuknya. Karena kelelahan, akhirnya dia tertidur sambil duduk dengan
tangan memeluk lutut yang ditekuk dan kepala mencium lututnya. Sayapnya
menyelimuti tubuh dan berakhirlah kesibukan Zo dihari itu. Coleo Arbi itu
benar-benar merasa lelah sekali dan semoga saja tidak ada orang yang melihatnya
tertidur dengan wujud Arbi-nya.
Beberapa tahun tinggal di asrama
tuan Fiim membuat identitasnya semakin mencolok. Bagaimana tidak? Perawakan dan
wajah Zo yang masih tetap muda membuat dia berbeda dari orang manapun di
Naolla. Keabadiannya yang membuat dia tetap seperti itu. Enma yang sudah lama
keluar dari peternakan rean itu sangat kaget melihat wajah Zo yang masih
seperti dulu, ketika suatu hari mereka tidak sengaja bertemu di sebuah rumah
makan.
“Sumpah! Aku tidak melihat satu
keriput pun di wajahmu Zo. Aku tadi mau menegurmu tetapi aku tidak percaya
bahwa kamu masih semuda dulu, saat pertama kita bertemu. Kamu Zo Agif Ree,
bukan?”, tanya Enma lagi.
“Iya… Aku Zo, temanmu sekamar di
peternakan rean tuan Fiim. Kamu sekarang sudah tua ya”. Zo sambil meminum
minumannya.
Mereka sedang duduk disebuah
rumah makan kecil dikota.
“Kamu semuda anakku Zo. Aku punya
anak laki-laki dan aku rasa kalian sama mudanya”. Enma masih menatap wajah Zo
seperti tidak percaya bahwa itu temannya yang dia kenal 40 tahun lalu. Yup,
emapat puluh tahun sudah mereka kenal dan 40 tahun juga Zo tinggal di Fugk.
“Wah, aku awet muda ya? Kamu
sudah punya anak berapa?”, tanya Zo.
“Baru satu. Kami tinggal di sila
25. Kamu mau mampir?”.
“Kapan-kapan aku mampir
kerumahmu”.
“Kamu masih di peternakan? Kamu
sudah berkeluarga?”, tanya Enma.
“Iya aku masih disana dan
sekarang tugasku hanya membantu anak tuan Fiim mengelola peternakan rean.
Tetapi aku masih belum berkeluarga. Masih terlalu muda. Hahahaha”, canda Zo.
Enma yang sudah beruban dan tua
hanya tersenyum sambil meneguk minumannya. Walau sebenarnya dia agak aneh
melihat Zo semuda itu tetapi dia berfikiran positif saja pada sahabatnya
tersebut. Mereka sudah banyak melewati waktu bersama-sama dipeternakan dan itu
sudah lebih dari cukup untuk saling mengenal. Walaupun usia Enma sudah tidak
muda lagi tetapi dia merasa beberapa tahun lebih muda ketika melihat Zo.
Teringatlah kenangannya di peternakan bersama Zo. Mereka terlihat tertawa saat
mengulang cerita lama ketika menjadi pengembala rean. Ada banyak cerita yang
tidak bisa Zo jelaskan pada Enma mengenai keawet mudaanya ini. Padahal Zo juga
mulai risih tinggal di Fugk karena hanya dia yang berbeda dan tidak pernah tua.
Zo berniat untuk pindah dari Fugk dan mencari Gemun Y54.
Selama berpuluh-puluh tahun
mencari, dia masih belum menemukan Gemun Y54. Hampir setiap malam Zo melakukan
perjalanan menggunakan hajunba yang dia beli dari gerai hajunba di Fugk untuk
mencari Gemun Y54 namun belum juga membuahkan hasil. Hampir semua wilayah telah
dia datangi tetapi tidak ada satu orangpun yang pernah kenal atau bertemu
dengan Gemun Y54. Zo hanya khawatir kalau dia sampai terlambat mencegah Gemun
itu menuju keujung langit.
Zo tampak berjalan mengikuti jalan
berbatu menuju kawasan kota Luthide di pulau Volise yang jauh ditenggara
Naolla. Heningnya perkebunan buah merambat menghanyutkan suasana di bawah
langit putih. Dengan berbekal beberapa bojce untuk berdiam diri beberapa hari
disana, dia mencoba mencari informasi mengenai Gemun baru.
Situasi Naolla saat itu
sebenarnya kurang baik karena terjadi kekacauan di Hrewa Kufe akibat raja Edka
Higudasa yang tiba-tiba menghilang dari Naolla sehingga kekuasaan untuk
sementara di pimpin oleh Sukaw Torana bersama Xano. Banyak dampak yang tidak
mengenakkan yang ditimbulkan dari menghilangnya raja Vocare ke-10. Sistem
pemerintahan menjadi sedikit kacau dan mungkin akan bertambah kacau lagi jika
Sukaw yang memimpinnya. Anak raja Edka yang masih berumur delapan tahun rasanya
masih belum siap untuk memimpin kerajaan besar seperti Hrewa Kufe.
Tidak terkecuali dengan pulau
Volise. Sebagai pemasok buah Mrebaq yaitu buah anggur yang tersusun seperti
kalung mutiara dan berwarna merah seperti cherry, Volise terbebani dengan rendahnya
harga beli yang ditawar oleh Hrewa Kufe dan negara-negara besar lainnya. Pajak
pengiriman pun tidak sebanding dengan untung yang sedikit. Untuk itulah orang
Volase mengganti komuditas ekspornya dengan Kotun dari Mrebaq. Pembuatan kotun
sangatlah gampang. Buah mrebaq yang sudah masak, tengahnya diisi dengan selai
manis kemudian dipanggang hingga kering. Setelah itu mrebaq tadi digoreng
dengan terlebih dahulu dibaluri tepung dan setelah matang maka siap dikemas
sebagai makanan ringan. Selain tahan lebih lama, kotun mrebaq juga banyak
disukai di wilayah-wilayah tetangga Volase. Itulah yang membuat warga Volase
dapat bertahan hidup.
“Permisi… “. Zo masuk kedalam
sebuah toko yang menjual banyak kotun mrebaq.
Seseorang dari arah dalam toko
keluar dan wanita itu langsung melayani Zo. “Mau beli apa nak?”.
“Kotun ini berapa harganya bu?”,
tanya Zo sambil mengambil sebungkus kotun mrebaq.
“Itu satu ukru kalau beli yang
bungkus agak kecil itu satu oanuk”, jawab wanita itu.
Zo masih memilih-milih kotun di
rak itu. Setelah didapatnya bungkusan yang tepat, dia mengambilnya. “Saya ambil
yang kecil saja dua bungkus. Ini bojcenya”. Zo menyerahkan sedikit takaran
bojce pada wanita itu.
“Terimakasih nak”.
Zo kemudian pamit dan melanjutkan
perjalanannya. Ditengah jalan yang kiri-kanannya terhampar luas kebun mrebaq, Zo
berhenti dan duduk dibawah pohon. Dia membuka bungkus kotunnya dan kemudian menyantap
makanan tersebut.
“Hmpppp… enak sekali. Manis”.
Zo terlihat menikmati makanannya
sambil mengagumi keindahan perkebunan mrebaq disana. Zo sedang menjalankan
sebuah tugas rahasia dari Loka Ole Olbu untuk menemukan Gemun Y54. Meskipun
Loka Olbu telah wafat, tetapi tugas yang dia berikan terus dipantau oleh
loka-loka setelahnya. Sudah tiga orang loka yang menjabat setelah Loka Olbu,
tetapi Gemun Y54 masih belum berhasil dia temukan keberadaannya. Untuk tugas
ini, dia dibekali sebuah kartu pengenal yang membuatnya bisa meminta informasi
di wilayah manapun di Naolla atas nama pulau Fugk. Zo bersyukur bisa diberi
kesempatan itu karena sebenarnya hanya Loka Olbu yang tahu kalau dia adalah
Coleo Arbi. Tuan Olbu hanya ingin memastikan kalau Gemun baru yang ada di
Naolla kali ini adalah seorang yang memiliki tujuan baik bagi Naolla. Karena
tujuan Zo dan tuan Olbu agak mirip maka Loka Fugk itu pun akhirnya diajak
bekerjasama oleh Zo dengan harapan dia bisa lebih cepat menemukan keberadaan
sang Gemun.
“Wah ternyata makananku sudah
habis”. Karena keasyikan menikmati pemandangan alam, dia tidak sadar kalau
makanannya sudah habis. Setelah itu dia berdiri dan kembali melanjutkan
perjalanan menuju kota untuk mencari informasi di pusat ilmu pengetahuan
Volise. Zo mengenakan jaket hitam berbahan kulit, tas punggung dan celana
panjang berwarna hitam juga. Sesampainya di gedung ilmu pengetahuan Volise, dia
dengan mudah masuk ke dalam dan langsung menemui kepala gedung tersebut.
“Selamat datang. Silahkan duduk”.
Pria dewasa itu menjabat tangan Zo.
“Terimakasih pak”. Setelah
bersalaman, Zo melepaskan jabatan tangannya dan duduk.
“Ada perlu apa anak muda?”.
“Hanya ada sedikit hal yang harus
saya tanyakan pada anda. Kenalkan nama saya Zo Agif Ree asal dari Fugk”.
“Saya Gunda Lopu. Kamu mau
bertanya apa?”.
“Begini pak. Kami perlu banyak
data mengenai Gemun dari bapak. Apakah bapak tahu tentang Gemun?”.
Setelah terlibat perbincangan
antara Zo dan Gunda akhirnya Coleo itu mohon undur diri dan meninggalkan gedung
itu. Dia masih belum mendapatkan dimana Gemun Y54 berada. Mencari sorang Gemun
memang sama seperti mencari jarum didalam tumpukan jerami. Sangat sulit. Namun
Zo masih belum menyerah. Berkat Gunda dia tahu kalau di seberang laut Volise
ada wilayah Be yang masih terpencil dan memiliki suku-suku pedalaman. Be adalah
wilayah yang sangat luas di benua Haztag dan cukup tertinggal dari wilayah lain
di Naolla. Penduduknya sangat miskin dan keadaan alamnya masih sangat terjaga.
Meskipun Zo ingin mengunjungi daerah itu, tetapi dia harus mengurungkan niatnya
untuk sementara waktu karena hajunbanya masih dalam keadaan reload. Butuh waktu
semalaman agar hajunba itu bisa digunakan kembali. itulah kelemahan hajunba
kecil. Hajunba adalah dimensi ruang yang bertujuan untuk mempermudah
perpindahan benda dalam kapasitas kecil dan terbatas. Meskipun Zo memiliki dua
buah hajunba, tetapi kedua hajunba itu sama-sama masih dalam keadaan reload.
Jadi lah Zo hanya bisa pasrah dan bermalam disalah satu penginapan di Luthide.
Bulu-bulu berwarna biru rontok
dari sayap Zo. Meskipun dia berusaha meregenerasinya tetapi kekuatan tubuhnya
yang semakin terkuras habis mengakibatkan bulunya mudah sekali rontok.
Bulu-bulu lembut itu beterbangan diangkasa Naolla seperti salju yang jatuh dari
langit. Perlahan-lahan bulu itu jatuh kebawah mengikuti pemiliknya. Bulu-bulu
itu jatuh dengan gerakan zig-zag lembut dan berayun. Ribuan bulu yang rontok dan
jatuh kebawah mengingatkan kita pada dedaunan yang jatuh dari pohon-pohon
ketika musim gugur. Mata Zo melihat jelas hujan bulu yang dibuat olehnya.
Bulu-bulu indahnya itu sangat banyak dan jatuh perlahan kebawah.
“Fiko… maafkan aku. Aku gagal…”.
Air mata Zo tidak bisa terbendung lagi.
Diantara tangisnya dia mengingat
wajah ceria Fiko ketika pertama kali mereka bertemu.
Beberapa tahun setelah tidak
menemukan titik terang tentang keberadaan Gemun Y54, Zo berniat menyusun
rencana baru. Selain karena hampir putus asa, Zo juga mulai tidak nyaman
tinggal di Fugk. Semua orang kini membicarakannya karena dia adalah orang
tertua yang tidak bisa mati dan menua. Tentu identitasnya semakin dipertanyakan
dan wajahnya sering menghiasi berita tulis di Fugk.
Langkah kaki seorang laki-laki
perlahan-lahan masuk kedalam ruangan penyimpan hajunba. Dia memasuki lorong yang
gelap dengan hati-hati. Tampak disebelah sana dua orang yuari sedang berjaga
didekat pintu masuk ruangan penyimpanan hajunba tersebut.
“Aku harus masuk”, kata orang
itu.
Dengan memunculkan sayapnya dia
ubah beberapa bulu menjadi besi dan dia tembakkan kesalah satu sudut gelap
diluar ruang penyimpanan untuk mengalihkan perhatian kedua yuari penjaga.
Trak-trak-trak!
“Woy! Siapa itu? Ayo kita
lihat!”, ajak salah seorang yuari.
Kedua yuari itu pun menuju lokasi
sumber bunyi dan meninggalkan pintu. Orang yang membuat senjata bulu tadi
langsung bergegas membuka pintu dan masuk kedalamnya. Dia langsung menuju
lemari penyimpan hajunba dan mengambil enam buah hajunba didalamnya.
“Ini sudah cukup”.
Segera orang itu langsung
mengatur salah satu hajunba itu ditepi pintu lemari kemudian muncullah ruang
dimensi. “Ke hajunba Zokle”, perintahnya.
Hajunba itu langsung membuka
dimensi ruang dan menuju sebuah hutan lebat yang tidak dikenal oleh orang itu.
Sebuah hutan lebat dan tampak tidak terjamah orang.
Semenjak kejadian di hari
penghancuran Naolla oleh raja Edka gagal, dengan mengorbankan tubuh Ray dan
menciptakan tsunami dahsyat, pintu hajunba zokle tersapu ombak dan terbawa kesebuah
hutan di wilayah Tu Daslo. Entahlah pintu itu masih aktif atau tidak tetapi Zo
sudah mengetahui cara membuka hajunba itu walau tanpa kuncinya. Zo membersihkan
sedkit pintu zokle dari akar-akar dan tanah. Lalu setelah cukup bersih, dia
bergegas menyiapkan empat buah hajunba sebesar biji kopi itu untuk ditaruh di
keempat sudut pintu. Setelah menunggu beberapa saat dimensi ruang mulai muncul
dan stabil. Zo langsung mengambil salah satu biji hajunba untuk membuat wilayah
segitiga hitam bekas pengaruh ruang dimensi. Meskipun hanya tiga detik waktunya
tetapi Zo harus bisa memanfaatkan itu. Maka dia bergegas masuk kedalam dimensi
gelap dan setelah berada disana dia mengaktifkan sebuah hajun lagi sehingga
tiba-tiba tubuhnya berada disebuah rumah kayu yang sepi sekali.
“Hah? Dimana ini? Sudah di luar
Fugk kah?” Zo mengambil hajunbanya kemudian bergegas menuju pintu depan rumah
tersebut dan ketika melewati ruang tamu, terpajang jelas dua buah foto yang
digantung didinding. Zo berhenti sejenak memperhatikan wajah dua orang didalam
foto itu.
“Aku kenal dengan pria yang satu
ini. Ini Ray. Ternyata memang benar kata orang-orang kalau aku ini sangat mirip
dengan Ray si azzo dewa itu. Berarti ini rumah mereka? Tapi Ray kan sudah
lenyap. Siapa yang tinggal dirumah ini?”.
Tanpa banyak bicara lagi, dia
kembali menuju pintu depan. Namun ketika hendak membuka pintu rumah tersebut
ternyata pintunya terkunci dari luar. “Arghh! Terkunci”. Dari pada bingung, Zo
akhirnya masuk kedapur dan mencari makanan saja. Dia membuka lemari makanan
yang berada disana. Dia seperti sudah menganggap rumah itu adalah rumahnya
sendiri.
“Wah, ada makanan. Tapi bagaimana
cara memakannya?”.
Zo mengambil sebungkus ramen
instan. Dia baca petunjuk penyajian dibalik kemasan lalu mulai menyiapkan panci
dan air untuk memasak ramen.
Zo mencoba menghidupkan kompor.
“Waduh, bagaimana cara memakai alat ini?”. Zo masih memperhatikan alat yang
sangat aneh baginya. “Huh… Lapar sekali!”. Karena belum bisa menggidupkan api
di kompor, akhirnya Zo mengurungkan niatnya memasak ramen. Dia bergerak mengambil
minuman didalam lemari pendingin dan meminumnya. Zo membawa minumannya duduk
lesehan dimeja makan dapur sambil menopang pipi kirinya menggunakan tangan.
“Ternyata ini di bumi. Ini
dirumah Fiko Vocare”. Zo melamun sambil memainkan kaleng minumannya. “Mungkin
disini aku bisa meminta bantuan anak itu untuk membantuku menemukan Gemun.
Siapa tahu dia punya cara yang tepat”.
Setelah menghabiskan minuman
kalengnya, Zo kembali bergegas menuju kulkas. Dia mencari minuman yang mungkin
bisa dia taruhnya didalam gelas.
Crek! Tampaknya ada orang yang
membuka pintu rumah depan. Zo menengok ke arah pintu dan tampaklah tubuh
berotot dan tampan milik seorang laki-laki bernama Fiko Vocare masuk kedalam
rumah.
“Wah, dia sudah datang. Aku beri
minuman ini saja. T-t-ti..teh”, dia membaca nama minuman itu dengan
terbata-bata. Kemudian dia tuang kedalam gelas dan membawanya keluar dapur
untuk diserahkan pada Fiko yang tampaknya sedang kelelahan dan berbaring
dilantai ruang tengah.
Zo langsung saja menghampiri Fiko
dan menegurnya. “Capek ya? Ini ada teh silahkan diminum”, ucap Zo.
Fiko menoleh ke arah Zo yang
sedang memegang segelas teh. Wajah Fiko tiba-tiba menjadi ceria dan sepertinya
senang dengan kemunculan Zo. Fiko bangkit dari posisi tidurnya dan langsung
berdiri lalu memeluk tubuh Zo. “Ray? Kau kah ini?, tanya Fiko.
Teh digelas Zo tumpah sedikit
kelantai akibat goncangan dipeluk tubuh berotot Fiko.
“Wah… Kenapa dia memeluk aku?”,
pikir Zo. Karena tidak senang maka Zo meminta Fiko melepaskan pelukannya.
“Lepaskan!”. Zo mendorong perut Fiko hingga tubuhnya menjauh dari Fiko.
“Apa-apaan kamu ini. Main peluk saja. Tuh kan, tehnya tumpah”.
“Kamu Ray? Bukan ya? Kok…”. Fiko
tampaknya kebingungan melihat orang yang sangat mirip Ray sedang berada dihadapannya.
“Dari mana kamu masuk? Jangan-jangan kamu ini pencuri”.
“Bukan, aku bukan pencuri. Aku
orang Naolla. Namaku bukan Ray tapi Zo! Kamu main peluk saja. Untung teh ini
tidak aku siram ke badanmu yang besar itu”, kata Zo.
“Kamu dari Naolla? Bagaimana
bisa? Siapa yang mengirimmu kemari?”.
Zo berjalan kembali menuju dapur
untuk mengganti tehnya yang tumpah. “Aku sengaja kabur dari Naolla”.
“Kamu berasal dari wilayah apa?”.
Fiko mengikuti langkah Zo.
Zo meletakkan gelas di tempat
pencuci piring kemudian mengambil minuman kaleng dari dalam kulkas dan
menyerahkannya pada Fiko. Dia begitu santainya seperti dirumah sendiri. “Ini
minum dulu. Kamu Fiko Vocare, bukan? Aku berasal dari Fugk. Nanti akan aku
ceritakan padamu mengapa aku bisa sampai kemari. Yang jelas aku bukan penjahat
atau pun pencuri. Maaf aku masuk rumahmu seenaknya saja. Tadi aku mau keluar
dari rumah ini, tapi karena aku lapar jadi aku cari makanan dulu didapur”. Zo
tersenyum.
Gluk-gluk-gluk! Fiko meneguk air
dinginnya. “Ah… segarnya. Maaf tadi aku memelukmu. Wajahmu itu sangat mirip
dengan Ray”.
“Iya aku sering dibilang begitu
tetapi aku bukan Ray. Hmppp… Kamu sendirian di rumah ini?”.
“Begitulah. Setelah Ray tidak
ada, aku tinggal sendirian di negara ini”. Fiko kembali meneguk airnya.
“Boleh tidak aku tinggal untuk
sementara waktu disini? Aku janji tidak akan merepotkanmu. Soal makan, aku bisa
mencari bojce sendiri”. Zo tidak tahu harus kemana lagi. bumi masih sangat
asing baginya.
“Uhuk!”, Fiko tersedak sambil
tertawa. “Hahahahaha…”
Zo bingung melihat pria yang
lebih tinggi darinya itu. “Kenapa kamu tertawa?”.
“Ini di bumi bukan di Naolla. Bojce
tidak berlaku disini. Kamu harus mencari ini…”. Fiko mengambil beberapa lembar
uang yen dari saku celananya kemudian dia perlihatkan kepada Zo.
“Oh, jadi dibumi ini kita harus mencari
kertas?”.
“Yup, begitulah. Kalau mau tinggal
disini silahkan. Aku senang ada teman. Tapi kamu harus segera beradaptasi
dengan bumi. Jangan seperti orang bodoh ya”, pinta Fiko.
“Baiklah. Terimakasih”.
“Silahkan ambil di kulkas kalau
kamu mau minum. Ambil saja tidak perlu sungkan. Aku mau mandi terlebih dahulu”.
Fiko meletakkan kaleng minumannya diatas kulkas dan kemudian langsung bergegas
menuju kamar mandi. Mungkin jika tadi Zo tidak memiliki wajah mirip Ray, Fiko
tidak akan banyak kompromi lagi untuk segera menghajar Zo yang lancang masuk
kedalam rumahnya. Beruntunglah wajah Zo menyelamatkannya dari pukulan Fiko
Vocare.
Misi gan Numpang Re-blog ya!
BalasHapushehe :)
peace ^.^V
If you would like an alternative to randomly picking up girls and trying to find out the right thing to say...
BalasHapusIf you'd rather have women pick YOU, instead of spending your nights prowling around in filthy pubs and nightclubs...
Then I urge you to watch this eye-opening video to learn a strong secret that might get you your personal harem of hot women just 24 hours from now:
FACEBOOK SEDUCTION SYSTEM...