Hunk Menu

Overview of the Naolla

Naolla is a novel which tells about life of Hucky Nagaray, Fiko Vocare and Zo Agif Ree. They are the ones who run away from Naolla to the Earth. But only one, their goal is to save Naolla from the destruction.

Book 1: Naolla, The Confidant Of God
Book 2: Naolla, The Angel Falls

Please read an exciting romance novel , suspenseful and full of struggle.
Happy reading...

Look

Untuk beberapa pembaca yang masih bingung dengan pengelompokan posting di blog ini, maka saya akan memberikan penjelasannya.
(1)Inserer untuk posting bertemakan polisi dan dikutip dari blog lain;(2)Intermezzo adalah posting yang dibuat oleh pemilik blog;(3)Insert untuk cerita bertema bebas yang dikutip dari blog lain;(4)Set digunakan untuk mengelompokan posting yang sudah diedit dan dikutip dari blog lain;(5)Posting tanpa pengelompokan adalah posting tentang novel Naolla

Senin, 24 Desember 2012

Intermezzo: Aku Dipantai Bersama Polisiku


Pelangi di barat pagi ini memberikan kesan tenang bagiku. Disini, didepan jendela yang masih basah akibat tetesan hujan gerimis beberapa saat lalu, kini sudah mulai mengering. Ku dengar kicauan burung mengiringi senyuman indah sang mentari yang baru muncul dari balik awan disisi timur sana.
Cukup lama aku terdiam disela tatapan kosongku dan seolah-olah tidak sadar bahwa hari ini dimulai dengan tanggal berwarna merah pertanda hari libur. Penatnya otakku setelah berjuang menghadapi ujian kenaikan kelas membuat aku lupa bahwa hari ini adalah hari minggu. Akhirnya aku bisa sedikit bernafas lega dari kerasnya pergulatan dengan soal-soal ulangan selama seminggu membuat aku cukup kelelahan, terutama otakku. Aku melihat kearah samping rumah, disana ada ibuku sedang menjemur cucian.  Meskipun hari ini hari libur tetapi sudah menjadi kebiasaanku untuk selalu bangun pagi. Aku biasanya nggelakuin apa saja yang harus aku lakukan untuk mengisi waktu dipagi hari.
Dengan langkah pasti aku melangkah kedapur dan membuat kopi instan, itung-itung menggusir kantuk yang masih menggantung dimata. Setelah membuat segelas kopi, aku duduk dan menikmati minuman hangatku.
Tit-tit-tit…
Suara klakson motor terdengar dari arah depan rumahku. Siapa ya pagi-pagi begini nyamperin aku? Aku tengok jam dinding yang  terpampang didekat dapur. Jam masih menunjukan pukul 06.12 am. Karena penasaran aku akhirnya manuju pintu depan dan membukanya. Terlihat bang Wando sedang berbincang dengan ayahku yang sedang memotong rumput dihalaman depan. Wah, kenapa bang Wando nggak kasih tahu ke aku ya kalau mau datang kerumah?
“Waduh… Ayah ngajak bang Wando masuk rumah. Mana aku belum mandi lagi… “. Aku bergegas masuk kedalam untuk sekedar mencuci muka atau menyisir rambutku yang agak acak-acakan.
“Bay… Ada bang Wando nih…”, kata ayahku.
“Iya… tunggu sebentar Yah”. Aku buru-buru mengeringkan air dimukaku dan menghampiri bang Wando yang sudah duduk manis dikursi tamu.
Wajah tampannya tersenyum padaku. Dia mengenakan jaket berbahan kulit berwarna hitam dan celana jean ketat berwarna hitam pula.
“Belum mandi nih, bau…”, canda bang Wando.
Aku hanya senyum-senyum jaim sambil duduk disebelahnya. “Biarin… aja”.
“Sewot dah…”.
“Nggak kok… kenapa abang nggak kasih tahu kalau mau kemari? Aku kan bisa siap-siap. Ya setidaknya aku bisa mandi dulu…”.
Bang Wando memegang tanganku dan berkata, “Abang mau kasih sureprize buat kamu Bay. Kamu kan habis ulangan, mau nggak kalau kamu hari ini kita jalan ke pantai *****. Anggap aja ini refreshing setelah ujian. Gimana?”.
Aku menatap mata bang Wando dengan penuh keharuan sebelum aku menganggukan kepala tanda aku setuju.
Tentu saja ayah dan ibuku mengijinkan aku pergi karena aku pergi dengan bang Wando (polisi lagi) jadi mereka tidak perlu khawatir. setelah mandi sebentar dan membawa barang-barang seadanya, aku dan bang Wando pamit untuk menuju salah satu pantai terkenal didaerah kami.
Jarak tempuh kepantai tersebut cukup jauh. Jika keadaan normal, dua jam setengah perjalanan kami akan sampai kepantai. Suasana pagi yang masih ditemani sedikit kabut membuat hari ini terasa sangat indah. Diperjalanan, suasana desa-desa atau daerah yang kami lalui sangat tentram dan indah. Memang jarak pantai ini agak jauh dari hiruk-pikuk kota yang ramai dan biasanya cukup sepi bahkan pada hari-haru libur biasa. Pantai ini akan ramai dikunjungi wisatawan jika hari-hari libur besar seperti tahun baru atau libur panjang.
Teriknya sinar matahari yang cerah terpantul diatas putihnya hamparan pasir. Ini menandakan bahwa kami akan segera sampai di pantai *****. Tak lama kemudian, deburan ombak pantai telah menyambut aku dan bang Wando. Didekat pantai ada perkampungan nelayan yang bisanya menjual makanan dan oleh-oleh khas pantai tersebut.
“Bay, kita pindah saja ya? Disini terlalu ramai buat kita berdua-duaan. Gimana?”, tanya bang Wando.
“Aku sih terserah abang saja. tapi memangnya kemana lagi bang?”, tanya ku balik.
“Ikut abang saja nanti kamu pasti bakalan seneng kok”. Bang Wando tersenyum kemudian memutar arah motor untuk menuju lokasi yang dianggapnya sepi.
Kami berdua masuk ke sebuah belokan sempit lalu terus masuk diantara rimbunnya cemara dan tanaman pasir pantai lainnya. Kayaknya belum pernah ada yang masuk kesini deh. Namun aku terpukau saat motor bang Wando berhenti. Disana suasananya sangat sepi dan hening. Di sisi kiri kami ada sebuah kayu besar yang sudah tumbang dan mati. Didekat kayu ada tumbuhan seperti suku pandan besar yang bercabang-cabang dan cukup rindang. Di belakang kami hamparan hutan cemara terlihat menutupi pantai ini.
“Ini hening sekali bang… Abang tahu dari mana lokasi ini?”, tanyaku.
“Dulu abang pernah iseng buat jalan-jalan mengitari pantai ini dan abang ketemu lokasi yang sepi seperti ini didekat lokasi pantai. Enak kan?”.
“ Enak banget bang”. Aku turun dan duduk diatas batang pohon mati kemudian aku lepas tas ranselku.
“Bawa air nggak dek?”, tanya bang Wando.
“Bawa bang”, aku mengambilkan air minum dari dalam ransel dan menyerahkannya pada bang Wando.
Tiupan angin sepoi-sepoi membuat aku terbuai dan lupa akan penatnya perjalanan menuju lokasi ini. Bang Wando melepas jaketnya sehingga baju kaosnya yang basah akibat keringat mencetak otot-otot tubuhnya yang masih ketat. Dia menjemur jaketnya diatas kayu mati yang aku duduki. Kemudian bang Wando duduk disampingku.
“Dek, sebenarnya abang sedang ada masalah dengan kak Siska…”.
Deg! Aku kaget mendengar perkataan bang Wando yang tiba-tiba saja membuyarkan kerileksanku.
“Karena apa bang?”.
“Kak Siska tahu kalau abang malam itu, waktu kita makan sate, ada di kota. Dia marah besar karena abang nggak pulang kerumah. Abang berusaha memberi alasan padanya bahwa abang  sedang mendapat tugas jadi nggak bisa pulang kerumah tapi dia seolah-olah nggak percaya. Abang nggak tahu musti gimana lagi. Makanya tadi malam abang nggak sempat kasih tahu kamu kalau abang mau ngajak kamu kesini. Karena abang lagi bingung sama istri abang. Huh…”. Bang Wando menarik nafas dalam-dalam kemudian dia hembuskan dari hidungnya.
Bang Wando yang tampan dan gagah ini terlihat bingung menghadapai istrinya. Dia bangkit dari duduknya dan mengambil tikar lipat yang sengaja aku bawa dari rumah. Kamipun duduk berdua diatas gelaran tikar yang panjangnya sekitar 2 m dan lebarnya 1 m tersebut. Bang Wando menutuskan untuk rebahan dipahaku sedangkan aku meluruskan kaki agar bang Wando bisa tiduran dengan nyaman. Sambil menikmati angin, ombak dan sinar matahari siang yang menyilaukan mata, aku mengusap-usap kepala bang Wando dengan mesra. Jujur aku sangat sayang pada bang Wando meskipun dia sudah berkeluarga dan sebentar lagi memiliki seorang anak. Aku usap lembut kapala bang Wando yang tercukur rapi potongan rambut cepak itu sambil sekali-kalin aku usah pipinya. Bang Wando sangat menikmati belaian tanganku dan tampaknya dia mulai tenang. Bang Wando menutup matanya dan kamipun hening sejenak.
Bluuurrrr… Deburan ombak menyapu tepian pantai. Untung kami sedang berada diatas tebing pantai sehingga tidak terkena air laut. Cuaca sangat cerah dan agak berawan. Indahnya langit biru menghipnotis kami berdua untuk segera memejamkan mata dan masuk kealam mimpi.
Crsssss…crsss….
“Bang bangun… Hujan…”. Aku terbangun dari tidurku karena hujan mengguyur daerah itu.
Bang Wando bangkit dan langsung mengambil jaketnya. “Bay, kita ke kampung saja…”. Bang Wando membantuku melipat tikar dan kamipun berniat balik menuju perkampungan namun nasib sial menghampiri kami. Entah mengapa bang Wando tidak sadar kalau motornya kehabisan bensin.
“Yah… Gimana dong bang? Bisa basah kita berdua ini”, kataku.
“Kita pakai tikar tadi untuk atap sementara waktu sampai hujan mulai reda baru kita keperkampungan. Kalau kita nyeret motor sampai kampung juga bakalan basah kuyup”, kata bang Wando.
Kamipun kembali kedekat pohon kayu mati yang tergeletak tadi kemudian mengeluakan tikar untuk menutupi kepala kami. Aku duduk dipangkuan bang Wando supaya tikar tersebut mampu melindungi kami berdua dari terpaan hujan yang cukup lebat.
Udara dingin mulai menusuk tulangku. Aku mengigil kedinginan. Untung bang Wando paham dan kemudian memeluk tubuh kecilku dengan mesranya. Aku merasa hangat sekali dan perlahan-lahan hal ini membangkitkan gairah bang Wando dan juga aku.
“Dek, punya abang ngaceng nih…”.
Aku memang sudah merasakan pistol daging milik bang Wando sudah mulai mengeras dibalik celananya. Mungkin hujan ini memang diturunkan utuk membasahi tubuh kami yang akan segera memanas karena terbakar nafsu birahi. Aku kemudian menolehkan kepala kebelakang dan menatap mata bang Wando. Tatapan ini mengisyaratkan agar bang Wando mau menciumi bibirku dan menghangatkan mulutku dengan tetesan air ludahnya. Bang Wando mengerti akan keinginanku dan langsung mendekatkan bibirnya kebibirku. Kini kamipun mulai berciuman mesra dan semakin panas. Aku nikmati setiap senti sentuhan bibir bang Wando yang lembut. Sambil sesekali ku isap bibir bang Wando. Entah mengapa tikar yang tadi kami gunakan untuk melindungi tubuh dari tetesan hujan kini sudah tergeletak ditanah sehingga kamipun bebas diterpa air langit. Tubuh kami basah namun ini sensasi yang sangat mengagumkan dan sungguh belum pernah aku rasakan sebelumnya. Bibir bang Wando mengenyot bibir bawahku sambil lidahnya terus meneteskan air ludah sehingga aku merasa penuh oleh tetesan ludah bang Wando. Wajahnya yang oval dengan hidungnya yang mancung namun tidak terlalu lancip begitu menggoda mataku. Nafasnya hangat dan bibirnya sangat pandai melayani bibirku sehingga aku tak sabar lagi ingin membuka seluruh pakaian yang melekat di tubuh kami berdua. mula-mula aku lepas baju dan celana bang Wando lalu setelah itu pakaian dan celanaku. Kini aku dan polisi itu sudah dalam keadaan hampir telanjang bulat karena ditubuh kami sekarang hanya menyisakan underwear saja. Kontol besar milik bang Wando mulai menyembul dari balik CD nya. Ukurannya yang besar dan berurat-urat membuat aku sangat memuja-muja benda milik bang Wando. Perlahan-lahan pantatku aku gesek-gesekan kekontol bang Wando sambil bibirku terus berciuman dan tak henti-hentinya menerima serangan bibir bang Wando. Aku terpejam menikamati setiap sedotan, isapan dan pilinan bibir bang Wando yang mampu menendang setiap hawa dingin yang menhampiriku.
Sluuurpppp! Sluuurrpppp…. Aku menyedot seluruh air ludah milik bang Wando. Rasanya sangat nikmat dan manis. Kekentalan ludah bang Wando juga terasa seperti gel atau sagu yang biasa kau makan. Aku kulum-kulum ludah bang Wando sebentar sebelum akhirnya aku telan semuanya hingga masuk kedalam rongga perutku.Gluk!
Muaccchhh… Bang Wando melepaskan bibirnya kemudian dia menjilati pipiku yang basah akibat terkena air hujan seperti seekor kucing yang sedang meenjilati anaknya. Bang Wabdo memang sangat perkasa dimataku. Aku menikmati perlakuannya dan seperti orang yang pasrah. Perlahan-lahan dia menjilati pipiku kamudian sampailah lidahnya dihidungku yang mancung. Wow! Dia mengemut hidungku! Aku tak bisa melukiskan kenikmatan ini dengan kata-kata yang jelas bang Wando sangat tahu bagaimana cara agar aku bisa manikmati sensasi baru ini. Tangankupun mulai nakal memilin-milin dan menarik-narik pentil Bang Wando yang coklat. Aku remas-remas dadanya yang berotot dan aku putar-putar ujung jariku diputingnya.
Cuaca yang dingin tak mampu mengimbangi panasnya pergumulan aku dan bang Wando ditepi pantai ini. Meski hujan terus menerpa tetapi kami masih sibuk dengan kecupan dan bermandikan birahi yang sudah lama tidak aku rasakan.
Bang Wando melepaskan emutannya dihidungku. “Bay, abang mau isep pentil kamu nih… kamu rebahan aja ya…”, pintanya.
Aku bergeser sebentar lalu mengambil posisi berbaring dipasir yang basah. Set! Bang Wando mempeloroti CD ku hingga lepas kemudian CD nya juga di lepas. Kami sekarang dalam keadaan telanjang bulat. Kontol Bang Wando yang coklat muda berukuran 18 cm dan diameter sekitar segenggaman tanganku itu mengacung kearah pusernya dengan dua buah biji yang besar seperti buah salak. Hasratku kian memuncak dan semakin tak terkendali lagi setelah perlahan-lahan bibir bang Wando turun dan mengecup pentilku. Aku seperti ikan kesentrum. Rasa geli dan nikmat menghampiriku dan membawaku masuk lebih dalam lagi kebagian terindah didalam hidupku. Aku menggelinjang tak karuan dengan berusaha meresapi raungan birahiku yang bergejolak. Sentuhan hangat dan lembutnya bibir bang Wando mencelemoti pentilku seakan-akan berusaha mendapatkan air susu yang tidak mungkin bisa aku berikan pada bang Wando.
“Banghhhhh uhhhhhhh aaarggghhhhhh uhhuhuhhhhhhh ohhhhhh shiiittthhhhahhhhh”. Aku mendesah-desah tak karuan.
Nyooottt… sluurrpppp… Bang Wando sangat lihat memperlakukan pentil susuku. Dia jilati dengan ujung lidahnya yang basah kemudian dia gigit pelan-pelan sebelum dia kenyot kencang sekali bagian itu. Rasa sakit akibat isapannya pada pentilku tak aku hiraukan lagi. Semua hanya nikmat, enak dan Auhhhh….
Bergantian putting susu ku di isap dan dikenyot oleh polisi itu. Ganas dan sangat membangkitkan birahi. Tubuhnya yang berotot namun perutnya tidak six packs membuat aku mendapatkan kepuasan sex secara visual. Hujan yang masih turun dengan derasnya membuat aku dan bang Wando tak merasa kegerahan lagi.
Sambil bang Wando memainkan pentilku, tangan nakalku juga sibuk membelai-belai kontol bang Wando. Hangat, keras dan berurat-urat itulah gambaran yang sesuai dengan kontol besar milik bang Wando.
Aku meringsek kebawah dan melepaskan isapan mulut bang Wando pada pentilku. Dengan posisi bang Wando yang seperti merangkak dan aku berbaring dibawah selangkangannya kini sangat tepat untuk melakukan oral sex. Mula-mula, ketika benda 18 cm itu sudah ada didekat hidungku, aku jilati ujung kepalanya dengan variasi mengigit lembut. Rasa precum yang khas membuat aku semakin kegirangan menjilati lubang kencing bang Wando yang sudah menganga. Aku jilati pelan-pelan sambil aku tarik-tarik biji bang Wando semesra mungkin.
“Argggghhhhhh! Ahhhhhh Sayanghhhhhahhhhh uhhhhh mulut muh … Bangs*t!!! Ebak bangettttt gilahhhhhh ahhhhh abangghhhh mauhhh nikahin kamuhhh aja bay… Kak Siska nggak mau ngisep kaya ginihhhh uhhhhh”.
Itu adalah pengakuan baru yang aku tidak tahu dari bang Wando. Ternyata kak Siska nggak pernah ngemut kontol seenak dan selezat milik bang Wando. Kak Siska, kamu belum tahu sih gimana rasanya ngemut kontol super milik bang Wando. Aku aja sampai ketagihan dibuatnya.
Puas jengan menjilati lubang kencing bang Wando, aku mulai menjilati kontol bang Wando perlahan-lahan. Sesenti demi sesenti pistol perkasa itu masuk kedalam mulutku. Hangatnya kontol bang Wando menwarkanku sebuah surga dibawah langit yang menagis ini. Aku masukan pelan-pelan sampai masuk seluruhnya kedalam mulutku dan menyentuh kerongkonganku karena saking panjangnya. Aku diamkan beberapa saat untuk menikmati ketegangan kontol milik bang Wando. Kamudian aku keluarkan pelan-pelan sampai lepas dari mulutku. aku kocok sebentar agar kontol bang Wando tetap tegang kemudian aku putar ujung kontol bang Wando dilidahku.
“Urrrhhhhhh uhhhhh ohhhhh enakhhh sayanghhhhh Awuhhhhhhh uhhh”, mata bang Wando terpejam dan jakunnya yang besar tampak tegas karena kepalanya sedang menengadah keatas.
Aku emut kepala kontol bang Wando  kemudian aku kenyot mirip seperti menyusu pada ibuku sewaktu kecil. Aku mau minum susu pejuh yang akan keluar dari kontol perkasa milik bang Wando.
Jari-jari tanganku bermain di buah zakar bang Wando dan sesekali memerah batang kontol polisi gagah itu. Aku rasakan kekerasan alami dari kontol bang Wando dengan terus mengulum dan mengenyot kepala kontolnya yang seperti helm tentara. Kepalanya yang merah muda begitu indah untuk dinikmati.  Aku putar-putar lidahku untuk menimbulkan sensasi baru dan ini adalah perlakuan yang akan selalu membuat bang Wando teringat-ingat ketika dia jauh dariku nanti. Aku mulai mengeluar masukan kontol bang Wando didalam mulutku turun, naik, turun, naik, turun, naik, turun, naik, turun… Plop! Aku jilat kemnbali kepala kontol polisi itu lalu aku dorong kembali kepalaku agar mampu membenamkan seluruh batang kontol milik bang Wando di dalam mulutku. ujung kontol bang Wando yang menyentuh kerongkoonganku aku manfaatkan untuk membuat sensasi baru pada kontol kekasihku ini. Aku gerakkan kerongkonganku seperti terengah-engah agar ujung kontol bang Wando mendapatkan pelayanan istimewa dariku.
Gluk! Aku menelan ludahku agar kontol bang Wando tidak terlalu lama kering ujungnya. Hujan yang masih deras mengguyur tubuh kami membuat tubuh bang Wando yang berada diatasku tak henti-hentinya meneteskan air hujan seperti orang yang sedang kencing. Untuk itu sesekali aku menghalangi aliran air hujan yang menuruni batang bang Wando dengan tanganku agar tidak masuk kedalam mulutku.
Aku menikmati besarnya pistol bang Wando yang sedang menjejal mulutku ini. Rasanya yang hangat dan kenyal membuat aku tergila-gila dan mabuk kepayang dibuatnya. Turun-naik kepalaku mulai mengisap kontol bang Wando kembali. bang Wando yang semakin liar kini memegangi kepalaku dan sesaat kemudian dia mulai mengentoti mulut mungilku layaknya lubang anusku. Aku gelabakan dibuatnya dan hampir tidak bisa mengambil bafas, terengah-engah, akibat bang Wando yang semakin tidak terkontrol menusuk rongga mulutku dengan kontol besar dan berurat miliknya itu. Aku paling kan mukaku ke kiri agar kontol bang Wando lepas dari mulutku dan memanfaatkan detik itu untuk menarik nafas.
“Host-host-host… Abang tega.. adekhhhh mau pingsan tau…”, protesku.
“Maaf sayang… abang sudah nggak tahan nih dek. Dudukin kontol abang dong dek… yah….”.
Tanpa menunggu persetujuan dariku, bang Wando langsung menggendongku dan mengangkat kakiku untuk melingkar dipinggangnya yang aduhai itu. Tanganku dia taruh dipundaknya dan dengan perlahan dia mulai mengarahkan kontol besarnya masuk kedalam anusku. Perlahan-lahan…. Pelan-pelan… sedikit lagi… dan….
“Auhhhhhh ohhhhhh yehhhhh uhhhh”, erangku yang sudah ditusuk kontol milik bang Wando.
“Uhhhhhh Kamu mau nggak jadi istrihhhh abangggg?? Ahhhhh”. Bang Wando menatapku sambil mendekatkan hidungnya kehidungku.
“Mauh bang… uhhhh hamilin adek bang… buat adek hamil kayak kak Siskahhhhh ahhh uhhh”. Aku mulai mendesah nikmat karena merasakan kontol bang Wando yang mulai menyodomi anusku.
Dengan berpandangan mata bang Wando berkata, “Kamu mau punya anak dari pejuh polisi hah? Ohh yeah… Bayuh suka kontol polisi yeah… ahhh.. rasain kontol polisi! Kontol polisi emang nggak ada duanya kan?? Hah??”.
“Iyahhhhh bangggg ohhhhh Ahhhhh adek mau hamil ma abang… jadiin adek istri simpanan abang. Temapt abang numpahin pejuh kental abangggg uhhhh”. Aku sudah melontarkan kata-kata murahan layaknya seorang pelacur.
“Ohhhh tentuhhhh sayang…. Abang akan ngentotin lubang kamuh sampai dowwer! Argggghhh rasain kontol abang! Rasain nikmatnya dientot sama polisi kayak abang!!! Enak? Enakkkkk?? Enakkkk nggak??”.
“Sumpah… enakhhhhh arrgggggg uhhhh lebih kenceng bang…. Uhhhh robekin dubur dedek!! Auhhhh”.
“Dasar doyan kontol! Mampus kamu Bay! Biar kamu nggak bakalan lupa ama sodokan abang!! Rasain ini yeahhhh ah ah ahh ahh ahhh aohhh ahhh ah ah ah arhhhh argghhhh argghh uhhh awww ohhh ohh shiittt ohhh yeah…. Ohhhhh”. Bang Wando menurun naikkan pantatku secepat mungkin sehingga lubangku menjadi kemat-kemot menerima kontol sebesar milik bang Wando. suara gemuruh hujan menenggelamkan erangan dan desahan kami berdua.
Tubuhku yang kecil dan bang Wando yang besar sangat nyaman untuk posisi seperti ini. Pinggulku yang turun naik dengan ritme cepat mengurut-urut kontol besar milik bang Wando menggunakan lubang anusku yang merah, lembut dan berbulu. Anusku memiliki lubang yang berwarna pink jika sedang ditusuk oleh kontol. Disekitar anusku terdapat bulu-bulu yang tumbuh tidak terlalu lebat. Anus ku yang hangat itu didukung oleh pantatku yang gempal dan berisi penuh. Kontol bang Wando yang besar dan panjang itu menjejal paksa lubang anusku yang indah itu sehingga aku merasa kadang-kadang lubangku tertarik dan tertekan kedalam.
Clok-clok-clok! Kontol besar milik bang Wando memaksa masuk dengan cepat kemudian dia tekan dalam-dalam keliang anusku sampai menyentuh ususku lalu di tarik perlahan dengan penuh perasaan hingga lepas dari luang anusku. Plop! Setelah itu dia masukan kembali secara cepat dan dia tarik perlahan hingga keluar dari anusku. Kegiatan itu dia ulangi hingga beberapa kali sebelum dia kembali menghajar anusku dengan entotan yang kencang dan bertenaga.
“Arhhhh ahhh ahhhh ohhhhh hangat sekalihhh sayang… lobangmu lembuthhhh bangethhh ohhhh sayanghhhh abangggghhhh sayanggggg bayuhhhhh uhhh ohhh”.
“Adek jugahhh sayang abanghhhh auuuhhh”.
“Lagih? Yeah? Lagiiii?”.
“Lagiiiii ihhh ihhhh ohhhhh ohhh ahhhhhh”.
Sekarang giliranku yang mengoyangkan pantatku seperti seorang koboi yang sedang menunggangi kudanya. Aku yang bergelantungan pada leher bang Wando dengan mudahnya mengendalikan permainan panas ini. Pinggulku aku gerakkan seperti gaya ngebor lalu aku maju-mundurkan kembali.
Puas dengan gaya itu, aku menyuruh bang Wando duduk diatas pasir dan bersandar dikayu sedangkan kontolnya masih menancap sempurna didalam anusku. Layaknya kodok duduk, aku kembali menurun naikan pinggulku memuaskan kontol polisi kekasihku tersebut. Bibir bang Wando aku cium mesra sambil aku sedot bagian bibir bawahnya selembut mungkin. Sementara tangan nakalku kembali memilin dan memelintir putting susu bang Wando yang melenting karena saking horny-nya. Rambut dan tubuh kami sudah basah kuyup diterpa guyuran hujan tetapi aku belum merasa dingin karena pergumulan ini mampu menaikan suhu tubuhku. Genjotan anusku kepada kontol bang Wando kian cepat dan bertenaga. Kenyotan dari lubang anusku memberikan kontol bang Wando surga dunia yang paling dia idam-idamkan selama ini. Walau pipi duburku telah memerah akibat gesekan kontol bang Wando tetapi nikmatnya daging kenyal polisi itu mampu menerbangkan aku keatas awan dan bintang-bintang.
Aku belai pungguung kekar bang Wando sambil bibirku terus menciumi bibir seksinya. Aku rasakan setiap gerakan anusku mengemot-ngemot kontol bang Wando yang besar dan penuh didalam anusku sehingga inilah saat yang aku inginkan sejak dulu. aku menikmati acara persenggamaan dibawah guyuran hujan kali ini dengan penuh semangat dan gelora ingin bercinta. Anusku sudah capek mengocok kontol perkasa bang Wando yang belum ngcret-ngecret juga.
“Bang… capek adekkkkk”.
“Kasian pacar kakak. Kakak yang genjot yahhhhhh ahhhhh….”.
Bang Wando menyuruhku merangkak. Dia juga melakukan hal yang sama dan melakukan penetrasi dari arah belakang. Sodokan kontol perkasanya sungguh terasa sekali menyentuh prostat dan ususku. Dia hentakkan kontolnya dalam-dalam kemudian dia goyangkan. Uhhhh enak sekali rasanya. Tangannya yang rada kasar menggerayangi dadaku dan meremas-remasnya. Tak sampai disitu saja, lidah bang Wando juga nakal menjilati daun telingaku lembut. Dia kilik-kilik lubang telingaku dan kadang kala dia emut juga. Aku memang beruntung memiliki pacar seperkasa bang Wando. tubuhnya yang berisi ditopang perawakannya yang tampan semakin membuat aku menikmati coblosan kontol bang Wando dianusku. Nafasnya terdengar berat yang menandakan dia memiliki hasrat yang besar padaku. Pasir pantai sudah memenuhi sebagian dada, punggung dan kaki-tangan kami berdua. Untunglah air hujan membantu butiran pasir itu turun dan meninggalkan ketelanjangan kami berdua. suara dedaunan pohon yang tertimpa hujan dan tertiup angin menyamarkan erangan kenikmatan yang keluar dari mulut kami berdua sejak tadi. Mungkin jika ada orang yang kebetulan lewat dipantai, mereka pasti dapat melihat dan mendengar erangan erotis kami yang terbakar nafsu birahi.
Entah apa yang bang Wando pikirkan, dia memaksa satu telunjuknya untuk menjejal anusku yang masih sibuk merasakan gesekan kontol besarnya.
“Aduhhh duhhh duhhhh… apa itu banggggg??”, tanyaku.
Dengan berbisik ditelinga kananku bang Wando menjawab, “Adek dia sajahhhh yahhhh Uhhhh makin sempit dekkkkhhh ahhhhh Oh oh oh ahhhhh ahhh”. Kembali bang Wando mengentoti lubang pantatku dengan cepat.
Hentakan demi hentakan pinggulnya membuat aku berguncang. Bang Wando mencabut telunjuknnya kemudian dia peluk tubuhku dan dibawanya aku berbaring dipasir basah. Kini bang Wando sedang telentang dibawahku dan aku telentang diatas bang Wando. Kontol besarnya masih mentok dianusku yang mulai ngilu akibat gesekan kontol polisi itu. Posisi seperti ini sebenarnya kurang tepat kami lakukan mengingat hujan sedang turun dan tetesan air hujan akan masuk kemata atau hidung kami namun mensiasati itu bang Wando mengajak aku berciuman. Tangan besarnya memegang kakiku agar terangkat dan mengekspos anusku lebih nikmat lagi. Setelah itu kembali dia menghujamkan pistol surganya menusuk-nusuk anusku dengan tenaga kuda. Aku merasa enak banget dalam posisi ini. Aku merasakan sentuhan surga yang membawaku masuk lebih jauh kedalam ruangan hasrat. Plak! Plak! Plak! Plak! Bunyi pertemuan selangkangan bang Wando dengan pantatku. Kontol bang Wando yang bengkok keatas sangat nyaman menggenjot anusku. Dia putar-putar dan dia hentakan dalam-dalam hingga aku benar-benar menikmati sodokan bang Wando.
Bang Wando menghentikan sodokannya sejenak dan melepaskan ciumannya.
“Host-host-host… Abang istrihat dulu ya dek… capek abang ngentot kamu…”.
“Iyahhhh banggg.. adek juga capek…”.
Kakiku diluruskan sejajar dengan kaki bang Wando dengan kontolnya yang masih tertancap sempurna dianusku. Bang Wando memelukku erat sambil memejamkan mata seolah-olah menikmati tetesan hujan. Aku melakukan hal yang sama dan menggenggam erat tangannya. Kami terbuai dengan rintik hujan dan suara air langit yang jatuh keatas pasir tersebut.
“Dek… Abang nggak mau kehilangan kamu. Kamu mau kan selamanya ma abang?”.
Aku terdiam sebentar. “Tapi apakah abang akan begini terus sampai anak abang besar?”.
Kini bang Wando yang terdiam dan berfikir sejenak. “Abang memang aneh… disatu sisi abang merasa ini adalah terlarang tetapi abang juga membutuhkan ini untuk kepuasan abang. Dari dulu abang sadar kalau abang ini sebenarnya ada rasa dengan cowok namun baru dengan kamu abang lakukan hal semacam ini. Jujur abang begini Cuma ingin memuaskan nafsu birahi abang yang tidak bisa abang kendalikan. Abang buth semacam ini…”.
Kami diam.
Aku berbalik badan dan menduduki selangkangan bang Wando. setelah itu aku rebahkan kepalaku yang basah kuyup keatas dada bidang bang Wando. bang Wando memeluk punggungku mesra sambil dia ciumi ubun-ubunku.
“Bang… Walau kita mungkin tidak akan selamanya bisa seperti ini tetapi adek mau kalau selama kita masih bisa seperti ini, kita lakuin saja seindah mungkin. Karena mungkin saja ini adalah persenggamaan kita yang terakhir, kita tidak tahu itu”.
“Kok adek ngomong gitu? Nggak dong sayang… pokoknya abang janji bakalan rutin nusuk lubang kenikmatan adek. Biar sampai kapanpun…”.
Bang Wando kembali mengerakan kontolnya menusuki anusku. Aku menatap wajah tampannya dan memberi isyarat biar aku saja yang kali ini menggerakan pantat dan bang Wando terima beresnya saja. aku mulai memompa naik turun kontol bang Wando dengan anusku. Aku resapi rasanya yang hangat dan licin hingga aku terbuai akan nikmatnya percintaan ini. Aku belai wajah tampan bang Wando dan aku celemoti bibirnya semesra mungkin.
Beberapa menit kemudian aku percepat hentakan anusku hingga membuat kontol bang Wando menegang keras dan tampaknya akan memuntahkan cairan kental, putih dan anyir dari dalam kontolnya.
“ARGGGHHHHH SAYANNGGHHHH AHHHH OHHHH.. ABANGGGG MAUH KELUAR!!! AHHHHH AHHH ARGGGHHHH”.
Crooottt… crooottt… crooottt… croooottt….
Ya ampun, banyak banget pejuh bang Wando. meskipun cairan kelelakiannya sudah mengisi penuh anusku tetapi dia masih kuat menggenjot lubangku seolah-olah ingin mengaduk-aduk pejuhnya hingga tercampur rata dan pulen.
“Banggggg udahhh ahhhh udahhh bangggg!!!”.
“Yeahhhh ahhhh Ohhhh enakkkhhh ahhhhhh”.
Kontol bang Wando mengecil dan dia berhenti menggenjotku. Kami terpejam dan berusaha menarik nafas untuk memulihkan kondisi paru-paru.
Jam sudah menujukan pukul 3 sore. Hujan mulai reda dan kami membereskan tubuh kami yang kotor oleh pasir selepas bersenggama diatasnya. Dengan keadaan telanjang bulat, kami menceburkan diri kelaut dan mandi. Setelah bersih kami kenakan pakaian dan bergegas pulang.
Sepanjang perjalanan aku semakin erat memeluk perut bang Wando dan sesekali aku usap kepala kontolnya pertanda aku sayang dengan benda besar milik polisi itu.
Senja yang cantik mengiringi gesekan roda motor matic bang Wando dengan aspal menuju rumahku. Tit-tit… suara hape berbunyi. Ada sms masuk nih. Aku baca sms itu dan….
“Dek… Mas kepengen malam ini main ma adek. Kita ML yuk dirumah mas… Please sayang… Mas tunggu ya… dek…
**ArifCUKFBayu4Ever**”, bunyi sms dari mas Arifku.
Waduh, patah deh pinggangku hari ini. Aku balas sms mas Arif, sang Polisi Duren dengan singkat…
“OK”.



1 komentar:

  1. Am Mario 29 yo, 173 cm & 70 kg, Bubbled butt, Gym Toned, Masculine, Well
    Educated, Charming, Caring, Funny, Horny and Discreet.
    It would be my pleasure to please you and satisfy every one
    of your deepest wishes IN YOUR WAY.
    Am offering relaxing full service whole body massage, service for +-1 hour at an affordable rate of
    Rp 650.000 ($ 85).
    If you're interested, you may call me at +6283895329554/ 083895329554
    I am residing at CENTRAL JAKARTA.
    Foreign clients are most welcome anytime 24 HOURS
    Don't hesitate to call me, you can reach me anytime
    Eager of fun and action, in a total discreet way.
    I only accept hotel, Apartment or home service.
    For Call and For Man only!

    BalasHapus