Butuh berapa
banyak waktu untuk manusia bisa menyadari bahwa hidup itu terlalu berharga
untuk disia-siakan. Mungkin hanya takdir bisa menjawabnya dengan lantang namun
kita juga masih bisa menentukan nasib seperti apa yang akan kita ingin wujudkan
dimasa depan. Seperti saat ini, aku berusaha untuk tidak menyia-nyiakan
hidupku. Aku tidak tahu harus memulai cerita ini dari mana agar apa yang aku
rasakan bisa diterima kalian. Tetapi mungkin aku akan memulainya dari awal kembali…
Namaku Bayu
Antoni. Aku adalah anak semaata wayang dari ayah dan ibuku. Aku memang bukan
orang kaya. Ayahku hanya seorang pegawai pabrik minyak goreng, sedangkan ibuku
adalah salah satu staf tata usaha di SD dekat rumahku. Walaupun aku sudah
merasa dimanjakan oleh orang tuaku, tetapi aku berfikir untuk apa aku bangga
dengan apa yang aku dapat dari ayah dan ibuku. Itukan bukan sepenuhnya hasil
keringatku. Apa hebatnya sih, seorang anak yang menadahkan tangan kepada orang
tuanya setiap ingin membeli sesuatu? Tidak ada bukan? Bahkan untuk membeli
pulsa pun aku harus meminta dengan ibuku. Menyedihkan kamu Bay!!!! Maka dari
itu setelah lulus SMA, aku memutuskan untuk mencari kerja terlebih dahulu dan
menunda kuliahku selama satu tahun.
Tuhan punya
rencana dan kita hanya bisa bersyukur untuk apa yang telah Tuhan berikan pada
kita. Baik ataupun buruk semua itu pasti tidak akan bernilai sia-sia jika kita
cukup bijak untuk menyikapinya.
Setelah
memasukkan lamaran ke beberapa perusahaan dan beberapa tempat yang sedang
membuka lowongan pekerjaan, akhirnya aku diterima sebagai salah satu karyawan
di Minimarket. Gajihnya sih, kecil yaitu Rp. 700.000,- / bulan. Namun itu sudah
lebih dari cukup untuk keperluan bensin dan jajanku selama sebulan.
Ayah dan ibuku
mendukung itu dan tentu saja tidak semua uangku aku habiskan. Sebagian aku
tabung untuk nambah-nambah biaya kuliahku tahun depan.
Mungkin bagi
teman-teman yang sudah baca ceritaku sebelumnya, pasti sudah kenal ciri-ciri
tubuhku. Aku adalah seorang cowok manis dan menjadi idaman para cewek-cewek
sewaktu SMA. Tinggiku 160 cm dan beratku ideal. Tubuhku mulai terbentuk berkat
latihan kerasku untuk membentuk sedikit otot di bagian-bagian tertentu yang
menurutku bisa menunjang penampilanku. Bibir tipisku agak merah dan kulitku
kuning langsat. Menurut orang-orang sih aku ini cakep, bahkan kalau aku tidak
ganteng kayak gini mana mungkin pacar-pacar Polisiku mau ama aku. Ya kan?
Hahahahah… Pede banget ya aku ini?
Hubunganku
dengan bang Wando tidak ada masalah, namun dia sekarang sudah memiliki anak dan
itu menjadi sedikit penghalang jika kami ingin melepas rindu dengan tidur malam
berdua. Bang Wando tidak sebebas dulu lagi. Kak Satria juga masih sering
menelpon aku dan kalau dia tidak capek dia juga menemuiku dan menumpahkan semua
pejuhnya didalam ususku.. Hahaha… Briptu Musa Hidayat juga kadang-kadang minta
jatah padaku. Bahkan kadang aku bisa full service selama seminggu untuk para
polisi-polisi selingkuhanku. Sebut saja Iptu Panji Arifin, Ipda Mahmud
Septianto, Briptu Setya Anugrah, Briptu Januar Andhika, Briptu Agung Rifky
Fitriandi dan Briptu Adit Gunawan mereka pernah meminta jatah yang hampir
berdekatan waktunya. Seperti beberapa bulan lalu, Briptu Dhika memintaku
bercinta dirumahnya lewat sms padahal saat itu aku sedang asik-asiknya di
genjot gaya ayam panggang oleh Ipda Mahmud. Kontan saja, kontol pak Mahmud
didiamkan di dalam anusku sementara aku mematikan hape-ku yang berbunyi di
tengah-tengah acara persenggamaan panas kami. Untunglah saat pak Mahmud
memuntahkan pejuh kentalnya, kontol gedenya sempat diarahkan kedalam mulutku
sehingga selepas dari rumah pak Mahmud aku langsung menuju rumah Briptu Dhika
dan disana aku di entot habis-habisan sampai setengah malam. Walaupun rasanya
sangat letih tetapi aku bangga karena sungguh langka bagi cowok “sakit” seperti
kaumku ini bisa menikmati kontol-kontol besar milik para Polisi gagah nan
perkasa, bahkan bisa setiap hari, dan tentunya dengan polisi yang berbeda-beda
gaya bercinta favoritnya.
Namun tanpa aku
duga seorang Polisi muda lagi-lagi bisa aku nikmati kontol perkasanya. Kejadian
ini berawal dari ketidak sengajaanku melayani tamu di minimarket tempatku
bekerja.
***
Aku ingat betul
kejadian pertama aku bertemu dengannya. Tepat pukul 4.30 Sore itu, suasana
minimarket tampak seperti hari-hari biasanya dengan adanya para pembeli dan para
karyawan. Aku yang saat itu sedang mengatur barang-barang untuk ditaruh di rak
tiba-tiba dikejutkan oleh sesosok pria gagah yang berdiri di belakangku.
“Permisi mas.
Maaf mengganggu, susu L-xxx (menyebutkan nama produk susu berprotein tinggi
khusus pria dewasa beserta berat bersih susu tersebut) habis ya?”, tanya pria
macho yang memang kelihatannya berotot kencang itu.
Aku menoleh dan
menghentikan kesibukanku beberapa saat. “Bapak sudah cek di sebelah sana, di
bagian produk susu?”.
“Saya sudah
mengeceknya tadi tetapi kayaknya memang tidak ada susu yang saya cari”.
Wajah tampan
pria berbaju coklat khas anggota kepolisian itu tampak begitu meneduhkan
pandanganku. Sungguh jika aku tidak sedang berada di tempat umum seperti ini,
ingin sekali rasanya aku mengelus mesra rahangnya yang gagah itu. “Tunggu ya
Pak saya tanya dulu dengan teman saya. Bapak tidak keberatan bukan kalau saya
minta untuk menunggu sebentar?”.
“Oh, iya
silahkan”.
Aku pun permisi
untuk beberapa saat dan tak lama kemudian aku kembali mendatanginya.
“Kayaknya kami
kehabisan stok pak dan stok kami baru datang besok pagi. Maaf ya pak atas
ketidak nyamanannya”. Sebenarnya aku tidak ingin memanggilnya bapak karena aku
lihat wajahnya masih terlalu muda untuk aku panggil dengan sebutan bapak hanya
saja tidak etis rasanya jika aku memangggil seorang polisi sepertinya dengan
sebutan selain bapak apalagi aku belum mengenalnya.
“Baiklah kalau
begitu. Terimakasih ya mas”.
“Terimakasih
kembali pak”.
Pria gagah itu
pun keluar minimarket. Jujur, sejak tatapan pertama tadi, aku benar-benar tidak
bisa menghilangkan bayangannya dari dalam pikiranku. Entah mengapa rasanya aku
pernah mengenal sosok pria gagah ber kaos biru ketat itu. Ada bagian didalam masa
laluku yang seakan-akan membimbibngku untuk lebih mencari tahu siapa pelanggan
yang datang padaku tadi. OMG! Aku benar-benar jadi tidak berkonsentrasi bekerja
setelah itu. Semoga saja dia datang lagi ke minimarket tempatku bekerja dilain
waktu.
Sepertinya doaku
terkabul. Dengan pakaian khas polisi berpangkat Briptu dan name tag di dada
kirinya yang bertuliskan Dedi Dwi Hartono, pria gagah yang kemarin bertanya
padaku kembali datang ke minimarket di sore berikutnya. Seperti yang sudah aku
janjikan kemarin kalau stok susu L-xxx yang dia cari akan tiba hari ini
sehingga tanpa ragu lagi aku rasa dia pasti akan menuju rak bagian susu. Dengan
perhitungan itu, aku bergegas mendahuluinya menuju rak susu untuk sekedar
berusaha menarik perhatiannya.
“Permisi mas.
Susu yang kemarin sudah datang?”, tanya Polisi itu ketika melihat aku sedang
berada di rak dekat bagian susu.
Aku menoleh
kepadanya mencoba mendramatisasi keadaan agar terlihat tidak dibuat-buat aku
berada didekat rak tersebut. “Sepertinya sudah tersedia pak. Silahkan bapak
kesebelah situ”. Sambil menunjukkan rak susu L-xxx.
“Terimakasih
mas”, ucapnya sambil menuju rak yang aku maksud.
Setelah
mendapatkan barang yang dia cari, dia langsung membawanya kebagian kasir dan
membayarnya. Didalam hatiku, aku berharap bisa lebih mengenal Briptu Dedi di
lain waktu. Mungkin kalian juga sependapat denganku jika kalian pernah melihat
briptu Dedi secara langsung. Dia adalah pria yang sangat gagah dengan tinggi
sekitar 180 cm dan berat yang proporsional. Kulitnya lumayan putih dengan
senyuman yang agak misterius namun meneduhkan.
Semenjak
pertemuan pertama kami, jujur aku tidak bisa melupakan semua tentang Briptu
Dedi. Bahkan salah satu yang membuat aku penasaran adalah bagian selangkangan
beliau yang terlihat agak tebal. Oleh karena itu, aku harus cari tahu sebesar
apa pisang bulu yang ada di balik celana coklat ketatnya tersebut.
Hari telah
berganti dan banyak hal yang membuat aku tidak bisa mengabulkan keinginan
kontol para Polisi ku. Aku sering pulang malam dan tentu saja itu menjadi
alasan terbaikku untuk tidak mau melayani mereka. Aku terlalu letih setelah
seharian bekerja.
Kita memang
tidak akan pernah tahu apa rencana Tuhan di hari berikutnya. Seperti di hari
itu, di hari minggu. Aku kebagian libur minggu ini. Ingin rasanya aku berkencan
dengan salah satu pacarku dan melepaskan hasrat yang sudah hampir sebulan aku
pendam dalam-dalam. Namun cuaca berkehendak lain, semenjak pagi langit agak
muram dengan deretan awan-awan kelabu menghiasi angkasa. Bahkan matahari tidak
tampak batang hidungnya siang itu. Akhirnya aku putuskan untuk tidur dan
beristirahat saja di kamarku.
Jam menunjukan
pukul 11.08 am. Aku medengar ada suara orang mengetuk pintu rumahku. Aku pikir
ibu akan membukakan pintu, namun sepertinya ibu tidak mendengar kalau ada tamu
yang datang. Dengan agak malas-malasan, aku pun keluar kamar dan membukakan
rumah.
BRUAKKKKK!!!!
DUGG!!! PLAK! PLAK! PLAK! Ibarat petir menyambar ubun-ubunku. Di depan pintu
rumahku telah berdiri seorang wanita paruh baya dengan seorang pria gagah yang
beberapa waktu terakhir aku idam-idamkan, Briptu Dedi. Mungkinkan mas Dedi
ingin melamarku? Hahaha… sinting lu Bay! Mana ada yang senekat itu!!!
“Maaf, ini betul
rumahnya ibu Nunu?”, tanya wanita itu membuyarkan lamunanku.
“Eh, iya benar
bu. Ada perlu apa ya?”.
“Ibu Nununya
ada?”.
“Ada di dapur”.
“Bilang ke
beliau kalau ada mama Dedi yang nyariin”. Wanita itu melempar senyum padaku.
“Oh, baik bu.
Silahkan bu, mas, masuk dulu. saya mau panggilkan mama saya”. Aku pun bergegas
menemui mamaku di dapur. Aku mulai bingung dengan situasi ini. Mungkinkah ibu
adalah teman dari mamanya mas Dedi? Kalau begitu ada kemungkinan ibu juga kenal
dengan mas Dedi ganteng itu?
“Bu, ada mama
Dedi nyariin tuh?
Tampak ibuku
sedang menata piring di raknya. “Mama Dedi siapa?”. Keliahatannya mamaku masih
mengingat-ingat sosok dari nama yang aku sebutkan.
“Aku juga nggak
tahu. Tadi katanya suruh bilang kayak gitu. Ibu temuin dia aja deh, mungkin dia
teman lama ibu kali”, kataku.
Dengan segera
ibu menghentikan aktivitasnya dan menemui tamu didepan. Setelah ibu pergi, aku
berniat membuka tudung saji dan makan siang. Baru mengambil piring, tiba-tiba
ibu memanggil aku.
“Bay, ke sini
sebentar”.
“Iya bu…”. Aku
taruh kembali pringku dan langsung menuju ruang tamu.
Di ruang tamu…
“Kamu tahu nggak
ini siapa? Pasti dia lupa, Bu Sapti. Dia kan masih kecil waktu Dedi saya
jagain”, kata ibuku.
“Ini Bayu yang
dulu ya? Wah udah tambah ganteng ya sekarang… Masih ingat tante nggak Bay?”,
tanay tante Sapti.
“Maaf tante, aku
tidak ingat”.
“Ayo salaman
dulu”, pinta ibuku.
Aku pun
menyalami tante Sapti dan mas Dedi lalu setelah itu aku duduk di samping mas
Dedi.
“Bayu ini kerja
di Minimarket “x (nama minimarket)” kan?”, tanya mas Dedi membuka percakapan
padaku.
“Iya mas, mas
yang kemarin nyari susu itu kan?”.
“Wah, ternyata
mereka sudah saling kenal bu”, celetuk tante Sapti sambil memandang ibuku.
“Iya mah,
kebetulan beberapa waktu lalu saya pernah membeli susu di minimarket tempat
Bayu bekerja”, jawab mas Dedi.
“Kamu pasti
pernah lihat kan foto mas Dedi waktu kecil yang ada di album foto? Ya ini
orangnya, Bay. Waktu kecil, dia 4 tahun ibu jagaain kalau bu Sapti dan Pak
Thamrin lagi berangkat kerja. Sekarang mas Dedi sudah jadi anggota Polisi lho”.
Aku hanya
tersenyum…
“Oh iya bu Nunu,
tante Marti masih sehat?”.
“Beliau sudah
tua, tapi masih sehat bu”.
“Kalau tidak
keberatan bisa tidak ibu menemani saya menjenguk beliau. Mumpung saya di sini”,
pinta bu Sapti.
“Tentu bisa.
Mari saya antar. Rumah beliau di gang samping menuju sekolahan. Bayu temani mas
Dedi sebentar ya”.
“Iya Dedi
silahkan ngobrol-ngobrol sama Bayu disini. Ibu mau jenguk nenek Marti dulu”.
“Baik bu…”,
jawab mas Dedi.
Akhirnya tinggal
kami berduaan di dalam rumah. Mas Dedi orangnya dewasa dan ramah. Dalam waktu
yang singkat, aku seperti telah mengenalnya cukup dekat setelah dia mengajakku
berbincang-bincang. Aku baru tahu kalau ternyata dia ngekos di dekat minimarket
X. Dia juga memiliki seorang adik perempuan yang sekarang sudah kelas XI SMA.
Setelah 10 menit
berlalu, tiba-tiba hujan turun dengat intensitas yang sedang.
“Pintunya aku
tutup dulu ya mas. Anginnya dingin”. Aku beranjak dari tempat duduk dan
langsung mengunci pintu.
“Bay, aku bisa
ikut nge-charge tidak? Baterai aku lowbat ini”.
“Bisa mas.
Silahkan”.
“Kamu aja yang
mengecharge-kan. Ini chargerannya”. Dia menyerahkan hape dan chargernya padaku.
Tanpa banyak
bicara lagi, aku langsung menuju ke dalam kamar dan mencolok chargerannya.
Tetapi aku lihat hape mas Dedi belum melakukan pengisian baterai. Aku coba
otak-atik tempat mencharge-nya, tetapi tetap tidak bisa. “Mas, kesini
sebentar”.
Mendengar aku
memanggil namanya, mas Dedi beranjak dan mendatangiku. “Ada apa Bay?”.
“Kok tidak bisa
ngisi?”.
“Mana, sini mas
coba”. Mas Dedi mulai mencoba mengatur chargerannya tetapi tampaknya memang ada
masalah dengan chargeran yang dibawa mas Dedi. “Waduh, kayaknya chargeran mas
yang rusak. Kamu ada chargeran jepit gak Bay?”.
“Punya ayah ada
sih mas. Mas tunggu sebentar ya, aku ambilkan dulu”. aku meninggalkan mas Dedi
sebentar didalam kamar.
Mas Dedi
menungguku dengan duduk di atas kasur. Mungkin memang sudah takdir kalau mas
Dedi bakalan tahu aku ini adalah gay. Dengan tanpa aku duga sebelumnya, mas
Dedi menyingkap selimut tempat aku menyembunyikan notebookku yang sedang
memutar video gay asia yang durasinya lebih dari satu jam setelah tanpa sengaja
dia menyenggol notebooku ketika ingin duduk. Ini memang keteledoranku yang lupa
mematikan notebook ketika tadi keluar kamar untuk membukakan pintu rumah. Tentu
saja aku kaget dan agak gugup ketika aku melihat mas Dedi sedang memperhatikan
layar notebookku yang sedang menampilkan adegan seorang cowok Jepang kekar
berkontol besar sedang mengentoti anus seorang cowok Jepang yang memiliki badan
berotot juga. Di adegan itu tampak kedua pria sedang dalam hasrat birahi yang
sama-sama tinggi. Gaya sodokan laki-laki yang berada dibawah terlihat sangat
cepat menusuk anus pria yang sedang memunggunginya diatas. Mereka benar-benar
menunjukan ekspresi yang sangat wow! Sedangkan mas Dedi hanya tampak agak
bingung dan mengkerutkan dahinya.
Beberapa menit
kemudian, aku yang baru datang dari mengambilkan chargeran untuk mas Dedi dan
langsung masuk ke dalam kamarku menjadi pucat pasi karena menyaksikan mas Dedi
sedang menatap layar notebookku. “M-ma-maaf mas. I-ini char-gernya”. Dengan
agak gugup aku menyerahkan chargeran jepit pada mas Dedi.
Dia menatapku
dengan tatapan yang menyelidik. Tanpa bicara dia mengambil chargeran di
tanganku dan langsung melepas baterai hapenya dan mengechargenya.
Aku langsung
meraih notebookku dan mematikannya.
“Kamu homo ya
Bay?”, tudingnya secara langsung.
Aku tidak bisa
berkata-kata dan memilih untuk tetap diam.
“Maaf, tadi mas
tidak sengaja melihat notebook kamu. Kalau begitu mas mau permisi nyusul ibu
dulu ya”.
Sepertinya mas
Dedi tidak suka dengan ke-gay-an ku. Wajahnya kini terlihat dingin menatapku.
Namun sebelum dia meninggalkan kamarku, aku buru-buru menarik tangannya. “Mas…
Jangan kasih tahu siapa-siapa ya. Please…”.
Dia hanya
menatapku lekat-lekat seperti ada ketidak sukaan didalam dirinya.
“Aku mohon mas…
Jangan kasih tahu bu Sapti atau siapa pun tentang hal ini. Aku takut kalau ibu
dan ayahku tahu kalau aku adalah seorang gay”. Aku memelas.
Mas Dedi masih
diam menatapku. “Mas tidak akan bilang ke siapapun”. Mas Dedi melepaskan
cengkramanku.
Jika kalian
pernah lihat muka pocong, maka wajahku saat itu mungkin sepucat setan itu.
Ibarat catur, aku sudah skakmat!!!
Aku tertunduk
seperti seorang anak yang ketakutan.
Mas Dedi yang
awalnya hendak keluar kamar tiba-tiba mengurungkan niatnya dan berbalik
menghampiriku. Namun, yang membuat aku hampir mati kaget, entah setan dari mana
tiba-tiba dia merunduk dan langsung mencium bibirku. Sungguh ini rasanya
seperti bara api yang tiba-tiba di celupkan ke dalam air, sangat mengagetkanku.
Mas Dedi menciumi bibirku dengan lembut dan seolah-olah ingin melepaskan beban
di dalam diriku. Aku yang masih terkaget-kaget berusaha membuka sedikit mulutku
untuk memberi jalan lidah mas Dedi menyapu bibirku yang merah. Antara tipuan
atau kenyataan, aku berusaha sadar dan melepaskan ciumannya.
“Mas??? Kenap…”
Belum sempat
bibir ini melanjutkan kata-kataku, mas Dedi langsung kembali mengecup bibirku
dan melumatnya dia seolah-olah tahu pertanyaan apa yang akan keluar dari dalam
mulutku dan berusaha memberikan jawabannya lewat sebuah ciuman.
Lidahnya terasa
hangat menyentuh lidahku. Aku imbangi sesaat dan sesekali aku juga mencoba
membalasnya dengan beradu lidah di rongga mulutku.
Tak terasa
tanganku sudah semakin berani bergerak kedepan dan meraba tonjolan besar yang
tersembunyi dibalik celana kain berwarna hitamnya. Wow!! Terasa sangat hangat
dan keras sekali isi di dalam celana itu. Aku coba meraba bentuknya yang
lonjong dan besar seperti gerakan mengocok kartu. Hanya saja ini gerakan
mengocok kartu dengan satu tangan.
Mas Dedi melepas
ciumannya. “AHHHH… AAAHHHH… SHHHIITTTT…. OOOHHHH…. OOOHHHHH….”
“MAS SUKA??”.
“SUKA BAY. KAMU
JAGO BANGET BIKIN KONTOL MAS NGACENG. BARU KALI INI MAS BERANI BERBUAT SEPERTI
INI SAMA COWOK. AHHHHH… AAAHHHHH… ENAKHHHHH… BAYYYY… OOOOOOOHHHHHHHHHHH”.
“KALAU MAS SUKA,
AKU BISA KOK BIKIN MAS LEBIH KEENAKAN LAGI”.
“GIMANA CARANYA
BAYYY… AUHHHH… GELI BAY…. AAAAHHHHH”.
“MAS PERNAH DI
ISEP NGGAK?”.
“PERNAH BAY,
SAMA PACARKU. TAPI UDAH LAMA NGGAK PERNAH LAGI. KAMU MAU NGISEP PUNYA MAS?”.
“JANGANKAN
NGISEP PUNYA MAS. NUNGGANGI LANGSUNG JUGA AKU MAU. JUJUR, AKU UDAH JATUH HATI
DENGAN MAS DEDI SEJAK PERTAMA AKU MELIHAT MAS”.
“AAAHHHH…. KAMU
NANTANG YA??? AYO SINI ISEP PUNYAKU. KALAU NGGAK BISA BIKIN MAS PUAS, KAMU
BAKALAN MAS LAPORIN KE ORANG TUA KAMU”. Ancam mas Dedi.
“JANGAN MAS… IYA
DEH SINI AKU ISEPIN. POKOKNYA AKU JANJI BAKALAN BIKIN MAS DEDI PUAS. TAPI
PINTUNYA DIKUNCI DULU MAS, BIAR KITA BISA BEBAS”.
Aku pun bergegas
mengunci pintu dan langsung menerkam tubuh mas Dedi yang berotot hingga ambruk
ketempat tidur. Kontol kami terasa saling bergesekan dalam keadaan tegang dan
masih didalam celana masing-masing. aku maju mundurkan pinggulku dan dengan
nakalnya aku langsung mencomot bibir mas Dedi yang sensual. Kami pun terlibat
ciuman yang sangat dahsyat.
Tidak terasa,
kami berdua sudah dalam keadaan bugil. Aku yang putih mulus, sudah tak bisa
berlama-lama lagi menahan gejolak birahi dan langsung ambil posisi telentang
sambil ngangkang di atas tempat tidurku seolah-olah mengisyaratkan bahwa aku
siap di entot oleh mas Dedi yang gagah.
“Kamu udah
pengen di entot ya Bay?”.
“IYA… MASHHHH….
CEPETAN… BAYU UDAH NGGAK TAHAN NIH….”.
“BENTAR YA
SAYANG…”.
Mas Dedi
langsung mengambil posisi berdiri di depanku terlebih dahulu lalu berlutut
didepan selangkanganku. Dia sepertinya tertarik untuk mencicipi puting susuku.
Dia menundukan badan, kemudian dia kenyot kedua putingku secara bergantian
sambil sesekali kontolnya dia rojokkan kebelahan pantatku. Kalau aku tahu mas
Dedi seperti ini dari awal, sudah sejak hari itu aku memberanikan diri untuk
mendekatinya. Aku tidak menyangka ternyata dia juga sama seperti aku. Rezeki
memang tak kan lari kemana!!! Hahahaha…
Kini bibirnya
naik keleherku untuk menjilati bagian itu kemudian dia mulai menuju bibirku dan
kami pun kembali berciuman seganas-ganasnya. Sambil berciuman, aku memeluk
punggung kokoh milik Polisi gagah itu. Aku raba-raba punggung mas Dedi yang
kekar. Mas Dedi juga tidak tinggal diam, dia seolah-olah mengentoti anusku
walaupun hanya kepala kontolnya yang dia rojok-rojokan ke area sekitar lubangku.
Gerakan pinggulnya turun naik mencoba memberikan sensasi yang sangat nikmat
untukku. Membuat aku semakin kencang memeluk punggungnya. Sesekali aku juga
meremas pantat gempal milik mas Dedi.
Dia mengangkat
pinggulnya dan melepas ciumanku. Dia beranjak dan langsung mengangkangi
wajahku. Aku tahu maksudnya. Dia pasti ingin aku mengisap kontolnya yang besar
dan gemuk itu. Tanpa basa-basi lagi, aku pun langsung mengulum kontolnya dengan
kuluman terbaikku.
“AHHHHH…
AHHHHHH… YEEEAAAHHHH… AHHHHH… AAARGGGHHHHH… OOOOHHH…OHHHH….”, erangnya.
Aku maju
mundurkan kepalaku mengisap kontol gede polisi itu. Dia juga sesekali
merojokkan kontolnya sedalam mungkin di dalam mulutku hingga aku tersedak.
Tetapi jujur, aku suka bentuk kontol mas Dedi yang agak hitam, berurat dan
sangat gede itu.
Beberapa menit
berlalu, mas Dedi sepertinya ingin kembali menciumku karena tiba-tiba dia
menarik kontolnya dari dalam mulutku dan merunduk untuk mengecup bibirku. Aku
pun kembali membalas ciumannya. Sungguh aku tidak bisa banyak bicara lagi
selain rasa enak, nikmat dan menggairahkan sore itu. Aku terpejam sejenak dan
berusaha menikmati kehangatan tubuh mas
Dedi. Rasanya aku tidak ingin ini berakhir dengan cepat bahkan didalam lubuk
hati terdalamku aku berharap hujan semakin lebat sehingga ibunya mas Dedi dan
ibuku menunda waktu mereka untuk balik kerumah ini. Tetapi kalian tentu percaya
bahwa doa jelek itu tidak mungkin akan terkabul. Tiba-tiba terdengar suara
klakson motor dari arah luar rumah mengagetkan kami yang sedang panas-panasnya
beradu birahi.
“Mas, stop dulu.
ada suara motor tuh…”. Aku mendorong dada berotot mas Dedi yang menempel
didadaku.
“Siapa itu
Bay?”. Dia agak kaget dan langsung berdiri.
“Sepertinya itu
ayah. Lain kali saja kita sambung ya mas”. Aku pun bergegas bangkit dari tempat
tidur setelah memastikan bahwa suara klakson motor yang kami dengar itu
benar-benar klakson motor ayahku dan aku pun bergegas memasang semua pakaianku.
Wajah mas Dedi
tampak kecewa dan walaupun begitu dia tampak menerimanya. Dia segera mengambil
pakaiannya yang berserakan di lantai dan memakainya sementara aku cepat-cepat
keluar kamar untuk membukakan pintu rumah.
“Kamu dari mana
Bay? Kok lama sekaali buka pintunya?”, tanya ayah yang masih mengenakan jas
hujan.
“Maaf Yah, aku
tadi di dapur jadi tidak terlalu terdengar suara motor ayah”, kelitku.
Ayah pun menaruh
motornya di garasi kemudian dia melepaskan jas hujannya dan menggantungnya di
pojokan garasi. Dengan menampakkan wajah bertanya-tanya, ayah keluar garasi
sambil matanya memandangi motor gede yang terparkir rapi di dalam garasi rumah
kami. Ayah pun masuk rumah.
“Bay, itu motor
siapa?”.
Baru aku ingin
menjawab, mas Dedi sudah keluar kamar dan tersenyum pada ayahku.
“Sore om… Baru
pulang ya?”. Dengan gentle-nya mas Dedi keluar dari kamarku dan langsung
menyalami ayahku yang baru masuk menuju ruang tengah.
Ayah menyambut
uluran tangan dari mas Dedi dengan wajah yang masih agak bingung. “Sore. Iya
nih, baru pulang kerja. Kamu siapa? Temannya Bayu ya?”.
“Om ingat aku
nggak? Coba om ingat-ingat, kira-kira aku ini siapa?”. Sambil tersenyum.
Ayah
mengernyitkan dahi. “Siapa ya? Sumpah om tidak ingat siapa kamu. Maklum, sudah
tua…”.
“Aku Dedi om,
anak bu Sapti dan pak Thamrin yang dulu pernah menjadi tetangganya om dan
tante”.
Seketika wajah
ayahku menjadi sumringah dan dia langsung menepuk punggung mas Dedi. “Masya
Allah… Dedi? Pangling om sama kamu. Udah gede dan ganteng lagi.
Walah-walah… Ayo Ded, duduk dulu”. Ayah
mengajak mas Dedi keruang tamu.
Aku mengekori
mereka di belakang.
“Kamu sudah
kerja ya sekarang? Dimana?”.
“Alhamdulillah
aku sekarang jadi POLISI om”.
“Tugas dimana
Ded?”.
“Di Polres
************ (nama kabupaten), om. Kalau om sendiri kerja dimana?”.
“Om kerja di
pabrik minyak goreng di dekat perbatasan kecamatan yang menuju arah sini. Oh,
iya sama siapa kamu kesini Ded? Kok bisa tahu rumah om disini?”.
“Aku dengan ibu,
om. Kebetulan ibu lagi kerumah nek Marti sama tente juga tadi”.
“Bay, ambilin
minuman hangat dong buat mas Dedi”, pinta ayah.
“Baik yah…”. Aku
pun bergegas kedapur dan membuatkan dua gelas teh hangat untuk mereka berdua.
Ayah dan mas
Dedi asik berbincang kesana kemari. Sementara aku memutuskan untuk menyalakan
TV dan menonton acara kesukaanku. Tak lama kemudian, hujan reda dan bu Sapti
serta mamaku kembali kerumah. Setelah berbincang-bincang sebentar, bu Sapti dan
mas Dedi juga mohon pamit pulang pada keluargaku tetapi sebelum pulang, mas
Dedi sempat meminta nomor kontakku pada ayah dengan alasan kosannya dekat
dengan minimarket tempatku bekerja. Aku pun kegirangan luar biasa dan ingin
rasanya aku lompat setinggi atas dan langsung mencium mas Dedi
sekencang-kencangnya. Aku berharap ini baru di mulai.
“Kalau Bayu
kemalaman pulang atau pengen nginap di kosan saya juga tidak apa-apa kok Om.
Saya sendiri ngekos. Ya mungkin saja dia capek dan malas pulang malam-malam ke
sini”, tawar mas Dedi pada ayahku.
“Iya nak Dedi,
terimakasih sebelumnya”.
“Kalau begitu
kami pamit pulang dulu ya Pak, Bu”. Bu Sapti menyalami ayah dan ibuku.
Begitu pula mas
Dedi.
“Bay, mas Dedi
dan tante Sapti mau pulang nih”, kata Ibuku.
Aku segera
menyambangi mereka dan mengulurkan tangan untuk tamu kami tersebut. Namun
ketika tanganku menyalami tangan mas Dedi dia sempat bilang, “Kalau kamu pengen
main ke kosan mas silahkan Bay, nginap juga nggak apa-apa. Mas sendirian kok,
ngekosnya”. Aku menjawab, “Iya mas pasti itu. Mas tidak perlu khawatir.
hati-hati dijalan ya mas”.
Setelah itu,
mereka pun berlalu pergi.
(Bersambung...)
pengen melamar calon suaminya ??
BalasHapusMmmm
BalasHapusGw Chinese chubby Jakbar Grogol cr TTM yang kost or ada tempat khusus pure top or bisex wa 0811-915-6886
BalasHapus