Waktu
yang dinanti oleh Tuan Loka Fugk tiba. Jheibo sudah dibekali pelajaran untuk di
sampaikan pada Ray dan juga telah dititipi dua buah hajunba untuk jaga-jaga
kalau-kalau dibumi nanti Ray terpaksa harus cepat-cepat berpindah lokasi.
“Sekarang
kamu harus jaga diri baik-baik ya Jhei. Jangan sampai kamu tertangkap manusia,
makhluk bumi atau bahkan para Yuari. Kamu harus temukan Ray. Ini baju Ray
sewaktu di Fugk. Silahkan kamu ingat baunya”, Loka menyuruh Jheibo mencium baju
Ray sekali lagi dan kemudian Jheibo pun menurutinya.
“Sudah
tuan”, kata Jheibo. Dia menjauhkan wajahnya dan bersiap-siap didepan pipa untuk
segera menuju bumi.
“Kamu
jangan sampai terpisah dengan Ray, Jheibo. Kamulah yang nanti akan kami datangi
jika sudah berhasil membuat hajunba besar menuju bumi”, pesan tuan Qaza.
“Segera pasang hajunba itu di pipa dan mulai menyesuaikan gelombangnya”,
perintah tuan Qaza pada dua orang anak buahnya.
Anak
buah tuan Qaza mulai memasang kedua buah hajunba kecil itu disisi bagian dalam
pipa. Mereka mengatur kestabilan hajunba itu dan setelah merasa sudah selesai
persiapannya salah seorang dari mereka memberitahu tuan Qaza. “ Stabil tuan”.
“Sekarang
kamu harapan kami untuk menemukan Ray, Jheibo. Lakukan apa yang bisa kamu
lakukan. Kami yakin kamu bukan makhluk yang ceroboh, jadi jangan sampai
tertangkap para Yuari Vocare. Berangkatlah dan jaga Ray baik-baik”. Tuan Loka
meletakkan Jheibo di telapak tangannya dan perlahan dia masukkan tubuh Jheibo
kedalam pipa hajunba.
Jheibo
hanya tersenyum dan menggerakkan tangannya seolah-olah dia berbicara bahwa dia
bisa Loka andalkan.
Jheibo
mulai memasuki dimensi ruang dan menuju bumi. Dibumi dia tidak tahu berada
dimana dan untuk menemui Ray dia harus mengandalkan penciumannya yang sangat
kuat itu. Sebagai informasi, Jheibo selalu menyembunyikan hidungnya untuk
menekan kemampuan penciumannya yang tajam. Jika hidungnya selalu terbuka dan
tidak terfokus pada satu bau, maka bisa dipastikan dia akan pusing karena dia
dapat mencium bau apapun dengan jarak yang sangat jauh.
Setelah
Jheibo berangkat, para peneliti pun menyimpan hajunba itu di sebuah kotak kaca
khusus yang diletakkan di ruangan Loka.
“Siapkan
pasukan Yuari terkuat kalian Karveo. Karena kita akan melindungi Ray seperti
dulu lagi dan kita pastikan bahwa kali ini kita tidak lagi menjadi kerupuk di
mata Vocare”, tegas tuan Loka.
“Kami
sudah meningkatkan seleksi Yuari Perusak dan pertahanan tuan. Kami juga
meningkatkan kemampuan para Yuari dengan melatih mereka menggunakan
linggi-linggi khusus sebagai upaya melindungi Ray”, kata tuan Karveo.
“Tuan
Qaza secepatnya membuat Hajunba kuat terbaik untuk melakukan perjalanan kebumi.
Saya harap semua orang yang bertugas sebagai pembuat hajunba, menuangkan
kemampuannya untuk ini. Kita harus bergerak cepat. Jangan sampai Vocare berhasil
merebut kembali Ray”, tuan Loka benar-benar tak mau lagi kalah dengan Vocare
seperti dulu.
“Tentu
tuan. Anda akan segera mendapatkan hajunba itu. Kami sudah bertekat bahwa kami
tidak akan pulang kerumah sebelum hajunba itu selesai kami buat”, janji Qaza.
“Selamat
berjuang para Sayap Fugk. Naolla ada ditangan kita sekarang”. Loka berusaha
mengingatkan para bawahannya mengenai nasib Naolla yang akan kacau dan semakin
terpuruk jika dipimpin oleh Sukaw lebih lama lagi. Hal ini akan segera terwujud
jika Sukaw berhasil mendapatkan tubuh Ray dan menjadi orang yang tak
tertandingi di seluruh Naolla.
Beberapa
burung berterbangan dari atas atap gedung pertemuan itu. Mereka melayang jauh
meninggalkan daratan Fugk dan seakan menuju bulan merah yang tergantung dilangit
gelap Naolla. Bulan ini sangat besar dan selalu sabit. Jika kita melihatnya
malam-malam dan dalam keadaan sunyi, tentu kita akan merasa takut dengan
warnanya yang merah layaknya darah segar itu. Tidak ada yang tahu mengapa bulan
itu bisa berwarna merah namun bagi rakyat Naolla bulan itu merupakan keindahan
dan kegagahan yang dibuat langit untuk menjaga Naolla.
Fugk
merupakan kota padat penduduk yang terdiri atas gedung-gedung berbata merah
yang tersusun rapi. sebagian warganya bekerja sebagai penambak ikan di danau
buatan Fugk. Daratan Fugk seperti savana yang luas namun tampak indah dan
mempesona. Semua itu tampak memukau dari atas langit. Jauh diseberang sana,
seseorang sedang berjalan pincang ditepian pantai. Tubuhnya berlumuran darah
dan bajunya sobek disana-sini. Dengan arudretajunya dia mencoba melangkahkan
kaki sejauh mungkin dari Vocare. Dia berharap ada kapal yang lewat sehingga dia
bisa melambaikan tangan untuk menumpang.
“grrrr”,
Qwed menegakkan tubuh Xano yang hampir terjatuh menggunakan punggung tangannya.
“Terimakasih
Qwed”, kata Xano sambil mengusap tangan Qwed. “Aku rasa para Yuari sudah
kehilangan jejak kita”.
Qwed
memang mengerti bahasa orang Naolla tetapi dia tidak bisa berbicara. Qwed
sangat menyayangi Xano sebagai partner dan majikannya. Dia dulu bertemu dengan
Xano sewaktu Xano berkunjung ke hutan Gpuvva. Saat itu Qwed terpisah dari
induknya dan jatuh sakit ditengah hutan. Xano datang dengan rombongannya dan
menolong Qwed. Sejak saat itu, Xano sering kehutan dan bermain bersama Qwed kecil.
Karena mereka sudah sangat akrab, pemerintah Gpuvva akhirnya mengijinkan Qwed
ikut dengan Xano ke Hrewa Kufe dan menjadi dretajunya.
Mereka
telah melewati banyak medan perang bersama-sama, walaupun dretaju bukan hewan
yang baik untuk pasukan perang namun Xano bisa mengendalikannya. Mereka sudah
sangat dekat antara satu sama lain. Qwed memang kebal akan senjata, namun
linggi yang bertubi-tubi akan melukainya. Tubuh besar Qwed terlalu mencolok
jika berkeliaran didaerah dekat Hrewa Kufe. Untuk itu mereka bersembunyi jauh
di pesisir pantai Vocare.
Deburan
ombak sesekali menerpa kaki mereka yang tengah berjalan diatas hamparan pasir
putih.
“Coba
kamu liat ke arah laut Qwed, apakah ada kapal lewat?”.
Qwed
mengarahkan pandangannya jauh kelaut dan tidak tampak ada kapal mendekat.
Setelah memastikan bahwa tidak ada tanda-tanda kapal, Qwed memberitahu Xano
dengan mimik cemberut.
“Kita
duduk sebentar dibawah pohon itu ya Qwed. Aku capek berjalan terus”, ajak Xano.
Qwed
pun menuju sebuah pohon dan duduk disana bersama Xano. Qwed menyandarkan
punggunngnya pada pohon itu dengan hati-hati. Sepertinya Qwed takut kalau pohon
itu tidak sanggup menopang tubuh besarnya. Setelah menemukan posisi sandaran
yang nyaman, Qwed mulai memejamkan mata sebentar. Xano yang membelai bulu oranye
ditangan Qwed tampak benar-benar senang bisa bersama-sama Qwed kembali.
bulu-bulu lembut Qwed tersibak-sibak oleh angin yang menerpa yang kadang menimbulkan
suara berisik karena membuat pepohonan bergoyang.
“Sekarang
kakiku sudah sangat pegal sekali Qwed. Aku sepertinya kelelahan. Apakah kamu
juga lelah Qwed?”, tanya Xano.
“Grrrrr..
“, Qwed menjawab dengan menganggukan kepalanya.
“Coba
aku lihat luka di tanganmu akibat linggi para Yuari”. Xano bangkit dan menyibak
bulu Qwed untuk melihat luka temannya itu. “Banyak juga luka di badanmu Qwed.
Kita perlu mencari obat untukmu”.
Qwed
menarik tangannya yang dipegang Xano sebagai tanda bahwa dia tidak mau ketempat
pengobatan.
“Tenang
Qwed. Nanti kamu akan merasa lebih baik kalau diobati. Sebagian lukamu perlu
mendapat penanganan khusus”. Xano membujuk Qwed.
Arudretaju
ini tetap tidak mau dan mulai bergerak dari peristirahatannya untuk melanjutkan
perjalanan. Dia meninggalkan Xano di dekat pohon.
“Baiklah
terserah kamu saja Qwed aku tidak akan memaksamu”. Xano mengejar Qwed dan
melanjutkan perjalanan mereka.
Dilautan
sana tampak sesuatu bergerak. Seperti sebuah kapal pengangkut barang yang
tengah melintas. Setelah memastikan itu adalah kapal pengangkut barang, Xano
menyuruh Qwed berteriak. “Panggil kapal itu Qwed. Cepat!”.
“Aaaakrrkkkkk..
Arrrkkkkk”. Qwed berusaha memberi tanda bahwa dia dan Xano sedang butuh
pertolongan.
Mendengar
suara dretaju dari arah pantai, para awak kapalpun melihat kearah datangnya
suara untuk memastikan.
“Paman,
sepertinya ada dretaju mengirimkan sinyal minta tolong pada kita”, kata pemuda
itu pada nahkoda kapal.
“Diarah
pantai Vocare itu?”, tanya sang paman.
“Sepertinya
begitu paman. Kita datangi saja, kalau-kalau itu dretaju yang sedang terluka”.
Nahkoda
kapal kecil itupun mulai membelokan haluannya dan menuju kearah pantai.
“Berhasil
Qwed. Tampaknya kapal itu telah menuju kemari”, kata Xano kegirangan.
Suara
dretaju yang nyaring bisa terdengar hingga ber mil-mil jauhnya dan inilah yang
membuat pasukan yang dipimpin Zaren menjadi tahu keberadaan Xano dan Qwed.
Suara Qwed terdengar sampai kehutan sehingga Zaren segera mempercepat laju
Kagukanya untuk menuju sumber suara itu.
“Di
pantai ternyata. Ayo lebih cepat lagi Yuari!”, perintah Zaren. Dia membawa lima
orang Yuari untuk membantunya menangkap Xano dan Qwed. Mereka mulai bergerak
cepat melewati hutan untuk mengejar suara yang diyakini mereka sebagai suara
Qwed. Langkah kaki para kaguka semakin cepat menginjak tanah-tanah hutan dan
kadang-kadang mematahkan ranting pohon yang jatuh di tanah.
“Suara
Itu benar-benar dari Qwed”, kata Diagta memastikan sekali lagi setelah
mendengar suara Qwed.
“Ternyata
dia meminta bantuan pada perahu yang lewat”. Zaren tampak dingin sekali
wajahnya.
Perahu
itupun mendekat kepantai namun tidak bisa terlalu dekat dengan bibir pantai
mengingat air sedang surut.
“Arudretaju
tuan!”. Pemuda itu kaget sekali melihat Qwed yang ternyata seekor arudretaju.
“Benarkah?”,
sang paman mencoba memperjelas penglihatannya dengan mengelap kaca depan ruang
kendali. “Iya benar Hagu. Ini bisa mendatangkan kekayaan pada kita”, kata
nahkoda.
Setelah
sudah sampai pada batas maksimum menepi, nahkoda kapal itu pun keluar.
“Hai,
kalian. Kami tidak bisa lebih dekat lagi. Kalau kalian perlu pertolongan dari
kami, datanglah kesini”, teriak sang nahkoda.
“Terimakasih.
Baiklah tuan. Tunggu kami”. Xano mulai berjalan memasukan kakinya kedalam air.
Qwed
mengikuti Xano dari belakang. Karena air sudah mencapai pinggang Xano, maka
Qwed menggapai tubuh Xano dan menaruhnya
di atai kepalanya yang seperti bentuk topi pesulap itu. Qwed terus menuju kapal
yang memberikan tumpangan. Air laut sudah merambah perutnya.
Setelah
Qwed sudah sampai dikapal itu, Hagu mengulurkan tali besar untuk dipanjat Qwed.
Qwed memegang erat-erat tali dan naik keatas kapal.
“Akhirnya
sampai juga”, kata Xano.
“Tuan
sedang terluka ya?”, tanya Hagu yang melihat keadaan Xano yang berlumuran darah
kering dibajunya.
“Iya
Nak. Aku harus pergi dari Vocare secepatnya.
Langkah
Kaguka telah sampai di tepi hutan dan keluar menuju pantai.
“Kurang
ajar. Itu dia dikapal! Lari terus, kita harus menangkapnya!”, perintah tuan
Zaren.
Kaguka-kaguka
itupun menerobos air dan menuju kapal yang ditumpangi Xano. Air membuat lari
kaguka agak terhambat.
“Rasakan
ini!”, Zaren melempar linggi roh nya ke arah kapal tersebut.
Trak-trak-trak!
Beberapa linggi menancap di sisi kapal.
“Jangan
macam-macam denganku Zaren!”, dengan sisa tenaganya yang tidak banyak lagi,
Xano mengeluarkan linggi air yang cukup besar untuk menciptakan gelombang yang
nantinya akan menahan langkah Kaguka dan mendorong kapal itu menjauh dari bibir
pantai. “Hiiaaattt”.
Bluuuuurrrr….
Linggi yang sangat besar Xano hantamkan kedekat kapal sehingga membuat kapal
terdorong kelaut sedangkan gelombang itu menyapu para Yuari, kaguka dan Diagta
ketepi pantai. Mereka tertelan ombak yang cukup besar itu.
“Uhuk!
Uhuk!”, salah seorang Yuari tersedak air laut.
“Brengsek!”,
sesal Zaren.
Mereka
semua terdampar dipantai dan hanya bisa memandangi kapal tumpangan Xano dengan
tubuh basah kuyup terbaring dipasir.
Xano
tampak tersenyum puas melihat Zaren dan pasukannya tersapu ombak buatannya,
dari atas kapal. Dia berjalan ke dekat tumpukan barang dan duduk disana dekat
Qwed.
Nahkoda
kapal mendatangi Xano. “Maaf tuan, mereka siapa?”, tanya nahkoda itu setelah
mendekati Xano.
Xano
meringis menahan sakit ditangannya. “Shhhtttt… Mereka orang suruhan Sukaw untuk
menangkapku tuan”, jelas Xano.
“O
iya, kenalkan saya Oam Culi dan ini Hagu. Anda siapa tuan?”, dia mengulurkan
tangan.
Xano
menyambut tangan Oam untuk bersalaman. “Saya Xano tuan dan ini Qwed,
Arudretajuku”.
Nahkoda
itu agak kaget dan mulai risau pikirannya setelah mendengar nama Xano. Dia
melepaskan jabatan tangannya dan agak menampakkan wajah takut. “Jadi anda Tuan
Xano, mantan penasehat kerajaan Vocare?”. Dia menjauh sedikit dari tubuh Xano.
“Benar
tuan. Memangnya kenapa? Apa ada yang salah dengan saya?”, tanaya Xano yang
tampak merasa ditakuti Oam.
“Anda
tuan Xano? Berarti kami sedang membantu tahanan Hrewa Kufe melarikan diri?”,
kata Hagu yang tampak takut juga.
“Tunggu
dulu tuan. Saya memang Xano dan kabur dari tahanan kerajaan tetapi saya tidak
ada maksud untuk menyusahkan anda. Tolong ijinkan kami menjauhi Hrewa Kufe
tuan”. Xano berdiri meyakinkan Oam dan Hagu.
Oam
berlari kedekat ruang kemudi kapal dan mengambil pedang. Tampaknya dia takut
berurusan dengan Hrewa Kufe jikalau ketahuan membantu tahanan kabur. “Hiattt!
Pergi dari kapalku!”.
Tarak,
trak, trak… Beberapa tebasan pedang dapat dihindari Xano dan hanya mengenai
barang-barang bawaan Oam. Xano mengambil sesuatu dari tumpukan barang dan
ternyata itu adalah sekop. Xano melawan pedang Oam dengan sekopnya. Mereka
bertarung untuk mempertahankan ego masing-masing.
“Saya
dipenjara bukan karena kejahatan tuan, tapi karena tuan Sukaw membenci saya yang
telah menghalangi tujuannya”. Xano menangkis pedang Oam.
“Alah!
Apapun alasanmu aku tidak mau tahu. Aku tidak mau berhubungan dengan Sukaw
dengan cara seperti ini!”. Kembali Oam berusaha membunuh Xano.
“Anda
tahu siapa yang benar dan siapa yang salah tuan. Saya yakin anda bukan orang
yang memihak pada Sukaw. Bukan begitu?”.
“Terserah
saya mau berpihak pada siapa. Itu bukan urusan anda! Saya mau anda dan
arudretaju anda terjun dari kapal ini sekarang juga!”. Trang… Kembali dia
mengayunkan pedangnya.
“Saya
mohon tuan membantu saya untuk mengembalikan Vocare ketangan Raja Fiko. Saya
tahu tuan Sukaw pasti tidak memaafkan anda jika ketahuan menolong pelarian saya
tetapi saya janji tidak akan menyebut-nyebut nama anda jika saya tertangkap
tuan Sukaw”.
Oam
menghentikan gerakan pedangnya sejenak. “Apakah anda bisa saya percaya?”.
Trak!
Sekop tuan Xano berhasil terlempar dan sekarang tuan Xano tidak mempunyai
senjata untuk menghadapi Oam.
“Mati
kau!!!”, Oam mengayunkan pedangnya untuk menebas tubuh Xano yang tampaknya
sudah pasrah.
Qwed
yang melihat tuannya terdesak, mendekat kearah Xano dan berteriak didepan Oam.
Oam menghentikan ayunan pedangnya. Qwed memukul Oam hingga dia terpental dan
pedangnya terlempar kelaut.
Bruak!
Hagu membantu tuan Oam bangkit.
“Tuan
baik-baik saja?”.
“Arudretaju
sialan! Awas kau!”. Oam melepaskan pegangan tangan Hagu dan masuk kedalam
ruangan kapal lagi.
Hagu
pun mengikuti tuan Oam dan meninggalkan Xano serta Qwed di luar. Xano terduduk
dan menarik nafas panjang menahan sakit yang mendera sekujur tubuhnya. Matanya
terpejam dan dahinya mengkerut tanda dia menahan sakit yang teramat sangat.
Tubuhnya mungkin tak sanggup menahan luka-luka yang memenuhinya apalagi tadi
dia mengeluarkan linggi besar untuk membuat ombak. Walau lelah, Xano merasa lebih
tenang sedikit karena sekarang dia telah jauh dari Hrewa Kufe dan akan membuat
strategi baru untuk merebut kembali kerajaan Vocare dari tangan Sukaw.
“Mengapa
dia kita biarkan berada dikapal tuan? Dia itu tahanan”, kata Hagu.
“Diam!
Jangan banyak tanya. Kita buang dia dipulau terdekat dari sini dan anggap saja
kita tidak pernah mengenalnya. Paham kamu, Hagu?”. Mata Oam tampak kesal.
Hagu
menganggukkan kepala tanda dia mengerti.
Lautan
yang gelap menanyakan tentang kehidupan apa yang ada di ujung kapal. Kemana
kapal itu berlayar membawa Xano dan Qwed, pasti akan merubah nasib mereka atau
yang lebih jauh lagi akan merubah nasib Naolla. Semoga saja mereka bisa mengerti
bahwa sebagai seorang Xano itu cukup sulit. Dia tahanan yang tak pernah
melakukan salah. Dia ditahan hanya karena Sukaw menganggap dia tidak mendukung
dirinya dan menentang keputusannya.
Hagu
kembali keluar ruang kendali dan menghampiri Xano di belakang kapal.
“Tuan.
Ini aku ada baju. Saya rasa anda memerlukannya untuk mengganti baju anda yang
penuh darah itu. Tidak mungkin anda berkeliaran di wilayah orang dengan pakaian
seperti itu”. Hagu menyerahkan sepotong baju usang miliknya yang masih bisa
dipakai Xano.
“Terimakasih
Hagu”. Xano mengambil baju itu. Dia kemudian melepaskan baju yang dia kenakan
dan memakai baju yang diberikan Hagu.
Hagu
duduk disamping Xano dan mengambil baju kotor yang dilepaskan Xano kemudian ia buang
ketempat sampah disebelahnya.
Xano
melihat baju yang dia kenakan sambil tersenyum bahagia. “Terimakasih… Hagu.
Saya janji tidak akan merepotkan kalian”.
“Tuan
Oam masih tidak menginginkan tuan ada dikapalnya. Namun beliau sebenarnya orang
yang baik. Beliau mungkin akan menurunkan anda dipulau terdekat dari sini
karena kami tidak mungkin membawa anda sampai ketempat tujuan kami. Saya harap
anda memahami tuan Oam”.
“Sampaikan
ucapan terimakasihku pada beliau”, ucap Xano tulus.
Hagu
tesenyum pada Xano dan kemudian mengalihkan pandangan kebulan merah dilangit
Naolla. “Saya mengira anda sudah dihukum mati. Bagaimana anda masih bisa
bertahan selama ini di penjara Hrewa Kufe tuan?”. Hagu seperti ingin tahu
mengenai Xano.
“Takdirlah
yang masih mengijinkan aku untuk bisa membuat perubahan pada Vocare. Aku
beberapa kali sempat putus asa namun entah mengapa aku selalu masih bisa
selamat dari maut. Jika suatu saat kamu bertemu dengan Sukaw, jangan pernah
kamu menyebut nama raja Fiko didepannya karena bisa jadi itu adalah hari
terakhirmu di Naolla”. Xano menyandarkan diri ditumpukan barang.
“Sukaw
benci pada Raja Fiko?”.
“Dia
sangat marah pada Tuan Fiko yang membawa kabur azzo langit dari pulau Fugk.
Selain itu tuan Fiko adalah satu-satunya keturunan Raja Vocare yang masih
tersisa sehingga jika dia ingin posisinya aman, maka dia harus menyingkirkan
raja Fiko”.
Hagu
mengangguk-angguk paham. “Disini sepertinya berangin tuan. Kita masuk saja
kedalam”, ajak Hagu.
“Aku
disini saja bersama Qwed. Kamu masuklah”, tolak Xano sopan.
“Tuan
kan sedang sakit. Anda tidak perlu mengkhawatirkan arudretaju anda karena dia
bisa berada disini, tuan. Dia memiliki tubuh yang kuat”.
“Aku
khawatir dia akan terlihat kapal lain yang berpapasan nanti”.
“Nanti
saya akan menutup tubuhnya dengan penutup barang milik kami. Tuan masuk saja
untuk beristirahat didalam”.
Dengan
melihat kearah Qwed sebentar, Xano akhirnya masuk kedalam ruangan kapal
meninggalkan Qwed diluar.
Hagu
mengeluarkan penutup barang yang masih rapi terlipat dan menutup tubuh Qwed
yang besar. Qwed memebaringkan tubuhnya dan mulai memejamkan mata.
“Tidur
ya Qwed”, Hagu membelai bahu Qwed dan meninggalkannya.
Didalam
kapal ada tuan Oam yang sedang sesekali mengendalikan laju kapalnya. Didalam
kapal kecil itu, hanya terdapat satu ruangan yang merangkap ruang kendali,
dapur dan tempat istirahat.
“Terimakasih
karena tuan mengijinkan saya untuk tetap berada dikapal ini”, ucap Xano sambil
menuju tempat tidur tingkat di pojok ruangan.
“Anda
jangan banyak bicara. Sekarang saya hanya tidak mau membunuh orang yang tidak
menyakiti saya. Anda akan saya turunkan dipulau terdekat dari sini”. Oam masih
agak judes.
“Walaupun
begitu tuan telah membantu saya. Terimakasih tuan”.
Oam
diam seolah-olah tak mendengarkan Xano sambil memperhatikan lautan di depannya.
Xano
yang merasakan lelah ditubuhnya mulai merebahkan diri di atas tempat tidur
sementara Hagu masuk dan menutup pintu. Angin bertiup cukup kencang diluar
hingga membuat gelombang yang mulai membesar.
“Sepertinya
ada badai tuan. Bagaimana ini?”, tanya Hagu.
“Ini
hanya angin biasa. Kita tak akan apa-apa”, kata Oam.
Hagu
duduk di kursi dekat tuan Oam dan memperhatikan lautan didepan mereka yang
gelap. Memang bagi tuan Oam yang sudah berpengalaman cukup banyak, pasti tahu
betul keadaan laut yang akan badai atau tidak. Angin kencang yang menerpa
mereka itu hanya angin yang menandakan mereka telah meninggalkan kawasan
Vocare.
“Tuan
mau saya buatkan minuman hangat?”. Hagu beranjak dari tempat duduknya dan
menuju dapur sederhana mereka.
“Mmmmm..
Boleh”.
Hagu
mengambil dua buah gelas dan mengisinya dengan air hangat kemudian membuat
sebuah minuman seperti teh namun berwarna merah.
Dia menyerahkannya pada tuan Oam yang ada
didekat kemudi kapal.
“Keselatan
kan tuan?”. Hagu meminum teh hangatnya.
Tuaon
Oam mengangguk dan meneguk minumannya. Mereka adalah kapal dari Wilayah Kahali
yang jauh ditimur dan menuju Yung Ama di barat daya. Namun mereka tidak akan
membawa Xano ke Yung Ama. Mereka akan menurunkan Xano dan Qwed di wilayah
terdekat yaitu Oqaca.
Kapal
barang yang tidak terlalu besar itu tampak bergoyang terhantam ombak laut yang
tidak terlalu besar. Qwed tampak nyenyak tertidur dan agak mendengkur diluar.
Dia merasa capek sekali. Mungkin pagi nanti mereka akan sampai di Oqaca sehingga
mereka masih sempat memejamkan mata sebentar sebelum mencoba melarikan diri lagi
atau bersembunyi.
Kita tinggalkan Qwed sebentar untuk tidur.
Dibumi sana, ada kehidupan lain yang sedang berlangsung. Deburan ombak siang
itu terdengar merdu ditelinga Ray. Dia sedang mengayuh sepeda menuju penginapan
tempatnya berkerja.
“Aku
tak habis fikir dengan Fugk. Mereka benar-benar membuang kami atau sudah hancur
ditangan Sukaw. Tak ada kabar mengenai kedatangan Yuari Vocare kemari atau
penjelasan mengenai kedatangan para Yuari itu. Mungkinkah aku dan Fiko harus
pergi untuk menghindari Yuari-yuari itu? Kemana?”. Tak terasa sambil memikirkan
nasibnya dibumi, Ray akhirnya sampai di tempatnya bekerja dan memasuki
penginapan.
“Ray,
tungu sebentar. Sini ada yang aku mau tanyakan padamu”, panggil nyonya Aiko
dibalik meja resepsionis.
“Tanya
apa nyonya?”.
“Entah
mengapa saya melihat ada ketidak cocokan antara kamu dengan tuan Adam. Apakah
kalian ada masalah? Jangan sampai tuan Adam komplain mengenai ini ke saya ya”,
kata nyonya Aiko.
“Emmmm…
Itu. Eng-enggak kok nyonya Kami baik-baik saja. mungkin sikap saya yang memang
seperti ini kali jadi nyonya menyangka saya kurang ramah pada tuan Adam”. Ray
mencoba membela dirinya.
“Benar
juga ya Ray. Mungkin ini hanya perasaan saya saja. tapi, tolong ya jangan
sampai tamu kita menjadi tidak nyaman dengan pelayanaan kita”, nyonya Aiko
mengingatkan Ray.
“Tentu
nyonya. Saya mau ganti baju dulu”. Ray pamit menuju ruang pegawai.
Didalam
kamar Adam tengah terlihat memegang handphonenya dan mengetik pesan. Dia
rebahan di tempat tidur dengan hanya mengenakan baju kaos dan celana pendek.
“Sudahlah
lupakan saja, aku kan disini mau liburan dan menikmati keindahan pulau ini yang
jauh dari kota”. Adam meletakkan handphone hitamnya di meja dan kembali mencoba
memejamkan matanya. Meski berusaha memejamkan mata, namun tetap tak bisa. Adam
bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil handphone. Dia bergegas mengenakan
sandal dan keluar kamar menuju ruangan Ray.
Disana
ada Ray yang sedang merapikan bajunya setelah berganti pakaian. Dia agak kaget
melihat Adam dengan cueknya masuk kedalam ruangan itu.
“Adam?
Ada apa kemari?”.
“Aku
suntuk sendirian dikamar. Mau keluar masih terlalu panas. Aku bantu kamu saja
ya Ray”, pinta Adam.
Ray
tidak menjawab dan meninggalkan Adam diruangan dengan membawa pel dorong untuk
mengepel lantai. Adam yang masih berusaha mengejar Ray terus mengikuti Ray
sambil sesekali dia mencoba membujuk Ray agar dia bisa membantu pekerjaan Ray.
Dia mengambil satu lagi pel di ruang karyawan dan mulai membantu Ray mengepel
lantai.
“Tuan
Adam… Aku mohon kamu jangan membantuku. Bukannya aku tidak mau dibantu, tetapi
aku disini adalah pegawai dan kamu tamu disini. Sudah sepantasnya aku melakukan
pekerjaan ini sedangkan kamu hanya terima beresnya saja. Sudah kesini kan alat
pelnya”, Ray merampas alat pel yang dipegang Adam.
Adam
menolaknya dan kembali mengambil alat pel yang direbut Ray.
“Aku
tidak apa-apa. Aku hanya ingin membantu kamu Ray. Kamu tidak perlu khawatir
ditegur nyonya Aiko. Aku yang mau kok”, kata Adam.
“Tapi
ini tugasku Adam”. Ray mulai marah.
“Ya
aku tahu itu. Makanya aku mau membantu kamu supaya kerjaan kamu cepat beres”.
Ray
menyerah dan membiarkan Adam membantunya mengepel lantai.
Entah
mengapa mereka sepertinya saling membisu. Adam mungkin masih merasa kurang enak
mengenai sikapnya dirumah Ray kemarin. Kalau Ray yang diam, karena apa?
Perangai Ray yang memang lebih suka diam pada orang yang tidak dia suka mungkin
menjadi penyebabnya. Namun Ray sudah mencoba menganggap kejadian itu sudah
hilang walau dia sangat marah pada Adam.
“Kalau
tidak niat membantu aku jangan mengepel disitu terus Adam. Dari tadi aku lihat
kamu tidak beranjak dari situ”, tegur Ray yang melihat Adam bolak balik
mengepel bagian yang sama.
“O…
Niat kok. Ini lagi ngepel”. Adam buru-buru membetulkan cara mengepelnya.
Didalam hati Adam masih takut Ray jadi semakin marah padanya, padahal dia ingin
meminta maaf pada Ray. “Ray… Aku…”.
“Apa?”,
tanya Ray cuek.
“Aku
minta maaf ya soal kejadian kemarin pagi. Aku menyesal. Aku bodoh sekali saat
itu”.
Ray
menghentikan gerakan pelnya dan membawa alat pel serta gayung pel kekamar
mandi.
Adam
berusaha menjelaskan kata-katanya dengan masih mengejar Ray. “Maafkan aku Ray.
Aku mohon kamu jangan sampai membenciku. Aku benar-benar takut dibenci olehmu
Ray. Ray…”, Adam memegang tangan Ray.
Ray
melepaskan tangan Adam dan membungkuk untuk memebersihkan kain pel menggunakan
air bersih.
“Maafkan
aku ya Ray”. Adam masih berusaha meminta maaf ke Ray meski Ray bersikap dingin.
“Cuci
kain pel mu kalau kamu masih mau membantu aku”. Ray mengganti air diember
dengan air bersih dan meninggalkan Adam dikamar mandi.
Sekarang
Adam mulai membersihkan kain pelnya dan menyusul Ray. Ray masih saja diam dan
terus mengepel lantai tanpa menghiraukan Adam. Dia tidak tahu musti berbuat
apa, memaafkan Adam atau tidak. Sebenarnya dia sangat marah dengan perlakuan
Adam kemarin. Dia benar-benar ingin sekali melempar Adam seperti yang dilakukan
Fiko sampai Adam mengalami patah tulang. Tapi sekali lagi Ray berfikir bahwa
dia tak bisa berbuat banyak untuk itu. Dia tak punya cukup kekuatan untuk
melukai orang lain jikalau tidak terpaksa. Ray terus melanjutkan acara mengepel
tanpa mempedulikan Adam yang membantunya.
***
Langkah
kaki seorang laki-laki yang tampan memasuki kamarnya. Dengan cuek dia melepas
baju serta celana yang melekat dibadannya kemudian berganti pakaian. Dia lah
Adam yang sepertinya akan keluar dari penginapan itu untuk kesuatu tempat. Dia
mengenakan baju kaos panjang dengan celana kain panjang juga kemudian
menyemprotkan minyak wangi ketubuhnya sebelum berangkat. Setelah semuanya
terasa siap, Adam meninggalkan kamarnya. Sangat tampan sekali Adam malam ini.
Dia terlihat berpamitan dengan nyonya Aiko dimeja resepsionis. Dengan gagahnya
Adam menuju jalanan dan mulai menapaki jalan dibawah sinar bulan purnama.
Terangnya rembulan membuat bayangan
tubuh besar Adam tampak mengikuti langkah kakinya. Ternyata dia menuju dermaga
untuk duduk disana menikmati indahnya bulan seorang diri.
“Aku
merasakan ketenangan disini. Aku ingin mencari apa yang bisa aku rasakan saat
suasana sebagus ini. Ray… Orang itu seperti menghantui pikiranku. Aku sudah
tidak waras. Mengapa aku bisa seperti ini. Aku begitu ingin memiliki Ray. Fiko
pikir dia bisa membusungkan dada di depan aku seperti seorang pemenang? Dia itu
tidak akan bisa berbuat apa-apa”. Adam merapatkan kakinya dengan ditekuk hingga
meyentuh dadanya.
Tiupan
angin malam di bawah jutaan bintang membuat Adam terhanyut dalam hitamnya
langit. Deburan ombak semakin mengadu ketepi pantai. Sekarang Adam benar-benar
merasakan indahnya malam tanpa ada pengganggu.
Dipantai
Oqaca, kapal tuan Oam menepi untuk menurunkan Xano dan Qwed. Pagi ini mereka
akan kembali kedaratan untuk memulai kehidupan baru.
“Terimakasih
Tuan Oam. Terimakasih Hagu. Aku akan mengingat kalian”. Xano mengucapkan
terimakasih kemudian terjun ketepi pantai bersama Qwed.
“Hati-hati
ya Tuan Xano. Jaga tuan Xano ya Qwed”, kata Hagu sambil melambaikan tangan.
Perlahan-lahan
kapal barang yang ditumpangi Xano mulai menjauhi pantai dan kembali berlayar.
Xano dan Qwed memasuki wilayah Oqaca yang merupakan wilayah pembuatan barang
dari kayu. Setelah memasuki gerbang, Xano telah disambut oleh bangunan-bangunan
pabrik besar yang berjejer. Xano sangat takjub melihat ini. Sebelum ada yang
curiga dengan Qwed, Xano segera menuju sebuah gudang yang sepi dan tampaknya
kosong untuk menyembunyikan Qwed. Tentu saja Qwed terlalu mencolok jika keluar
dengan bentuk seperti itu, maka Xano berniat untuk mencari cat rambut berwarna
kuning untuk mewarnai Qwed. Tubuh Qwed yang oranye terlalu gampang untuk
dikenali para Yuari.
“Tunggu
sebentar disini ya Qwed. Aku mau mencari sesuatu dulu. Ingat, jangan keluar
kecuali kamu terdesak”, perintah Xano.
Qwed
berjalan bersembunyi kedalam gudang itu. Xano berjalan menuju pasar mencari
makanan dan bojce untuk membeli pewarna. Tentu saja untuk mendapatkan bojce dia
harus terlebih dahulu bekerja, maka Xano juga akan mencari kerjaan dipasar. Dia
memasuki pasar dan mencari orang yang mungkin bisa memberinya upah. Keadaan
pasar yang ramai dan dipenuhi orang-orang membuat Xano agak susah mencari
orang-orang yang sekiranya memerlukan bantuan tenaganya.
“Ayo
nyonya silahkan dipilih ikan segarnya…”. Penjual ikan mencoba menawarkan
dagangannya pada perempuan yang lewat.
Pucuk
dicinta ulam pun tiba, tampaklah para kuli angkut barang sedang mengangkuti
barang dibahunya. Xano mencoba mendekati kuli itu dan menanyakan apakah dia
bisa bekerja sebagai kuli seperti mereka.
“Permisi
tuan. Bolehkah saya membantu pekerjaan tuan?”, tanyanya pada seorang kuli
dipasar yang tengah membawa barang besar dibahunya.
“Anda
bisa mengangkat barang-barang besar seperti ini?”, tanya kuli itu sambil
berjalan.
“Bisa.
Saya sudah sering melakukannya”.
“Ikut
aku ke tempat tuan Vede. Beliau kebetulan memerlukan kuli angkut untuk membawa
barang-barang kekapal”.
“Baik
tuan”. Xano mengikuti langkah kaki sang kuli dengan penuh harapan.
Dia
tentu tak ingin menyia-nyiakan kesempatan baik ini. Walau hanya sebagai kuli
angkut, dia sudah sangat bersyukur bisa mendapatkan bojce, setidaknya untuk membeli
makanan. Bojce adalah pasir gurun yang hanya bisa didapat lewat pengolahan
tingkat tinggi. Pasir ini diukur melalui takaran khusus yang berbentuk sendok
kecil.
“Tuan.
Ini ada kuli yang mau ikut mengangkat barang”. Kuli tadi memperkenalkan Xano
pada tuan Vede.
Kuli
yang bernama Saak itu menyuruh Xano mendekat.
“Saya
Trop tuan. Mohon tuan memberikan saya pekerjaan”. Xano menyamarkan namanya agar
tak ada yang curiga.
“Kebetulan
saya sedang memerlukan kuli untuk mengangkut barang-barang ini. Silahkan kamu
bisa bekerja dari sekarang dan upahmu akan aku hitung persepuluh barang ini.
Sepuluh kali mengangkut, kamu akan aku beri satu anuk bojce. Bagaimana? Bersedia?”,
tanya tuan Vede.
“Bersedia
sekali tuan”, jawab Xano antusias.
“Ajak
dia untuk mulai mengangkuti barang, Saak”.
“Iya
tuan. Ayo Trop ikuti aku”.
Xano
mengikuti langkah kaki Saak dan mulai mengangkut barang.
Bojce
di takar berdasarkan sendok yang kecil sekali berbentuk segi empat. Dari
takaran terkecil yaitu Nu, kemudian Anu yang beratnya dua kali lipat Nu, Anuk
empat kali lipat Nu, Oanuk beratnya sepuluh kali lipat Nu, Poanuk memiliki
berat dua kali Oanuk, Ukru yang beratnya empat kali lipat Oanuk, Poakru
beratnya dua puluh lima kali lipat Anuk dan Urk yang beratnya satu kilogaram
atau sepuluh kali lipat Poanuk.
Xano
terlihat rajin dan semangat sekali mengangkuti satu persatu barang keatas kapal
tuan Vede. Tuan Vede senang dengan hasil kerja Xano dan dia diberi dua anuk
bojce sebagai upahnya karena telah mengangkat sembilan belas barang kekapal.
“Terimakasih
tuan”, ucap Xano.
“Kalau
kamu mau, besok aku akan menerima pesanan lagi Trop. Kamu bisa kesini lagi
bekerja untuk ku”, kata tuan Vede.
“Saya
pasti kesini lagi tuan. Saya akan bekerja lagi. Terimakasih ya tuan”. Xano
pamit pergi.
Sebenarnya
dua anuk bojce hanya bisa membeli makanan untuk Qwed. Makanan Qwed adalah daun
Hfuju yaitu sejenis daun talas besar namun berdaging daun seperti lidah buaya.
“Permisi
nyonya. Berapa buah daun yang saya dapat dengan dua anuk?”, tanya Xano pada
penjual Hfuju.
“Oh…
bagaimana kalau anda borong saja Hfuju ini. Sepuluh daun hanya Oanuk-anuk”.
Wanita itu berusaha menawarkan Hfujunya.
“Saya
hanya punya bojce dua anuk, nyonya. Saya pikir cukup dua anuk saja membeli
Hfujunya”.
“Baiklah
tuan. Empat buah saja kalau dua anuk”. Wanita itu membungkuskan Hfuju untuk
Xano dan mengambil bojcenya.
“Terimakasih
nyonya”, ucap Xano sebelum berlalu pergi.
Hfuju
bisa memberikan asupan tenaga lebih besar ketimbang makanan lain untul Qwed.
Walaupun Xano sendiri merasa lapar, tetapi dia bisa mencari bojce lagi nanti
dan membeli makanan. Saat ini Qwed lebih penting untuk mendapatkan makanan.
Xano
mulai memasuki halaman gudang kemudian menghampiri Qwed yang sedang menantinya.
Qwed terlihat lemah karena lapar.
“Arrggghhh…”.
Qwed melihat kearah Xano yang membawakannya makanan.
“Ini
Qwed aku bawakan makanan untuk kamu”. Xano menyerahkan daun itu ke Qwed.
Dengan
lahapnya Qwed memakan daun itu. Tampaknya Qwed sangat menyukai rasa dari Hfuju
atau memang karena dia merasa lapar.
Xano
sangat senang melihat Qwed yang lahap makan dan dia pun sudah merasa kenyang.
Xano mengelus-elus kaki Qwed kemudian dia pamit pergi lagi. “Qwed , aku mau
berangkat lagi. Kamu jaga diri baik-baik ya. Makan yang banyak”. Xano
meninggalkan Qwed sendirian digudang dan mulai mencari pekerjaan lagi. Langkah
kakinya masih menuju pasar namun kali ini dia mau mencari pekerjaan yang lain
lagi. Apa yang ada dipikiran Xano, sehingga dia menahan lapar diperutnya dan
kembali bekerja. Mungkin inilah yang disebut dengan energi ekstra yang timbul
akibat dari kepuasan hatinya. Matanya menangkap peluang untuk mendapatkan bojce
lagi dan kali ini dia melihat kearah toko pembelah Leat atau semacam buah enau
namun sebesar mangga dan berwarna angu tua. Tampaknya beberapa orang ditoko itu
kewalahan membelah dan memilah-milah leat untuk diolah. Melihat itu, Xano
menghampiri seorang pekerja yang tengah menyortir ukuran leat sebelum dibelah.
“Permisi
tuan. Bolehkah saya bekerja disini? Saya sedang mencari pekerjaan”, tanya Xano.
“Kamu
bisa kerja seperti ini?”, tanya lelaki itu.
“Bisa…
Saya oarngnya cepat belajar”, kata Xano.
“Baiklah.
Tunggu disini sebentar, saya akan panggilkan bos saya dulu”. orang itu berdiri
dan meninggalkan Xano.
Tak
lama kemudian, dari arah dalam muncul sesosok tubuh gendut dan brewokan
berjalan menghampiri Xano. Dia membawa keranjang besar ditangannya. “Kamu mau
kerja, la? Apa kamu mau kerja menyortir, la? Bagaimana la?”. Tuan Argel
memiliki cara bicara yang unik ternyata.
“Saya
mau tuan. Yang penting saya bisa membeli makanan”. Xano antusias sekali
menjawab pertanyaan tuan Argel.
“Ambil
ini, la. Kamu akan diajari oleh Wyhh”, katanya sambil menyerahkan keranjang
yang ada ditangannya.
Xano
pun mengambil keranjang itu dan mulai duduk didekat tumpukkan leat. Tuan Argel
berlalu meninggalkan Xano namun tak lama kemudian Wyhh datang dan duduk didekat
Xano.
“Sekarang
tuan pilih yang sebesar ini saja ya. Sisanya kita tinggalkan disini dan
disortir sesudahnya”, kata Wyhh menjelaskan sambil memperlihatkan leat dengan
ukuran besar ke Xano.
“Baik
tuan. O iya, nama saya Trop”, Xano mengulurkan tangannya.
Wyhh
menyambut tangan Xano dan bersalaman. “Saya Wyhh”.
Setelah
berkenalan mereka mulai menyortir leat yang memenuhi ukuran standar. Cukup banyak
leat yang harus mereka sortir untuk diberikan kebagian pembelahan. Xano bekerja
dengan teliti dan tekun. Walau beberapa kali Wyhh membantunya memilih ukuran
yang hampir mirip, namun itu bukanlah kendala yang berarti buat Xano. Beberapa
keranjang leat yang telah memenuhi standar, Xano antar kebagian pembelahan.
Xano sangat senang bekerja disini apalagi Wyhh orangnya lucu. Sesekali mereka
terlihat bercanda ketika sedang memilah-milah leat.
“Jadi
tuan pengembala Rean juga dulunya? Hahaha.. Pantas saja tuan tahu banyak
mengenai Rean”, kata Wyhh.
Rean
adalah babi sebesar kucing yang memeiliki hidung layaknya tapir dan berekor
panjang. Tubuhnya gemuk berwarna abu-abu. Mereka adalah hewan ternak yang
diambil hidungnya untuk makanan sedangkan bagian tubuh lainnya biasanya
dimanfaatkan untuk membuat pakaian atau makanan ikan.
“Tahu
tidak Wyhh, aku pernah dikejar para rean hingga terperosok kedalam selokan
hanya karena aku membawa anak rean yang pincang. Aku kaget sekali dan lari
tanpa memperdulikan langkah kakiku. Para rean marah dan memuntahkan lendirnya
kebadanku yang tak bisa bergerak dari selokan. Untung aku segera melepas anak
rean yang aku tangkap dan berusaha mengambilnya lain waktu”. Xano menceritakan
kejadian masa kanak-kanaknya.
“Waduh,
muntahan rean itu sangat lengket dan bau tuan. Saya saja harus mandi tiga kali
supaya baunya hilang”, kata Wyhh sambil tangannya menyortir leat.
“Hahaha…
Kamu punya berapa rean Wyhh?”, tanya Xano.
“Sedikit
saja tuan. Lima belas ekor saja”.
Mereka
semakin akrab dan dengan begitu rasa lapar diperut Xano juga sedikit berkurang.
Hari
telah berganti dengan pesona difu-aste dilangit Naolla. Pergerakan aktif mereka
melambangkan kekuatan yang bebas teratur dan cepat. Dari atas sebuah gedung
muncul keindahan dua benda berputar itu menampakkan wajahnya di atas tanah Naolla.
Xano dan Wyhh telah menyelesaikan tugas mereka menyortir leat.
“Ini
ada sedikit bojce untuk kalian berdua, la. Nanti dibagi ya, la”. Tuan Argel
memberi bojce sebanyak poanuk-anuk pada Wyhh dan Xano.
“Terimakasih
tuan”, ucap Xano.
“Terimakasih
juga tuan. Kalau begitu kami pamit mau pulang dulu. kalau tuan membutuhkan saya
atau Trop lagi, silahkan tuan mencari kami ditempatku tinggal”, kata Wyhh
sebelum berpamitan.
Xano
telah menceritakan bahwa dia adalah warga pulau Fugk yang ingin mencari kerja
di Oqaca, pada Wyhh. Karena dia tidak mempunyai tempat tinggal maka dia
diijinkan Wyhh untuk tinggal dirumahnya. Kebetulan Wyhh tinggal sendirian
dirumahnya yang sederhana didekat pasar. Sebenarnya Xano masih ragu untuk
meninggalkan Qwed sendirian digudang namun dia pasti akan membawa Qwed untuk
membantunya bekerja setelah dia mengecat bulu Qwed. Karena itulah sebelum
ketempat Wyhh dia mampir terlebih dahulu kepasar untuk mencari pewarna rambut.
Untunglah uang yang dia dapat dari Wyhh bisa memebeli pewarna rambut. Untungnya
Xano makan ditraktir Wyhh sehingga uangnya cukup untuk membeli pewarna rambut.
“Akhirnya
Qwed bisa keluar juga dari persembunyiannya”, Xano bernafas lega sambil melihat
sebungkus pewarna ditangannya ketika menuju halaman gudang tempat Qwed bersembunyi.
Perlahan Xano membuka pintu gudang itu dan masuk kedalamnya.
“Qwed,
kamu akan segera keluar dari sini. Lihat aku bawa apa untukmu”,Xano mengangkat
pewarna ditangannya untuk diperlihatkan pada Qwed.
“Errrmmmm..”,
Qwed berjalan dengan keempat kakinya mendekati Xano.
“Tunggu
sebentar disini ya. Aku mau mengambil ember dan air dahulu”, kata Xano. Dia
meninggalkan pewarnanya didekat Qwed dan berlalu pergi.
Beberapa
menit kemudian, Xano kembali ketempat Qwed lalu mengaduk pewarna bulu didalam
ember sebelum dia oleskan menggunakan kuas besar keseluruh tubuh Qwed. Perlahan
dan teliti dia mulai mengecat bulu Qwed dengan warna kuning. Tubuh Qwed yang
besar membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk mengecatnya. Namun mereka
tampak senang melakukan hal itu. Qwed tampak sangat menuruti kata-kata Xano
ketika Xano menyuruhnya mengangkat tangan atau menunduk sedikit. Mereka berdua
seperti ayah dan anaknya. Hampir beberapa jam mengecat bulu, akhirnya kegiatan
itu pun selesai. Qwed sudah sekuning dretaju dan tinggal menunggu cat nya
kering.
“Cat
rambut ini sebentar saja Qwed keringnya. Jadi kita tidak perlu khawatir.
Sebelum kita keluar, ada beberapa hal yang harus kamu ketahui agar tidak dicurigai
orang diluar sana. Pertama kita harus merubah nama kita masing-masing. aku
telah menyiapkan nama samaran untukmu yaitu Zowm sedangkan orang-orang
memanggilku Trop. Pewarna rambutmu ini akan luntur apabila terkena minyak, jadi
jaga diri baik-baik. Ketiga, kamu harus bersikap seperti dretaju dan jangan
sekali-kali kamu menunjukan kekuatanmu sebagai arudretaju. Mengerti Qwed?”,
tanya Xano.
“Grrrr
host…”,Qwed menganggukan kepalanya.
“Untuk
meyakinkan kamu adalah dretajuku maka kamu harus mengenakan tali leher ini”.
Xano mengalungkan sebuah tali yang dia temukan digudang keleher Qwed. Kemudian
mereka berjalan keluar gedung untuk menuju rumah Wyhh. Xano belum memberitahu
Wyhh mengenai Qwed namun dia yakin Wyhh akan mengerti.
Sepanjang
perjalanan, mata orang-orang tertuju pada Qwed yang memang besar dan tidak bisa
menyembunyikan tubuh arudretajunya pada semua orang. Tubuh dan dagu arudretaju
sangat berbeda dari dretaju. Hanya saja warna Qwed yang kuning seperti dretaju
yang membuat orang-orang masih menyangka bahwa Qwed adalah dretaju khusus.
Tubuh
besar Qwed mendekati rumah Wyhh. Xano mengetuk pintu tersebut dan dari arah
dalam keluarlah Wyhh.
“Tu-tu-tuu-an…
dretaju apa ini? Tuan dapat hewan ini dimana?”, tanyanya terpaku melihat Qwed
setelah dia keluar rumah membukakan pintu.
“Ini
dretaju. Dia temanku dan namanya Zowm. Ayo Zowm kamu sapa Wyhh”.
“Horsh-horsh-horsh”,Qwed
menunduk dan menyentuh tubuh Wyhh dengan ujung jarinya.
“Wow…
Menakjubkan! Tetapi perawakannya mirip arudretaju tuan. Bagaimana bisa?”.
“Bisa
saja. Dia memang termutasi untuk memiliki tubuh seperti arudretaju. Namun dia
adalah dretaju asli. Dia akan bekerja membantu kita nanti. Bukan begitu Zowm?”,
tanya Xano meyakinkan Wyhh.
Qwed
hanya diam seperti tidak bersikap apa-apa.
“Dia
tidur dimana tuan? Jujur, aku tidak punya ruangan yang cukup untuk
menampungnya”, kata Wyhh.
“Qwe…
Maksudku Zowm cukup diberi alas jerami dan penutup tubuhnya saja. Disini juga
bisa. Anggap saja dia penjaga rumahmu, Wyhh”.
“Baiklah
tuan. Tunggu sebentar, aku mau mengambil jerami dibelakang terlebih dahulu”,
kata Wyhh.
“Aku
ikut Wyhh. Biar aku bantu”, Xano mengikuti langkah Wyhh untuk mempersiapkan tempat
beristirahat Qwed.
Beberapa
tumpuk jerami dan sebuah penutup barang yang besar digunakan untuk memberi
fasilitas beristirahat Qwed. Qwed memang masih tampak canggung dengan identitas
barunya sebagai dretaju namun apa boleh buat. Kalau dia mau memepertahankan
kebebasannya bersama Xano maka dia harus bersikap kembali kesifatnya yang dulu
yaitu sebagai dretaju.
Dretaju
memang hanya digunakan sebagai hewan pengangkut barang karena pembawaannya yang
penurut dan bertubuh besar sehingga mampu mengangkut atau menarik barang dengan
jumlah yang banyak. Jika mereka dipergunakan sebagai pasukan perang, maka itu
tidaklah mudah karena mereka memiliki mental yang labil dan kadang bisa lepas
kontrol sehingga bisa berbalik membahayakan pasukannya sendiri.
Hari
itu ditutup Xano dengan merebahkan tubuh lelahnya dirumah Wyhh. Walaupun kota
Oqaca dikenal sebagai kota yang selalu terjaga, namun nyatanya orang-orang yang
bekerja disana juga perlu istirahat agar mengisi kemabali tenaganya.
***
Malam yang cukup
dingin bagi Ray. Setelah mengganti pakaian kerjanya, dia berniat untuk segera
pulang dan beristirahat. Suasana penginapan sudah sangat sepi sekali mengingat
semua tamu sudah tertidur dikamarnya masing-masing. Dengan santainya Ray
melangkah keluar ruangan pegawai dan melewati gang kamar untuk segera keluar.
Dia tidak ada pikiran macam-macam yang dapat mengganggu kelelahannya tetapi
tiba-tiba dari arah belakang Ray, seseorang datang dan memukul bagian antara
bahu dan leher Ray yang seketika membuatnya lemah tak berdaya lalu pingsan. Ray
terjatuh tak sadarkan diri dilorong ruangan dan tampak tangan seseorang
menariknya menuju suatu tempat.
Tampak pandangan
seseorang yang telah memukul Ray hingga pingsan itu seperti menelusuri setiap
lekuk tubuh Ray yang manis dan tampan sekali yang justru semakin menggairahkan
hasrat tatapannya. Ray yang terbaring tak sadarkan diri kini telah dia ikat
kaki dan tangannya sehingga Ray tak bisa kabur lagi apabila dia nanti terbangun
dari pingsannya. Perlahan-lahan orang itu memulai aksinya dengan mendekatkan
bibir kemulut Ray dan berusaha menciumi
dengan lembut setiap senti bibir Ray yang merah. Perlakuannya yang cukup tergesa-gesa
karena sudah sangat nafsu menikmati bibir Ray sehingga dia tidak sadar bahwa
ciumannya itu sudah sangat ganas dan membuat Ray tersadar. Ray kaget dengan
bibirnya yang masih terus mendapat serangan dari orang yang memukulnya tadi.
Ketika dia sudah sadar dan melepaskan ciuman sang pemuda itu, Ray kaget dan tak
percaya bahwa dia telah terikat dalam keadaan mengangkang keatas yang mana
kedua kaki dan tangannya telah terikat saling menyatu diranjang. Lutut Ray
terasa menyentuh dadanya.
“Adam?!”.
Dengan segera
Adam mengambil sepotong kain di dekatnya dan mengikatnya kemulut Ray agar dia
tidak bisa berteriak atau pun meminta tolong. Ray benar-benar berguncang.
Tubuhnya meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan Adam pada dirinya.
Sekejap kemudian,
Adam yang tinggi besar dan tampan itu mendekatkan wajahnya ketelinga Ray sambil
berkata, “Ray, kamu milikku malam ini. Aku siap jika kamu mau membunuhku jika
nanti kamu aku lepas kan tetapi sebelum itu aku mau menikmati tubuhmu yang
selalu membuat aku bergairah. Kamu belum pernah di apa-apain Fiko bukan? Jadi
sekarang aku yang lebih duluan dari Fiko”. Ray sangat takut mendengar nada
bicara Adam, apalagi dia tahu bahwa Adam akan melakukan hal yang dia tidak
harapkan.
Adam mulai
melolosi baju dan celananya hingga hanya tertinggal celana dalamnya saja.
dengan otot-otot tubuh nya yang terbentuk indah dipadu dengan wajahnya yang
bule membuat penampilan telanjang Adam sangat memukau siapa saja. Ternyata hal
itu tidak berlaku pada Ray. Ray yang sangat ketakutan berusaha meronta-ronta
agar ikatan ditangan dan kakinya terlepas. Kepalanya menggeleng-geleng menolak,
dan matanya mulai memerah menahan air mata yang akan menetes.
“Sekarang dengarkan
aku Ray sayang, kalau kamu bersikap baik, aku tidak akan menyakitimu bahkan aku
akan membuatmu merasa terbang ke surga”. Adam mulai menaiki ranjang dari arah
bawah Ray dan mengangkangkan tangan dan kakinya pada tubuh Ray. Adam
menggosok-gosokkan selangkangannya ke pantat Ray yang masih terbungkus celana.
Ray seakan
berkata, “Jangaaaan Adammm… Jangan! Brengsek!”, namun kain itu membuat suaranya
tertahan dan tangis Ray pun pecah. Ia terus berusaha berontak.
Ray terus
meronta-ronta tanpa hasil, sesaat
kemudian Adam mengambil gunting dimeja kamarnya dan menggunting seluruh pakaian
yang menempel ditubuh Ray hingga Ray telanjang tanpa sehelai benang ditubuhnya.
Kini Ray menangis sesenggukan sambil terus memohon untuk dilepaskan. Bagian anusnya
sudah terbuka, memperlihatkan celah yang sempit dan menyulut gairah Adam,
dengan tubuh kecil putih yang menggairahkan milik Ray. Perlawanannya tak
berarti karena kaki dan tangannya terikat kuat. Entah dengan simpul apa Adam
mengikat anggota gerak Ray sehingga dia sangat sulit melepas tali-tali itu.
“Wow, masih benar-benar belum tersentuh ya
sayang?”, tanya Adam yang melihat lubang anus Ray.
Kemudian dia
dengan leluasa menggerayangi tubuh Ray. Mereka milin-milin dan mengisap puting
Ray, sehingga sekarang puting Ray merah dan basah dipenuhi liur Adam. Kadang Adam
mengigit puting Ray seolah-olah menyedotnya, sedangkan Ray hanya bisa berusaha meronta
dan menjerit tak berdaya. Bahkan sesaat terlihat Ray menggelinjang menahan
sakit, saat lidah kasar Adam menyapu putingnya.
“Armmm..Mmmmmm!!!”,
terdengar teriakan dari mulutnya yang ditutupi kain. Sungguh ia belum pernah
diperlakukan seperti ini.
Sebuah
pemandangan yang erotis, ironis, namun sangat menggairahkan. Seorang laki-laki
manis sedang diperkosa oleh pria kekar nan tampan. Kini Ray terbaring tak
berdaya dengan dengan keadaan terikat dan tanpa mengenakan apa-apa, penuh liur
dari penyewa kamar yang memperkosanya. Dari mulutnya terdengar lenguhan dan erangan
yang semakin meninggi, jeritan dan kata-kata penolakan yang dikatakan untuk
menjaga kehormatannya sebagai seorang lelaki.
Adam lalu
melepaskan pakaian terakhirnya dan terlihat jelas batang kemaluannya sudah
keras dan tegang yang siap untuk memperjakai Ray. Adam mempunyai batang
kemaluan paling tidak sekitar 25 cm. Ray berusaha meronta-ronta minta agar Adam berhenti, tapi pria tampan itu
tetap melanjutkan aksinya. Sungguh Ray takut, karena selama ini ia tidak pernah
melihat kontol pria sebesar itu dan saat ia melihat kontol Adam yang besar, ia
takut membayangkan seperti apa rasa sakit yang akan dideritanya nanti.
“Lebih baik kamu
diam atau aku bisa saja menyerahkanmu pada para Yuari, Ray! Jangan buat ini
lebih menyakitkan daripada apa yang kamu kira”. kata Adam mengancam agar Ray
sedikit tidak berontak. “Sekarang kamu siap-siap untuk memuaskan aku dengan
badan kamu yang bagus dan indah ini Ray. Pasti sempit sekali kalau masih perjaka”.kata
Adam sambil memasukan jari-jarinya ke lubang anus Ray. Ia menggerakkan jarinya
keluar masuk, membuat Ray menggelinjang kesakitan dan berusaha melepaskan diri.
“Benar-benar masih sempit sekali.
Beruntung rasanya aku berani melakukan hal ini padamu Ray”.
Ray semakin
takut. Jeritan dan isak tangisnya semakin keras. Rontaannya semakin kencang,
namun tak ada apa-apanya dibanding kekuatan dari Adam dan ikatan tali di
anggota geraknua. Kemudian Adam menekan kaki Ray dan mulai memasukkan batang
kemaluannya yang terlebih dahulu dia lumuri menggunakan ludah ke dalam lubang
anus Ray yang masih perjaka itu. Ray berusaha mengeluarkan jeritan yang keras
sekali, ketika perlahan batang kemaluan Adam membuka cincin anus Ray dan masuk
senti demi senti tanpa berhenti. Kadang ia menarik sedikit batang kemaluannya
untuk kemudian didorongnya lebih dalam lagi ke lubang anus Ray. Tiba-tiba ia
menghentakkan kontolnya dengan keras, dan Ray meronta merasakan seperti ada
yang robek di anusnya. Terlihat darah segar mengalir sedikit keluar dan
melumuri penis Adam. Adam menyeringai, “Ternyata beruntung sekali aku malam
ini. Dapat perjaka, sempit, hangat lagi lubangnya!!”
Adam kembali
mendorong batang kemaluannya masuk ke dalam anus Ray.
“eenggghhhh……mmmhhh…..Arrkkkkkkk…
Hrkkkkk!!”, Ray mengerang. Terlihat tubuhnya menggelinjang kesakitan. Terlihat
sekali dengan susah payah batang kemaluan Adam yang besar itu membuka cincin
anus Ray yang masih sempit. Adam terus mengerjai anus Ray dan sekarang malah
memegang pinggul Ray dan memiringkannya. Dengan posisi seperti itu, mungkin Adam
akan merasakan pijatan lain dari anus sempit Ray. Ray kembali menjerit-jerit tertahan
ketika kepala batang kemaluan Adam berhasil memaksa masuk lebih dalam ke liang
anusnya. Wajah Ray tampak pucat merasakan sakit yang amat sangat ketika batang
kemaluan Adam mendorong masuk ke liang anusnya yang kecil. Adam
mendengus-dengus berusaha memasukkan batang kemaluannya ke dalam anus Ray.
Perlahan, senti demi senti batang kemaluan itu tenggelam masuk ke anus Ray. Ray
masih terus menjerit-jerit minta ampun ketika perlahan batang kemaluan Adam
masuk seluruhnya ke anusnya. Akhirnya ketika seluruh batang kemaluan Adam
masuk, Ray hanya bisa merintih dan mengerang kesakitan merasakan benda besar
yang sekarang masuk sempurna ke dalam anusnya.
Adam
beristirahat sejenak untuk mengambil nafas, sebelum mulai bergerak keluar
masuk. Kembali Ray menjerit-jerit. Adam terus bergerak tanpa belas kasihan.
Batang kemaluannya bergerak keluar masuk dengan cepat, membuat testisnya
menampar-nampar pantat Ray. Adam tidak peduli mendengar Ray yang berusaha
berteriak kesakitan dan menjerit minta ampun ketika acara sodomi itu
berlangsung. Terlihat berulang kali batang kemaluan Adam keluar masuk anus Ray
tanpa henti. “Pantat paling hebat yang pernah ada. Kamu bener-bener sempit
Sayang. Muach!”, Adam mencium pipi Ray.
Kemudian Adam
menindih tubuh telanjang Ray yang sangat memukau dan menggairahkan dirinya.
“Ray, ijinkan
aku membuatmu ketagihan yaa.. Nikmati penisku yang besar ini Ray. Enak Kan?
Sakit ini cuma sebentar, tapi nanti kamu pasti ketagihan”. Begitulah suara pria
yang sedang dilanda prahara birahi sambil tangannya meremasi pinggul kemudian
pantat Ray yang indah itu sementara bibirnya berusaha mendekat kewajah Ray
untuk menciumi pipi Ray. Ray berusaha menolaknya. Rasa jijik dan enggan masih
tak bisa dia singkirkan dari pikirannya terhadap Adam. Adam kembali memainkan
puting Ray. Dia gigiti perlahan-lahan. Entah berapa lama dia isep dan metinggalkan
cupang-cupang kotor pada seluruh bidang dada Ray, leher Ray , bahu Ray maupun
ketiak Ray. Adam ingin membuat Ray tidak meronta keras lagi dan kemudian dia
mencabut perlahan-lahan batang kejantannannya dari dalan anus Ray. Setelah
penisnya terlepas, Adam mulai mengganti kesibukannya dengan turun keperut, ke
selangkangan serta ke paha Ray. Semua itu membuat Ray berusaha keras agar dia
bisa melawan hasratnya karena ia menyadari bahwa saat itu ia sedang diperkosa.
Adam kembali
naik merangsek dan menindih tubuh Ray. Ray merasakan penis Besar dan hitam Adam
mulai menggosok-gosok paha dan lubang Ray.
“Tolong Adam
hentikan penderitaan ini. Aku akan membunuhmu jika saja aku sekarang bisa
melepaskan ikatan ditubuhku!”. Suara Ray yang tidak jelas akibat terhalang kain
itu membuat Adam semakin terbakar nafsunya. Segera ia menuntun kontol besarnya
untuk kembali menembusi lubang Ray yang sudah sangat pasrah.
Masih dalam
upaya penetrasi, dimana ujung kontol dahsyat itu sedang berusaha menerpa bibir anus
Ray. Ray menjerit tertahan. Ingin rasanya Ray merajam pundak Adam dengan cakarnya
atau menghunjamkan kuku ke dagingnya namun tidak bisa. Rasanya lubang Ray
demikian mencengkeram untuk mempersempit kepala kemaluan Adam menembusinya.
Namun dengan begitu ternyata bukan membuat Adam menyerah namun semakin berusaha
kuat memasukan batangnya lebih dalam lagi. Adam cepat menerkam dagu Ray sambil
mendesakkan kontolnya dengan kuat ke lubang sempit Ray.
Lalu pelan-pelan
Adam itu mulai memompa penisnya. Tubuh mereka bergoyang-goyang begitu pula
dengan ranjang Adam. Keringat sudah membasahi tubuh mereka berdua. Sambil
menggoyang, Adam memegang paha Ray dan sambil menjilati leher Ray yang basah.
Tubuh Ray sedikit terguncang-guncang oleh goyangan pantat Adam dilubangnya. Semakin kencang pompaan Adam
membuat suara gaduh karena paha Adam yang menepuk keras pantat Ray. Ini
manandakan bahwa Adam akan segera orgasme. Beberapa detik kemudian, “Auhhhhh
Ohhhh Ahhh Yeahhhhh Ohhhhh Ahhhh Arrggggghhh…”. Adam menumpahkan spermanya yang
sangat banyak kedalam anus Ray. Adan seperti menerima cairan hangat yang banyak
dari penis Adam sehingga ketika Adam menarik keluar penis pasca orgasmenya yang
masih belepotan sperma, cairan laki-laki Adam terlihat mengalir keluar dari
lubang merah Ray. Ray benar-benar menangis dan tak tahu harus berbuat apa lagi.
Adam turun dari
ranjang dan merebahkan tubuhnya dilantai. Jendela kamar yang sengaja Adam buka
dari tadi agar memberi udara segar kedalam kamar tersebut. Jutaan bintang
menjadi saksi bisu perlakuan Adam pada Ray yang sudah merenggut keperjakaan
dari azzo dewa itu.
“Bagaimana Ray
sayang, sudah menikmati penisku belum?”, tanya Adam disela-sela menarik
nafasnya.
Ray terus menahan
marah dan sesekali berusaha melepaskan ikatan ditangan dan kakinya. Air matanya
telah mengering dan tak bisa lagi berkata-kata. Tubuhnya lemas karena mencoba
melepaskan diri dari ikatan itu. Perih di lubang pengeluarannya masih sangat
terasa dan ngilu hebat. Dia benar-benar merasakan terbakar pada lubangnya yang
dihujami penis besar dan gagah dari Adam.
Adam ternyata
tak mau menyia-nyiakan malam yang hampir pagi ini. Perlahan-lahan, penis
besarnya mulai menegang lagi dan sepertinya ingin mengulangi kenikmatan
mencicipi lubang Ray kembali. Ray berusaha meronta, namun perlawanannya yang
telah lemah sudah tidak mampu menandingi gairah Adam yang kembali terbakar. Adam
menciumi tengkuk hingga perut Ray dan tangannya meraba-raba paha Ray. Ray hanya
kembali bisa pasrah dan memerah air matanya.
Adam mulai
menciumi wajah Ray dengan liar. Ray sudah tak bisa melakukan apa-apa dan hanya
bisa pasrah.. Tangan Adam meremas kedua pipi pantat Ray dengan gemas. Adam
terus menciumi wajah manis Ray, Adam menciumi pangkal leher Ray juga sambil
tangannya masuk ke lubang Ray yang sudah memiliki pelicin yaitu spermanya tadi.
Puting susu Ray dijilat dan dihisapnya. Mulutnya mendesah-desah semakin keras
sementara tangannya terus keluar masuk lubang Ray. Adam semakin ganas manciumi
Ray dan terus turun ke selangkangannya. Adam melahap penis Ray sambil tangannya
mengobok-obok lubang Ray yang licin. Ray seperti bingung dengan dirinya, dia
benar-benar ingin menikmati ini namun karena kekuatan hatinya dia bisa menolak
rayuan hasrat yang semakin mengikis perlawanannya.
Adam lalu
membimbing penis besarnya yang sudah tegang kembali mencelupkan diri kelubang
anus Ray. Lalu kangkangkan kaki Ray yang putih bersih, memang tak bisa berbuat
bayak untuk melawan tusukan Adam. Adam menunjukkan keperkasaan penisnya yang
hitam besar. Adam mencoba menusukkan penisnya kelubang Ray yang sudah tidak
perjaka lagi. Ray tetap merasa takut pada hujaman kasar Adam.
Secara perlahan Adam
mulai menyodokkan penisnya pelan. Penis Adam masuk dengan ganasnya kelubang Ray.
Ray sudah benar-benar pasrah karena putus asa sehingga ia sudah tidak
memberontak lagi.
Dengan posisi
saling berhadap-hadapan, Adam mulai menggoyang-goyangkan pantatnya maju mundur.
Adam menambahinya dengan menjilati puting Ray yang merah akibat gigitannya tadi. Tangan
Adam menyelinap dipunggung Ray dan mengangkatnya. Ray terus merasakan kocokan
ganas dianusnya oleh penis Adam. Goyangan Adam semakin kecang dan membuat Ray melenguh
keras dan memejamkan mata akibat sakit disodomi Adam. Adam lalu mengangkat
tubuh Ray lebih tinggi agar dia bisa menusuk tepat pada titik kenikmatan Ray.
Sodokan-sodokan kontol besar di lubang Ray membuatnya merasa terbakar hebat.
Melihat
kegelisahan Ray, Adam langsung memperdalam tusukan kontolnya yang keras, tegak
dan kaku itu ke lubang anus Ray. Ray hanya bisa terpejam dan menangis hingga
mukanya merah. Sekalipun sudah basah akibat sperma Adam yang keluar tadi, tapi
tetap saja Penis Adam yang berdiameter 5 cm itu tidak dapat keluar masuk dengan
mudah mengingat lubang Ray yang baru hilang keperjakaanya. Setelah beberapa
kali kepala penis Adam mengorek lubang anus Ray, akhirnya Adam bisa mengatur
ritme sodokan yang membuatnya tahan lama menusuk Ray.
“Sshh aaaaaahh..
Kamu memang sempit Ray”, erang Adam ketika penisnya dia putar-putar didalam
anus Ray. Ia menusukkan kontolnya sedalam mungkin sehingga kadang dia merasakan
ada sesuatu yang mengganjal diujung penisnya yang mungkin tulang kemaluan Ray.
Adam
memposisikan tubunya seperti katak yang siap melompat sehingga ketika dia menusukan penisnya cepat-cepat, dia
bisa mengatur kapan dia mau orgasme. Ray yang tampan itu semakin mengerang
karena terasa sangat mengganjal dengan penis Adam yang seperti menusuk-nusuk
berusaha mendobrak lobang pembuangannya hingga serobek-robeknya. Kani Ray
semakin kuat menjepit anusnya.
“Ahh.. aauuughhh…aaakkghhh.. Ennakk.. Rayyyyy..
HH..”,erang Adam sambil menengadahkan kepalanya ke atas.
Lobang Ray
semakin terasa sangat sempit, membuat Adam membor penisnya dan memaksakan benda
besar itu masuk lebih dalam. Adam terus menusukkan penisnya dengan membabi buta
ke dalam lubang Ray, sementara tangannya memilin-milin puting Ray dan sesekali dia remas dengan keras hingga
meninggalkan bekas merah.
“Auuuuuh....
SsSSHH..mmmhhh.. Hangat….. nikmathhh….!!.”, racau Adam dengan nafsu yang sudah
hampir tidak dapat ditahan lagi. Adam semakin cepat menusukan penisnya kelubang
anus Ray. Ray berusaha berontak, namun ikatan itu membuatnya seolah tidak
berdaya. Ray hanya menggerakan badannya ketika tangan Adam mengelus penisnya,
biji dan seluruh bagian tubuhnya. Adam semakin ganas menusuk lubang Ray karena
ia melihat Ray yang manis dan tidak berdaya.
Air mata Ray
kembali mengambang di pelupuk matanya yang indah. Ray semakin ketakutan saat
dipaksa oleh Adam untuk menyelinapkan satu jari lagi kedalam anusnya, namun
tidak berhasil. Saat Ray berontak, tangan Adam melayang ke pipi Ray yang putih,
membuatnya semakin tak berdaya. Adam mencopot penisnya dan mendekatkan lidahnya
kelubang Ray. Dia menjilati anus Ray dan menusuk-nusuknya dengan lidah. Airmata
Ray terus meleleh.
Setelah puas
dengan jilatannya pada lubang Ray, dia kembali mengarahkan penisnya ke anus dan
terus memaksanya untuk masuk. Adam kembali memasukkan kontolnya ke lubang Ray.
Dia memaksa langsung menindih badan Ray maka dengan begitu masuklah kontolnya
ke anus Ray. Ray langsung menronta kesakitan dan anusnya langsung terasa
berdenyut-denyut. Adam memaju-mundurkan kontolnya sambil terus mendesah dan
meracau. Adam lalu menghisap puting Ray sambil tangannya mengusap-ngusap ketiak
Ray. Penis Adam semakin mudah menusuk anus Ray. Kening Ray berkerut, menahan pedih
yang masih tersisa. Adam terus menggoyangkan pantatnya maju mundur. Penisnya seakan-akan
menyodok-nyodok anus Ray tanpa ampun.
Adam
tampaknya akan kembali memuntahkan lahar kejantanannya untuk yang kedua kali.
Sebelum penisnya mencapai orgasme, dia mengangkangi wajah Ray dan membuka
penutup mulut Ray.
“Tollll…”.
Belum habis Ray mengucapkan kata itu, tangan kiri Adam telah mencengkram pipi
Ray hingga suaranya kembali tertahan.
“Sabar
sayang… Kamu akan merasakan kenikmatan ini… sshhhtttt Ahhhhh ohhhh yeahhhh”.
Adam dengan cepat mengocok penisnya didepan mulut Ray dan tak lama setelah itu memancarlah
sperma putih yang kental dan banyak kedalam mulut Ray dan sebagian menyemprot mengenai
wajah Ray. Adam langsung menjrpit hidung Ray menggunakan tangannya agar dia mau
meminum sperma Adam yang tampak memenuhi mulut manis Ray. Dengan berlinang air
mata Ray menelan secara paksa cairan kenikmatan Adam karena dia tidak bisa
bernafas.
“Terimakasih
sayang… muachhh”. Adam kembali mendaratkan ciumannya dipipi Ray.
Kemudian
dia memasang kembali penutup mulut Ray dan Adam tidur kecapekan di atas tubuh
Ray yang masih terikat.
Ray
benar mengutuk perbuatan Adam padanya. Dengan masih berderaian tangis dia
berusaha tenang dan berharap ada seseorang yang menolongnya. Tubuhnya yang
basah kuyup akibat keringat perlawanan tadi sekarang sudah menyatu dengan
keringat tubuh Adam. Lumuran sperma yang tercecer diwajahnya juga cukup banyak
dan menimbulkan aroma khas.
Adam
mulai tertidur dengan menelungkupkan tubuh kekarnya pada Ray yang terikat kuat.
Kepalanya dia letakkan disamping kepala Ray dan tangannya tampak memeluk Ray
erat seperti sebuah guling.
Cahaya
mentari mulai menyinari tanah Toshirojima yang basah akibat embun pagi. Udara
yang asri dan hangatnya sapaan mentari menuntun kesadaran Fiko untuk segera
datang. Dengan malas Fiko membuka matanya. Fiko ternyata menunggu Ray datang
hingga dia tertidur dimeja makan. Dia mulai mengucek-ngucek matanya dan bangkit
berdiri melihat kedalam kamar. “Apakah Ray datang tadi malam?”. Melihat kearah
kamar yang masih bersih dan tampak rapi tak tersentuh, Fiko mulai khawatir. dia
melihat kearah dapur dan kamar mandi, namun tak ada tanda-tanda kedatangan Ray
tadi malam. Fiko semakin bertanya-tanya tentang keberadaan Ray. Ini baru kali
pertamanya Ray tidak pulang kerumah dan dia tidak memberitahu Fiko terlebih
dahulu. Dengan hanya mengenakan pakaian tidurnya, Fiko segera mengambil sepeda
dan mengayuhnya menuju penginapan Nyonya Aiko. Sepanjang perjalanan, dia terus
mengkhawatirkan Ray. Dia sungguh tidak tenang sebelum melihat Ray baik-baik
saja apalagi dia tahu bahwa Yuari sedang mengincar Ray.
Ban
sepeda telah direm Fiko setelah dia sampai didepan penginapan nyonya Aiko.
Didepan pintu tampak berjaga tuan Agashi.
“Fiko?
Ada apa?”, tanya tuan Agashi setelah melihat Fiko agak tergesa-gesa dan cemas.
“Saya
mau mencari Ray, tuan. Mungkin dia ketiduran disini tadi malam. Dia tidak
pulang kerumah”, kata Fiko menjelaskan.
“Mungkin
juga. Aku melihat sepeda Ray masih ada sejak tadi malam dan aku pikir dia
ketiduran disini. Kamu silahkan cek saja didalam”.
“Baik
tuan. Saya masuk dulu”. Fiko memasuki penginapan itu dengan tergesa-gesa.
Ruangan yang dia tuju pertama adalah ruangan karyawan. Tak ada Ray disana. Fiko
melihat baju seragam kerja Ray yang terlipat rapi di rak. Ini kebiasaan Rae
sebelum pulang. Kalau dia ketiduran, tentu dia masih mengenakan baju
seragamnya. Fiko mencari Ray keseluruh bagian ruangan dan terlintaslah
dipikirannya tentang kejadian dirumahnya ketika Adam berusaha mencium Ray.
“Adam”.
Fiko bergegas menuju kamar Adam. Entah mengapa perasaannya kuat sekali.
Fiko
mengetuk pintu kamar pria itu beberapa kali namun tak ada sahutan atau gerakan
orang. Dia mulai cemas dan mencoba sekali lagi mengetuk pintu kamar Adam.
“Adam…
apakah kamu melihat Ray?”, tanya Fiko yang tetap tak ada jawaban dari Adam,
“Hmmmpppppp….hmpppppp!”,
terdengar suara orang yang tengah dibekap mulutnya dari arah dalam kamar Adam
yang Fiko yakini sebagai suara Ray.
Fiko
mulai agak penasaran dan dengan sigap dia mendobrak pintu kamar Adam yang
terkunci dari dalam. Alangkah terkejutnya Fiko melihat pacarnya tengah terikat
diranjang dalam keadaan telanjang bulat dan ditindih oleh pria lain yang juga
telanjang. Fiko yakin bahwa Adam telah melakukan hal tidak terpuji pada Ray.
Dengan geram dia seret tubuh telanjang Adam yang masih tertidur pulas dan
dibantingnya cukup keras didinding. Tanpa ampun lagi, Fiko langsung mendekati
tubuh Adam yang sudah tersadar dan kesakitan akaibat dia lempar kedinding.
“Brengsekkkkk!
Adammm!”. Fiko raih bahu Adam dan dia lemparkan seperti buku kedinding
diseberangnya.
Adam
terluka dan kesakitan. “Awwww… ampu Fi-ko”. Hidung Adam berdarah dan lengannya
juga sakit akibat lemparan Fiko. Fiko benar-benar marah, dia mencengkram kuat
leher Adam dan menjunjungnya tinggi-tinggi sebelum akhirnya dia lempar kedekat
jendela hingga kepala Adam mengeluarkan darah segar dan pingsan.
Fiko
melihat tubuh kekasihnya yang mengenaskan. Tubuh Ray teah dipenuhi bekas
gigitan dari Adam dan tangan dan kaki Ray berdarah akibat dia meronta untuk
melepaskan ikatan dialat geraknya. Bau sperma tercium sangat menyengat setelah
Fiko melepas tutup mulut Ray. Fiko menangis melihat keadaan kekasihnya. Setelah
Ray terlepas dari ikatan dan tutup mulutnya, dia menangis memeluk tubuh Fiko.
Dia seperti orang yang benar-benar kehilangan sesuatu. Fiko membelai mesra
kepala kekasihnya dan merasa seperti orang bodoh karena membiarkan Ray sendirian
didekat manusia seperti Adam.
“Fiko…
Aku … Huuuuu…huuuu”, Ray menangis dipelukan Fiko.
Dengan
penuh kasih sayang dia belai punggung Ray. “Dia harus menerima ganjaran yang
setimpal dengan kepedihan ini Ray. Dia harus mati!”, ucap Fiko.
Ray
hanya bisa menangis dan memeluk erat tubuh Fiko. Dia begitu hina sekarang.
Tubuhnya telah dimasuki sperma Adam, orang yang sangat dia benci seumur hidup.
Ray benar-benar merasakan kesedihan yang teramat sangat dalam. Dia seperti
tidak ada gunanya lagi mendekap Fiko erat-erat dan mendampingi Fiko menghadapi
masalah Naolla. Dia lepas pelukannya dan berusaha berdiri.
“Awwww…
Sakit”, kata Ray yang merasakan sakit diderah anusnya.
“Adam
keparat!”, Fiko masih sangat marah pada Adam dan dia benar-benar ingin membunuh
Adam yang sedang pingsan.
Segera
Ray menangkap tangan Fiko dan memeluk tubuh tampan Fiko. “Membunuh Adam bukan
berarti mengembalikan keadaanku, Fiko”.
Fiko
terdiam menahan marah yang sudah seperti memecahkan kepalanya. “Dia benar-benar
bajingan! Aku ingin membunuhnya Ray”, kata Fiko geram.
Ray
tidak bisa berkata-kata lagi. Didalam lubuk hatinya, dia benar-benar ingin
mengiyakan Fiko untuk membunuh Adam namun disisi lain dia tahu bahwa membunuh
Adam berarti sama dengan Adam. Fiko melepaskan rangkulan Ray dan berjalan
mendekati tubuh Adam yang pingsan. Fiko benar-benar menunjukan cahaya mata
kemarahan yang teramat sangat pada sosok Adam. Dia kembali meraih tubuh Adam
dan dia lemparkan kelantai sekencang-kencangnya. Walau Adam sudah tidak berdaya
namun Fiko tidak peduli lagi. Dia sudah benar-benar memunculkan sifat teganya
yang pernah dia miliki selagi mejabat sebagai Raja Vocare.
Perlahan
Fiko mendatangi Ray yang masih telanjang tanpa busana dan memberikannya selimut
Adam lalau mereka keruang karyawan. Ray mengenakan baju gantinya yang selalu
dia siapkan diruang karyawan setelah dia membersihkan tubuh dikamar mandi.
“Mengapa
ini bisa terjadi pada kekasihku. Aku benar-benar tak berguna! Adam sialan!”.
Fiko menampar dinding dengan tangannya hingga berdarah.
Melihat
itu, Ray yang sudah rapi menangkap tangan Fiko. “Hukum aku Fiko. Aku lebih baik
menyerahkan diriku padamu. Aku sudah tidak berharga lagi. Ijinkan aku menebus
semua ini dengan menjadi azzomu selamanya”. Ray berusaha menenangkan Fiko.
Fiko
menatap mata Ray yang tampak sedih. Ray baru saja kehilangan keperjakaannya dan
sekarang melihat Fiko meratapi nasib yang telah terjadi. Fiko benar-benar tak
mampu berbuat apa-apa. Dia sangat benci akan Adam namun disatu sisi Ray telah
menjadikan emosinya padam.
“Salah
Ray. Aku akan membuatmu berharga. Aku akan menjadi tanganmu. Diatas kita
berdiri ini, akan aku kubur semua kenangan pahit kita dibumi. Aku sangat mencintaimu Ray”. Fiko
menyandarkan kepala dipundak Ray.
Ray
merasakan ketulusan Fiko jauh lebih dalam dari biasanya.
“Jika
tanganku putus, aku tidak perlu takut lagi karena kamu sudah lebih dari
tanganku Fiko. Bawa aku menjadi sesuatu yang berharga di Naolla. Bimbing aku”.
“Waktunya
kita menjadi lebih kuat dari yang sekarang, sebagai seorang kekasih”.
Matahari
telah bersinar dengan indahnya di timur. Perahu-perahu nelayan yang ingin
berangkat melaut telah berjejer didermaga. Di belahan bumi lain, sebuah anomali
dimensi mulai terlihat dan tak lama kemudian menjadi lorong dimensi. Dari dalam
lubang kecil itu munculah seekor hewan aneh berwarna biru keunguan. Dia
terlempar ketanah yang gersang berwarna kemerah-merahan. Tampaknya dia agak
kesakitan. Tubuh kecilnya mulai bangkit dan siap untuk terbang. Di depan
matanya, dia melihat sebuah batu besar yang sangat besar berwarna
kemerah-merahan . batu sebesar bukit itu membuatnya takut. Jheibo mangepakkan
sayapnya dengan cepat sekali dan menjauhi batu itu. Entahlah dia berada dimana
namun suasana disekitar batu tersebut kering dan hanya sedikit ditumbuhi
rumput-rumput. Jheibo belum pernah melihat batu sebesar itu di Naolla. Dia
membuka hidungnya dan mulai mencari bau Ray. Dari atas awan dia melihat pulau
yang tak lain adalah benua Australia. Deretan pulau-pulau dibawah sana membuat
Jheibo bingung dan diapun turun kesalah satu pulau di Indonesia.
Dia
terpukau melihat birunya laut disana dengan beberapa tumpukan batu yang seperti
menyembul dari air. Karena penasaran Jheibo pun turun dan melihat sekelompok
orang berkulit hitam yang tengah merapatkan kapalnya.
Jheibo
kembali melanjutkan perjalanan menyusuri pantai dan terbang cepat diatara
deburan ombak, dia melintasi sungai, hutan yang dipenuhi tumbuhan anggrek,
bertemu dengan burung rangkong, melewati gunung-gunung dan kota-kota besar
dengan aktifitas sibuknya. Jheibo beberapa kali berhenti untuk beristirahat
sambil kebingungan dan terheran-heran dengan keadaan bumi. Bumi dipenuhi
benda-benada logam berjalan yang sangat membuat Jhebo takut. Beberapa kali
Jheibo hampir tertabrak mobil ketika melintasi jalan raya dan dia juga sempat dikejar
kucing jalanan ketika beristirahat didekat tong sampah. Untung hidung Jheibo ia
tutup agar tidak menerima bau-bau yang tidak perlu.
Jheibo
melanjutkan perjalanannya lewat atas saja agar mengindari kejadian seperti
tadi. Melintasi awan-awan putih, Jheibo tampak seperti berenang-renang. Tentu
di Naolla tak pernah ada awan seperti dibumi dan Jheibo pun seakan bermain-main
dengan awan-awan diangkasa. Sifatnya yang senang bermain-main membuat Jheibo
menikmati perjalanannya kali ini. Kepakan sayap Jheibo yang cepat membuatnya
terbang secepat pesawat jet dan itupun bisa lebih cepat lagi.
Sementara
jauh di Toshirojima sana, Adam tengah kesakitan dilantai. Dia merasakan tangan
kirinya terkilir. Dengan perlahan dia bangkit dan menuju kamar mandi untuk
membersihkan darah dan sperma yang ada ditubuhnya. Wajah tampannya tampak
meringis kesakitan dengan langkah yang agak tertatih-tatih.
Dia
merasa benar-benar beruntung bisa hidup kali ini. Walau dia sudah berbuat
kurang ajar terhadap Ray, tetapi Fiko masih membiarkannya hidup. Dia sudah tahu
apa yang akan dia dapat apabila nanti bertemu dengan Fiko kembali. Adam sudah
gelap mata tadi malam. Hasrat ingin menikmati tubuh Ray semakin tak bisa dia
bendung dan membuatnya gelap mata. Entah mengapa dalam ringisannya, Adam tampak
tersenyum puas.
“Aku
ingin mengulangi lagi kejadian tadi malam. Mungkin dengan begitu, kamu akan mau
menikmati permainanku Ray”. Adam mulai membasahi tubuhnya.
Langkah
kaki Ray tampak tak tegap memasuki rumahnya. Mungkin disebabkan lubangnya yang
masih perih dan ngilu. Melihat itu, Fiko merangkul bahu Ray dan menuntunnya.
“Benar-benar
memuakkan Adam itu! Dia hanya mementingkan nafsunya dan tega menyiksamu seperti
ini Ray”, kata Fiko.
“Sudah
Fiko. Aku mau kekamar saja. aku sangat capek sekali. Aku mau menenangkan diriku
dulu”.
Fiko
menuntun Ray memasuki kamar mereka dan mengambilkan bantal untuk Ray.
Ray
berbaring di batal itu dan mencoba memejamkan mata. Sakit di lubang anusnya
masih sangat menyiksa Ray. Rasa ngilu itu menghambatnya untuk tidur sebentar.
Ray bolak-balik kiri kanan dengan mata terpejam.
Fiko
yang masih duduk termenung didekat jendela sesekali memandangi Ray. Dia
merasakan kesedihan Ray yang tak tampak itu. Fiko mendekatkan dirinya pada Ray
dan mengelus-elus kepala Ray.
“Kenapa
sayang? Ada yang sakit?”, tanya Fiko.
Ray
menggelengkan kepalanya untuk menutupi apa yang dia rasakan agar Fiko tidak
khawatir.
“Ya
sudah. Kamu tidur saja. Aku mau membuatkan makanan untuk kita. Muacchh”. Sebuah
ciuman mendarat dikening Ray. Fiko meninggalkan Ray dikamar agar Ray bisa
beristirahat melepas lelahnya. Fiko tahu bahwa semalaman tadi dia disetubuhi
oleh Adam.
Sesosok
tubuh tinggi dan cantik memasuki ruangan Sukaw. Langkah tegapnya sangat berbeda
dengan tampilannya yang menawan. Juyu Ahega mendapat panggilan dari Sukaw.
Setelah berada dihadapan Sukaw, dia mengepalkan tangannya dan dia taruh didahi
sebagai tanda hormat pada Raja Vocare.
“Silahkan
duduk Juyu”. Sukaw memepersilahkan Juyu duduk di barisan para tamunya.
Tampak
Zaren, Diagta, Kamamuja dan Juyu di ruangan Sukaw. Mereka ingin membahas
perkembangan pencarian Ray dan masalah kaburnya Xano.
“Dengan
berkumpulnya kalian disini, aku ingin kalian siap untuk melakukan pekerjaan
berikutnya. Pertama-tama kau Juyu. Pasukan Yuari yang kita tugaskan, sudah
mengetahui keberadaan Ray atau belum?”, tanya Sukaw.
“Sesuai
kabar terbaru, mereka ternyata belum menemukan keberadaan Ray dipulau itu.
Tetapi sebenarnya mereka sudah memastikan bahwa Ray masih dipulau tersebut. Ada
kendala yang bisa dibilang tidak harus menjadi kendala bagi mereka, yaitu
penyesuaian diri dengan penduduk sekitar. Tetapi tuan tak perlu khawatir karena
Ray sudah diketahui tempat persembunyiannya. Mereka tinggal menangkap Ray jika
kita menyiapkan lokasi pembukaan Hajunba ke Naolla”, terang Juyu.
“Berarti
ini tergantung dari kita saja?”.
“Betul
tuan. Secepatnya kami akan mempersiapkan hajunba khusus yang bisa terbuka lebih
lama untuk mengangkut Ray kemari”.
“Hahaha…
Aku sebentar lagi akan menguasai Naolla!”. Sukaw tertawa senang mendengar
kata-kata Juyu.
“Kalau
masalah Ray sudah hampir tertangani semudah ini, apakah kalian tidak mengecek
kemungkinan Yuari Fugk akan mengacaukan rencana kita?”. Kamamuja menyampaikan
pendapatnya yang sontak dapat membuat Sukaw diam.
“Fugk?
Bagaimana mungkin ini Juyu? Bukankah kau bilang Fugk tidak bisa membuat Hajunba
seperti itu dalam waktu dekat?”, tanya Sukaw.
“Benar
tuan, namun kita harus perhitungkan juga kemampuan pulau itu dalam hasil
penelitiannya yang sangat hebat. Mungkin mereka menemukan cara lain untuk
mengacaukan rencana kita”, Juyu menjelaskan.
“Bukannya
saya mau meledek ya tuan tetapi lembaga penelitian Fugk adalah salah satu yang
terbaik di Naolla jadi wajar saja jika mereka bisa mentertawakan kemampuan
senjata Juyu yang hanya bisa dor-dor-dor itu”, kata Diagta seperti meledek
Juyu.
“Saya
pikir Diagta ada benarnya juga tuan Sukaw. Pulau itu memiliki lembaga
penelitian yang hebat dalam menciptakan alat-alat baru. Bukan tidak mungkin
mereka bisa membuat hajunba baru dengan cepat”, Zaren ikut bicara.
“Kalau
begitu adanya, apakah kamu sudah merencanakan hal lain, Juyu?”, tanya Sukaw.
“Kita
sudah membekali pasukan khusus itu dengan Eratoh untuk mengikuti jejak Ray atau
Fiko jika mereka berhasil kabur menggunakan hajunba”, kata Juyu.
Eratoh
adalah sebuah alat seperti koin yang bisa memunculkan benang putih semu untuk
mengikuti pergerakan orang yang melakukan perjalanan menggunakan hajunba.
“Kamu
sudah memberitahu mereka bukan, kalau prioritas pertama untuk dibawa ke Naolla
itu adalah Ray?”.
“Sudah
Tuan”, jawab Juyu.
“Mungkiin
Sukaw harus menyekolahkan Juyu agar bisa lebih pandai lagi. Sejak tadi dia
setuju dengan kepandaian orang-orang Fugk. Coba tuan fikir sebentar, jika
eratoh sudah jelas fungsinya, apakah Fugk tidak bertindak untuk mengacau atau mencari cara agar eratoh tidak
membuntuti Ray dan Fiko?”. Diagta yang tidak pernah memikirkan perasaan orang
dengan ucapannya yang agak kasar ikut memberi penilaian pada kerja Juyu.
“Diagta……”,
Juyu mulai geram dengan Diagta.
“Hahaha…
Tenang saja Juyu. Sabar ya cantik… Mengenai masalah ini, saya punya usul agar
kita meminjam hajunba baru yang katanya sedang diperdagangkan pulau Fugk untuk
Naolla. Mungkin mereka tidak akan menjual hajunba itu pada kita. Tetapi tuan
Sukaw kan punya banyak wilayah dan kerajaan sahabat yang mau meminjamkan
hajunba mereka untuk kita. Mestinya eratoh bukan digunakan untuk mengikuti
orang-orang yang berhubungan dengan lembaga penelitian Fugk yang memiliki
kemampuan hebat itu”. Diagta mulai menunjukan kepintarannya.
“Aku
masih belum paham dengan ocehan mu diagta”, kata Sukaw.
“Aduhhhh…
Dasar tuan ini. Hajunba dilawan dengan hajunba tuan. Itu lebih efektif
ketimbang menggunakan eratoh”. Diagta mulai sewot.
“Begini
maksud Diagta, Tuan. Jika kita mengandalkan eratoh, tentu kita tidak bisa
bernafas lega mengingat Fugk pasti bisa membacanya. Namun kalau kita
menggunakan hajunba terbaru yang katanya sangat kecil itu, kita bisa lebih
efektif mengejar Ray dan Fiko. Kita sebaiknya mempersiapkan hajunba itu sebagai
jaga-jaga saja. bukan begitu Diagta?”. Tuan Zaren berusaha menjelaskan
kata-kata Diagta pada Sukaw.
“Pintar!
Hahaha tuan Zaren memang bisa diandalkan. Untung ada penterjemah ucapanku yang
berkelas ini”, Diagta cengar-cengir.
“Otakmu
memang kadang-kadang ada isinya juga Diagta. Aku akan meminta para sahabatku
meminjamkan hajunba itu untuk kita. Lalu apakah yang membuat kita bisa berhasil
menjalankan rencana ini? Bagaimana Juyu?”, tanya Sukaw lagi.
“Pertama,
kita baru saja mencuri hajunba terbaik Fugk. Untuk membuat hajunba semacam itu
perlu waktu yang lumayan lama tuan jadi ini bisa kita manfaatkan untuk
menangkap Ray. Kedua, mereka masih tidak akan sempat menghalangi kita untuk
membantu Fiko melindungi Ray. Tuan tahu bukan bahwa Ray tidak bisa apa-apa?
Jika kita melumpuhkan Fiko, sudah pasti kita bisa mambawa Ray kemari dan saya
yakin dengan kemampuan keempat orang itu. Mereka akan mampu melampaui Fiko”.
Sukaw
mulai tersenyum dan kemudian tertawa puas. “Hahahahaha. Hebat! Aku merasa senang
mendengarnya, Juyu”.
“Bukannya
menganggu kesenangan tuan, saya masih tidak yakin akan kemampuan mereka
berempat itu. Apalagi Vehu yang agak susah paham”. Kamamuja angkat bicara.
Sukaw
menghentikan tertawanya dan mengernyitkan dahi.
“Walau
begitu, mereka adalah kelompok solid, tuan Kamamuja. Anda harus melihat
prestasi mereka berempat dalam beberapa misi pengintaian”. Juyu membela diri.
“Iya
aku tahu, tetapi yang mereka hadapi itu Fiko Vocare yang merupakan Yuari
terbaik saat berada di Hrewa Kufe”. Tuan Komamuja semakin meragukan tim khusus
itu.
Juyu
tak bisa berkata-kata. Dalam hatinya dia membenarkan apa yang diragukan tuan Kamamuja.
“Bagaimana
ini Juyu? Jangan sampai kita mengutus orang yang salah”, kata Sukaw.
“Tidak
tuan. Walaupun mereka berhadapan dengan Fiko, tetapi disana ada pengatur
strategi hebat, Alian. Tuan tak perlu khawatir akan masalah ini. Kelemahan Fiko
adalah pada emosinya dan saya rasa Alian tahu itu”.
Semua
orang diruangan itu mengangguk yakin akan kata-kata Juyu barusan. Mungkin mereka
yang telah melihat watak dan kebiasaan Fiko selama di Hrewa Kufe juga tahu itu.
Fiko dulu dikenal dengan orang yang kejam dan mudah tersulut emosinya.
“Fiko
memang seperti itu tetapi kadang dia mendengarkan nasehat tuan Xano untuk
mengendalikan tindakannya. Maka dari itulah tuan Xano kadang bisa dianggap otak
Fiko dalam memimpin kerajaan ini dan Xano sakarang telah bebas diluar sana”,
kata Zaren.
“Pusing
aku. Pusing! Yang satu belum tuntas dan sebentar lagi ada komplikasi kasus.
Juyu tidak becus sih menangkap Xano. Hahaha”,ejek Diagta.
“Jangan
menyalahkan aku begitu ya Diagta. Kamu pikir melawan orang ber Azzo air itu
gampang. Mereka bisa membuat linggi-linggi kecil hanya dalam satu serangan.
Dasar ya, otakmu hanya bisa menyalahkan orang”. Juyu mengacung-acungkan jari
telunjuknya ke arah Diagta.
“Marah
nih? Ih marah-marah saja bisanya. Kalau orang lemah ya lemah saja”, kata
Diagta.
“Aku
sampai terluka. Aku juga sudah berjuang Diagta. Jangan mentang-mentang kamu
bisa merubah linggi menjadi azzo kamu bisa merasa hebat ya Diagta! Sebenarnya
kamu tidak senangkan kalau Sukaw memerintahmu? Jawab!”.
Diagta
membela dirinya. “Siapapun mana suka di perintah dengan nada mengancam begitu.
Ups! Hehehe maaf tuan Sukaw”, Diagta tampak malu.
“Nah
kan. Kamu memang sangaja membiarkan Xano kabur karena sebenarnya kamu berharap
Xano lekas membentuk kekuatan untuk meruntuhkan Hrewa Kufe. Kamu sengaja
mengalah dari Xano. Bukan begitu Diagta yang hebat?!”. Juyu memalingkan
wajahnya dari Diagta.
“Lho
kok kamu menuduhku mengalah. Mana mungkin aku mengalah. Aku tersedak air laut
tahu! Aku tidak bisa berkonsentrasi lagi saat itu”.
“
Alah… Alasan saja. mungkin kalian memang bersekongkol untuk menjatuhkan Sukaw”.
“Kamu
ja…”.
“Sudah!
Diam kalian berdua! Aku nikahkan kalian baru tahu”. Sukaw memotong ucapan
Diagta dan berusaha melerai. “Yang aku tidak habis pikir, bisa-bisanya kalian
bertengkar dihadapanku. Apa kalian sudah merasa hebat, hah?! Kamu juga Juyu.
Kamu itu panglima perang Vocare tetapi kamu masih saja sering memperdebatkan
masalah tidak penting dan termakan omongannya orang sinting seperti Diagta. Tunjukan
bahwa aku tidak salah memilihmu Juyu”, tegas Sukaw.
Juyu
hanya terdiam dan membisu. Dia tidak bisa membantah ucapan Sukaw.
“Ada
apa sebenarnya dengan kejadian di pantai itu tuan Zaren? Tolong anda jelaskan”,
kata Sukaw.
“Kami
terlambat sedikit untuk menangkap Xano tuan. Dia sudah masuk kedalam kapal
barang yang sedang lewat itu. Kami
berusaha mengejarnya namun, karena azzo airnyalah dia menang melawan kami. Dia
membuat linggi besar dan mengentakkannya ke air sehingga menimbulkan gelombang
yang cukup besar. Kami tergulung ombak dan tak bisa berbuat banyak”, terang
Zaren.
“Kamu
tahu kemana dia akan turun?”, tanya Sukaw pada Zaren.
“Mereka
tampaknya pelayar dari timur dan akan menuju kearah selatan atau barat Vocare.
Dengan analisa itu kita harus memberitakan untuk menangkap Xano dimana saja
berada. Terutama pada wilayah-wilayah barat dan selatan”, kata Zaren.
“Sebaiknya
aku akan mengadakan rapat khusus antara wilayah di daerah itu. Ini membahas
mengenai hajunba dan penangkapan Xano”.
“Mengapa
Xano harus ditangkap tuan?”, tanya Diagta.
“Xano
adalah orang yang menentang kekuasaan Raja Sukaw. Bisa diartikan bahwa Xano
sama dengan Fiko. Dia akan melakukan apa saja agar Sukaw bisa turun tahta.
Selain itu dia memiliki Qwed yang hebat. Kita akan mengalami kendala jika dia
berhasil menyusun rencana pengambilan tahta kerajaan”, Kamamuja berusaha
menjelaskan.
“Ternyata
arudretaju itu hebat ya. Aku baru tahu”, kata Diagta.
“Sebenarnya
yang aneh dari pelarian ini, kami tidak menemukan ada bekas linggi atau senjata
lain yang digunakan Xano untuk membantunya kabur”. Zaren memegang dagunya.
“Benar
itu. Saya juga sudah mengecek tuan. Kami tidak menemukan alat bantu untuk melarikan diri”, sambung
Juyu.
“Seberapa
aneh jika aku mekatakan bahwa pelarian Xano dibantu oleh pasukan penjaga?”,
tanya Sukaw lagi.
“Tidak
tuan. Para tahanan sudah menjadi saksi dan tak ada satupun yuari membantunya”,
ucap Juyu.
“Cukup
membuat aku bingung. Xano akan menjadi ancaman bagi Hrewa Kufe nantinya. Cepat
kamu atur pertemuan aku dengan pemimpin wilayah-wilayah itu Juyu dan untuk
sekarang silahkan kalian keluar untuk melakukan tugas masing-masing. umumkan
keseluruh Naolla bahwa Xano adalah buronan penting kita”.
Para
tamu Sukaw itupun satu persatu memberi hormat padanya dan meninggalkan ruangan
Sukaw. Langkah kaki mereka terus menjauh dan kaluar meninggalkan Sukaw sendiri.
Di atas tanah Fugk, para pasukan peneliti dan Yuari tengah mempersiapkan diri.
Tampak sebuah kayu yang cukup besar telah mereka persiapkan dan dibuat pintu
hajunba menuju bumi. Kayu berwarna hitam itu adalah hajunba alami yang terdapat
dipulau Cedarotu. Kayu yang berwarna coklat kehitam-hitaman itu adalah kayu
hajunba yang dimanfaatkan oleh Xaxxiate Tona untuk berimigrasi ke tenggara.
Xaxxiate Tona memiliki tubuh panjang seperti cacing dan sayap seperti
kupu-kupu. Sekujur tubuhnya adalah berwarna putih. Jika mereka sedang bersiap
imigrasi, maka mereka akan mengerubuti sekujur pohon zokle sehingga tampak
seperti pohon yang diselimuti salju. Pohon zokle akan dibuat hajunbanya dengan bentuk
pintu dan akan dijaga kestabilannya. Perlu ketepatan pembuatan hajunba oleh
para peneliti pulau. Jika mereka salah dan tidak bisa menemukan kestabilan yang
kuat, maka hajunba kebumi tidak bisa dibuka oleh para peneliti.
Alis-alis
mereka yang tampak teliti mengukur kestabilan hajunba itu semakin membuat
serius ruangan itu. Beberapa orang tampak meraut sedikit demi sedikit batang
kayu hingga menjadi pintu. Ini merupakan pekerjaan yang sangat tidak mudah dan
memakan waktu pengerjaan.
Di
halaman gedung Yuari, tampak para Yuari tengah berlatih menggunakan linggi.
Mereka secara serempak melakukan percobaan menahan lingginya lebih lama
ditangan agar mampu memberikan senjata lebih lama dalam sebuah pertarungan.
“Hiatttt!”.
“Pertahankan
linggi kalian ini. Ayo pertahankan! Konsentrasi Noko, lihat depan dan terus
memusatkan pikiranmu”, tegur pelatih Yuari itu. Tubuhnya yang kekar tercetak
jelas di baju Yuarinya.
Yuari
Fugk mencoba mengukur seberapa lama
kekuatan linggi mereka bertahan agar bisa memperkirakan strategi apa ang harus
mereka buat jika berhadapan dengan pasukan Yuari Vocare. Para pemuda tidak
berbaju itu sudah sangat basah oleh keringat yang mengalir disekujur tubuh
berotot mereka. Tetesan peluh itu sesekali menetes ketanah. Ratusan Yuari
dengan kemampuan bertarung linggi sudah dipersiapkan agar bisa membantu
melindungi Ray dari tangan Sukaw. Fugk memang tidak mau kalau sampai Hucky
Nagaray jatuh ketangan Sukaw. Mereka akan mempertahankan titipan Raja Vocare X
itu dari tangan kotor Sukaw.
“Pegang
linggimu kuat-kuat! Rasakan linggi itu menjadi bagian dari tangan kalian dan
bukan hanya sebagai senjata. Linggi itu bentuk perwujudan azzo yang kalian
miliki, jadi usahakan azzo kalian mengalir dengan bagus dan biarkan linggi itu
mengeraskan keberadaannya lalu pertahankan bentuk itu”,kata sang pelatih.
Memang
tak semua Yuari bisa mempertahankan lingginya ditangan dalam waktu yang lama.
Paling lama mereka hanya bisa melakukan itu dalam waktu tujuh menit. Para yuari
masih terus berusaha untuk memperkuat lingginya.
“Jangan
lengah Waopja. Perhatikan linggimu. Jika kamu mau bentuk linggi yang sempurna,
usahakan linggi ini keluar dari ujung jarimu lalu rasakan kemunculannya hingga
menjadi linggi yang kuat”, kata sang pelatih pada salah seorang yuari. “Jika
kalian sudah tahu batas maksimal linggi kalian masing-masing, usahakan kalian
tidak memiliki jeda antara satu linggi dengan linggi ditangan lain jika sedang
melakukan pertarungan duel linggi atau kalian mau mati ditebas pengguna linggi
lain. Mengerti?”.
“Mengerti
tuan!”, jawab para Yuari serempak.
Ditangan
tuan Qaza ada sebuah sisik kecil berwarna biru yang tak lain adalah sisik
Jheibo. Benda itulah yang nantinya akan digunakan para yuari untuk menemukan
titik keberadaan Ray.
“Sisik
kecil yang bisa merubah nasib Naolla”. Tuan Qaza tersenyum menatap sisik itu.
Sisik
ungu yang ada ditangannya tampak kecil namun sangat besar artinya bagi Fugk.
Sisik ungu itu milik sang pencari Ray dibumi yaitu, Jheibo. Jheibo yang
sekarang tengah berada dalam perjalanan melintasi laut menuju Jepang semakin
mencium bau Ray diudara Jepang. Jheibo mempercepat laju kepakan sayapnya agar
dia bisa segera menemui Ray dan memberikan dua hajunba kecil yang tersimpan
dikain kecil yang terikat ditubuhnya. Warnanya yang biru ungu terpancar cantik
oleh sinar matahari yang menerpanya. Jheibo semakin menikmati acara terbangnya
walau dia sudah merasa sangat lelah akibat menempuh jarak ribuan kilometer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar