Rasanya gue pegen flashback ke masa lalu. Gue di sini mau
ngeceritain ke lo-lo semua pengalaman gue bersama para straight yang berhasil gue taklukin. Buat lo-lo yang sebelumnya
belum kenal sama gue. Nama Gue Hendra, umur gue baru 24 tahun, dan gue adalah
seorang Polisi berpangkat Briptu yang bekerja di salah satu Polsek dari kota S
di pulau Jawa. Buat kalian yang sebelumnya udah membaca cerita gue sebelumnya (Straight To Gay Part 1 – yang
menceritakan pengalaman seks gue yang liar bersama Briptu Dhanny dari kota J)
ini gue bagi ke kalian semua, cerita flashback
gue. Emang sih, di sini gue belum jadi seorang Polisi seperti sekarang,
tapi rasa-rasanya, kurang afdol kalau gue nggak cerita dari awal-awal banget.
Gue gay dan gue punya kebiasaan
yang seru. Gue punya sebuah project
yang gue beri nama Straight To Gay
Project yang merupakan usaha gue untuk merubah seorang straight menjadi gay, atau paling nggak memberikan mereka
pengenalan terhadap dunia gay, lewat yahhhh, you know... seks. Sejauh ini korban gue baru 3. Temen sekelas gue
a.k.a ketua kelas gue sendiri, Bokap gue, dan seorang Briptu slash Briptu Dhanny dari kota J di
cerita Straight To Gay Part 1.
Wahhhh! Gimana ceritanya gue bisa ML sama Bokap sendiri? Well, tunggu saja Straight To
Gay Part 0,2.
Back to my Putih-Abu-abu world beberapa tahun silam. Tepatnya
waktu gue baru pertama kali masuk SMA, di MASA ORIENTASI SISWA (MOS). Layaknya
anak SMP yang baru lulus sekolah dan menginjakkan kaki di dunia yang baru, gue
kelihatan cupu banget dengan aneka pernak-pernik MOS yang, you know lah... MEMALUKAN. Yang gue disuruh makai rompi dari bahan
tas plastik, topi dari mangkuk plastik, sampai aneka aksesoris sayur-mayur yang
wajib digunakan sebagai pengganti kalung. Hehehhehe. Kalau gue inget-inget
lagi, itu adalah moment dalam hidup gue yang memalukan.
Ceritanya acara MOS gue ini
diadakan selama tiga hari di sekolah. Well,
acaranya, sih lumayan seru, mulai dari belajar baris-berbaris, sampai
game-game seru layaknya out-bond. Setiap
grub terdiri dari 30’an orang yang ditempatkan dalam sebuah ruang kelas. Setiap
grub diberi nama-nama unik. Waktu itu nama-nama grubnya diambil dari nama-nama
tokoh dan pahlawan Indonesia. Waktu itu grub gue diberi nama Imam Bonjol.
Selama kegiatan MOS kita sesama freshmen juga
mulai saling berkenalan dan terlibat pembicaraan seru. Gue yang seorang gay,
tentu saja lebih memilih sebagai pendengar, dan bukannya paling aktif sebagai
pembicara bersama temen-temen baru gue kalau lagi ngumpul. Maklum lah, status
gue kan perlu dirahasiakan.
Obrolan kami pun nggak jauh-juah
dari, yahhhh kalau yang cewek pada seru ngomongin kakak-kakak kelas pembina
siapa yang ganteng, bla-bla-bla, dan begitu pula sebaliknya, yang cowok-cowok
juga sibuk ngomongin kakak pembina A seksi, kakak pembina B punya payudara
montok, dan bla-bla-bla. Suatu hari gue mencuri dengar pembicaraan segerombolan
temen cewek gue yang lagi ngomongin seseorang. Telinga gue menangkap nama Farid
disebut-sibut. Siapakah gerangan dia? Kakak kelas? Well, setelah memasang kedua telinga lebih tajam lagi, akhirnya gue
tahu siapa dia.
Farid Arjun Sasongko, freshmen juga seperti gue dari grub Pangeran Diponegoro.
Desas-desusnya dia ganteng banget karena punya darah Arab yang mengalir di
tubuhnya. Menurut salah satu temen cewek gue, postur tubuhnya ideal, beda
dengan anak-anak seumuran gue waktu itu yang punya tinggi sekitar 170’an cm
atau malah bisa kurang. Katanya Si Farid ini punya tinggi menjulang 178cm
(Tinggi untuk ukuran anak SMA), dan punya body yang.... yuuuuuuuumy. Gue sih,
senyum-senyum sambil terus menguping. Kabarnya Si Farid ini sudah jadi buah
bibir seantero grub dan kakak-kakak kelas pembina. Gue jadi penasaran.
Selama kegiatan, lah kok sialnya
gue nggak pernah menjumpai anak yang namanya Farid ini. Gue jadi makin
penasaran saja! Sampai pada akhirnya di hari terakhir MOS, seluruh freshmen dikumpulkan di sebuah aula
sekolah untuk upacara penutupan. Di situ semuanya tumpah ruah dalam hiru-pikuk.
Ada yang ngobrol soal gimana nggak sabarnya mereka untuk segera melepas segala
atribut memalukan yang mereka pakai, sampai ngoborlin siapa-siapa nanti yang
bakal jadi teman sekelas mereka. Oh, jadi gue baru dong, ternyata grub di MOS ini pembentukannya nggak sama dengan
pembentukan kelas-kelas reguler. Jadi nanti di kelas reguler, gue nggak pasti
sekelas sama temen-temen segrub gue waktu MOS. Gue menelan pil pahit kecewa
karena gue mesti kenalan lagi dengan orang-orang baru, padahal gue udah
terlanjur akrab dengan temen-temen dalam grub MOS.
Acara dalam upacara penutupan
itu diakhir dingin pemilihan Raja dan Ratu MOS dari freshmen, ibaratnya seperti Raja dan Ratu Promnight, gitu kali ya. Pemilihan itu di’vote langsung oleh
kakak-kakak kelas pembina bedasarkan kedisiplinan dan partisipasi total mereka
selama mengikuti MOS. Dan terpilih’lah, ayoooo tebak siapa???? Yup, Farid Arjun
Sasongko, dan seorang cewek bernama Dian Ayu Permata. Kedua freshmen tersebut naik ke atas panggung
untuk menerima jabatan mereka.
Well, here he is! Farid
Arjun Sasongko terpampang nyata di depan gue yang waktu itu duduk di barisan
terdepan. Satu kata buat dia. YUMMY. Sesuatu di balik celana biru pendek gue –
waktu MOS para freshmen masih pakai
seragam SMP – mendadak tegang. Oh, My
God! How sweet mercifull world. Engkau telah menciptakan mahluk selezat dia.
Ya, ampun kalau saja gue sendirian di aula saat itu, gue udah meneteskan air
liur gue karena terpesona dengan kegantengan Si Fardi ini. Lihat saja kaki
jenjangnya yang berotot itu, seperti kaki-kaki pemain bola, kelihatan yummy
banget dengan bulu-bulu halus yang tumbuh di betisnya. Huuuum, kontol gue makin
berkedut-kedut nggak keruan rasanya.
Pulang dari acara itu gue nggak
bisa melupakan wajah Si Farid a.k.a Raja MOS yang ehhhhhhhmmmm, bikin gue pegen
melahap dia saat itu juga kalau bisa.
Keesokan
harinya...
Well, saatnya sekolah
dan mendapatkan teman-teman baru lagi. Gue kebagian kelas 1-3, which is letaknya ada di mana gue belum
tahu. Jadilah gue keliling-keliling sekolah mencari kelas gue itu. Dan setelah
lima menit berjuang akhirnya gue menemukan kelas gue yang terletak di lantai
dua gedung sebelah barat dekat lapangan olahraga. Well, spot kelas gue emang oke. Entar di dalam kelas gue bakal cari
tempat duduk dekat jendela supaya nanti bisa curi-curi melihat kakak-kakak kelas
yang lagi olahraga. Bukan yang cewek-cewek, ya, tapi yang cowok-cowok, apalagi
kalau sampai bisa ngelihat tim basket putranya, which is body mereka oh so
damn gorgeous and yummy.
Dengan santai gue masuk ke
kelas, dan..... ibaratnya kayak film yang lagi slow-motion, pandangan gue tertuju pada cowok yang duduk di deretan
tengah, sedang asyik mendengarkan musik dari handphone yang tersambung dengan headset, Farid Arjun Sasongko. What a surprise! I can’t believe it! Tuhan
kayaknya baik banget. Well, gue nggak
tahu, ya apa Tuhan bisa ngebantu gue begini, secara dia melaknat kaum gay kayak
gue. Tapi, masa bodoh, deh, gue lagi seneng menikmati keberuntungan gue yang
ternyata sekelas sama Farid yang AH SO
DAMN HOT itu. Sesuai rencana, gue ngambil duduk di deretan dekat jendela,
dua bangku di belakang Farid, supaya... hehehhehhehe, ngeres banget gue
pagi-pagi, supaya gue bisa ngelihat bahu bidangnya yang tecetak jelas di
seragam putih barunya.
Well, gue persingkat
ceritanya. Pokoknya gue memperluas perkenalan gue, termasuk ke Si Fardi ini,
dan OH SO DAMN, suaranya seksi
banget, kayak VIN DIESEL, dan kerennya, wali kelas gue menunjuk Farid sebagai
ketua kelas. Hore-hore! Emang, ya kalau anak ganteng dan bisa menarik
perhatian, pasti bisa saja dapet jabatan keren di sekolah. Dan di sinilah
awalnya cerita gue bersama Farid. Yup-yup-yup, dialah straight yang jadi korban gue. Apakah dia akan berubah menjadi Gay
setelah gue kenalin gimana dahsyat serta nikmatnya seks gay itu? Well, tunggu saja...
Tiga
bulan kemudian...
Sekolah gue ini emang sekolah
berstandart International, yang segalanya berkaca kepada Australia atau
Amerika, jadi yaw kurikulum kita agak berbeda dengan sekolah-sekolah biasa di
Indonesia. Di sekolah baru-baru ini dibangun Boys & Girls locker room. Itu lho, ruangan yang berisi shower room masal tempat kita biasa
membersihkan diri setelah aktifitas olahraga di lapangan. Which is adalah malapetaka buat gue yang seorang gay.
Boys locker room di
sekolah ada 3. Untuk kelas 1, 2, dan, 3. Begitu juga yang for girls. Peraturannya, sih sederhana saja. Setiap siswa dilarang
mengotori area loker dan shower room. Buat
yang cewek, sih udah pasti dilarang membuang pembalut-pembalut itu sembarangan.
Yuks.
Well, bayangin gue
yang seorang gay bakal mandi bareng-bareng sesama temen cowok kelas gue. What is gonna happen? Gue sih bakal happy karena bisa ngelihat temen-temen
gue naked, tapi apa konsekuensi gue
sebagai gay yang menikmati pemandangan aduhai seperti itu? YES! MY DICK WILL GONNA WAKE UP. Tahu apa yang akan terjadi
selanjutnya kalau kontol gue tiba-tiba bangun saat gue mandi rame-rame sama
sekumpulan cowok naked. It’s nightmare
ya’know! Status gue bakal kebongkar. Emang, sih hal yang seperti itu bisa
dikontrol, tapi sejauh ini gue nggak bisa mengendalikan kendali birahi gue.
Ngelihat Farid yang nggak naked saja
gue suka ngaceng, apalagi kalau ngelihat ketua kelas gue itu dengan keadaan naked dan gue bisa ngelihat kontolnya. WOW and AGRHHHH on the same time!
Setelah mikir-mikir akhirnya gue
menemukan cara jitu untuk keluar dari masalah ini. Well, setiap kelas nggak boleh sembarangan memakai locker room ternyata. Locker room hanya boleh digunakan oleh
siswa yang sedang ada jadwal kelas olahraga atau berekstrakuliluer olahraga,
seperti basket, sepak bola, voli, renang dan karate. Jadi diluar itu, siswanya
nggak boleh masuk ke locker room.
Gue udah mengamati situasi di
lapangan. Gue kebagian jadwal olahraga di hari Rabu, dan setahu gue kelas-kelas
lain yang punya jadwal olahraga di hari rabu adalah kelas 1-5 (kelas satu gue
ada 5 kelas. 1-1, 1-2, 1-3 *kelas gue*, 1-4, dan 1-5). Kebetulan kelas gue
duluan makai locker room, dan kelas
1-5, setelah jam istirhat. Well, gue
bakal absen selama temen-temen gue mandi di locker
room, gue bakal ke kantin or
somewhere, sampai temen-temen gue selesai mandi, dan setelah itu gue bisa
menikmati shower room itu seorang diri,
tanpa takut diganggu sama anak kelas 1-5, karena mereka nggak boleh masuk ke
sana sampai jam istirahat selesai, dan gue yakin temen-temen gue bakal selesai
mandi sebelum bel istirahat berbunyi, dan gue bakal cukup punya waktu untuk
mandi seorang diri di sana. Sebetulnya nggak mandi juga nggak apa-apa, tapi
gerah juga kalau keringet nempel di seragam sekolah.
Well, kedengarannya
emang ribet banget hidup gue. Tapi sebelum gue bisa belajar untuk mengendalikan
kontol gue yang suka ngaceng tiba-tiba kalau ada pemicunya, gue bakal ngejalani
rutinitas gue ini dengan tangan terbuka dan seikhlas-ikhlasnya. Dan terbukti
berjalan tiga minggu gue sukses-sukses saja, meskipun terkadang megundang
pertanyaan temen-temen cowok gue, kenapa gue mesti ngilang sewaktu jam pelajara
olahraga selesai, dan bukannya gabung mandi bareng mereka di shower room. Yahhhh, waktu itu gue
ngejawab kalau gue mesti ngebantuin Bu. Resti, petugas perpus untuk menyusun
buku yang dikembalikan siswa kembali ke raknya setiap hari rabu selesai jadwal
kelas olahraga, dan untungnya temen-temen gue percaya. Hhehhehehe, padahal
selama ini gue suka ngacir ke kantin duluan.
Tapi keberutungan itu nggak
selamanya gue terima. Pada hari itu, yang merupakan awal dari segalanya, di
hari rabu itu.
Selesai olahraga yang waktu itu
pengambilan tes lari estafet, temen-temen gue udah pade rumpi pengen segera
mandi saking gerah dan keringetannya badan mereka. Gue pun juga begitu, tapi
gue mesti sabar barang sedikit lebih lama karena gue mesti nunggu mereka
selesai mandi dulu. Di lain sisi gue juga belajar mengendalikan kontol gue. Gue
nonton bokep gay sambil berusaha nggak ngaceng, tapi tetep saja gue ngaceng.
Emang susah kali, ya. Ibaratnya kalau cowok straight
disuguhi cewek bugil pasti ngaceng juga.
Guru olahraga kita Pak Agung
membubarkan kelas di lapangan, tapi sebelumnya dia memerintahkan Farid Si ketua
kelas untuk ikut dia ke ruang guru. Terpisahlah kita ke tujuan masing-masing.
Di kelas gue ada 10 cowok. Delapan dari kami ngacir ke shower room, gue dan Farid punya tujuan sendiri-sendiri.
Hehhehehehhe, bodohya gue nggak kepikiran kalau ini adalah awal dari segalanya.
Setelah lima belas menit
nongkrong di kantin, gue menemukan temen-temen kelas gue – yang delapan orang
itu – berjalan bersama menuju kantin dalam keadaan fresh karena habis mandi, dan itu adalah pertanda kalau shower room kosong saat ini, dan menjadi
tanda buat gue untuk cabut dari kantin dan mandi di sana. Sesampainya di sana, Well, tanpa ba-bi-bu, gue menanggalkan
seluruh pakaian olahraga dan masuk ke shower
room yang merupakan ruangan luas ukuran 10x10m yang dilengkapi dengan
pancuran sebanyak 15 buah yang tersusun rapi di sepanjang dindingnya.
Gue memilih spot di tengah dan gue mandi dengan santainya. Pokoknya gue punya
waktu sepuluh menit sebelum bel istirahat berbunyi. Asyik-asyiknya gue
membasahi tubuh telanjang gue dengan air hangat, gue mendengar suara locker yang lagi dibuka. Bunyi besi yang
berderak itu merupakan tanda kalau ada orang di locker room ini. Waduh, gawat! Siapa, ya??????
Sesosok bayangan muncul di muka shower room, yang ternyata adalah Farid.
Farid dengan handuk biru melingkar di pinggangnya, yang setelah melihat gue
langsung melemparkan sapaan lewat gerakan alis.
“Baru mandi lo!” Serunya menyapa
gue, dan saat itu langsung melepaskan handuk.
GLEEEG! Gue menelan ludah. SHIT! OH MY GOD! Farid Arjun Sansongko, The hotest freshmen in this school, naked di depan mata kepala gue. Jantung
gue rasanya mau berhenti saat itu juga waktu ngelihat, let say his DICK, yang super WOW itu. Badannya, sih jangan
dibilang, yawww.... atletis banget, dengan kulit kecokelatan. Niplenya bikin gue nggak tahan. Merah
melenting di kedua dadanya yang bidang. OH
SO DAMN! WARNING WARNING, MY DICK IS GONNA WAKE UP! Enam hal yang bikin
kontol gue langsung ngaceng : wajah ganteng, body atletis, ketiak berbulu, niple, pantat seksi, dan kontol yang
yuuumy.
JRESSSHHHHH! Suara air mengucur
turun. Tebak di mana Farid ngambil posisi. Yup, di sebelah gue. Dan dia
sekarang lagi membasuh tubuhnya dengan air yang mengucur dari atas kepalanya
tersebut. Gue harus segera keluar dari ruangan ini atau sesuatu yang buruk akan
segera terjadi. SIALAN! Padahal gue belum pakai sabun, belum keramas, badan
cuman basah doang. AGRHHHHHH! Ingin segera gue langkahkan kaki ini menjauh,
tapi entah kenapa kedua kaki gue seolah membeku. Rasanya seperti agar-agar,
lumer nggak jelas pas ngelihat kontol Farid di sebelah gue.
Kontolnya itu lagi bobo, cokelat
muda, menggantung indah 8cm, nempel rapet di buah zakarnya yang GLEEEGGGGG,
menggantung dan ditumbuhi bulu-bulu yang lumayan lebat. Well, area pribadinya ditumbuhi bulu-bulu. Gue baru inget. Dia
Arab. Dua hal tentang cowok arab. BIG AND
HAIRY.
Farid lagi makai sabun. Di
sebelahnya gue masih mematung, nggak bergerak, malah kayak patung yang lagi
diguyur hujan. Harus menggendalikan diri, nggak boleh ngelirik cowok hot di sebelah, harus keep calm, dan menjaga kontol gue supaya
nggak ngaceng. Breath in-breath out,
breath in-berath out.
“Bro, bisa tolong gosok punggung
gue nggak?”
Eh? Gue masih diam. BLAK! Tangan
kokohnya itu menpeuk bahu gue. Well, gue
sih nggak kalah atletis. Gue juga punya badan yang oke. Enough muscle one chest, abs, arms, pokoknya gue shape.
“Apa’an?!” Tanya gue agak galak.
“Tolongin gosok punggung gue?”
Gue ngelirik ke arahnya. Farid naked. OH MY GOD! YUMMY! Inget gue harus
berlagak normal. Which is gue harus
berlagak kayak cowok normal pada umumnya. Menolak disaat diminta seorang cowok
untuk menyentuh badannya, macam sekarang ini.
“Ogah! Males gila pegang-pegang
lo!”
Farid malah ketawa. “Sama-sama
cowok juga. Tangan gue nggak sampai.”
Wait a second!
Tiba-tiba kayak ada lampu nyala di kepala gue. He’s an arab, which is bodynya dia oke, tangannya juga panjang.
Masak gosok punggung nggak sampai? Atau jangan-jangan dia sengaja pengen gue
sentuh-sentuh lagi. Atau.... Ahhh nggak-nggak, Farid nggak gay. Nggak ada
tampang gay. Biarpun banyak gay yang macho, Farid kayaknya nggak, deh.
“Please...” Wah memelas dia.
Akhirnya setelah terbius dengan
suaranya yang eehhhhhmmm, unyu itu, akhirnya gue mau menggosok punggungnya.
AGRHHHHHH! ANOTHER WARNING FOR ME! Tangan
gue menyentuh kulit punggungnya. NYESSSSSS! Hangat, karena shower Farid
mengeluarkan air panas. Heeeeem, halus banget kulit punggungnya. Gue diem
sejenak.
“Lo mau diem dan mandangin
punggung gue, atau mau bantu gue sih sebenarnya?!”
“Sorry-sorry, ke distrack
sama tugas matematika bentar lagi.” Tangan gue bergerak-gerak menggosong
punggungnya. ALAHMAK! OH MY GOD! FOR
HEAVEN SAKE! CODE RED! CODE RED! Kontol gue mulai berkedut-kedut. Untung
Farid lagi memunggungi gue jadi nggak ngelihat kontol gue yang bergerak-gerak
karena dirangsang oleh sentuhan tangan gue ke punggung seksi, hangat, dan
berbusa sabun sekarang ini.
“Oh, tugas PRnya Pak Imam, ya?
Lo belum ngerjain?” Farid meletakkan kedua telapak tangannya di dinding seraya
menikmati gosokan tangan gue di punggungnya.
“Udah, kok. Cuman takut saja
kalau ada yang salah...” Gosok-gosok-gosok, dan tiba-tiba...
“Agrhhhhh...” Farid menggerang.
“Gila! Badan gue capek banget.” Otot di bahunya menegang di depan mata gue.
CODE RED AGAIN! Kontol
gue mulai setengah bangun. OH JANGAN! Aduh, kenapa dia pakai menggerang sambil stretching gitu. Harus segera pergi sebelum
kontol gue nggak bisa diajak kompromi.
“Bro, gue udahan, ya?! Punggung
lo udah bersih, kok!”
Farid melirik ke belakang lewat
bahu kanannya. “Oke! Thanks, ya!”
PLAK! Refleks gue menampar
pantat kanannya yang seksi seperti dua buah bakpao itu. GILA! Kok, bisa gue
berbuat begitu. Gemes kali ya gue sama pantatnya.
“SIALAN!”
“HAHAHHAHAHAHAH!” Gue pergi ke
luar shower room menuju locker gue sendiri.
Gue duduk di bangku kayu panjang
di depan locker sambil memakai
deodoran, ah sialan gue kan nggak sabunan sama keramas, badan cuman basah
doang. Gue pakai parfum agak banyakan, lalu buru-buru pakai celana dalam,
celana abu-abu setelahnya, dan saat itu Farid keluar dengan santainya, tanpa
handuk menuju lockernya sendiri, yang
kebetulan ada di lorong yang sama kayak gue. SIALAN! Kontolnya itu
gondal-gandul mengikuti gerakan pinggulnya. Kontol gue langsung ngaceng.
WAHHHHHH! Untung gue udah pakai celana.
Buru-buru gue pakai kemeja
seragam gue. Gue nggak biasa pakai kaus dalam. Pas itu gue ngelirik Farid lagi
ngebersihin rambutnya pakai handuk. Lengannya itu terangkat dan memamerkan
ketiak kanannya. Hummmm, seperti dugaan gue. Ketiaknya berbulu lumayan lebat.
Ahhhhhh, sialan! Pengen gue endus-endus ketiaknya yang sekarang lagi disemprot
Axe aroma cokelat itu. Pengen gue basahi bulu-bulunya itu dengan ujung lidah
gue. AHHH NGGAK TAHAN!
“Bro, gue duluan!” Seru gue
pamit keluar locker room. Farid cuman
melambai sambil mengeluarkan seragamnya dari dalam locker.
Gue harap ini terakhir kalinya
gue mendapatkan cobaan seperti ini. Farid itu emang sulit untuk diacuhkan.
Setelah melihat dia naked, gue makin
naksir sama dia. SIALAN! Apalagi setelah gue tahu dia lagi pacaran sama Dian
Ayu Permata, yup RATU MOS a.k.a pasagannya dalam penobatan itu. He’s straight, and God he’s so damn hot. Tahu,
kan kalau gue ini naksir berat para straight.
Mereka lebih bisa mengirimkan gelenyar nikmat ke seluruh tubuh gue dikala
gue lagi memperhatikan mereka, ketimbang gue ngelihat sesama gay, yang meskipun
macho banget penampilannya.
Farid Arjun Sasongko, my class-leader, could I get you under my
skin?
Satu
Bulan Kemudian...
Namanya juga freshmen ganteng dan punya kharisma,
bisa menarik perhatian banyak orang, mulai dari teman-teman sekelasnya, para
guru, bahkan kepala sekolah sekalipun. Well,
Farid emang pintar. Akademik dan Non-Akademiknya bagus. Kebetulan Farid
ikut ekskul renang – which is kasih
bukti nyata kalau dia punya bahu yang bidang – dan baru-baru ini ditunjuk juga
masuk tim sekolah buat berlomba di ajang renang gaya bebas antar profinsi di
pulau jawa. Itulah yang bikin gue makin klepek-klepek pengen ngedapetin dia,
ngegodain dia, dan ML sama dia. Well, ini
sih mungkin saja nggak mungkin, tapi gue pengen jadi boyfriendnya dia. I wanna him
join on the team gay.
Karena Farid jadi ketua kelas
yang baik selama ini, wali kelas gue menunjuk dia untuk ikut diklat OSIS baru
yang akan dilaksanakan di sekolah dua minggu lagi. Wah, Farid emang kandidat
yang sempurna untuk jadi The Next
ketua OSIS, tapi untuk menuju ke sana kayaknya masih panjang. Farid jelas
banyak saingannya, mulai dari kakak-kakak kelas sendiri contohnya.
Nah, ngomongin soal diklat, well, setiap kelas diwakilkan oleh dua
orang. Hum, wali kelas gue menunjuk Farid sebagai salah satu calonnya, dan satu
lagi beliau pengennya dari jenis kelamin cewek. Beliau menunjuk teman gue yang
bernama Sari, tapi anaknya nggak mau dengan memberikan banyak alasan. Wali
kelas gue pun nggak putus semangat dan menyembutkan beberapa nama, tapi entah
kenapa para cewek di kelas gue pada ogah ikut diklat OSIS yang jelas-jelas
bakal bikin mereka masuk Tim OSIS (kalau terpilih lagi oleh tim pemilihan
khususnya), dan yang lebih jelas lagi keuntungannya, kalian para cewek bisa
bareng-bareng sama Farid, as a team ngewakili
kelas ini. BODOH! Begitu batin gue saat itu.
“Waduh, saya nyerah, deh!
Cewek-ceweknya nggak ada yang berminat. Ya, sudah Farid kamu pilih sendiri
saja. Sesukamu, mau cowok apa cewek. Dan yang dipilih sama Farid nggak boleh
nolak. Kalau maksa untuk menolak, membayar denda 100 ribu.”
KOR! Kelas gue ngomel-ngomel
mendengar ancaman wali kelas, kelas 1-3.
“Hendra saja, bu!”
DEG! WHAT?
“Hendra kamu mau?” Tanya wali
kelas gue.
Gue masih diam saja. Masih nggak
ngeh sama keadaan sekitar gue yang tiba-tiba kayak di pause.
“Kok, gue sih Rid?!” Gue
pura-pura protes setelah mengumpulkan kesadaran.
Yang namanya Farid malah
cengar-cengir sambil bersiul.
“Ikut ngewakilin kelas kita ke
diklat bareng Farid atau bayar 100rb?” Wali kelas gue mengultimatum.
Wah, gimana, nih? Nempel, berdua
Farid as a team, likes dream comes true, kehilangan
uang 100rb nggak sebanding, deh. Oke, sudah diputuskan!
“Ya, sudah, deh! Oke!”
Jadilah gue bersama Farid tiga
hari kemudian mulai mengikuti serangakian acara rapat, breaving-breaving gitu, deh. Dan gue selalu duduk di sebelah Farid.
Kita berdua banyak ngobrol, dan sering-sering juga dia curcol soal Dian,
pacarnya, which is bikin kuping gue
panas. Katanya lagi berantem-antem kecil sama Dian, gara-gara Farid lupa
ngejemput Dian di tempat les, dan malah datang terlambat ngejemput, which is bikin Dian mesti nunggu di
pinggir jalan selama hampir satu jam. Ahhhh, anak SMA, berantemnya juga masih
monyet-monyet, kayak cintanya.
Sebagai gay, gue adalah
pendengar yang baik. Gue suka denger orang-orang cerita, suka bergosip pula.
Udah jadi bawaan gen orang gay yang suka gosip. We have an undeniable addiction to gossip. Biar dia gay yang macho
atau ngondek. Trust me, it’s true! Gue
sebagai temannya cuman bisa mendingin-dinginkan Farid, yah dibilang menghibur
juga nggak, orang problem sepele gitu gimana menghiburnya. Dan gue jadi tahu
kalau Farid ini gampang touch, hatinya
bener-bener soft like a froyo. Which is
one of the way buat gue yang bisa ngebelokin dia ke team gay. Straight yang kondisi emosionalnya labil itu mudah
dibalikkan. Maksudnya lebih mudah didekati, another
way to say.
Acara rapat-rapat begini emang
makan waktu, dan gue setengah-setengah saja pasang telinga mendengarkan omongan
kakak kelas gue a.k.a ketua OSIS, cewek pula, dan ngebikin gue nggak tertarik.
Nggak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. SIALAN! Mana gue nggak
bawa motor ke sekolah, mana gue mesti males naek angkot.
“Lo pulang naek apa?” Tanya
Farid saat menyamai langkah gue keluar dari ruang OSIS di malam hari.
“Gue nggak bawa motor hari ini.
Lagi ngebengkel. Tadi pagi nebeng bokap.”
“Rumah lo di mana?”
Gue menyebutkan area perumahan
di kota S.
“Wah, jam segini angkot di sana
udah nggak ada kali, ya?!”
TRUE! Rumah gue
dilingkungan elite, which is jarang
dilewati angkutan umum, karena jelas siapa yang mau naek angkutan umum di sana,
mana semua penghuninya bermobil. Kalau ada sih ya cuman ada satu jenis angkut
yang biasa lewat di depan komplek doang, just
pasing trought, karena komplek rumah gue deket pabrik. Tapi di jam segini,
hampir nggak mungkin ada angkot menuju ke sana karena jadwal operasinya
mengikuti jadwal-jadwal kerja para buruh pabrik.
Telepon Bokap buat ngejemput
adalah salah satu carannya. Buru-buru gue rogoh saku celana gue untuk mencari
handphone. Nada sambung terdengar...
“Gimana kalau malam ini tidur di
rumah gue?”
Hah? Gue noleh ke Farid.
“Kita kan di suruh ngebikin
program pribadi untuk program OSIS tahun ini. Kebetulan bonyok gue nggak ada di
rumah jadi rumah kosong. Kita bisa ngerjain tugas itu sampai malam, orang besok
minggu kan libur.”
Gue keinget tugas peserta diklat
OSIS tadi. Yah-yah-yah, setiap team diminta untuk membuat proposal program
untuk kegiatan OSIS tahun ini. Yah, macam program kebersihan atau kegiatan
sekolah kayak pensi misalnya. Karena gue satu tim sama Farid, jelas kita berdua
mesti mengerjakan itu berdua. Sementara itu telepon gue belum diangkat sama
bokap.
Nginep di rumah Farid? Berdua
dia? WOW! Gue jadi deg-degan. Gimana, nih? Handphone gue matiin.
“Nggak ngerepotin?”
Farid menggeleng. “Udah, ayo!”
Gue mengekor di belakangnya ke
area parkir. Dan jadilah kita berboncengan menuju rumah Farid. Gue nggak tahu
apa yang akan terjadi di sana. Berdua bersama cowok straight crush du jour gue bikin gue semangat empat lima. Pasti
bakal ada yang terjadi malam ini? Gue semagat berat. Straight To Gay Project is engage.
Brrrruuuuuuum! Motor Farid, with me diboncengannya meluncur
meninggalkan sekolah malam itu.
Setengah jam kemudian...
Sampailah gue dan Farid di
rumahnya. Well, perjalanan selama
setengah jam itu bikin jantung gue berdebar-debar. Gimana nggak deg-degan,
orang motor Farid itu tipe motor laki-laki yang boncengannya punya sudut miring
sekitar 20 derajat. Gimana hasilnya kalau ada seseorang yang dibonceng di
belakangnya? Yup! Yang jelas pantat gue melorot sampai akhirnya badan gue
menempel di punggung Farid yang... nggak usah dijelasin kali yaw. Pokoknya gue
nggak bisa menahan kontol gue untuk nggak berdiri.
Waktu itu sumpah gue malu
sekaligus takut. Gue bertanya-tanya apakah Farid merasakan sesuatu menjanggal
di punggungnya sewaktu berboncengan dengan dia tadi? Gimana kalau Farid tahu
gue ereksi sewaktu lagi berboncengan motor sama dia? Akankah dia menaruh curiga
kalau gue gay? Well, sampa detik ini
saat Fardi mematikan mesin motornya, dia nggak berkomentar apa-apa.
Kami berdua berhenti desebuah
ruko berlantai dua di daerah yang cukup ramai. Gue tahunya lokasi ini jadi
tempat pusatnya penjualan toko material di kota S. Sambil memperhatikan keadaan
sekitar yang mulai sepi karena kebanyakan toko-toko udah pada tutup sejak jam
lima sore tadi, gue mengikuti Farid yang memasukkan motornya ke sebuah gang
kecil yang terletak di antara dua bangunan ruko. Lebar gang itu kira-kira 3m,
cukup untuk di masukin Farid, motornya, dan gue sambil berjalan bersisian.
“Rumah gue di belakang. Yang di
depan tadi toko bangunan punya bokap.” Jelas Farid memecah keheningan.
“Oh, jadi bokap lo pengusaha.
Beneran, nih di rumah lo cuman sendirian. Entar gue ngerepotin.”
“Suer, deh! Di rumah cuman
tinggal berempat. Gue, bonyok, sama kakak cowok gue.”
“Kakak lo ke mana?”
Gang tadi membawa kami sampai di
sebuah halaman paving yang cukup luas di belakang ruko. Ternyata betul. Ada
rumah dua lantai berdiri di sini. Rumahnya, sih nyempil, jadi kelihatan unik
saja, apalagi di kelilingi tembok-tembok tinggi begini. Macam rumah di delam
kotak. Farid akhirnya memarkirkan motornya.
“Kakak gue kayaknya belum
pulang. Motornya nggak ada tuh buktinya.”
“Kakak lo kerja?”
Farid mengangguk. “Paling lembur
lagi. Masuk, Hen!”
“Oke!”
Gue pun langsung permisi-misi
masuk ke dalam rumah Farid. Hum, rumahnya nyaman banget. Saat itu gue nggak
langsung dipersilahkan duduk di ruang tamu, tapi ikut naik dia ke lantai atas,
langsung ke kamarnya. Di lantai dua ada tiga ruangan. Dua kamar tidur, dan
ternyata satunya lagi sebagai kamar mandi. Salah satunya pasti kamar Farid dan
satunya lagi pasti kamar kakaknya.
“Kamar lo yang mana?”
Farid membuka pintu yang paling
dekat dengan posisi kami sekarang. Dan masuklah kami ke dalam kamar Farid. Yah,
tipical kamar cowok gimana, sih. Tempat tidur, lemari pakaian, meja belajar. That’s it. Nggak ada televisi di dalam
kamar, cuman ada seperangkat audio untuk memutar musik.
“Langsung ngerjain proposal atau
mau apa dulu, nih?” Tanya gue memecah kesunyian, karena gue ngelihat Farid lagi
siap-siap membuka kemeja seragamnya.
Pikiran kotor gue malah berharap
setelah Farid melepaskan seragamnya, gue pun juga ikut-ikutan begitu, dan
lantas lanjut ke make out berdua.
Wahahahhaa, nggak, lah yang jelas Farid mau ganti baju dulu. Gue sih tegang
bukan main waktu Farid menanggalkan kemeja seragamnya. Ternyata di balik kemeja
seragamnya itu Farid mengenakan kaus putih polos sebagai baju dalam. Well, body nya yang oke itu tercetak
jelas seperti kulit keduanya. Belum lagi cetakan jelas kedua puting di dadanya
yang membuat tengkuk gue berdesir.
“Makan dulu. Baru ngerjain
tugas.”
SIAL! Farid nggak ganti celana.
Gue menelan kekecewaan gue sambil mengikuti Farid turun ke lantai bawah. Di
meja makan sudah tersedia lauk-pauk berupa ikan bandeng dan sayur sop (wortel,
kacang kapri, sosis, bakso, brokoli, dengan kuah kaldu ayam). Di dalam tudung
saji itu ada note dari mama Farid kayaknya yang bacanya “Sebelum makan sayur
sopnya di panasin dulu. Baik-baik sama Masmu.”
“Bonyok lo pergi ke mana?”
“Ke rumah saudara. Sepupu bokap
gue ada yang meninggal.”
“Ohhhhh...”
Jadilah kita makan berdua.
Disela-sela acara makan malam kami mengobrol akrab. Gue bercerita tentang
keluarga gue yang cuman terdiri dari gue, bokap, dan nyokap saja. Bokap gue
Polisi dan Nyokap adalah seorang manjaer di sebuah hotel berbintang di kota S.
Gue cerita kalau nyokap gue sering luar kota, jadi gue suka makan malam berdua
bokap saja. Bokap yang masak. Kadang juga gue ngerasa cuman tinggal berdua saja
sama bokap. Habisnya mau gimana lagi, nyokap orang yang sibuk. Bokap emang
Polisi yang berpangkat, gajinya juga udah lebih dari cukup untuk hidup kami
bertiga, tapi nyokap sendiri maksa kerja supaya pendidikannya selama ini nggak
menguap begitu saja.
Dengan orang tua yang kerjanya
mapan, kehidupan gue jadi terjamin, dan gue malah jadi anak yang dimanja.
Kebutuhan gue selalu terpenuhi. Nggak tahu deh apa permintaan gue yang pengen
mobil itu bakal dikabulin apa nggak. Hehehhehe, I wish they will! Dan obrolan kami akhirnya berakhir dengan
membicarakan hubungan Farid bersama Dian. Huffffffhh,
again! Gue menghela napas jengah.
Eh nggak tahunya yang lagi
diomongin telepon ke handphone Farid. Terjadilah perbincangan Farid dengan
yayangnya itu di telepon, sedangkan gue sambil makan juga sambil curi-curi
dengar. Tak lama kemudian Farid mematikan handphonenya, wajahnya kelihatan
kesal.
“Kenapa?” Spontan gue bertanya.
“Ngambek lagi dia.”
“Please, deh!” Gue emang rada nggak suka sama Dian Ayu Permata ini.
Cewek itu centil banget dan punya aura sombong di wajahnya. “Kenapa lagi dia?”
“Besok pengin diantar show, tapi
gue udah bilang kalau ada acara sama lo buat ngerjain proposal diklat OSIS.”
Hati gue bersemi karena Farid
lebih mementingan urusan kami berdua ketimbang mengurusi ceweknya yang ganggu
itu. Oh, ya gue lupa cerita. Dian itu penyanyi. Penyanyi dangdut, sih
kebanyakan, dan suka dipanggil ikut nyanyi di sebuah acara pernikahan. Gue
heran saja, ada ya cewek dangdut gitu diterima di sekolah international.
Jomplang banget.
“Lo itu pacarnya apa supirnya,
sih?” Gue risih untuk ikut berkomentar. Emang betul. Semenjak mereka pacaran,
Dian suka minta Farid nganterin dia kemana-mana. Mulai dari tempat les, tempat
show, bahkan pernah lo Farid cerita waktu kumpul sama temen-temen cowok sekelas
di kantin, kenapa dia bisa dateng terlambat sekolah waktu itu. Farid bilang
katanya dia harus jemput Dian di rumah, tapi malah dia di suruh anter adeknya
sekolah dulu.
Bahkan muncul joke gossip kalau Farid dan Dian bisa
telat barengan itu karena malam sebelumnya Farid ML sama Dian, yang langsung
dibalas dengan jitakan di kepala salah satu temen sekelas waktu itu. Ada-ada
saja. Pokoknya, yang namanya Dian ini, She’s
a bitch!
Mendengar komentar itu Farid
cuman nyengir saja.
“Menurut gue pacaran itu nggak
melulu harus ada di saat dia butuh kali. Emangnya lo nggak punya kesibukan
sendiri apa? Lo harus tegas dong bro sama dia.”
“Lo nggak tahu saja kalau Dian
ngambek itu gimana...”
“What?”
“Katanya dia nggak bakal kasih
jatah.”
Gue diem barang sejenak karena
sibuk menterjemahkan jawaban Farid. OH MY
GOD! “Lo udah pernah gituan sama dia?” Tanya gue dengan inonsennya.
“Nggaklah! Gue tahu batasannya.”
Farid protes dituduh begitu.
“So what?”
“Ciuman. Maksudnya dia itu bakal
nggak mau lagi gue cium-cium. Lo tahu lah, bro...”
Gue diem saja. Pweleeeeeesssss deh! Anak remaja itu
alay banget, kan? Well, gue juga
seorang remaja, tapi gue nggak pernah tuh punya jalan pikiran lame kayak gitu. Gue emang gay dewasa
kali, ya. Whakakakkakaa, bisa-bisanya gue membanggakan diri.
Gue akhirnya mendengus sebagai
balasan atas kata-kata Farid tadi. Berarti cowok ini, Farid ini, cowok yang weak. Lagaknya saja dispilin selama jadi
ketua kelas, tapi dia nggak berkutik sedikitpun saat mendapatkan ancaman dari
Dian. Weeeehhh, nggak bakal dicium, terus mau dibagaimanakan? Bisa sama gue,
kok! Gue bakal mencium lo di saat lo nggak bisa Farid. Hahahhaha, gue makin
ngaco saja pikirannya.
Kalau sebuah ciuman saja bisa
membuat Farid seputus asa itu kalau tidak mendapatkannya, berarti gimana kalau
dia mendapatkan sebuah tawaran, jalan pintas, untuk mendapatkan itu semua.
Bahkan ada bonusnya. Seks. Yap, with me.
It’s gase. Gay seks. Seks with gay. Gue malah menutup rapat ide itu di
kepala gue. Well, nggak mungkin juga
menawarkan itu ke Farid saat ini juga.
Setelah makan kami naik ke lantai
dua dan mengerjakan proposal itu. Kami berdua sama-sama menyusun kerangka
isinya di secarik kertas. Selama dua puluh menit kami bekerja, dan akhirnya
kami tinggal memasukkan konsep-konsep di kertas tadi dalam bentuk ketikan
komputer. Di sini gue yang kebagian ngetik, orang secara ketikan gue pakai
sepuluh jari dan speednya lumayan
banter. Ngetik selama setengah jam, rampunglah proposal kami berdua. Gini, deh
kalau kerjasama sama cowok yang punya otak encer. Gue, sih nggak bego, tapi
Farid lebih pinter dari gue.
“Ngantuk, nih.” Seru Farid yang
bangkit berdiri dan melepas celana panjang abu-abunya.
Gue yang masih duduk di depan
meja belajar, menghadap laptop, sontak terkejut dengan gerakan Farid yang
tiba-tiba melepas celana panjang abu-abunya. Terpampanglah celana dalam cowok
brief berwarna putih itu. Dari sini gue bisa melihat jembut-jembutnya menyembul
dari sisi atas-kanan-kiri celana dalamnya. Gila, jembutnya lebat banget. Lantas
kemudian Farid menggenakan celana piama garis-garis untuk tidur. Kaus putih
ketat dan celana bahan kain untuk tidur. HOT!
“Kakak lo beneran nggak pulang?”
“Kenapa, sih lo tanya kakak gue
terus. Kayaknya dia lembur.”
“Ya, sungkan saja bro. Gue kan
baru pertama kali ke sini.”
“Udah, lo tidur di sini saja. Di
sebelah gue.”
Tempat tidur Farid emang besar,
cukup untuk dua orang. Farid mengambil sisi kiri dan gue di sisi kanan yang
menempel tembok. Farid langsung memejamkan mata dengan mata ditutup oleh lengan
kanannya. Gue sendiri malah tidur menyamping, menghadap tembok, dan berusaha
menahan gejolak gairah karena tidur begitu dekat dengan Farid yang selama ini
bikin gue mabuk kepayang saking naksirnya gue sama dia.
Gila! Udah dua jam juga gue
belum tidur. Gue melongok jam di handphone yang udah menunjukkan pukul satu
dini hari, tapi gue belum juga menutupkan mata. Sebelumnya tadi gue udah
telepon Bokap dan bilang bakal menginap di rumah teman. Bokap, sih ngebolehin
asal gue dilarang macem-macem dan tetep menjaga sopan santun. Kasihan Bokap di
rumah sendirian, karena tahulah nyokap lagi ada di luar kota. Again.
Meskipun nggak bisa tidur, gue
akhirnya cuman bisa memejamkan mata. posisi gue masih sama. Miring menghadap
tembok, sedangkan di sebelah gue, Farid gue hitung-hitung udah ganti posisi
sebanyak empat kali. Miring, telentang, tengkurep, miring memandang punggung
gue – karena gue bisa merasakan hembusan napasnya di tengkuk gue. Sialan!
Gimana nggak ngaceng kontol gue kalau saraf-saraf gue dirangsang secara nggak
sengaja. Tengkuk gue emang sensitif.
Sekitar pukul setengah dua
malam, which is gue masih belum bisa
tidur, gue mendengar Farid bangkit dari tempat tidur. Mendengar, yaw, bukan
melihat. Gue denger suara dia membuka pintu kamar, dan saat itu gue langsung
melek dan melihat separuh wajahnya terhalang pintu kamar yang ditutupnya. Mau
kemana dia sampai nutup-nutup pintu kamar? Kamar mandi? Akhirnya gue berani
tidur terlentang. Wah, lega banget rasanya bisa pindah posisi. Habisnya rebahan
sambil miring juga pegel kalau kelamaan.
Dua menit Farid belum balik.
Lima menit. Sepuluh menit. Oke, ini udah kelamaan untuk orang yang cuman mau ke
kamar mandi. Gue pun bangkit berdiri dan membuka pintu. Well, rumah Farid gelap. Kalau malam lampunya di matikan. Gue
berjalan menuju kamar mandi yang ada di dekat tangga, tapi kamar mandinya
terbuka dan nggak ada orangnya. Kemana Farid? Gue melongok ke lantai bawah
lewah tangga tapi nggak ada tanda-tanda ada keberadaan orang di sana. Gelap dan
sepi. Waduh? Gue jadi parno. Akhirnya gue balik ke kamar. Tapi sebelum masuk,
perhatian gue tertangkap ke arah pintu kamar kakak Farid yang dari celah bawah
pintu kamarnya terdapat cahaya menyerobok ke lorong yang gelap. Ada orang di
dalam kamar. Pasti. Tapi cahayanya terlalu redup untuk ukuran lampu.
Mendekatlah gue ke depan pintu
kamar kakak Farid. Gue menempelkan telinga gue ke pintu berusaha mendengarkan
suara-suara dari arah dalam, tapi tidak terdengar apa-apa. Nihil.
“Farid.” Gue panggil nama Farid
sekali. Tidak ada sahutan. Gue panggil sekali lagi juga nggak menyahut. Apa gue
buka saja pintunya?
Di luar pintu kamar, gue
akhirnya mendengar suara menderit-derit krek, krek, krek, berulang-ulang. Gue
jadi pengen tahu, dan akhirnya gue memberanikan diri untuk membuka perlahan
pintu kamar kakak Farid. Pintu terbuka sedikit dan gue bisa ngelihat ke dalam
dari celah sempit itu. Dan di dalam Farid sedang duduk di bangku meja belajar,
menghadap ke komputer. Celana panjangnya telah turun dan teronggok di lantai,
di bawah bangku. Celana dalamnya tak tampak lagi. Posisi Farid menyamping dari
posisi gue, tapi karena jaraknya yang sangat dekat ke pintu, gue bisa melihat
dengan jelas semuanya.
Sekarang ini mata Farid tertutup
rapat dan bernafas berat, dengan kaki membuka, dan tangannya mencengkeram erat
kontolnya yang sedang tegak berdiri. Suara krik krik krik bangku terdengar karena
irama tangannya yang mengocok batang kontolnya yang keras itu berirama. Gue
menelan ludah saking kering dan tercekatnya tenggorokan gue. Well, gue kaget betul kalau ternyata
Farid keluar kamar tadi untuk onani di kamar kakaknya. OH MY FUCKING GOD!
Kontol tegang Farid yang tengah
dia remas keras-keras itu tampak panjang, kira-kira 18cm berukuran langsing,
dan kelihatan agak melengkung sedikit. Kulit batangnya tampak kemerahan karena
Farid memang kecokelatan kulitnya. Tan kali
kalau istilah jaman sekarangnya. Kedua kulit buah zakarnya tampak ditumbuhi
bulu-bulu. Seperti yang sudah pernah gue lihat, ada banyak rambut halus di
daerah pubicnya. Gue bisa ngelihat kepala kontolnya berlumuran dengan percum
bening, dan tampak merah keras berkilat. Dari tempat gue mengintip, gue bisa
melihat sedikit pada layar computer dan melihat gambar seorang perempuan bule sedang melakukan blowjob, mengisap
kontol bule pasangannya.
“Auh, jilat terus, remes dan jilat. Isep
sampai gue keluar mani, sayang...”
Gue kurang pasti dengan apa yang
telinga gue tangkap, karena memang nggak jelas. Gue lihat pinggulnya mulai naik
turun di atas bangku yang diduduki. Sebagai gay yang sudah berpengalaman onani,
gue tahu kalau dia bakal hampir-hampir memancurkan air maninya. Gue sendiri
juga udah lemes ditempat saking shock dan terangsangnya gue secara bersamaan. Well, jarang-jarang gue mendapati
pemandangan erotik ini nyata di depan mata gue. Gue amaze, dan gue bener-bener udah kelewat basah juga karena kontol
gue udah bangun dan mengeluarkan percum juga.
Sekarang pandangan mata gue
turun lagi ke kontolnya yang merah dan basah ujungnya karena remasan-remasan
yang kencang itu. Farid mulai terdengar mengerang keras. Dia onani dan berfantasi
dengan bebas tak menyangka kalau gue lagi mergokin dia ada di kamar kakaknya
dan sedang onani. Eangannya terdengar jelas...
“Ya, ya, sayang, isep air
maninya, isep kepala kontolku gue, isep airnya ….. ahhhh…” Sambil mengerang
begitu, tiba-tiba dia muncrat dan memancar sperma ke atas. Spermanya itu naik
ke atas dan akhirnya jatuh lagi memancur ke bawah mengenai seluruh bagian perut
dan daerah kemaluannya.
Gue pernah melihat muncratan
sperma yang demikian kencang, selama pengalaman onani gue sendiri dan
pengetahuan gue dari film-film gay yang gue tonton. Tapi memang ini pertama
kali buat gue, melihat cowok lain onani,
dan lebih-lebih sekarang ini adalah Farid yang nyatanya adalah Straight cursh du jour Gue. Saat itu gue
udah panas dingin dan kepala gue terasa mengambang di tempat. Tangan gue masih
mencengkram kenop pintu kamar kakak Farid. Tetapi pemandangan yang gue lihat
ini, lantas nggak membuat saya beranjak pergi.
Luar biasa, meskipun udah
mengeluarkan sperma, kontol Farid nggak juga menyurut ketengannya. Kontol itu
masih tampak keras dan diselimuti oleh sperma dan percum yang ditumpahkannya.
Hasan masih mengurut-urut lembut batangnya. Farid tampak merubah gambar di
layar komputer, dan kini terpampang gambar lain lagi. Seorang cowok oriental
berbaring, dan cewek oriental yang lain jongkok di atas muak si cowok dan
memposisikan pushy dan anusnya di
atas muka cowok di gambar itu, yang kelihatan seperti sedang menjilati pushy cewek oriental yang menjadi
pasangannya. Bagian mulut dan hidung cowok di gambar itu tampak tenggelam di
dalam kerimbunan bulu di area pribadi si cewek oriental. Sambil jongkok cewek
oriental di gambar itu tampak sedang menikmati service suck and lick yang diberikan oleh pasangannya. Untuk membalas
kenikmatan yang dirasakannya, cewek oriental itu juga sedang mengocok-ngocok
kontol si cowok.
Kembali gue ngelihat Farid
mengocok kontolnya yang berlumuran sperma dan percum itu. Kontol itu sama
sekali nggak mereda kekerasannya, panjangnya tetap tegar sepanjang 18cm, dan
tampak berkilat tertimpa cahaya dari layar komputer. Kepala kontolnya tampak
semakin merah. Farid mengocok sambil menjilati bibirnya. Well, he’s so wild tonight. Kayaknya Farid lagi horney tingkat tinggi.
Sambil terus mengocok dan
mengecap bibir, Farid mengerang lagi. “Gimana jilatan gue sayang? Enak, kan?
Aduh, Aghhh, gue mau liat vagina lo?” Kayaknya Farid lagi membayangkan make out bersama Dian, which is bikin hati gue panas.
Cengkraman gue di kenop pintu
kamar kakak Farid juga semakin mengencang, sampai buku-buku jari gue memutih.
Sumpah gue horney banget. Gue sampai panas
dingin dan nggak kuasa menahan birahi, sedemikian dahsyat imajinasi Farid saat
ini. Sampai-sampai dia membayangkan dia sedang make out berdua Dian. Tanpa basa-basi lagi, tangan gue udah menyelinap
masuk ke dalam celana panjang abu-abu gue. Gila! Percum gue sampai lengket di
tangan. Tangan gue mulai mengocok kontol gue sendiri di dalam celana,
menyebarkan cairan percum gue ke arah kepala kontol gue yang udah gatal pengen
diurut-urut.
Birahi gue nggak terbendung
lagi. Kontol gue mulai berkedut-kedut dan mulai memberikan gelenyar kenikmatan
ke seluruh tubuh gue. Kenikmatan itu terus memuncak, dan menimbulkan ledakan
adrenalin yang otomatis membuat bibir gue bergetar dan ingin segera ikut
mendesah-desah dan mengerang bersama Farid yang masih saja belum menyadari
kehadiran gue. Gue terus onani sambil memandang Farid onani. Bau sperma tercium
kuat dari kontol Farid yang berlumuran percum, dan dikocok kencang. Puncak
kenimmatan Farid dan gue datang hampir bersamaan. Gue mesti menutup mulut gue
dengan tangan yang masih bebas, karena takut erangan dan desisan yang keluar
dari mulut gue sampai di dengar oleh Farid. Ledakan nikmat melanda, dan badan
gue kaku sejenak menikmati terpaan-terpaan rasa nikmat yang bersumber dari
dalam tubuh dan sepanjang kontol gue yang berdiri tegak.
CROOOOOOOT! Gue muncrat di dalam
celana. Disusul kemudian oleh Farid yang tampak badannya menegang.
“Ah, remes kontol gue, sayang!
AGRHHHHHHHHH!!!! AGHRRRHHHHHH!” Dan kemudian Farid mengeluarkan spermanya yang
merembes ke luar dari lubang kencing kontolnya.
Gue masih mematung memandangi
Farid yang tengah terangah-engah di kursinya. Bagimana sekarang? Apa gue balik
lagi ke kamar dan pura-pura tidur? Apa gue tetep di tempat dengan tangan kanan
masih di dalam celana, membiarkan Farid mengetahui kalau sejak tadi gue sedang
mengintip dia lagi onani, dan fact note
this too. Gue juga ikut-ikutan onani bareng dia.
Tapi akhirnya kesadaran membuat
gue memilih untuk segera balik ke kamar. Gue menutup pintu kamar kakak Farid
sepelan mungkin, toh cowok itu lagi merem menikmati sisa-sisa kenikmatannya.
Gila! Emang betul apa kata desas-desus orang selama ini. Orang yang berdarah
Arab memang perkasa. Farid dua kali melakukan onani, tanpa istirahat dan bisa
ejakulasi dan menikmati orgasme dengan sempurna. Well, we’re still young, it’s possible to happend right?
Gue balik ke kamar dan rebahan
di atas tempat tidur. Gue nggak memperdulikan rasa lengket di selangkangan gue
akibat sperma yang belum gue basuh. Biar, deh. Biar sperma itu mengering di
celana dalam gue, dan menjadi bukti kalau gue pernah onani sambil ngintipin
Farid yang juga sedang onani.
Gue mendengar suara langkah di
luar. Well, Fachri has came out from his brother room. Kayaknya
langsung menuju kamar mandi, karena terdengar guyuran-guyuran air. Well, lagi mandi besar kayaknya setelah
onani dua ronde. Gue cekikikan di atas tempat tidur. GILA! Gue sendiri
bener-bener takjub dengan sensai nikmat yang gue rasain tadi pas onani sambil
ngintipin Farid. Rasaya bener-bener berbeda dan lain dari pada yang lain. Gue
bener-bener puas. Kalaupun biasanya nilai rasa onani gue sendiri itu 100, kalau
onani sambil ngintipin Farid, rasanya jadi 10.000 lebih nikmat.
“Aghhhh...” Gue mendesah sambil
mengusap-usap kontol gue yang udah tidur nyenyak.
Klek! Pintu kamar terbuka. Farid
masuk sambil mengenakan handuk di pinggang. AGRHHHH! Badannya kilap karena
basah sehabis mandi menggoda indra pengelihatan gue. Belum lagi aroma sabun
yang tercium dari tubuhnya. Alamat kontol gue bisa bangun lagi, nih. Gue sama
Farid sama-sama saling melihat. Akhirnya gue yang memutuskan untuk bersuara.
“Jam segini lo mandi?”
“Iya, gerah!” Jawab Farid
enteng. Dia membuka lemari pakaian dan mengeluarkan baju ganti.
Akhirnya muncul niat jahil di
kepala gue. Inilah saatnya. Straight to
gay project resmi dioperasikan.
“Well, lo udah keluar kamar selama dua puluh menit kurang lebih.
Segitu lamanya lo mandi?”
Farid tercekat mendengar
pertanyaan.
“Ahhhh, gue tahu! Lo habis
onani, ya?”
Farid spontak terjingkat ke
belakang saking kagetnya mendapatkan serbuan pertanyaan dari gue. Ahhh
jawabannya pasti IYA.
“Gue... gue... gue...”
“Bro, gue tahu lo tadi itu lagi
onani.”
“Hah?! Lo ngintipin gue?”
“Habisnya lo mencurigakan.
Mengendap-endap kayak maling padahal lagi di rumah sendiri. Sejak tadi gue
belum tidur kali. Kayaknya gue nggak bisa tidur karena nggak tidur di kamar gue
sendiri,” Sebetulnya bukan karena itu gue nggak bisa tidur. Jelas gue nggak
bisa tidur karena gue tidur di sebelah Farid. “Gue tunggu-tunggu lo gak balik
jadi gue cek keluar. Kamar mandi kosong, dan gue ke kamar kakak lo.”
“SIALAN!” Farid melempar gue
dengan baju ganti yang ada di tangannya. Baju ganti itu nimpuk muka gue.
“Hahahhahahaha!” Gue ketawa
bangga.
“Gila, men! Twice. Lo hebat banget. Jarang lho ada cowok bisa ejakulasi
sampai dua kali.” Gue memuji-muji kehebatan dia. Farid cuman diam saja.
“Jadi lo beneran ngintipin gue
lagi...”
“Yes, I’am! Dari awal sampai akhir. Gue kasih tepuk tangan!” Gue
malah tepuk tangan kayak penonton acara konser yang puas ngelihat penyanyi
idolanya menyanyi dengan sempurna.
“Keparat, lo bro! Tega bener,
lo! Gue, kan malu!”
“Nggak usah malu lagi. Rahasia
lo aman sama gue.”
“Gila! Lo ngintipin gue.
Hahahha, lo homo ya jangan-jangan.”
Tuduhan itu memahitkan, but it’s true. Gue diem saja menunggu
reaksi Farid selanjutnya. Kalau diam berarti benar, kan. Gue kasih tampang
malu-malu di depan dia. Dan voila, Farid
menyadari sesuatu.
“Lo...”
“Yeah, right... I’m gay. So what?”
“Hah? Beneran? Lo nggak
bercanda? Nggak lucu, bro?!”
“Lo, kan pinter. Jadi gue kasih
tebak-tebakan.”
Farid diem saja menunggu gue
melanjutkan.
“Well, selama tiga bulan ini lo pernah menjumpai gue mandi
bareng-bareng lo dan anak-anak di shower
room pas jam olahraga selesai, nggak?”
Farid diam saja, tapi raut
mukanya memberikan jawaban.
“Gue nggak ada di sana karena
gue sembunyi. Gue menghindari kalian lebih tepatnya.”
“Kenapa? Kalau gay pastinya lo
bakal seneng dong bisa mandi bareng cowok-cowok?”
“Well, you’re right. It’s true. Gay mana, sih yang nggak doyan
dikasih pemandangan cowok telanjang...” Gue ketawa di kalimat terakhir untuk
mendramatisir keadaan.
“Tapi, lo malah menghindar...”
“Karena gue takut ketahuan kalau
gue gay. Ya, Farid. Gue gay. Coba lo bayangin kalau tiba-tiba waktu mandi
bareng lo dan temen-temen mergokin kontol gue lagi berdiri. Pasti bayangan lo
pada menuduh gue gay, kan?”
Farid diam saja. Gue terima itu
sebagai persetujuan.
“Dan satu lagi...” Gue bangkit
turun dari tempat tidur. Tanpa malu lagi gue membuka ikat pinggang, kancing celana
abu-abu gue, dan sruuuuuuuuut, gue melorotin celana dan celana dalam gue. Gue
pamerin kontol gue di depan muka Farid yang terkejut melihat apa yang gue
lakukan. “Seee...”
Farid menatap kontol gue dengan
horor. Di sana ada bekas sperma gue.
“Gue tadi juga onani sambil
ngintipin lo.”
“You what?!!! You did what? Are you insane! What did you think, bro?”
“Chill out, bro! Gue nggak ngelukain lo dan stop memandang jijik seperti itu ke arah gue!”
“Yeah, but you hurt my feeling! Ini memalukan buat gue!”
“It’s not, as long as only you and I was knew about this situation.”
“KEPARAT!”
“Lo mau menghajar gue?”
Farid diam saja, malah dia
meninju pintu lemarinya. “Gue nggak habis pikir kalau lo bisa jadi gay. Lo
gay?”
“YEAH! And I curshing you. Gue naksir sama lo sejak pertama kali gue
ngelihat lo di acara penutupan MOS. Dan satu lagi, please gue jangan diintrupsi. Gue bener-bener nggak suka ngelihat
hubungan lo sama Dian. She’s a bitch and
she doesn’t diserve you.”
“Lancang banget omongan lo!”
“Well, face it. Gue pikir dia nggak menghargai lo. Bersama dia, lo
kayak jadi boneka. Lo nggak tahu kalau udah jadi bahan gosip anak satu kelas.
Lo terlalu menuruti kemauan cewek lo itu, sampai lo nggak bisa menghargai diri
lo sendiri.”
“Apa buktinya?!”
“You’re jerking off with make a picture in your head. You did a make out
with your girlfriend, isn’t it? It helps you cumm out!”
Farid tampak terkejut dengan
tuduhan gue. Jadi gue malanjutkan teori gue.
“Segitu putus asanya lo sama
Dian, sampai-sampai lo berimajinasi liar begitu. Desperate pengen ML lo?”
“Shut up!”
“It’s a hell yeah from me. Listen, bro... lo nggak perlu takut
curhat sama gue. Gue temen lo. Gue cowok dan gue tahu apa yang ada di isi
kepala cowok ABG kayak kita-kita ini. Seks. Yeah,
right?! You’re a straight and you wanna have seks, I’m gay and I need the same.
Let’s have a seks. With me... will you?”
Farid terkejut mendengar ajakan
gue. Di tempat gue udah berdesir nggak keruan saking takutnya. Gue bener-bener
nekat untuk kali ini. Gue udah mengorbankan segalanya demi sesuatu yang mungkin
mustahil gue dapatkan.
“Shut up! What did you say?! Gue ML sama lo. Nggak salah?! Jeruk
makan jeruk, dong!” Farid tertawa garing di akhir kalimatnya.
“Kita sama-sama menginginkan
seks. Let’s help each other. We can do it.
Trust me!”
“You have vagina?” Tanya Farid dengan nada mengejek.
Gue tersenyum miring. “No I’am not. But I have an ass. It much
better then vagina. Trust me. Just try it, feel it, dan lo bisa kasih
komentar setelahnya!”
“Anal seks sama lo?!”
Gue mengangguk mengiyakan.
“Lo pernah melakukan hal yang lo
maksud, sebelumnya?”
Belum. Tapi gue jawab... “Hell, yeah!”
“Lo yang di sodomi?”
Gue ngangguk. “Bottom or top, I’m oke!” Tapi kalau sama
cowok straight gue bakal pilih jadi bottom. I wanna feel your dick inside my
ass.
“Terus apa yang dibilang sama
orang yang udah ngentotin pantat lo?”
“FUCKING HEAVEN. I wanna did this again with you.”
Farid terkekeh, gue pun juga.
“We’re young. Need a lot experiment and experience. Try this one. Lo
takut gue bakal ember ke temen-temen kalau lo pernah ML sama gue?”
“Maybe...”
“Gue juga perlu merahasiakan
status gue, bro. Jadi rahasia aman. Gimana?”
“It’s feel right? I’m not sure.”
Masih perlu dirayu-rayu sedikit
lagi. “Aduh, bro! Lo lagi horney nggak
sekarang?”
Farid melepas gulungan handuknya,
dan WOW! Kontolnya berdiri tegak seperti yang gue lihat tadi. Tapi yang
sekarang ini lebih dekat dari yang sebelumnya. Gue pun mengumbar senyum dan
mendekat ke arah Farid pelan-pelan. Dia kelihatan masih mematung di tempat,
memperhatikan setiap langkah gue dengan pandangan mata yang waspada.
“It’s oke. I’m not gonna hurt you. You will feel good! Dan gue jamin
lo nggak bakal nyesel.” Mengatakan itu kontol gue juga langsung bangun seperti
punya Farid.
Gue berlutut di depan kontol
Farid dan mengenggam kontolnya mantap. YES!
I GOT IT! Farid terlonjak di tempat saat gue mengenggam pasti kontolnya.
Sekilas gue pandang matanya yang sekarang tengah memandangi tangan gue yang
mengenggam kontolnya.
“Suck it!” perintah Farid dengan membuang muka.
Got it 100%. Gue langsung
melumat kontol 18cm itu ke dalam mulut gue. Awalnya gue tersedak karena kontol
sebesar dan sepanjang itu sampai menyentuh kerongkongan gue. Agrhhhh, sial!
Nggak bisa masuk semua ke mulut. Inilah puncak impian gue selama ini. Setelah
cuman bisa membayangkan gimana sih rasanya ngemut kontol? Sekarang gue bisa
merasakannya.
YUMMY! Gue menikmati kontol
Farid layaknya ice cream. Cleeep, cleeep, cleeep, cleeep! Gue sepong, gue
hisap-hisap, gue jilat-jilat pakai ujung lidah gue. Sekejap kontol Fardi mengkilap
karena air liur gue. AGRHHHHHHH!
“Arrrrrr... ahhh, ahhhh,
ahhhhh!”
“Gimana?”
“Shut up and keep suck it!”
Gue, sih nurut-nurut saja. Well, permainan blowjob ini terus berjalan sepanjang 10 menit. Gue emut dan
jilat-jilat buah zakarnya yang berbulu itu. Gue hirup aroma sabun yang
bercampur aroma kelaki-lakian Farid yang khas. Tangan gue pun tak kalah sibuk.
Tangan gue menjalar ke atas. Gue menyentuh otot perutnya, gue mainkan kedua
puting yang sudah menengang itu.
“AGRHHHHHHH!”
Tuh, buktinya setelah gue pelintir-pelintir
putingnya, Farid jadi menggerang seksi begitu. Gue makin liar dibuat merajai
kontolnya.
“Lo rebahan di tempat tidur.”
Farid turut. Dia rebahan di
tempat tidur. Kepalanya disandarkan ke kepala tempat tidur. Matanya dengan liat
memandangi aksi gue di kontolnya. Hisap, hisap, hisap, jilat, hisap, jilat,
jilat, hisap. Gue mainkan lubang kencingnya dengan ujung lidah dan Farid
melenguh sambil memejamkan matanya.
Puas memainkan kontolnya gue
berniat membasahi tubuhnya. Gue bekerja di perut six packnya. Gue basahi setiap otot-ototnya denga kecupan dan
jilatan lidah. Farid mengejang dan tak kuasa menahan gelenjar hebat di
otot-ototnya. Gue mainkan pusarnya dengan ujung lidah dan gue mendengar dia
melenguh panjang. Puas di perut idahnya gue naik ke atas. Sekarang dada dan dua
putingnya yang gue hujami dengan jilatan dan hisapan basah. Rasanya begitu
kenyal. Geli ujung lidah ini saat menyapu puncak merah muda puting dada Farid.
“Agrrrrhhhhhh!” Kontol Farid
mengeluarkan cairan percum. Well, he’s
definately trun on. He is and me too!
“Boleh gue cium bibir lo?” Tanya
gue dengan perasaan sedikit takut.
Farid membuka matanya. Sepanjang
gue bekerja di putingnya, Farid memejamkan mata sambil mendesah-mendesah. “Hell not! Keep going on my niple. You’re so
awsome!”
Gue tersenyum, kecewa, sih, tapi
pujiannya di akhir kalimat menghibur juga. Jadi gue lanjutkan pekerjaan yang
tertunda di dadanya dan di kedua putingnya. Kali ini gue gigit pelan puting
kanannya, sedangkan yang kiri gue pelintir perlahan.
“YEAHHHHHHH! AHHHHHH!”
Oke! Gue turun ke bawah sambil
menghisap kontolnya yang udah basah. Kontol itu berkedut-kedut dan menyemburkan
cairan percum lagi.
“Lo mau keluar ya?”
Farid mengangguk saja.
“Tunggu dulu. Sebentar lagi, di
tahan, dong!”
“Gimana gue bisa tahan, bego!”
Farid frustasi bukan main saking tidak kuasanya dia menikmati kenikmatan yang
gue berikan.
Gue buka kedua lengannya dan gue
letakkan di atas kepalanya. Kini kedua ketiaknya yang berbulu itu ada di
hadapan gue. Gue hujam yang sebelah kanan dengan endusan napas gue, yang
praktis mengirim sensasi menggelitik di sana. Aroma tubuh Farid yang asam
dicampur bau sisa sabun menggelitik indra penciuman gue. Gue basahi ketiaknya
dengan ujung lidah dan sekejap bulu-bulu di sana saling mejalin dan memilin
seiring dengan gerakan lidah gue.
“HEEEEEEMMMMMM!” Farid melenguh
tertahan.
“Ready for fucking me?!”
Farid mengangguk saja. Jadi gue
langsung mengambil posisi menungging. Dogy
style yang usually digunakan para
gay. Penetrasi sempurna.
“How?” Tanya Farid yang kontolnya sudah mengacung di depan lubang
anus gue.
“Masukin kontol lo ke lubang
anus gue. Pelan-pelan tapinya, ya!”
“Lubang sekecil itu?!”
“Well, practically it same with virgin vagina.”
“Jadi lo belum pernah
dientotin?”
“Fuck that! Nggak penting. Sekarang buruan.”
Farid mendorong kepalanya maju.
Kepala kontolnya menyentuh lubang anus gue dan berusaha menyibaknya. AUCHHHHHH!
Rasanya sakit bukan main.
“AUCHHH! AWWWW! STOP IT! IT HURT!”
“It’s hurting on the first time. Face it!”
“Tapi sakit beneran, bangsat!”
Mendengar gue memaki dirinya
Farid malah ketawa.
“Terus gimana?”
“Ludahin lubang pantat gue.
Basahin kontol lo juga pakai air liur.”
Farid spontan nurut saja. Lubang
anus gue berdenyut saat menerima air liur Farid. Oh, hangat. Nikmat.
“Now push in, slowly.”
Farid menjalankan perintah gue.
Didorongnya kepala kontolya masuk lebuang anus gue. Rasanya masih sama sakit,
tapi ini nggak sekasar yang pertama. Heeeemmmp, gue menahan rasa menusuknya,
dan berlahan kepala kontol Farid mulai masuk ke lubang anus gue.
“Gila! Sempit banget.” Farid
terus mendorong. “Sakit nggak?”
“Nggak usah ditanya! Keep going!”
Farid mendorong lagi. Kali ini
mulai batang kontolnya yang mulai mendesak masuk.
“AWWWW! Kontol lo gede banget.
Anus gue mau robek rasanya.”
“Gue keluarin lagi, ya? Siapa
tahu kurang pelumasnya.”
“JANGAN! It takes a time to push it in again, if you pull it out.”
Farid semakin mendorong, sampai
akhirnya – meskipun butuh waktu lama – akhirnya kontol Farid masuk ke lubang
anus gue. Cuman setengah. But its enough.
Setelah rasa sakitnya berangsur menghilang dan anus gue udah terbiasa
dengan kontol yang bersarang di dalamnya, gue minta Farid untuk melakukan
gerakan menghujam itu.
“You know the motion, now fuck me!”
Farid menjalankan perintah gue.
Gerakan menghujam itu serasa membakar anus gue. Rasaya benar-benar sakit, tapi
gue berusaha menikmatinya. Merasakan anus gue yang menjepit erat kontolnya
membuat Farid mengerang-ngerang.
“Ahhh, Ahhh, Ahhh, Ahhh!”
Gue sendiri juga nggak kalah
menikmati sensasi yang merajami anus gue. Gelenyar serta kedutan-kedutan di
anus gue itu berjalan terlalu buas dan membuat gue tak kuasa menahan lenguhan
sama seperti Farid. Suara desahan kami saling bersahutan memenuhi kamarnya,
meramaikan malam yang sepi dan sunyi. Tak terasa gaya nunggung ini bertahan
cukup lama, dan Farid sepertinya cukup menikmati apa yang sedang dilakukannya.
“Lo mau keluar?”
“Belum. AGHHHH, sempit! Anus lo
anget.”
“Yeah now you know it!”
“Fuck!”
Jlep, jlep, jlep, jlep, suara
kontol yang menghunus anus gue mengisi ruangan. Otot-otot anus gue menegang dan
makin menyempit dan mendesak kontol Farid yang ada di dalamnya. Mendapatkan
perlawanan begitu Farid menggerang karena kontolnya semakin sempit di dalam dan
menjepit-jepit, merangsang setiap saraf di sepanjang batang kontolnya yang
kekar itu.
“AGHHHH! AGHHHHH! AGHHHHH!”
“Now you wanna cumm?”
“OH YEAH!”
“Fuck, me bro!”
“Fucking you!” Farid mempercepat gerakannya.
Sedikit dirty talk akan menambah gairah Farid dan itu akan semakin
mempercepat ejakulasinya. Sesungguhnya gue pengen merasakan kontolnya di dalam
anus gue berlama-lama, gue ingin menikmati setiap detiknya, tapi gue juga
pengen merasakan sperma Farid membasahi anus gue.
“Harder!”
Farid mempercepat gerakan
pinggulnya.
“Ahhh!”
“Ahhh!”
“OHHH, YEAH!”
“OHHHH! Kontol lo enak banget!”
“AGHRRRHHH, anus lo sempit!”
Dirty talk masih
berlanjut. Dan belum ada tanda-tanda Farid akan ejakulasi. Untuk membantunya
gue menggerakkan pantat gue. Gue ikut bergoyang, dan kontol Farid semakin
dimanjakan di dalam anus gue.
“Agrrhhh, now I wanna cumm!”
“Are you?”
“YES! OH FUCK! AGRHHHHHH! FUCK!” Gerakan pinggulnya makin
dipercepat. “Gue keluarin di mana, nih?”
“Di dalam saja, bro! Keluarin di
dalam! Basahin anus gue salam sperma lo!”
“AGRHHHHHHHHHHHHHHH!” Desahan
panjang itu menandakan Farid mencapai klimaks, dan berikutnya diikuti oleh
semburan sperma di dalam anus gue.
Gue merasakan sesuatu yang basah
ada di dalam sana. Basah, hangat, dan lengket. Farid menarik keluar kontolnya
dari anus gue, dan meninggalkan jejak lubang anus gue yang sebesar batang
kontolnya. Sperma Farid keluar dari lubang anus gue mengikuti gaya gravitasi
karena pinggul gue turun ke bawah.
Farid merebahkan tubuhnya ke
samping. Dia terlentang memandang langit-langit kamarnya. Gue pun berbaring di
sebelahnya melakukan yang sama. Napas kami masih memburu, tapi buru-buru gue
memecah keheningan malam yang hanya diisi oleh suara desahan napas kami yang
berat.
“So, how was it?”
“Yeah, it feels good. You were right.”
“No regret?” Tanya gue lagi sambil memandangi wajah gantengnya.
Farid menggeleng. Kami sama-sama
terdiam lagi, masih sibuk mengatur napas yang masih memburu. Kemudian Farid
melirik ke arah gue, matanya tertuju pada kontol gue yang masih berdiri dan
menempel hangat ke perut gue.
“Are you gonna finished your part?”
“Yeah. I’m gonna jerk off here, with my eyes staring on you. You a hot
damn guy!”
Farid diam saja saat gue
memujinya begitu, dan gue langsung saja mengocok kontol gue dengan tangan
kanan, sementara mata gue tertuju pasti ke tubuh Farid yang mempesona itu.
“Yeah! You’re fucking hot. Oh, I wanna eat you. Agrhhhhh! Fuck! Fuck!
Agrhhhh!” Dan saat itu juga gue merasakan nikmatnya onani untuk kedua
kalinya dan gue ejakulasi. Sperma gue muncrat, meskipun nggak sebanyak tadi,
tapi itu cukup membuat Farid terkejut dan takjub menyaksikan pemandangan baru
di hadapannya. Well, gantian, nih
ceritanya dia yang ngelihatin gue onani.
“Now we’re both done.”
Kemudian kami berdua terdiam
lagi. Awkward moment. Tapi buru-buru
gue juga yang mengisi kesunyian.
“Are you on team gay now?”
Farid tampak terkejut mendengar
pertanyaan gue. “Of course not. I’m
straight. I like girls. I like they’re bobs, vajayjay, I worship them...”
Farid menarik napas sejenak.
“Apakah bakal ada yang ke dua? You and me?”
Farid melirik gue. “Enough, I thought. It’s just experiment
like just you say. It feels good, but for one time.”
“Yeah, fine. It feels good for me too. Jadi balik ke semula lagi
nih? Nggak bakal ada awkward moment di
antara kita? You still you, gue ya
gue.”
“Ya. Let’s end this tonight. You secerts save with me. I’m not tell anybody,
our friends, our anyone, that you’re a gay.”
“Your secrets save mine.”
Kami berdua tertidur sampai
subuh dan lantas mandi bergantian di kamar mandi. Gue pinjem baju gantinya
Farid, dan lantas kami melanjutkan tidur sampai siang hari. Waktu kami bangun,
kami menjumpai seorang lagi di rumah Farid di ruang tengah. Ternyata kakak
Farid baru pulang pagi hari setelah ngelembur ngantor. Gue diperkenalkan pada
kakaknya yang OH SO DAMN HOT juga!
Pokoknya 11-12 sama Farid, dan praktis bikin kontol gue dibalik celana pinjaman
ini berkedut-kedut.
Agak sorean gue diantar Farid
pulang. Well, gue duduk di boncengan
motornya lagi, dan badan gue nempel di punggungnya. Posisi yang begitu itu
membuat kontol gue di balik celana menengang dan kali ini Farid menegur gue
karena merasakan sesuatu yang keras menyundul punggungnya.
“Sorry, can’t control it!”
“Sialan!”
Hening lagi. Kami berdua
kayaknya masih sama-sama canggung. Kayaknya gue yang harus memperbaiki keadaan.
“Well, ngomong-ngomong kakak lo HOT banget, ya?”
“Jangan ngeres otak lo! Itu
kakak gue!”
“Gue emang bejat!”
Farid malah ketawa mendengar
celetukan gue.
“Dia straight?”
“Definately yes. Jangan bilang lo mau ngegodain kakak gue?! Bakal
mati kalau lo sampai berani!”
“Hahahahha, segitunya sih sama
gue! Yah, gue kan straight crush. Gue demen dan napsunya cuman sama
straight. Gue baru puas kalau bisa ML
sama seorang straight. Banyak, sih
pilihan gampangnya... kayak gue ngedeketin yang sesama gay, tapi it feels usual. Straight is diferent. You
know, how the adrenalin rush yang bakal gue dapetin, when I got a straight under my skin?”
“Jadi lo puas sama gue?” Tanya
Farid.
“Yuup! You’re my first. It unforgetable.”
“It would be my honor to be your first straight.”
“Hahahhahahahha!”
Brruuuuuum! Farid menambah laju
motornya, dan refleks gue memeluk perutnya dan tangan gue itu spontan mendarat
di depan celananya, tepat di muka kontolnya. Merasakan tangan gue meremas-remas
bagian itu Farid langsung nyeletuk.
“HAND OFF!”
“Ups!”
Satu tahun kemudian...
Well, di sinilah gue
sekarang, duduk di bangku kelas 2-3. Temen-temen gue masih sama dan gue masih
sekelas sama Farid. Yeah, hubungan kita berjalan normal kembali. Gue masih
tetap menjadi gay, dan Farid udah yakin betul sejak awal kalau dirinya adalah
seorang straight, meskipun secara
rahasia dia udah pernah merasakan pengalamannya ML bersama cowok, ya bersama
gue lah yang lebih tepitnya.
Hubungan kami berdua nggak bisa
dipisahkan. Sejak mengikuti diklat OSIS itu, akhirnya kami terpilih menjadi anggota
OSISI, which is membuat kami selalu
bertemu, ngobrol, dan terlibat banyak urusan kegiatan sekolah bersama-sama.
Farid bener-bener ngertiin gue sebagai gay dan orang yang berbeda dengan
dirinya. Dia nggak memandang gue dengan jijik, dan gue beruntung punya teman
seperti Fachri.
Pernah sih sesekali gue
ngegodain dia dengan mengingat-ingat dan menceritakan kembali kejadian malam
itu di saat kami hanya berdua saja. Dan keisengan gue itu berbalas dengan sorot
mata tajam seperti pembunuh. Agaknya Farid nggak nyaman membicarakan hal itu
lagi, orang dia masih tetep pacaran sama Dian Ayu Permata, yang pada malam itu
gue ejek-ejek. Kayaknya emang Farid cinta mati sama cewek bawel itu. Meskipun
gue udah kenal sama dia, which is Farid
yang mengenalkan, gue tetep nggak suka sama dia, meskipun yahhhh gue nggak
menunjukkan itu di depan Diannya, tapi Farid tahu itu.
Cuman kalau gue mandang Dian
dengan tatapan nggak suka, dan jelous, terus
Farid tahu, pasti gue ditegur.
“Jangan gitu, dong! Nyeremin,
tahu!”
Yang langsung gue balas dengan
lidah menjulur. Whakakakkaka, gue sih seneng-seneng saja ngegodain Farid. Dan
pernah dia bertanya, kenapa gue nggak cari cowok saja yang sama-sama gay, kan
nggak perlu repot.
“Farid! Gue kan udah pernah
bilang kalau gue only straight crush. Jadi
kalau suatu hari nanti gue bertemu straight
yang berhasil gue rubah jadi gay, dan dia mengingingkan gue, gue nggak
bakal menolaknya.”
Yang saat itu dibalas Farid
dengan dengusan. Well, gue seneng dia
perhatian sama gue.
Dan sekarang, di kelas 2-3 lagi
ada pelajaran agama. Pak Guru sedang memberi penjelasan tentang Tuhan yang
melaknat umat yang menyimpang. Gay dan para Lesbian juga termasuk di dalam
orang-orang yang dilaknat tersebut. Gue sendiri, sih merasa tersindir dan
langsung merasa bad feeling kalau
sampai Tuhan dibawa-dibawa untuk menjudge
gue.
Well, banyak
orang-orang dari kaum menyimpang seperti gue ini merasa kalau mereka ini
ciptaan Tuhan. Wich is true, semua
manusia ciptaan Tuhan. Tapi, mereka menganggap apa yang menjadi diri mereka
sekarang – gay dan lesbian – juga adalah karena Tuhan yang menciptakan ini.
Gue, sih agak kurang setuju dengan pandangan tersebut. Gue ngerasanya gue bisa
jadi begini karena sesuatu yang ada di dalam diri gue. No explaination. Gue nyaman menjadi diri sendiri, dan gue bangga
jadi diri gue yang sekarang ini. Entah banyak orang bilang orang kayak gue akan
terus hidup di bumi yang kelam atau mati masuk neraka. Well, I’ll take it sebagai konsekuensi hidup gue. Kalau gue bakal
mati masuk neraka, mungkin itu udah jadi jalan gue. Gue tahu siapa diri gue.
Jadi waktu guru agama gue terus
bercuap-cuap, otomatis telinga gue menutup. Rasanya omongan itu sama sekali
nggak masuk ke telinga gue dan malah memantul ke mana-mana. Dan saat itulah ada
daya tarik yang meminta gue untuk menoleh ke samping. Saat itulah gue melihat
Farid yang duduk di deretan bangku ujung sana, tapi masih sebaris dengan bangku
gue, sedang memundurkan kursinya agar bisa memandang ke arah gue.
Gue melihat Farid mengedipkan
matanya seolah memberikan teguran ke gue. I
know. I’am gay. But this is me. Face it! Dan gue pun tersenyum kecut, tapi
Farid malah terkekeh pelan. Tawanya itu menghibur diri gue yang saat itu merasa
jengah dengan pelajaran agama. Well, gue
cinta agama kalau pas nggak lagi ngejudge
kamu gay kayak gue. Tawanya itu menarik perhatian teman sebangku Farid.
Siapa? Tebak coba? Dian Ayu Permata! Yeah, right!
Face it! Cewek itu memaksa pindah ke kelas gue dari yang sebelumnya di ada
di kelas 2-1. Maklum, sih itu juga karena ada temen sekelas gue yang pindah,
dan entah gimana ceritanya dia bisa masuk ke kelas ini, dan lantas duduk
sebangku sama Farid.
MENYEBALKAN!
Farid menggeleng untuk memberi
penjelasan ke kekasihnya, kalau tawanya tadi tidak berarti apa-apa. Dian nggak
menaruh curiga dan lantas memperhatikan Pak guru lagi. Dan saat itu lah Farid
memundurkan bangkunya lagi untuk memandang gue. Gue pun menoleh.
“What again?” Suara gue membisik. Hampir tidak bersuara, tapi gerak
bibir gue terbaca jelas.
“Are you oke?” Farid melakukan hal yang sama.
Wajah gue memerah, dan gue
tersenyum. Gue mengangguk.
Farid memanyunkan bibirnya. Gue
pun mendesah, dan tiba-tiba langsung nyeletuk dengan suara lantang.
“EAT YOUR HEART HATERS!”
Yang spontan menarik perhatian
satu kelas termasuk Farid, dan Pak guru.
“Ada apa Hendra?!” Tanya Pak
guru dengan nada tegas.
Gawat. “Nggak apa-apa, Pak!”
Yang langsung disambut dengan
tawa seisi kelas dan gue alamat mendapatkan timpukan buku di kepala gara-gara
sudah menganggu konsentrasi belajar teman-teman. Gue melirik ke arah Farid dan
dia juga tengah melirik ke gue sambil geleng-geleng kepala, dan lantas nyeletuk
tanpa suara lagi.
“Bego!”
Dan gue balas dengan juluran
lidah. Dan kami tertawa kecil berdua.
Dree
:The End:
farid or fachri ?
BalasHapusbrieving = briefing
grub=grup
but nice story dree
keep going
Gw Chinese chubby Jakbar Grogol cr TTM yang kost or ada tempat khusus pure top or bisex wa 0811-915-6886
BalasHapus