“Cepat
cari mereka! Kepung seluruh wilayah ini dan periksa setiap pendatang baru.
Jangan buang-buang waktu lagi!”, perintah Wsehg pada anak buahnya. Dia
diperintahkan Cekai Oqaca untuk mencari buronan Hrewa Kufe yang bernama Xano
dan Qwed, arudretajunya.
Para
yuari menyebar keseluruh bagian wilayah untuk mencari mereka berdua. Sekarang
situasi sedang tidak menguntungkan bagi Xano dan Qwed. Walau Xano bisa melakukan
penyamaran dengan baik, tetapi penampilan Qwed yang berbeda dari dretaju
kebanyakan memang sangat menyita perhatian orang-orang Oqaca sehingga bisa jadi
mereka langsung dicurigai sebagai buronan yang dicari.
Cekai
wilayah Oqaca telah mengetahui bahwa Vocare sedang mencari buronan kerajaan
yang dicurigai ada di wilayah Oqaca. Dengan kabar itu, Cekai segera
memerintahkan semua Yuari pertahanan untuk mencari Xano dan Qwed. Ratusan
kertas bergambar wajah Xano dan Qwed berjatuhan dari angkasa. Kertas-kertas itu
dihamburkan oleh yuari cehug. Kertas-kertas yang jatuh ketanah dipunguti oleh
orang-orang yang ingin tahu mengenai wajah siapa yang ada didalam kertas.
Beberapa orang tarlihat mengernyitkan dahi tanda mereka mulai mengingat-ingat
wajah siapa gerangan.
“Zowm?
I-ini terlihat seperti Zowm dan tuan Trop. Ini gawat sekali”. Wyhh tergesa-gesa
berlari mencari keberadaan Xano setelah dia mendapatkan selebaran itu. Dia
berlari menuju beberapa tempat yang biasa digunakan oleh Xano dan Qwed untuk
bersantai. “Tuan Xano? Trop? Arhhh! Siapa mereka itu? Buronan Vocare?”. Wyhh
menggerakkan kakinya secepat mungkin mencari Xano. Beberapa tempat yang biasa
didatangi tuan Xano, telah dia singgahi namun tidak tampak ada tanda-tanda dari
mereka berdua. “Dimana tuan Trop berada?”, Wyhh berhenti dan berfikir sejenak.
“Disana! Aku yakin”. Dia kembali masuk kedalam sebuah gang dan melanjutkan
larinya.
Tatapan
mata Qwed, melihat lurus keatas langit Naolla yang cantik dengan Difu dan Aste.
Qwed berbaring didekat jendela di salah satu gedung tua yang kotor besama Xano.
“Aku
jadi mengantuk , Qwed. Huaahhhmmmm…. Aku mau tidur sebentar ya. Kamu jangan
kemana-mana selagi aku tidur. Ingat pesanku ya, Qwed”, ucap Xano kepada Qwed.
Qwed
menatap kearah Xano.
“Capek
sekali badanku”. Xano menepuk-nepuk dan menyapu lantai dengan tangannya agar
debu-debu diatas lantai tersebut agak berkurang. Setelah dirasa cukup, Xano
mulai mengambil posisi untuk merebahkan badannya. Mata Xano mulai terpejam
menikmati keheningan sila yang tampak seperti bangunan kota hantu.
“Tuan
Trop… … “, panggil Wyhh dibawah sana.
Mendengar
nama Trop, Qwed melihat kebawah gedung itu untuk memastikan siapakah orang yang
memanggil nama tuannya itu. “Ngggkkk?”,Qwed bangun dari posisi rebahannya.
“Zowm!
Kau kah itu? Lihat ini! Lihat!”. Wyhh mengacung-acungkan selebaran ditangannya.
Dia ingin menunjukkan selebaran itu pada tuan Trop.
Qwed
bangun dan menyentuh tubuh Xano.
“Hrmmmm…
Ada apa Qwed?”, tanya Xano yang masih terpejam.
“Grrrr!”.
Kembali Qwed mendorong tubuh Xano dengan ujung jarinya.
Xano
akhirnya membuka matanya. “Kenapa Qwed? Kamu lapar?”.
“Arggg…
Grrr!”, Qwed melihat kebawah gedung lagi seperti memberitahu Xano bahwa dibawah
sana ada Wyhh menunggu.
“Tuan…
Lihat ini! Kerajaan Vocare mencari Xano dan arudretajunya”. Wyhh masih berusaha
memberitahu Xano.
“Wyhh?
Itu suara Wyhh. Dia menyebut Vocare? Jangan-jangan…”. Xano bangkit berdiri dan
menuju tepi gedung untuk menunjukkan diri pada Wyhh. “Aku disini Wyhh! Naiklah
kemari”. Xano melambaikan tangannya.
Melihat
Trop disana, Wyhh segera masuk kedalam gedung dan menaiki tangga. Beberapa saat
kemudian, sampailah dia ditempat Xano dan Qwed berada.
“Lihat
ini tuan! Orang ini mirip dengan anda dan arudretaju ini juga mirip dengan
Zowm”. Wyhh menyerahkan selebaran itu kepada Xano. Nafas Wyhh masih
terengah-engah karena berlari.
Xano
terdiam dan hanya bisa memandang waspada kearah bawah gedung.
“Apakah
benar pikiran saya ini, bahwa kalian adalah…”.
Belum
sempat Wyhh menyelesaikan kalimatnya, Xano langsung memotong. “Aku memang
buronan Hrewa Kufe, Wyhh. Inilah Arudretaju yang kamu lihat dikertas ini”, Xano
menunjuk ke arah Qwed.
“Jadi
benar? Itu foto tuan dan Zowm?”. Wyhh mulai ketakutan dan terlihat menjauh dari
tubuh tuan Xano.
“Tunggu
dulu Wyhh”, Xano menangkap bahu Wyhh. “Kamu pasti kenal aku. Aku tidak sejahat
yang kamu pikir. Tolong Wyhh, aku mohon bantu aku untuk kabur. Aku punya misi
penting untuk Naolla. Aku tidak mau melihat Naolla dibawah aturan Sukaw.
Kamulah orang yang bisa aku percaya Wyhh”, Xano memelas.
“Sekali
buronan tetap buronan. Lepaskan tanganmu!”. Wyhh berlari menuju tangga.
Dari
arah bawah gedung, terlihat puluhan yuari mengendarai bican mulai mengepung
Xano. Tak ada pilihan lagi kali ini, bagi Xano untuk kabur. Walaupun dia bisa
kabur dari tempat itu tetapi dia tak tahu harus kemana lagi bersembunyi. Xano
benar-benar terdesak.
“Sudahlah.
Ikut aku!”, ajak Wyhh.
Xano
melihat keseriusan dimata Wyhh, sehingga dia percaya pada orang itu.
“Keluar
kalian! Aku tahu kalian ada disini”,kata Wsehg dari atas bican. “Runtuhkan
semua bangunan!”.
Para
yuari mulai menerbangkan bican masing-masing dan menembakkan linggi api mereka
kegedung tersebut. Duarrr!Trak! Bruakk! Seketika tiang-tiang penyangga
gedung-gedung itu patah dan mulai membuat gedung tua itu tidak stabil.
Xano,
Wyhh dan Qwed yang berada didalam mencoba mencari jalan keluar dengan naik
keatap gedung.
“Kita
harus melompat. Ayo!”, kata Wyhh.
Xano
dan Wyhh melompat dari gedung itu untuk sampai kegedung disebelahnya yang lebih
rendah. Kerena tubuh besar Qwed, dia tidak sampai melompat kegedung diseberang
sana dan akhirnya tergantung disisi gedung yang lebih rendah itu. Qwed berusaha
mencapai atap gedung yang telah dilompati Xano dan Wyhh.
“Tunggu
Wyhh! Qwed belum. Ayo Qwed, kamu bisa!”,kata Xano.
Para
yuari yang terbang mengendarai bican melemparkan lingginya kearah Qwed.
Bertubi-tubi puluhan linggi api itu menuju Qwed.
“Hiatt!”,
Xano mengeluarkan linggi berjumlah banyak untuk menyerang linggi para yuari
tersebut.
Crsss!
Crss! Crsss… Crak! Linggi-linggi Xano mampu mematahkan serangan linggi para
yuari.
“Lebih
banyak linggi lagi!”,perintah Wsehg pada anak buahnya.
Gempuran
linggi berikutnya, mengenai tubuh Qwed dan sebagian menancap didinding gedung.
“Argggg!!!”.
Qwed marah dan mematah tempat air diatap gedung kemudian dia lemparkan kearah
yuari. Lemparan Qwed berhasil membuat beberapa yuari terjatuh namun tetap ada
yuari yang menuju arahnya dengan melemparkan puluhan linggi api.
“Ayo
tuan. Anda lebih penting!”, teriak Wyhh diujung sana.
Xano
melihat kearah Qwed.
Qwed
mengangguk, tanda dia mengijinkan Xano pergi.
Dengan
berat hati, Xano langsung berlari secepat angin mendatangi Wyhh. Xano memang
tak bisa menentukan lagi yang mana harus dia utamakan terlebih dahulu. Dia
berlari sekencang-kencangnya dan meninggalkan Qwed yang kemudian dijaring oleh
yuari-yuari itu.
“Arggkkkk!
Arggghh!”,teriak Qwed kesakitan. Qwed tertangkap dan tak bisa berbuat apa-apa
lagi. Dia jatuh bebas dari atas gedung yang tinggi ketanah.
Sementara
beberapa yuari masih berusaha mengejar Xano dan Wyhh.
“Masuk
kesini tuan!”, perintah Wyhh ketika menuju sebuah ruangan gelap.
Xano
mengikuti kemana saja Wyhh melangkah. Dia percaya pada Wyhh.
Mereka
masuk kedalam sebuah lobang pembuangan tua yang sudah tidak digunakan sejak
lama. Suasana didalam sana sangat gelap, sumpek dan lembab. Tetapi itulah jalan
yang aman jika mereka ingin melarikan diri dari yuari-yuari diluar sana.
“Kemana
ini Wyhh?”.
“Ini
menuju laut. Hati-hati dengan tangan anda tuan. Tumbuhan gelap didinding lorong
ini bisa melukai tangan kita”, kata Wyhh.
“Sudah
berapa lama sila ini tidak digunakan Wyhh?”, tanya Xano.
“Hampir
seabad”.
“Mengapa
kota sebesar ini dibiarkan terbengkalai?”.
“Serangan
penyakit. Dalu aku dengar, bahwa disila ini terserang penyakit langka yang
membuat kulit orang-orang mencair tanpa sebab. Agar wabah tidak meluas kekota
lain, Cekai Oqaca saat itu mengambil keputusan untuk mengisolasi kawasan ini
dan melarang siapa saja mengunjunginya. Penduduk kota ini dikurung didalam rumah
mereka dan jika mereka keluar, meraka akan segera dibunuh oleh para Yuari yang
selalu siaga dijalanan disekitar gedung. Namun beberapa tahun lalu, sudah
diumumkan bahwa penyakit aneh tersebut sudah tidak ada lagi disila ini sehingga
orang-orang diperbolehkan untuk mengunjungi sila hantu ini. Namun karena
pembantaian itu, konon sila ini dihuni arwah-arwah penasaran, sehingga
orang-orang yang tadinya ingin memanfaatkan sila ini kembali menjadi takut”.
Wyhh menunduk untuk menghindari pipa diatas kepalanya.
Xano
terdiam dan melangkah dengan hati-hati. Ada sesuatu melilit kakinya. “Tunggu
Wyhh! Ada sesuatu melilit kakiku”. Xano mengecek kakinya yang terendam air
hingga lutut itu dan tampak seekor Tupai air berekor sangat panjang melilit
kakinya. Hewan itu juga menggigit sepatu Xano. Xano segera menyingkirkan hewan
itu dari kakinya.
“Kita
tidak akan menuju laut karena saya yakin para yuari pasti akan menemukan kita
kalau kita menuju sana. Sebaiknya kita keluar lewat jalan pembuangan menuju
sungai saja”
“Aku
percaya padamu Wyhh. Tapi aku harus menyelamatkan Qwed”.
“Tuan
tenang saja. Qwed pasti akan tetap hidup. Dia pasti dikirim ke Hrewa Kufe”.
Menyusuri
lorong gelap yang panjang itu, membuat kaki Xano sakit dan tangannya juga
berdarah akibat terkena tumbuhan disisi lorong. Namun tak lama kemudian,
sampailah mereka di tempat tujuan yaitu sungai Mesyuto. Xano dan Wyhh keluar
dan menuju kedalam hutan lebat yang dipenuhi tumbuhan bunga-bunga cantik
berpohon besar. Oqaca menyebut pohon-pohon itu dengan nama Retwa scerapt. Ada
yang berwarna biru, ungu, jingga dan coklat muda.
“Wow,
hutan yang indah”, ucap Xano takjub.
“Sebelum
kita masuk kehutan, saya peringatkan bahwa anda jangan sekali-kali menyebutkan
nama pohon ini secara lengkap karena ada pantangan yang menyebutkan jika pohon
itu mendengar kita memanggil namanya maka roh pohon akan terbangun dan menelan
kita bulat-bulat”.
“Baik
Wyhh”, ucap Xano paham.
Mereka
mulai memasuki kawasan hutan tersebut dengan hati-hati.
“Arggkkkk!
Arggkkk.. grrrrr…. “, Qwed berusaha berontak didalam kerangkeng yang
membawanya. Qwed ditarik menggunakan kaguka diatas sebuah kereta khusus dretaju
yang dimiliki Oqaca. Qwed dibawa kegedung pemerintahan dan akan segera dikirim
ke Hrewa Kufe.
Orang-orang
tampak takjub melihat arudretaju itu.
“Hewan
langka itu mengamuk. Aku baru kali ini melihat arudretaju secara langsung.
Dagunya memang ada dua”, kata salah seorang pria pada pria disebelahnya.
Gelindingan
roda kereta yang menarik Qwed terus bergulir menuju kegedung Cekai. Para kaguka
berusaha menarik Qwed dengan sepenuh tenaga. Walau Qwed sudah diikat, tetapi
ketika Qwed bergerak-gerak berontak maka sesekali membuat kereta goyah.
***
Beberapa
waktu tinggal dibumi memang membuat Ray sedikit mengenal kondisi planet ini.
Dibumi Ray mendapatkan cinta Fiko. Waktu telah begitu banyak dia habiskan
berdua bersama Fiko. Saat tak ada orang yang menyayanginya di Naolla, Fiko
datang dengan kesan yang kurang baik pada awalnya. Sejalan dengan berjalannya
waktu, Ray menjadi tahu sifat Fiko yang sebenarnya. Fiko memiliki sifat baik
yang Ray butuhkan. Kehidupan dibumi menurut Ray adalah hidup yang sebenarnya.
Disini memang hanya ada kata kuat atau lemah. Kuat tak selalu harus berbadan
kekar atau berdiri kokoh, terkadang kuat menahan diri dan mengatur keseimbangan
sikap juga bisa dikatakan kuat. Lemah tidak selalu harus mudah rapuh namun jika
kita lemah karena ketulusan kasih sayang tentu itu menjadi tolak ukur
tersendiri bagi kita. Lemah itu perlu kekuatan dan kuat tak bisa kuat jika
tidak ada lemah. Keseimbangan itu perlu, hidup tak selamanya hitam atau putih
tetapi diantara hitam atau putih masih ada abu-abu. Jika suatu saat ingin
menjadi lebih baik maka berubahlah menjadi putih.
Jika
jalan kehidupan hanya ada dua saja, maka sudah dipastikan bumi ini akan
terpecah menjadi dua kubu. Tetapi pada kenyataanya tidak demikian. Setiap orang
pernah kebingungan mencari jati dirinya ketika beranjak dewasa. Disaat seperti
inilah warna abu-abu menjadi primadona dan siap masuk kesisi hitam atau putih.
Namun bagaimanakah jika selamanya orang itu tetap dibagian abu-abu? Tidak bisa.
Dunia perlu kejelasan, memilih hitam atau putih? Hitam maupun putih semua itu
relatif bagi setiap orang. Jika dia senang melakukan perbuatan baik maka putih
baginya adalah kebaikan tetapi jika dia senang melakukan kejahatan maka yang
baik bagi dirinya adalah kejahatan dan menurut dia itulah warna putihnya. Namun
dibumi ini kita hidup sesuai sudut pandang orang banyak yang melihat kebaikan
itu sebagai putih dan kejahatan itu sebagai hitam. Tinggal kita yang memilih
penyelesaiannya, apakah ingin menuruti diri sendiri, orang lain atau memadukan
keduanya. Hidup ini masih diijinkan Tuhan untuk kita campur tangan, jika kita
menyerah begitu saja maka hanya sampai disitulah jalan hidup kita. Jangan
pernah menyerah pada kondisi tubuh atau fisik. Karena semua itu tergantung hati
dan pikiran kita yang mengendalikannya. Bukankah manusia dikenal karena pikirannya?
Inilah
yang menjadi kebenaran Ray. Hucky Nagaray kecil tidak pernah tahu bahwa
ternyata tidak melakukan apa-apa tetap salah dimata orang lain. Dia tidak
menginginkan ada di Naolla sebagai azzo dewa. Tuhan telah mengijinkan Ray untuk
menjadi azzo istimewa yang berhak menentukan pada siapa dia akan memilih tubuh.
Takdir Ray dia sendiri yang menentukan. Kemauan kuatlah yang mampu merubah
hidupnya.
“Tuan
Hoslo! Tunggu dulu sebentar. Ini ada titipan dari Loka”, panggil salah seorang
Yuari.
“Apa
ini Fo?”, tanya pembuat pedang itu.
“Ada
sedikit upah tambahan untuk tuan. Mohon diterima”. Orang itu berlalu pergi
setelah menyerahkan bingkisan dari Loka.
Sambil
berjalan meninggalkan gedung pemerintahan, dia terus memandangi kotak
terbungkus yang diberikan Loka. Hoslo sangat penasaran dengan barang itu. Sesampainya
dirumah, dia membuka barang tersebut dan ternyata itu batu permata hitam yang
indah. Hoslo sangat senang dan memberikan barang itu pada istrinya. Sang istri
juga sangat senang menerima pemberian Loka tersebut. Hadiah itu diberikan Loka
Fugk karena tuan Hoslo memenuhi permintaan pedang khususnya sebelum jatuh
tempo. Tetapi kebahagian mereka berdua terasa kurang lengkap tanpa adanya
tangisan bayi ditengah-tengah sepasang suami istri itu. Mereka sudah lama
menikah namun tak juga dikaruniai anak.
Kadang
istri tuan Hoslo murung sendiri memikirkan nasibnya. Untunglah tuan Hoslo
selalu tidak mempermasalahkan keadaan istrinya dan terus menjadi penyemangat.
Pekerjaan Hoslo yang setiap harinya menempa besi untuk dijadikan pedang,
membuat pria itu sedikit lupa akan kesedihan keluarganya.
Hingga
suatu sore ketika pulang dari mencari besi untuk membuat pedang.
“Suara
tangisan bayi?”. Hoslo memasang telinganya lekat-lekat untuk mencari sumber
suara itu. “Sepertinya dari balik gedung”. Hoslo mendatangi suara yang semakin
jelas terdengar ditelinganya.
Benarkah
apa yang dia lihat itu? Seekor belut terbang besar melilit bayi kecil yang
tergeletak begitu saja ditanah. Hoslo menghampirinya dan mengusir belut itu.
Belut itu terbang dan sebelum jauh dia tiba-tiba bisa bicara dan mengatakan
sesuatu pada Hoslo.
“Aku
utusan Edka Higudasa, menitipkan Hucky Nagaray padamu untuk sementara waktu.
jaga dia baik-baik, dia azzo langit”, kata belut terbang itu pada Hoslo.
Kemudian dia terbang tinggi meninggalkan Hoslo yang masih terdiam tak percaya.
Istri
tuan Hoslo sangat gembira menerima kehadiran Ray. Mereka begitu sayang kepada
Ray. Pada awalnya tidak ada orang yang tahu dari mana Ray berasal, hingga tak
lama kemudian belut yang menyerahkan Ray ke Hoslo berhasil ditangkap dan dipaksa
untuk memberitahu keberadaan azzo dewa milik Raja Edka Higudasa.
Saat
itu Sukaw masih menjabat sebagai penasehat kerajaan tetapi karena Raja Vocare
telah menghilang entah kemana, akhirnya kerajaan dipimpin sementara oleh Sukaw
sampai Pangeran berumur delapan belas tahun. Sukaw beserta anak buahnya
mendatangi Loka di gedung pemerintahan.
“Aku
tidak mau membiarkan azzo dewa itu berada diluar Vocare, tuan Loka. Atas nama
Hrewa Kufe, maka saya berniat untuk membawanya”, kata Sukaw.
Mereka
mengadakan pertemuan terbatas.
“Tetapi
Raja Vocare sendiri yang menitipkan azzo itu disini tuan. Kami hanya menuruti
permintaan Raja Vocare. Anda tidak bisa begitu saja menetapkan pada siapa azzo
itu dititipkan”. Loka berusaha mempertahankan Ray di pulau Fugk.
“Kamu
berani denganku? Saya adalah Raja pengganti di kerajaan Vocare yang sah. Saya
berhak atas azzo itu karena dia adalah hak milik Raja Vocare”. Sukaw mulai
marah.
“Tidak
bisa. Walaupun anda raja pengganti tetapi tuan Edka, melalui utusannya, sendiri
yang menitipkan Ray kepulau saya dan dengan begitu berarti Raja Edka sudah
mempercayai azzo itu disini”.
“Bukankah
raja hanya menitipkan azzo itu untuk sementara waktu ditempat ini? Jadi kami
bisa kapan saja mengambilnya”. Sukaw bersikeras.
“Baiklah.
Jika bayi azzo itu sudah dewasa, maka saya sendiri yang akan menanyakan padanya
kemana dia akan memilih. Bagaimana?”.
“Kamu
kira aku akan menyetujui pemikiran seperti itu? Kalau dia sampai diculik atau
pergi kedaerah lain, bagaimana? Kamu mau menjamin itu?”. Sukaw memang orang
yang tidak mudah untuk diajak berunding.
Loka
menghela nafas sebentar. “Saya sebagai Loka Fugk akan menjamin itu tuan”.
“aku
masih meragukanmu. Aku akan memeliharanya sendiri di Hrewa Kufe. Bukankah
disana kesejahteraan hidup akan lebih baik? Disini mana mungkin begitu”.
“Percayalah
pada saya tuan. Azzo itu aman dan terjaga disini”. Loka meyakinkan Sukaw.
“Kalau
bicara itu gampang saja Loka, yang terhormat. Hidup ini tidak bisa ditebak
kemana arahnya. Aku tidak akan mudah begitu saja mempercayaimu. Kamu adalah
manusia bukan seorang dewa. Segala sesuatu bisa saja terjadi nanti”.
“Saya
masih percaya pada belut itu. Sekarang anda memang raja pengganti tetapi apakah
anda sudah memastikan dimana Raja Edka berada? Sebelum beliau ditemukan, saya
akan terus menjaga azzo itu”. Loka terus mempertahankan Ray. Dia tahu tujuan
sebenarnya dari seorang Sukaw yang hanya mengincar kekuasaan.
Sukaw
mulai bingung. Sepertinya dia memang masih belum cukup kuat untuk membawa Ray
ke Hrewa Kufe. “Apa yang bisa kamu jaminkan untuk keselamatan azzo itu disini?”.
“Nyawa
saya. Bagaimana?”.
Sukaw
tersenyum licik lalu mulai melunak. “Kalau begitu, baiklah. Tetapi ingat jika
sampai terjadi sesuatu yang tidak diharapkan pada azzo itu maka siap-siap saja
nyawamu akan menjadi taruhannya”.
“Iya,
silahkan”, jawab Loka.
“Aku
tidak akan tinggal diam saja memepercayakan semuanya padamu. Aku akan membuat
tim khusus untuk memata-matai azzo itu”. Sukaw bangun dari tempat duduknya.
“Aku permisi, Loka”.
“Silahkan
tuan”. Loka berdiri dan mengantarkan Sukaw hingga depan pintu.
Setelah
menempuh perdebatan panjang akhirnya, Sukaw setuju pada kesepakatan bahwa
mereka akan menunggu azzo itu hingga dewasa dan baru setelah itu mereka bisa
mengambil Ray untuk dibawa ke Hrewa Kufe.
Semenjak
itu Sukaw juga menyebarkan isu bahwa Ray lah penyebab kematian Raja Vocare X.
Sukaw juga mulai memusuhi Fugk akibat tidak mau menyerahkan azzo itu dengan
mudah.
Ray
tumbuh menjadi anak yang baik di bawah asuhan Hoslo dan istrinya. Ray sudah
berusia delapan tahun tetapi karena hasutan Sukaw, banyak orang diluar sana
yang menjauhi Ray. Mereka menyalahkan Ray akibat kesengsaraan di Naolla. Ray
menjadi pribadi yang penyendiri dan menjauh dari lingkungannya. Ray sering
berada didekat danau indah yang dikelilingi bukit dan pepohonan untuk sekedar berdiam diri dan menjauh dari
orang-orang. Rumput-rumput pendek
ditanah sering dijadikannya alas tidur sambil memandang Difu dan Aste yang
terbit dari selatan.
Danau
cantik itu mengubur semua kepedihan Ray atas perlakuan orang-orang terhadapnya.
Air yang jernih dan suasana yang sejuk menjadikan danau itu tempat kesukaan Ray
ketika sedang sedih.
“Ray…
Pulang yuk, sebentar lagi Difu dan Aste akan tenggelam”, ajak istri tuan Hoslo
sambil mendatangi Ray yang tengah duduk dibatang kayu mati yang terendam ditepi
danau.
“Sebentar
lagi bu. Aku mau melihat Difu dan Aste tenggelam”, tolak Ray kecil.
Nyonya
Hoslo meniti batang pohon mati yang diduduki Ray. Dia ikut duduk disamping Ray
dan merangkul Ray. “Difu dan Aste itu cantik bukan? Mereka seperti tak pernah
lelah untuk bermain sepanjang hari”. dia membelai rambut Ray.
Ray
kecil membuat teropong menggunakan kedua tangannya kemudian mengarahkannya pada
Difu dan Aste. Sikapnya yang lugu dan masih ingin selalu tahu, mendorong Ray
untuk bertanya, “Mereka pasti tidak punya orang tua yang melarang mereka, ya
bu?”.
“Hahaha…
Maksud Ray, ibu suka melarang kamu bermain ya? Ayo ngaku…”, canda nyonya Hoslo
sambil mencolek hidung Ray.
“Bukan
bu… Aku cuma bercanda kok. Tapi ibu kan juga sering melarang aku main diatas
pohon”.
“Ibu
tidak melarangmu Ray, namun ibu takut kalau kamu memanjat pohon sendirian dan
jatuh bagaimana? Kalau ada ayah atau ibu didekatmu, tentu boleh”.
Hubungan
keduanya sangat harmonis. Entah mengapa kesenangan Ray saat itu dapat membuat
nyonya Hoslo menitikkan air mata.
“Ibu
kenapa? Ibu menangis ya?”, tanya Ray polos sambil memeluk tangan ibunya.
Nyonya
Hoslo menyeka air matanya. “Mana mungkin ibu menangis. Tuh, Difu dan Aste sudah
turun kebalik bukit”. Nyonya Hoslo mengalihkan pembicaraan.
Ray
berdiri dan buru-buru meninggalkan pohon mati itu.
“Kemana
Ray? Hati-hati!”.
“Aku
mau lihat Difu dan Aste dari atas bukit bu. Ayo bu cepat…”. Ray yang manis
berlari menuju bukit disebelah danau. Langkah kaki kecilnya terus berlari
menuju puncak bukit.
“Pelan-pelan
larinya Ray. Lihat langkah kakimu”. Nyonya Hoslo mengikuti Ray keatas bukit.
Cahaya
langit putih yang terus memudar sekarang mulai digantikan oleh gelapnya langit
bulan merah. Pemandangan indah yang sangat memukau mata dari atas bukit itu
membuat Ray kegirangan sambil melompat-lompat dan melambaikan tangan pada Difu
dan Aste.
“Dadah
Difu… Dadah Aste… Hahahah… Yeyeyeyey…Dah…”.
Tingkah
Ray yang menggemaskan membuat nyonya Hoslo tersenyum sambil memperhatikan Ray.
Dia berdiri disamping anaknya. “Sini Ray, ibu gendong dipunggung ibu. Supaya
kamu bisa melihat Difu dan Aste tenggelam”.
Ray
kecil langsung naik kepunggung ibunya dan tertawa kegirangan sambil melambaikan
tangan pada Difu dan Aste diutara sana. “Ibu dadahkan tangan juga dong…”.
“Iya
ini, ibu melambaikan tangan”. Nyonya Hoslo menuruti kata Ray dan melambaikan
tangannya.
Mereka
tampak senang sekali dan dengan menggendong Ray, nyonya Hoslo menuruni bukit
menuju rumah mereka.
Satu
lagi masa kecil di Naolla yang tidak bisa Ray lupakan seumur hidupnya.
“Ray…
Ibu… Kalian dimana?”, panggil Hoslo dari arah danau. Tampaknya dia khawatir
karena istri dan anaknya belum pulang-pulang juga.
“Ayahhhh….
Hahaha “, Ray melambaikan tanganya pada Hoslo dan tertawa senang.
“Anak
ayah kemana saja? Kasihan ibu menggendong badanmu yang berat itu. Sini duduk
dibahu ayah”, pinta Hoslo.
Ray
menuruti kata-kata ayahnya dan mau saja ketika Hoslo mengambil Ray dari tubuh
ibunya kemudian dia junjung diatas pundak kokohnya yang kekar.
“Lari
ayah… Hahaha.. Cihuy…”, Ray sangat senang sekali sore itu.
Hoslo
mulai berlari kecil agar anaknya semakin gembira sementara istri Hoslo hanya
senyum sambil berjalan mengikuti langkah suaminya.
“Anak
bandel. Ayo kita lari seperti kaguka… Hahaha”, kata Hoslo.
“Lebih
kencang, Yah. Ayo…”.
Dilangit
telah muncul bulan merah yang masih redup. Cahayanya yang suram sedikit
mengaburkan penglihatan siapa saja yang berjalan di Naolla. Bulan yang seperti
mengabarkan kepedihan itu memang sangat menakutkan. Cahaya merah tua menyalanya
membuat setiap anak di Naolla takut. Hari ini Ray mengerti akan satu hal bahwa
dia masih memiliki orang tua angkat yang selalu menyayanginya. Ray bersyukur
akan kesempatan itu.
Waktu
berlalu cepat dan Ray telah tumbuh menjadi anak yang pandai membantu ayahnya
memilih besi. Hoslo mengakui bahwa anaknya itu sangat telaten dalam memilih
besi untuk membuat pedang. Ray juga sering menjual pedang-pedang ayahnya
kepasar Fugk atau mengantarkan pesanan pedang pada pelanggan.
Selain
itu, Hoslo juga mengajari Ray untuk mendapatkan azzo dan membuat linggi untuk
berjaga-jaga jika Ray diserang oleh orang-orang yang berniat jahat.
“Perhatikan
linggi ayah, Ray”, kata Hoslo sambil memperlihatkan linggi roh yang berwarna
hijau. “Untuk mendapatkan azzo, kamu harus terlebih dahulu memahami linggi.
Karena jika azzo tidak diubah menjadi linggi maka tubuhmu akan hancur”.
“Wow…
Linggi ayah bercahaya hijau. Mengapa bisa begini Yah?”, tanya Ray sambil
menyentuh linggi itu.
“Ini
adalah jenis linggi berazzo roh. Linggi jenis azzo roh adalah linggi langka
yang sulit untuk dikendalikan. Linggi jenis ini memiliki bentuk yang beragam
dan sangat unik. Ayah harap jika kamu nanti memiliki azzo seperti ayah, maka
buatlah linggi yang paling sesuai dengan karaktermu”. Hoslo melemparkan
lingginya kedalam danau yang seketika membuat danau mengeluarkan cahaya hijau.
Ray
terdiam kagum.
“Mulailah
dari mencoba mengenal linggi secara detail lalu setelah itu baru ayah akan
mengajarkan kamu cara untuk mendapatkan azzo”.
Latihan
mereka akhirnya selesai tetapi dampak setelah itu, Ray sakit. Hoslo sangat
bingung pada tubuh Ray dan khawatir juga. Dia tidak tahu mengapa Ray bisa sakit
seperti itu. Awalnya Hoslo mengira Ray terserang demam biasa tetapi karena
setiap kali Ray berinteraksi dengan linggi pasti setelahnya Ray akan demam.
Semenjak itu Hoslo tahu bahwa tubuh Ray tidak tolerir pada linggi dan mulai
memikirkan kemampuan apa yang sebaiknya Ray kembangkan.
Hari
yang cerah diawali Ray pagi itu. Hiruk pikuk kegiatan orang dikota Fugk
menemani langkah kaki Ray. Dari sudut lain dipinggiran Kota, Hoslo mendapatkan
undangan rahasia dari orang misterius.
“Jika
ingin istrimu selamat, segera datang keteluk Das”. Itulah bunyi surat singkat
tersebut.
Tanpa
banyak berfikir lagi, Hoslo langsung menuju teluk Das yang sepi untuk memenuhi
permintaan dari sang pembuat surat misterius. Langkah kakinya tampak
terburu-buru. Diteluk yang tenang tidak tampak ada orang yang berada disitu.
Semua tampak lengang dengan deburan ombak laut yang menyapu pantai.
Perlahan-lahan dan tampak waspada, Hoslo menapakkan kaki dipantai. Dia melihat
kesekitar kawasan diteluk Das namun tak ada tanda-tanda orang didekat situ.
“Dimana
orang itu?”, Hoslo mulai cemas.
Dari
arah laut munculah sesosok tubuh tak bergerak terbawa ombak hingga tepi pantai.
Hoslo kaget dan langsung menyambangi tubuh itu. Sangat terkejutlah dia melihat
istrinya sudah tidak bernyawa dengan luka linggi dikepala. Tubuh Hoslo bergetar
hebat, matanya marah besar.
“Tidak
mungkin. Brengsek! Sialan! Aku terlambat. Siapa kamu brengsek? Sayang… bangun…”.
Air matanya meluncur deras dari kelopak mata. Tangis sesal yang tak terbendung
lagi mengubur kebahagiannya. Hati Hoslo sangat terpukul karena ini. Tubuhnya
lemas tak bisa berdiri dan hanya mampu memeluk tubuh istrinya yang telah
terbujur kaku diterpa ombak.
Beberapa
hari setelah itu kesedihan Hoslo membuat pekerjaannya sedikit terganggu. Meski
Ray berusaha menghiburnya namun raut wajah kesediahan Ray juga tidak bisa
disembunyikan. Anak sepuluh tahun itu hanya bisa berusaha membantu semampunya.
“Ayah
sudah makan?”, tanya Ray memecah keheningan diruang tengah.
Hoslo
hanya melamun sambil mengusap-usap pedangnya. Tatapan matanya seolah-olah
memandang kosong pedang tersebut.
“Ayah?
Apakah ayah baik-baik saja?”, tanya Ray.
Hoslo
tersadar dari lamunannya dan tanpa menjawab pertanyaan dari Ray dia
meninggalkan ruangan tersebut.
Ray
bingung pada sikap ayahnya.
Malam
yang suram terdengar sunyi menenggelamkan setiap kebisingan di Naolla.
Kehidupan seperti tak terlihat ditanah tersebut. Seseorang yang sedang mengendap-endap membawa anaknya menuju kesuatu
tempat terlihat berhati-hati. Entah mengapa dia melakukan itu, yang jelas orang
tersebut sepertinya tidak ingin lagi berada dipulau Fugk.
Dari
arah gelapnya hutan mendekatlah delapan orang berpakaian yuari mendatangi pria
itu.
“Berhenti
Hoslo! Aku tahu kamu mau pergi dari Fugk. Jangan menghindar dari kami, jika
kamu ingin hidup”, tegur Yauri berhidung mancung tersebut.
Hoslo
terdiam sejenak sambil memikirkan cara yang tepat untuk menghindari para yuari
dari Vocare itu.
Tanpa
diduga oleh Hoslo ternyata Yuari Vocare lah yang telah membunuh istrinya
beberapa waktu lalu mereka menginginkan Hoslo menyerahkan Ray kepada Vocare
tanpa diketahui Loka Fugk. Sukaw memang tidak mungkin membiarkan Ray berada di
Fugk begitu saja. Keinginannya untuk mendapatkan Ray sebagai azzonya memang tak
bisa dia tahan lagi maka dengan segala cara dia berusaha untuk membawa Ray ke
Hrewa Kufe dengan atau tanpa persetujuan dari Loka. Dia mengutus beberapa Yuari
rahasia untuk menjalankan misi jahatnya tersebut namun Hoslo menyadari tujuan
jahat Sukaw setelah dia mendapatkan surat kedua beberapa hari lalu.
Untunglah
saat hal yang dikhawatirkan Hoslo terjadi Ray telah dia titipkan ke tuan Loka
dengan alasan dia akan pergi keluar pulau untuk sementara waktu. Ketika
dititipkan pada Loka, Ray masih dalam keadaan tidur. Hoslo takut jika Ray
bangun maka dia akan menangis dan ingin ikut.
“Kalian
fikir aku akan menyerahkan anakku begitu saja pada kalian? Cuih! Mimpi saja
dulu”. Hoslo mengeluarkan lingginya sebagai perlawanan.
“Hahahaha…
Lihat teman-teman, ada orang yang berani menantang kita. Kita cincang?”, tanya
yuari berhidung mancung pada teman-temannya dibelakang.
Secara
serempak ketujuh pria kekar itu menyahut, “Cincang dia!”.
Semua
yuari didepan Hoslo sekarang mengeluarkan linggi mereka masing-masing. Nafsu
membunuh mereka seperti berlimpah keluar dari cangkirnya. Pertarungan adu
linggi sengit pun terjadi. Pertarungan malam itu memang tidak seimbang tetapi
Hoslo terus berusaha melawan kedelapan yuari tersebut. Darah Hoslo menetes di
tanah Fugk. Salah seorang yuari berhasil mengenai lengannya. Meski begitu,
Hoslo masih sanggup meladeni gerakkan linggi para yuari yang ingin menebasnya.
Hoslo hanya ingin mengelabui para yuari dengan boneka di punggungnya. Para
yuari pasti tidak tahu kalau yang mereka sangka sebagai Ray adalah sebuah
boneka. Karena merasa terdesak, Hoslo berlari menghindar. Hoslo berlari
menerobos pepohonan dan rumput. Segenap kekuatannya dia kerahkan untuk mengulur
waktu.
Syat!
Sebuah linggi melintas disamping Hoslo. Sepertinya para yuari sudah sangat
marah pada Hoslo. Para yuari itu terus mengejar pria itu sambil berusaha
mengenai tubuhnya dengan linggi.
“Awas
kau ya!!! Linggi!!!!”. Salah seorang yuari yang memiliki kalung dilehernya
mengeluarkan linggi besar. Mata lingginya muncul dari dalam tanah.
Linggi-linggi batu sebesar tugu itu muncul secara tiba-tiba menghadang Hoslo.
Bentuknya yang segitiga menjulang tinggi membuat Hoslo tidak bisa melompatinya
sehingga dia menghindar dengan cara berbelok arah lari. Tetapi linggi-linggi
panjang itu terus bertambah dan akhirnya Hoslo tarkepung dideretan linggi
tersebut. Wajah ketakutan mulai tergambar diraut mukanya. Hoslo lagi-lagi
mengeluarkan linggi azzo.
“Kalian
yang yang memaksaku! Mati kalian!”. Hoslo marah besar dan mengeluarkan linggi
roh secara berlebihan. Sebuah linggi yang mirip seperti tanduk besar bercahaya
hijau teracung kehadapan para yuari.
“Linggi
apa itu?”. Salah seorang yuari tercengang.
Linggi
ditangan Hoslo memiliki kemampuan yang hebat, linggi itu menghancurkan
linggi-linggi batu milik yuari yang menjulang, hingga seperti debu, hanya
dengan menyentuhnya. Sekejap kemudian, area itu dipenuhi debu-debu linggi. Para
yuari terlihat kaget dan tercengang namun itu tak akan menghalangi mereka untuk
merebut Ray. Untuk mengimbangi kekuatan linggi aneh milik Hoslo, para yuari
melakukan sebuah ritual dengan menggabungkan kekuatan sehingga mampu membuat
linggi azzo besi. Linggi khusus itu bermata tipis dan lebar. Dari
penampilannya, linggi tersebut memang tidak meyakinkan namun ternyata setelah
yuari berhidung mancung menggunakan linggi itu untuk menyerang Hoslo, linggi
milik Hoslo tidak bisa menghancurkannya. Maka terjadilah pertarungan sengit
satu lawan satu. Kemampuan menggunakan linggi Hoslo ternyata cukup hebat
sehingga yuari itu kewalahan menghadapi Hoslo yang telah mengeluarkan kemampuan
iblisnya.
“Ini
tentang harga diri. Seberapa kuat kamu bertahan, tentu tak ada gunanya. Jika
kamu ingin tetap hidup, serahkan azzo itu sekarang! Jangan banyak tingkah kamu,
pengrajin pedang! Hiat!!!”.
Syat!
Trang! Trak! Trak! Trak! Syat…
Hoslo
terengah-engah melawan yuari itu. “A-ku.. pengrajin pedang yang punya tanggung
jawab! Siapa yang menitipkan azzo ini maka dialah yang harus mengambilnya. Kamu
tidak berhak sama sekali! Bahkan Naolla pun tidak berhak mengakui azzo ini!”.
Trak!
Syat-syat! Crrkkkk…crkkk… Trak!
“Kalau
itu mau mu. Aku akan segera memepertemukan kamu dengan istrimu!”. Yuari itu
melompat mundur lalu melenyapkan linggi ditangannya. “Yuari. Tunjukkan siapa
kita pada orang bodoh itu”.
Para
yuari mulai mengeluarkan linggi tanah biasa milik mereka masing-masing. Dengan
beruntun, mereka mengeroyok Hoslo sendirian. Hoslo memang memiliki linggi hebat
tetapi apabila diserang secara bertubi-tubi dan bersama-sama maka diapun tak
bisa berbuat banyak. Seluruh tenaganya terkuras dan pada akhirnya membuat Hoslo
kelelahan sehingga konsentrasinya menurun. Kesempatan itu tidak di sia-siakan
para yuari. Mereka terus mencerca Hoslo dan akhirnya beberapa linggi mengenai
dada dan perutnya sehingga Hoslo terluka parah dan sekarat. Para yuari
menghentikan serangannya dan tertawa senang melihat Hoslo terkapar. Salah
seorang yuari mengambil Ray dari tangan Hoslo. Dengan wajah sumbringah dia buka
kain penutup wajah Ray dan alangkah terkejutnya dia setelah tahu bahwa itu
bukanlah azzo yang mereka cari. Yuari itu langsung mencampakkan boneka tersebut
ketanah dan tanpa berfikir lagi dia keluarkan linggi untuk menebas tubuh Hoslo.
Crakkkk!!! Darah segar memancar keatas sebagai tanda akhir dari hidup Hoslo.
Didalam kematiannya, Hoslo tampak tersenyum bahagia. Mungkin dia berfikir bahwa
sebagai ayah Ray, dia telah melakukan hal yang benar. Selain itu hidup yang
abadi akan dia jalani di alam lain bersama mendiang istrinya.
***
Pagi
hari yang indah di La Paz. Tiupan angin lembut menyentuh dinding apartemen
Alvaro. Sentuhan apik indahnya langit pagi mencuri decak kagum dari Jheibo. Dia
terbang bolak-balik didekat jendela
sambil sesekali bertepuk tangan gembira.
Alvaro
yang baru selesai mencuci muka langsung mendatangi Jheibo. Dia tertarik dengan
tingkah lucu Jhei sambil melihat mentari pagi.
“Hahaha..
Kamu suka cahaya matahari pagi ya?”, tanya Alva.
Jheibo
mengangguk dan menjulurkan lidahnya. Tampaknya dia ingin menyampaikan bahwa
cahaya dapat membuat dia kenyang.
“Kamu
lapar?”.
Jhei
menggelengkan kepala lalu duduk di jendela sambil mengusap perut kecilnya.
“Hmmppp…
Kenyang?”, tebak Alva lagi.
Jheibo
langsung mengiyakan dan terbang kembali. Mimik wajah Jhei yang lucu membuat
Alva tersenyum sendiri.
Sementara
diatas tempat tidur, Ray juga tersenyum melihat ulah Jheibo. Ray sudah merasa
lebih baik pagi ini. Dia duduk dan bersandar diatas tempat tidur sambil
memperhatikan Jheibo dan Alvaro.
Alvaro
menolehkan kepalanya kearah Ray.
“Eh,
Ray. Sudah bangun? Hewan peliharaan kalian lucu sekali ya. Aku jadi mau
pelihara juga”. Alva mendekat kearah Ray dan duduk ditempat tidur, disamping
Ray.
“Jheibo
memang lucu. Mereka langka lho. Mungkin sudah terancam punah dihabitat
aslinya”, jawab Ray.
Mata
Alva memandang Ray lekat-lekat. Kebetulan saat itu Fiko sedang mencuci pakaian
dikamar mandi sehingga Ray dan Alva bisa ngobrol berduaan saja.
“Kita
belum kenalan, bukan? Aku Hucky Nagaray. Panggil saja aku Ray. Kalau kamu?”.
Ray mengulurkan tangannya.
“Oh,
aku Alvaro. Aku biasa di panggil Alva. Aku tinggal disini karena mengikuti
pamanku yang pindah kesini beberapa tahun lalu. Kalau boleh tahu, kamu semalam
kenapa Ray?”, tanya Alva.
“Aku…
ermmmm… Sepertinya hanya kelelahan saja”, jawab Ray sekenanya. “Kamu tinggal
disini sendirian?”.
“Begitulah.
Biar lebih mandiri saja. Kadang pamanku suka ketempat ini sewaktu-waktu hanya
sekedar menjenguk keadaanku. Tidak perlu khawatir Ray, anggap saja ini rumahmu
sendiri”.
“Terimakasih
ya Alva, kamu mengijinkan aku dan Fiko untuk tinggal disini. Ngomong-ngomong,
Fiko dimana?”. Ray melihat seluruh penjuru ruangan.
“Fiko?
Tadi katanya mau mandi terus mencuci baju”.
Jheibo
mendatangi Ray dan mencuim hidung Ray. Benar-benar menggemaskan Jheibo ini.
“Hahaha…
Jhei? Kamu suka suasana di bumi ya?”. Sepertinya Ray salah bicara.
“Bumi?
Memangnya Jheibo belum pernah kebumi Ray?”. Alva sepertinya curiga.
“Maksudku,
Jheibo. Suasana kota ini. Ya, maksudku suasana kota ini. Bukan begitu Jhei?”,
ralat Ray segera.
Jheibo
menganggukkan kepalanya kearah Alva.
Alva
tersenyum melihat Jheibo.
Jheibo
terbang keatas rambut Ray. Dia bermain-main diantara rambut hitam Ray.
Tiba-tiba, Jhei terjatuh keleher baju Ray dan kakinya terikat benang baju. Ray
berusaha menolongnya tetapi karena dia tidak bisa melihat kebelakang, akhirnya
Alva membantu Jheibo melepaskan diri. Untunglah Jheibo tidak apa-apa.
Ketika
Alva hendak menjauhkan badannya dari tubuh Ray, kakinya tergelincir kerena
salah bertumpu dan jatuh ketubuh Ray. Hidung Alva menyentuh pipi Ray dan
seketika membuat Alva terdiam sesaat. Mata Alva menatap kemata Ray. Hidung
mereka kini bersentuhan. Dari arah pintu muncul Fiko yang baru selesai mandi.
Melihat Alva dan Ray diatas ranjang dengan wajah sedekat itu, Fiko agak sewot
dan tidak senang. Dia menyelonong masuk dan menegur Jheibo.
“Jhei,
sedang apa kamu disitu?”.
Alva
keget dan menjauhkan wajahnya dari wajah Ray. “Fiko. Aku tadi tergelincir”.
Alva berdiri disamping tempat tidur.
“Oh…
Jadi tidak kita mencari kerjaan buatku?”, tanya Fiko jutek.
Dengan
agak takut Alva menjawab, “Jadi dong. Ayo siap-siap. Aku akan kenalkan kamu
pada salah seorang kenalanku. Mungkin kamu bisa kerja ditempatnya”.
“Ya
sudah”.
Ray
tahu bahwa Fiko pasti salah paham mengenai kejadian yang baru saja dia lihat.
Tetapi, Ray juga tidak bisa menjelaskan apa-apa saat ini. Dia takut Alva curiga
terhadap hubungannya dengan Fiko.
Setelah
berpakaian rapi, Fiko diajak Alva kesalah satu toko bahan makanan yang sedang
memerlukan pegawai. Disepanjang perjalanan mereka hanya terdiam membisu.
Tampaknya Fiko marah pada Alva. Namun karena Alva merasa tidak enak, akhirnya
dia membuka pembicaraan.
“Maafkan
aku Fiko. Aku tahu kamu pasti marah melihat kejadian tadi. Itu hanya
kecelakaan. Aku tidak mencium Ray sama sekali”.
Fiko
menghentikan langkahnya. “Aku mungkin percaya pada Ray, tetapi aku tidak
percaya denganmu! Kamu sepertinya punya tujuan pada Ray. Tatapan matamu pada
Ray yang mengatakan itu”. Fiko marah dan menunjuk-nunjuk wajah Alva.
“Tidak
Fiko. Aku tidak ada maksud apa-apa”.
Fiko
melanjutkan langkahnya. “Mungkin kalau aku tidak masuk, tadi kamu sudah mencium
Ray”.
Alva
tak bisa berkata-kata lagi. Dia hanya membuntuti langkah kaki Fiko.
“Kemana
ini?”, tanya Fiko setelah berada dipertigaan jalan.
“Kanan”,
jawab Alva.
Tanpa
menoleh, Fiko berjalan kekanan. Tampaknya Fiko masih agak kesal dengan Alva.
Fiko teringat akan kejadian di penginapan waktu itu. Ketika Adam memperjakai
Ray. Dia tak mau kejadian itu terulang kembali pada Ray. Memang tak bisa
dipungkiri kalau Ray memiliki wajah yang sangat menggoda untuk pria-pria sakit.
Bibir Ray yang sensual sangat mungkin menggelapkan mata siapa saja untuk segera
mencicipinya, tak terkecuali dengan Fiko. Langkah kaki Fiko seakan tahu kemana
dia harus melangkah. Fiko sama sekali tak memperdulikan Alva dibelakangnya.
Tak
berapa lama kemudian sampailah Fiko disalah satu toko dipasar yang menjual
makanan kebutuhan pokok. Rencananya Fiko ingin bekerja disitu. Toko yang
berukuran tidak terlalu besar itu dijaga oleh beberapa orang pegawai dan
pemilik toko. Alva mengaku mengenal pemilik toko tersebut sehingga dia ingin
memasukkan Fiko untuk bekerja disana.
Alva
mengenalkan Fiko pada sang pemilik toko dan akhirnya Fiko bisa kerja ditoko
tersebut. Fiko sangat berterimakasih pada pemilik toko yang bernama tuan Juan.
***
Dipulau
indah bernama Toshirojima, Diagta sedang bermain dengan para kucing.
Ditangannya telah ada semangkuk ikan segar yang dia dapat dari menangkap
dilaut.
“Waduh
hewan berbulu ini rakus sekali. Kewalahan aku memberi mereka makan. Ampun
deh!”, kata Diagta. Karena kesal, seluruh ikan yang tersisa didalam mangkuknya
dia tumpahkan ketanah sehingga para kucing itu tidak mengerubunginya. “Makan
tuh! Aku mau jalan saja lagi”. Diagta bangkit dari posisi duduknya dan mulai
berjalan kedepan. Entah dia mau kemana lagi setelah itu.
“Bosan
di Naolla terus, mending disini lebih hangat dan berangin. Aku kayaknya betah
disini. Biarkan saja Sukaw tua itu marah-marah diistana. Hahaha”. Diagta merasa
seperti benar-benar bebas sekarang.
Dari
arah atas turun Cre. Dia jatuh seperti melompat dari ketinggian. Diagta kaget
dengan kemunculan tiba-tiba Cre.
“Huh!
Hampir saja aku pingsan karena kaget. Ada apa Cre?”.
“Raja
Sukaw marah-marah. Ini semua gara-gara kamu!”, kata Cre.
Tidak
terima dengan tuduhan Cre, Diagta membalas ucapan Cre. “Lho, kok karena aku?
Apa hubungannya? Kalian pasti mejelek-jelekkan aku ya?”.
“Sukaw
marah karena kita tidak bisa melacak keberadaan Ray. Makanya aku kembali lagi
kesini untuk mencari sedikit informasi yang mungkin masih tertinggal di desa
ini”.
“Cari
saja kalau bisa. Tapi nanti saja. Bagaimana kalau kita jalan-jalan dulu.
Hahaha”, ajak Diagta seperti ingin mempengaruhi Cre.
“Aku
tidak tertarik dengan bumi. Aku mau ketempat itu lagi. Kamu mau ikut aku atau
tidak?”, tanya Cre jutek.
“Kamu
tahu dimana aku berada jika ingin melakukan kegiatan yang tidak berhubungan
dengan azzo itu”. Diagta berjalan meninggalkan Cre.
“Mana
aku tahu. Aneh kamu ini”.
“Aku
di pantai”.
Mereka
akhirnya berpisah kearah tujuan masing-masing. Dengan begitu mereka bergerak
sendiri-sendiri. Diagta sibuk dengan kegiatannya yang dia anggap liburan
sedangkan Cre ingin kembali mencari sedikit petunjuk dipuing-puing reruntuhan
rumah Ray.
Toshirojima
memang sedang berantakkan dan beberapa orang relawan sudah datang untuk
membantu merapikan pulau itu lagi. Diketahui bahwa Adam dan nyonya Aiko telah
meninggal dunia. Meskipun masih banyak warga yang selamat dari malam
penyerangan itu tetapi kejadian aneh yang mereka alami membuat pukulan tersendiri
bagi orang-orang di Toshirojima. Selain karena kehilangan rumah, harta benda
dan nyawa, penyebab kejadian yang tidak diketahui pasti juga menjadi tanda
tanya besar bagi warga pulau kucing dan Jepang. Kunci dari semua ini adalah
Fiko dan Ray yang telah meninggalkan Toshirojima.
Hampir
seharian Cre mencari petunjuk di sekitar Toshirojima namun tidak dia temukan
satupun barang atau petunjuk yang mampu memberi tahunya tentang keberadaan Ray
maupun Fiko. Dengan langkah malas dia menuju pantai untuk menghampiri Diagta.
Diagta
hanya duduk didekat pohon. Entah apa yang dia pikirkan sehingga terlihat
senyum-senyum sendiri.
“Diagta!
Kamu ini benar tidak mau pulang?”. Cre berdiri disamping Diagta.
Diagta
menoleh kearah Cre. “Buat apa aku bohong. Disini lebih nyaman dan santai. Kalau
di Hrewa Kufe aku selalu dimarahi Sukaw tua terus. Huh! Bagaimana sudah dapat
petunjuknya”.
“Belum.
Aku kehabisan cara untuk menemukan azzo itu. Mungkin kita harus memikirkan cara
yang lebih efektif lagi ketimbang harus memanfaatkan hajunba”.
“Hihihihi…
Kita? Kenapa harus kita?”.
“Lho,
kan kamu ketua kami. Kamu harus bertanggung jawab dengan masalah ini”.
Diagta
bangkit dari duduknya dan berdiri. “Kalian saja. Aku sudah tahu kemana Ray dan
Fiko pergi”.
“Sungguh?
Kamu ini jangan kebanyakan bercanda Diagta”.
“Nah,
aku serius. Buat apa aku bertahan disini tanpa melakukan sesuatu. Kamu kira aku
bodoh?”.
Cre
terdiam sambil memandang Diagta dengan penuh tanda tanya.
“Sudahlah,
sepertinya tidak ada gunanya aku bersusah payah mencari petunjuk”. Diagta
berniat pergi meninggalkan Cre.
“Tunggu.
Apa petunjuknya?”, cegah Cre.
“Kamu
mau tahu? Hmpppp.. Nanti saja ya..”. Diagta tetap melangkahkan kakinya menjauhi
Cre.
Cre
mengikuti langkah Diagta dan memastikan kebenaran dari ucapan ketua mereka
tersebut. “Tolong beritahu aku Diagta”.
“Baiklah,
jika kamu memaksa. Kamu lupa dengan kemampuanku yang mampu merubah linggi
menjadi azzo? Aku juga bisa melakukan kebalikannya”.
“Maksud
kamu, kamu juga bisa merubah azzo menjadi linggi? Setiap yuari bisa melakukan
itu. Jangan bercanda Diagta!”.
“Ya
sudah”. Blap! Diagta mengeluarkan lingginya kemudian dia lemparkan kearah Cre.
Cre
menyambutnya. “Untuk apa linggi ini?”.
“Lenyap!”.
Linggi kristal Diagta berubah kembali menjadi debu kristal.
“Mengapa
dijadikan azzo lagi?”, tanya Cre heran.
“Sekarang
kamu ubah lagi menjadi linggi”, pinta Diagta.
“Apa?!
Yang benar saja Diagta. Aku tidak bisa. Kamu tahu bukan bahwa aku dan kamu
tidak mempunyai bentuk perubahan linggi yang sama”.
“Keluarkan
linggi batumu dan ubah menjadi azzo didepanku. Cepat!”.
Cre
masih agak bingung tetapi dia keluarkan linggi batunya sesuai permintaan Diagta
setelah itu diberikan pada Diagta dan dia rubah menjadi asap debu azzo kembali.
Setiap
azzo yang telah dibuat linggi pada dasarnya bisa dibuat lagi menjadi azzo atau
mempengaruhi benda lain sehingga benda itu menjadi jejak azzo. Linggi berazzo
tanah akan bisa kembali kebentuk debu. Linggi air akan berubah kembali menjadi
azzo embun dan azzo api akan menjadi asap atau jika mempengaruhi benda lain
linggi api akan membuat bendanya menjadi abu dan arang. Namun untuk linggi berazzo
angin dan roh mereka akan lenyap begitu saja berbaur dengan alam sehingga azzo
jenis angin dan roh dianggap azzo yang paling hebat karena bagi penggunanya
bisa membuat linggi dari atau tidak dari tubuh tuannya jika berhasil merubah
linggi menjadi azzo lagi.
Kembali
kepada Diagta. Dia mendekat kearah Cre lalu mulai memperlihatkan debu ditangan
kanannya. Tanpa banyak bicara lagi, Diagta mulai merubah azzo itu menjadi
linggi dengan mudah.
Cre
tampak kaget melihat itu. “Diagta? Kamu… “.
“Biasa
aja dong, Cre. Jangan memasang tampang seperti orang bodoh begitu. Hahaha… Aku
kan sudah bilah bahwa aku bisa merubah azzo menjadi linggi kembali”, jelas
Diagta.
“Lalu
apa hubungannya dengan azzo dewa itu?”.
Diagta
melenyapkan linggi yang ada ditangannya. “Aku yakin, sedikit abu atau apapun
masih bisa kita temukan disekitar sini. Dengan sedikit petunjuk itu, aku bisa
merubahnya menjadi linggi lagi dan meminta hajunba mencari penggunanya.
Bagaimana? Hebat bukan?”.
Cre
tersenyum lalu mereka tertawa lebar.
Sekarang
didepan Raja Sukaw, Diagta menyampaikan caranya. Diruangan tersebut ada Juyu,
Vehu, Koloji dan Juga Cre.
“Jadi
tujuan kita sekarang adalah menemukan jejak linggi Fiko dan memanfaatkannya
untuk mencari azzo dewa?”, tanya Juyu.
“Ya.
Tepat sekali nona cantik”, jawab Diagta.
“Ih…
Jijik aku dengan kamu Diagta”. Juyu mencemooh Diagta.
“Hahaha…
Siapa juga yang mau dengan cewek macho seperti kamu. Dasar”, sahut Diagta.
Sukaw
memotong pembicaraan mereka. “Baiklah Diagta. Aku akan menuruti permintaanmu
untuk mencari jejak linggi Fiko. Berapa banyak yuari yang kamu perlukan?
Seratus? Dua ratus?”.
“Maaf
tuan. Sebelum tuan memerintahkan beberapa yuari untuk mengikuti kami, ada yang
harus tuan pikirkan terlebih dulu. Apakah dengan semakin banyaknya yuari dibumi
tidak akan menimbulkan kecurigaan pada kita?”, tanya Cre.
Raja
Sukaw berfikir sebentar. “Aku sudah tidak peduli. Kalau ada manusia yang
melarang atau macam-macam dengan kalian, langsung dipenggal saja. Mengerti?”.
“Mengerti
tuan”, jawab Cre.
“Juyu.
Segera kamu pilih yuari-yuari untuk mengikuti mereka kebumi”.
“Baik
tuan. Saya mohon pamit dulu”. Juyu beranjak dari tempat duduknya dan
meninggalkan ruangan tersebut.
“Kami
juga mau pergi tuan. Akan segera kami temukan azzo itu. Percayakan semuanya
dengan kami”, ucap Cre.
Keempat
pria itu melakukan hormat yuari dan setelah itu berlalu pergi untuk menjalankan
tugas.
Juyu
terkenal dengan orang yang bergerak cepat. Dia kini mengumpulkan para yuari
Hrewa Kufe untuk mempersiapkan diri kebumi. Tidak semua yuari dia tunjuk untuk
menjalankan misi ini. Hanya yuari-yuari yang memiliki kemampuan linggi anginlah
yang dia tugaskan. Sekitar dua ratus yuari berbadan tegap itu kini telah siap
untuk menuju bumi. Secara berkelompok, yuari itu masuk kedalam hajunba khusus
mengikuti regu yang dipimpin Diagta.
Sepertinya
peperangan kedua antara Fugk dan Vocare akan segera dimulai. Peperangan yang
hanya bertujuan untuk mempertahankan ego masing-masing. Disatu sisi peperangan
kali ini bertujuan untuk melindungi Ray dari Sukaw dan dikubu lain ini
bertujuan untuk mendapatkan kekuatan abadi. Jika Ray bisa memilih untuk tidak
diturunkan maka dia akan memilih itu. Namun ini semua sudah menjadi
perjanjiannya dengan dewa dan Raja Vocare X. Siapapun orang yang berhasil
mengendalikan kelima azzo dan perubahannya maka dia bisa meminta azzo dewa
untuk melengkapai kekuatannya. Terlepas dari perjanjian itu, sebenarnya tujuan
dari diturunkannya Ray itu sendiri masih misterius dan sulit untuk dipecahkan.
Apakah Raja Vocare X ingin menunjukkan kebenaran atau menimbulkan kekacauan
besar di Naolla? Bahkan sampai saat ini keberadaan Raja Vocare X masih tidak
diketahui. Apakah beliau sudah mati atau masih hidup? Inilah pekerjaan besar
bagi Naolla untuk segera diselesaikan. Diatas tanah Naolla masih ada hutang
kedamaian yang harus ditegakkan. Dibawah langit Difu dan Aste masih banyak
orang yang berjanji untuk melihat keadilan. Ini semua tak akan terwujud dengan
sendirinya tanpa ada orang yang bersedia mengorbankan sebagian atau seluruh
hidupnya untuk tujuan itu. Melihat ke siapa lagi mata kebenaran? Kepada Ray?
Fiko? Loka? Tak ada yang tahu siapa orang yang bisa menjanjikan kedamaian.
Hanya saja kebenaran itu tahu siapa orang yang tepat untuk mengendongnya diatas
hamparan tanah Naolla.
Keheningan
malam yang dingin menyingkap kegaduhan langkah kaki ratusan orang yuari Vocare.
Mereka tanpa membuang-buang waktu lagi langsung menuju lokasi pertempuran
yuari-yuari tempo hari dengan Fiko. Harapan mereka hanya satu, yaitu menemukan
jejak azzo Fiko yang mungkin masih tersisa. Para yuari itu mengambil
tanah-tanah yang mereka yakini berisi jejak azzo Fiko dan diserahkan pada
Diagta.
“Ayo
cepat! Aku tidak mau menunggu terlalu lama begini. Kalian kira aku punya banyak
waktu apa?”. Lagak Diagta memang sudah seperti seorang raja.
Terlihat
beberapa yuari menatapnya dengan pandangan tidak suka. Siapa yang terima kalau
disuruh oleh orang yang lagaknya selangit seperti Diagta. Juyu yang berdiri
disamping Diagta pun mencibirnya. Mungkin jika Juyu tidak sedang membutuhkan
kemampuan Diagta, dia sudah memukul kepala Diagta menggunakan lingginya. Namun
seluruh Hrewa Kufe sudah tahu bagaimana sifat Diagta sehingga mereka terkadang
sudah menganggap omongan Diagta sebagai omongan dari orang tidak waras.
“Belum?
Ini tidak ada jejak azzonya. Aduh… lama sekali. Huahhhmmmm ..”, Diagta menguap.
Dia kembali menyuruh yuari yang membawakan tanah kehadapannya untuk mencari
tanah lain karena tanah itu tidak memiliki jejak azzo.
Hanya
dengan berbekal cahaya dari lampu stik yang mereka bawa dari Naolla, para yuari
itu terus mencari jejak azzo.
“Mau
aku lempar tanah saja wajah Diagta itu”, kata salah seorang yuari pada temannya
yang sambil mencongkel tanah dengan menggunakan linggi.
“Nih
ambil tanahku. Lempar saja kewajahnya yang tidak rata itu”. Yuari itu menunjuk
kearah tanah yang sedang dia congkel. “Ckckck… Kalau kamu berani silahkan
saja”.
Yuari
yang berdiri itu terdiam lalu kemudian melakukan kembali pekerjaanya untuk
mencari jejak azzo.
Diagta
yang mulai jenuh mendatangi para yuari. Tampaknya dia mau melakukan sesuatu.
“Cepat hentikan pekerjaan kalian siput Naolla. Terlalu lambat! Sudahlah. Sekarang
kalian merapat kepadaku. Aku butuh azzo kalian unutk mendukungku. Ayo!”.
Ratusan
yuari itu mulai mendekat kearah Diagta. Walaupun wajah mereka masih tampak
bertanya-tanya mengenai perintah Diagta tersebut akan tetapi mereka juga tidak
bisa berbuat apa-apa.
“Ada
apa Diagta? Mengapa pencarian ini dihentikan?”, tanya Juyu.
“Stttt..
Kamu diam saja. Lihat apa yang bisa kamu kagumi dari aku. Hehe”. Diagta
mengedipkan mata kearah Juyu.
“Cuih!
Dasar otak udang”.
“Ayo
kesini cepat! Cepat!”, perintah Diagta lagi. Tampaknya Diagta memang sengaja
memanfaatkan kesempatan untuk memerintah para yuari sesuka hatinya.
Ketika
semua yuari telah berkumpul didepannya, Diagta memerintahkan para yuari untuk
meminjamkan dia tenaga agar dengan tangannya sendiri dia akan mengubah apa saja
yang berhubungan dengan jejak azzo diarea yang luas. Ini semacam transfer
kekuatan sebab Diagta sadar kalau kekuatannya tidak akan mampu menyebarkan azzo
angin atau tanah dalam wilayah yang luas. Cara ini sama seperti ketika keempat
yuari yang menyerang Ray dan Fiko menggunakan linggi bertangkai panjang malam
itu.
“Mulai!”,
perintah Diagta.
Para
yuari mulai menunduk menyentuh tanah dan berkonsentrasi mengeluarkan azzo
masing-masing untuk mempengaruhi tanah dan udara Toshirojima. Diagta pun mulai
menyerap azzo itu untuk mulai
mempengaruhi udara dan tanah pulau itu. Ini seperti membuat linggi dalam jumlah
besar. Tentu kekuatan Diagta akan terkuras habis untuk jurus ini. Dihadapan
Diagta dan para Yuari, tepatnya ditengah-tengah mereka, sekarang terbentuk
pusaran angin yang besar perwujudan dari azzo yang keluar dari dalam tanah.
Angin itu mengisap jejak-jejak azzo yang masuk kedalam radiusnya kemudian tugas
Diagta merubah azzo-azzo itu menjadi linggi. Ratusan Linggi berbagai bentuk dan
ukuran kini jatuh ketanah sampai angin itu hilang dan lenyap karena berhasil
diubah oleh Diagta menjadi linggi semuanya.
Setelah
semuanya selesai, kedua tangan Diagta mengelupas dan berasap. Mungkin inilah
efek samping dari jurus dahsyatnya.
Juyu
dan semua yuari tercengang melihat kemampuan Diagta kali ini. Tak ada kata-kata
protes yang keluar dari mulut mereka karena sudah melihat dengan mata kepala
sendiri kehebatan jurus Diagta. mungkin inilah yang membuat Raja Sukaw
memepertahankan pria menyebalkan itu di Hrewa Kufe.
“Aduh…
Juyu… Aduh… Bagaimana ini? Fuhhhh ffuuuhhh”, Diagta meniup-niup tangannya yang
melepuh.
“Sampai
melepuh begini? Jurus apa itu tadi?”. Juyu mendekati Diagta.
“Hehehe…
Sudah aku bilang, kamu akan kaget. Itu jurus keluarga kami, tetapi sudah aku
modifikasi sedikit. Tapi baru kali ini tanganku sampai melepuh begini”.
“Sekarang
apa yang harus kami lakukan Diagta?”, tanya Koloji.
“Cari
linggi Fiko. Lingginya pasti ada ditumpukkan linggi-linggi itu”.
Para
yuari mulai memilah-milah ratusan linggi tersebut. Ternyata Diagta memang bukan
orang sembarangan.
“Pantas
saja Tuan Sukaw mempertahankan orang itu. Ternyata , kekuatannya sungguh luar
biasa”, kata Cre pada Vehu.
“Itu
tadi apa Cre? Kok dia bisa membuat azzo kita menjadi linggi. Mustahil”. Vehu
mengais-ngais linggi didepannya.
“Aku
juga baru tahu kemampuan Diagta. Dia memang bukan orang sembarangan. Dia istimewa.
Pantas saja sejak dulu dia tetap dibiarkan Sukaw ada di Hrewa Kufe. Padahal
kalau kita sampai melakukan hal yang biasa Diagta lakukan dihadapan Sukaw, kita
sudah mati dipenggal”, ucap Cre.
“Dia
hebat ya, Cre? Apakah kamu kalah hebat?”, tanya Vehu.
“Mana
mungkin aku kalah hebat oleh orang gila seperti Diagta. Dia itu tidak terlatih
seperti kita. Ayo cepat cari linggi Fiko dan cepat kita selesaikan tugas ini.
Aku sudah muak diperintah oleh Diagta terus”.
Merekapun
melanjutkan pekerjaan mereka. Setelah terus mencari linggi Fiko ditumpukkan
linggi-linggi itu, akhirnya beberapa linggi api ditemukan diantara ratusan
linggi itu. Mereka mengumpulkan beberapa linggi Fiko ditempat tersendiri.
Ditumpukkan linggi tersebut juga ada serpihan linggi batu yang tampaknya
berukuran besar. Mungkin itu linggi yang dikeluarkan oleh yuari-yuari yang
bertarung melawan Fiko dan Ray sebelumnya.
“Aduh
tanganku melepuh. Bagaiman ini? Sudahlah. Kalian urus saja selanjutnya, aku mau
mengobati tanganku terlebih dahulu”. Diagta meninggalkan para yuari.
Sekarang
Juyu mengambil alih untuk mengatur para yuari. Dengan wajah seriusnya Juyu
berjalan ketengah kerumunan para yuari.
“Kalian
harus segera kembali ke Naolla. Aku rasa kita sebaiknya kembali untuk sementara
waktu agar bisa memepersiapkan diri dan tenaga. Ayo! Sadio iola!”. Juyu menepuk
lutut kanannya tiga kali.
Seluruh
yuari menyahuti ucapan Juyu sambil menepuk lutut, “Sadio iola!”. Setelah itu, seluruh
yuari bergegas menuju pintu hajunba yang sudah dipersiapkan.
Gesekan
kaki seseorang terdengar teratur diatas tumpukkan daun kering. Sesekali jatuhan
kelopak bunga juga mengiringi langkah kaki mereka. Didepan mereka terlihat air
berwarna agak kehijauan mengalir. Mereka yang berjalan itu adalah Wyhh dan Xano
yang sedang menyusuri hutan Retwa scerapt
untuk keluar dari dalamnya. Hari kali ini terasa tidak terlalu terang
karena langit Naolla sedang dikuasai Difu dan Aste. Langit putih itu agak
sedikit kusam hari ini. Jika mereka beruntung, mereka akan keluar dari hutan
itu sebentar lagi dan mencari jalan menuju daerah sila lain di Oqaca. Memang
mereka belum bisa bernafas lega untuk sementara ini mengingat diluar sana pasti
banyak para yuari sedang bersiaga diseluruh penjuru Oqaca sedang mencari Xano dan Wyhh. Tatapan
kekhawatiran pikiran Xano pada Qwed yang tertangkap juga tak bisa
disembunyikan. Sekarang Xano berfikir keras bagaimana harus membebaskan Qwed.
Dia tidak mau Qwed disiksa dan diperlakukan kurang menyenangkan. Dia tentu
harus bertanggung jawab. Walau bagaimana pun Qwed tetap teman Xano.
“Sudah
lama kita menyusuri hutan ini namun tak ada tanda-tanda kita akan kesila lain
diluar hutan, Wyhh” kata Xano sambil berjalan.
“Mungkin
kita harus bersabar sedikit tuan. Tuan masih kuat kan?”,tanya Wyhh memastikan.
“Walaupun
sudah berumur seperti ini aku masih sanggup bertarung Wyhh. Jangan remehkan
otot-otot ku ini”, sombong Xano sambil menunjukkan otot lengannya pada Wyhh
yang berada dibelakangnya.
Wyhh
tertawa, “Hahahaha… Iya aku percaya dengan tuan”.
Mereka
terus berjalan sambil mengagumi keindahan hutan itu. Tampak hewan-hewan unik
dan cantik mendiami hutan lebat dan tenang ini.
“Itu
Neehe, bukan?”, tunjuk Xano pada seekor kelelawar kecil bersisik biru muda dan
memiliki kantung didadanya serta memiliki ekor yang sangat panjang.
Wyhh
melihat kehewan yang ditunjuk Xano. “Oh, iya tuan. Itu disana juga ada.
Sepertinya Neehe menyukai hutan yang tenang dan rimbun seperti ini”.
“Hutan
ini memang sangat nyaman untuk tempat tinggal sebagian hewan langka. Kamu
berapa kali kesini, Wyhh?”.
“Apa?
Tuan bertanya apa? Jangankan kehutan ini, mendengarnya saja aku tidak pernah
mau kesini tuan”, Wyhh sedikit takut.
“Hahaha…
Ya sudah. Kamu akan ikut aku saja kan Wyhh?”.
“Ikut
tuan kemana?”.
“Kemana
saja. Kamu tidak akan kembali kesana lagi bukan?”, tanya Xano.
Wyhh
terdiam sejenak.
“Bagaimana
Wyhh?”.
“Bukannya
aku menolak, tetapi bagaiman dengan kehidupanku di Oqaca tuan? Aku masih perlu
menjalani hidup sebagai orang Oqaca kembali”.
“Kamu
kan sudah terlihat membantuku melarikan diri dari Oqaca, tentu ini akan berbahaya”,
terang Xano lagi.
Wyhh
kembali membisu. Tatapannya terlihat memikirkan sesuatu.
“Wyhh.
Kamu ikut saja denganku. Percuma kamu tinggal disini. Kamu pasti ditangkap dan
dipenjara oleh Cekai”. Xano terus mencoba membujuk Wyhh untuk ikut bersamanya saja.
“Saya
memang salah tuan. Saya sudah membantu seorang buronan kabur. Tetapi apakah
saya tidak merepotkan tuan? Kalau saya kabur dan melarikan diri bersama tuan,
saya akan mendapat hukuman yang lebih berat nantinya.”, tolak Wyhh.
Xano
menghentikan langkah kakinya sejenak lalu dia memalingkan badan kearah Wyhh. “Kamu
mau dihukum begitu saja? Jujur Wyhh, aku merasa tidak enak membiarkanmu
ditangkap. Kamu sudah membantuku untuk kabur dari para yuari. Setidaknya aku
akan menjagamu diluar sana. Aku tahu dimana tempat yang sesuai untuk
persembunyian kita dan lagi menyerahkan diri sekarang atau ditangkap nanti
tetap akan dipenjara juga. Tetapi, kita harus segera keluar dari hutan ini
terlebih dahulu dan menemukan jalan kesila terdekat. Aku tidak mau berada di antara
pohon Retwa scerapt ini terus”, ucap Xano.
Wyhh
terdiam dan matanya tampak kaget. “Tuan? Tuan baru saja mengucapkannya! Tuan…”.
Xano
tersadar bahwa dia telah menyebut nama tumbuhan hutan itu secara lengkap. Ini
memang merupakan pantangan dan sebenarnya ini tak boleh dilakukan. Apakah yang
akan terjadi dengan hutan ini?
Xano
menoleh kebelakangnya dan pohon-pohon tampak menggeliat seperti hidup dan
terbangun dari tidur panjangnya. Para serangga dan hewan-hewan hutan
berhamburan. Dari arah belakang Wyhh, terlihat puluhan Jingwa, hewan berkaki satu dan memiliki wujud
menyerupai landak sebesar banteng, yang tampak sangat marah.
Xano
dan Wyhh mulai panik dan tampa pikir panjang lagi mereka segera berlari
menerobos rimbunnya hutan dan pohon-pohon monster tersebut. Terpaksa Xano
beberapa kali harus mengeluarkan lingginya agar mereka berdua tidak termakan
pohon-pohon tersebut.
Semua
pohon seperti bisa memanjangkan akar, batang atau rantingnya untuk menangkap
Wyhh dan Xano. Sementara itu, bermacam-macam hewan buas juga terus mengerubungi
mereka berdua. air mulai meluap dan merendam kawasan hutan. Ini memang sebuah kutukkan.
“Tuan?
Airnya bertambah dalam. Bagaimana ini? Kita akan semakin sulit melarikan diri.
Aku tidak mau mati dihutan ini tuan”. Wyhh sangat panik. Dia berusaha
menyingkirkan ranting-ranting pohon yang ingin melilitnya.
Sebenarnya
ini memang situasi yang sangat sulit bagi Xano dan Wyhh untuk bisa kabur dengan
selamat dari dalam hutan. Selain akar tanaman yang tidak terlihat
pergerakkannya akibat terendam air, mereka juga mengalami kendala untuk
melarikan diri karena air menghambat laju langkah mereka. Hampir saja Xano
pasrah namun dengan sedikit mengerahkan kekuatannya, di berusaha merubah air
disekitar mereka terpengaruhi azzo dan bisa dia kendalikan. Cara ini berhasil
sehingga sekitar raduis satu meter, air disekitar kaki mereka mengering dan
tanah terlihat.
“Ayo
Wyhh. Ikut aku dan jangan sampai tertinggal”.
Wyhh
mengikuti langkah kaki Xano. Mereka terus berlari sambil Xano mengeluarkan
lingginya untuk mencoba menghindari ranting-ranting pohon Retwa scerapt.
Disekitar mereka juga tampak hewan-hewan buas menunggu untuk menerkam mereka
salah satunya adalah hewan berkaki panjang, berbulu merah lebat dan berbadan
ceper yang mirip seperti katak berbulu
sebesar singa yang dikenal dengan Henje Terezse. Puluhan Henje menunjukkan
taringnya yang basah akibat tetesan liurnya.
“Wyhh,
aku tidak tahu lagi harus kemana? Aku sudah kelelahan Wyhh. Kita tidak akan
selamat dari sini kalau kita tidak secepatnya menemukan jalan keluar”.
Tampaknya Xano mulai mengalami keputus asaan akibat tenaganya sudah terkuras
habis.
“Bertahan
tuan! Kita pasti akan selamat karena tuan adalah salah satu orang terbaik Hrewa
Kufe. Tuan…”, Wyhh berusaha menyemangati Xano.
Xano
mulai berusaha berhenti mengeluarkan linggi dan berkonsentrasi membuat jalan
dengan mengendalikan air berazzo disekitarnya untuk mempermudah langkah kaki
mereka.
Kaki
Wyhh berhasil tertangkap akar pohon sehingga dia terjatuh dan tertinggal. Tubuh
Wyhh tenggelam kedalam air.
Xano
menghentikan langkahnya dan berusaha menolong Wyhh. Dari kiri dan kanan mereka,
Henje mulai bersiap-siap menerkam Wyhh. Xano benar-benar khawatir dan sedikit
panik. Dengan mengeluarkan seluruh kekuatan azzonya dia buat area azzo lebih
luas sekitar lima meter sehingga akhirnya Wyhh tidak tenggelam dan dengan
kemampuan lingginya, Xano memotong akar yang melilit kaki Wyhh lalu mereka
kembali berusaha lari dari tempat itu.
“Wyhh,
kemana lagi ini? Kita tidak tahu jalan keluar dari hutan ini”.
“Aku
juga tidak pernah masuk kehutan ini tuan. Aku tidak tahu jalan keluar. Kita
berharap saja didepan sana ada jalan keluarnya”, kata Wyhh.
Wajah
mereka berdua sudah sangat kotor dan dekil. Disalah satu sisi hutan memang ada
tebing namun kemana arahnya, Wyhh juga tidak tahu. Sehingga kini mereka hanya
bisa terus bertahan menghadapi serangan dari pohon-pohon yang hidup dan
sesekali terkaman dari hewan-hewan buas penghuni hutan.
“Kamu
dengar itu Wyhh?”, tanya Xano ketika mendengar ada air yang jatuh. Sepertinya
itu suara air terjun.
Wyhh
memasang telinganya baik-baik. “Iya tuan. Sepertinya itu suara air yang jatuh.
Tidak salah lagi, kita sudah dekat dengan sisi hutan”,kata Wyhh.
Mereka
pun bergegas menuju sumber suara itu. Ternyata benar bahwa itu berasal dari suara
air terjun yang jatuh kedasar tebing yang tinggi sekali.
“Gawat
ini. Kita bisa terseret kebibir tebing dan jatuh kebawah tuan”.
Xano
berfikir sejenak. “Aku punya ide. Sekarang kamu pegangan denganku dan jangan
sampai lepas”, ucap Xano sambil mempersiapkan linggi ditangannya.
Wyhh
mengangguk paham.
Dibelakang
mereka akar-akar dan ranting semakin banyak dan panjang ingin menangkap Xano
dan Wyhh. Selain itu ancaman juga datang dati ratusan Henje yang mulai
menerjang mereka berdua. melihat itu, Xano langsung terjun kedasar tebing.
Pilihannya adalah mati dengan penuh perlawanan atau mati sia-sia? Sekarang Xano
dan Wyhh sudah terjun kedasar tebing dan berharap antara hidup atau mati.
Dengan
segera Xano merubah cadangan lingginya menjadi azzo dan mulai berusaha
mempengaruhi air terjun tersebut. Walau kesempatan yang tercipta hanya beberapa
detik tetapi dia harus mencobanya agar bisa jatuh dengan selamat. Untunglah dia
berhasil mempengaruhi air tersebut dan membuat air ditangannya seolah-olah
setengah linggi dan setengah air murni sehingga dia mendapat sedikit hambatan
agar tidak terlalu sakit jatuh kebawah.
Blurrrr!!
Mereka jatuh dengan selamat.
Wyhh
dan Xano berenang sebentar lalu merelakan tubuh mereka terbawa air hingga jauh
untuk melewati tingginya tebing. Kalau mereka memanjat, itu tidak akan mungkin
dalam kondisi tenaga seperti ini jadi mereka hanya diam dan terbawa arus.
Hitung-hitung mengumpulkan tenaga yang terkuras habis saat berusaha melawan
pohon-pohon dan para hewan buas tadi.
Mungkin
jika yang terjebak bukan Xano, orang didalam hutan itu pasti sudah mati.
Untunglah Xano memiliki azzo air sehingga bisa mempengaruhi genangan air yang
merendam tubuh mereka. Hutan itu kembali tertidur setelah tak berhasil
mendapatkan tubuh Xano dan Wyhh. Benar-benar hutan yang bisa dikatakan sangat
berbahaya bahkan untuk orang sehebat Xano. Dia memang bukan orang yang hebat,
namun dia adalah orang yang tepat untuk bisa melarikan diri dari hutan
tersebut. Untung Xano memiliki tenaga yang cukup disaat-saat terakhirnya tadi
kalau tidak, sudah dijadikan santapan akar-akar pohon atau para binatang buas
mereka berdua. Disinilah sekali lagi Xano membuktikan bahwa dia bukan orang
sembarangan dan harus diperhitungkan oleh Sukaw Torana jika suatu saat nanti
Xano kembali untuk menyerang kerajaan Vocare.
Riak
air sungai telah membawa tubuh kotor mereka menjauh dari hutan namun disudut
lain di Hrewa Kufe, sedang berdiri seorang gadis cantik mengenakan topi merah
dan baju putih. Wajahnya yang menunduk memperhatikan kedua tangannya yang
sedang terkepal seperti orang yang berdoa. Dia berdiri dilantai dasar,
sebenarnya lantai tambahan, Hrewa Kufe yang berada dibagian luar bangunan
tersebut. Lantai bagian ini mirip seperti dermaga yang tentunya masih terbuat
dari batu yang sama dengan Hrewa Kufe. Orang-orang biasanya memanfaatkan bagian
itu untuk memancing, rekreasi, atau tempat memberi makan para Sorze dan
kegiatan lainnya yang berhubungan dengan Hrewa Kufe.
Gadis
manis itu memiliki rambut hitam lebat dan lurus sepunggung. Entah mengapa air
matanya menetes hingga jatuh kedanau Opgareca. Dia sedang menangisi sesuatu.
“Ayah
aku ingin menemuimu didasar danau. Aku mau kamu tahu bahwa hidup di Hrewa Kufe
tidak seindah kelihatannya. Aku mau menjadi orang yang baik dan tidak bahagia
diatas kesedihan orang lain. Jika aku masih berada di Hrewa Kufe maka aku akan
terus membiarkan tangis pilu dan menjatuh kan darah tak berdosa di Naolla. Aku
mau ayah mendengarkan aku”. Gadis cantik yang berusia sekitar enam tahunan itu
menangis seolah-olah sedang berbicara dengan ayahnya yang sudah meninggal.
Air
matanya yang jatuh terus membuat
wajahnya terlihat basah dan sembab.
Dari
arah ujung sana tampak seorang wanita paruh baya dengan anak lelakinya menatap
ke anak gadis itu. Dia sepertinya ingin tahu apa yang dilakukan anak itu
disana.
“Sepertinya
itu Cville, Oep. Ayo kita datangi. Dia bisa terjatuh kalau tidak hati-hati”,
kata wanita itu pada anaknya yang dia pegang tangannya.
Setelah
dia menghapiri Cville, dia menundukkan badan dan mengusap punggung anak itu.
“Cville… Kenapa kamu nak? Jangan terlalu dekat dengan bibir lantai. Nanti kamu
terjatuh. Ayo mundur sedikit, bibi mau bicara dengan Cville”, kata wanita itu
ramah.
Cville
menoleh kearah wanita itu dan mau melangkahkan kakinya mundur.
“Kenapa
kamu nak, kok menangis? Anak cantik tidak baik menangis. Nanti danau Opgareca
marah lho”. Wanita itu menjongkokan badan didekat Cville.
Cville
masih diam membisu sambil mengusap-usap hingus akibat dia menangis tadi.
“Ini
ambil”. Oep menyerahkan sapu tangannya untuk Cville.
Cville
mengambil sapu tangan tersebut dengan agak malu-malu lalu mengusap air mata dan
hingusnya.
“Sekarang
kamu tolong jelaskan pada bibi, apa yang membuatmu menangis didekat danau ini?”,
pinta wanita itu lagi.
“Aku
rindu dengan ayah, Bi… Aku ingin menyusul ayah”. Dia kembali menangis.
Wanita
itu sedikit kaget. Dia sedikit paham dengan apa yang dirasakan anak gadis itu.
Ayahnya meninggal beberapa waktu lalu akibat terjatuh saat memanjat pohon.
Sekarang anak itu hanya tinggal dengan neneknya karena ibu anak itu juga sudah
pergi dengan lelaki lain entah kemana. Semenjak itu Cville sedikit sedih jika
melihat teman-temannya yang masih
memiliki keluarga yang lengkap. Wanita itu memeluk Cville dan meletakkan kepala
gadis itu dipundaknya. “Cville, sayang… Jangan sedih ya. Kamu masih beruntung
bisa hidup tenang di Hrewa Kufe. Banyak orang-orang diluar sana yang hidup
kesusahan. Kamu jangan menangis ya”, pinta wanita itu.
Cville
merasa agak tenang sekarang. “Tetapi disini hidupku diatas kesidihan orang lain
Bi. Aku tidak ingin begini”.
Wanita
itu terdiam sejenak. “Kamu tidak boleh berfikiran begitu. Ini sudah kehendak dewa.
Jika kamu mau membantu orang-orang yang sedang kesusahan diluar sana, kamu
harus cepat besar dan jadi orang yang kuat agar bisa menolong siapa saja yang
membutuhkan. Jangan sedih lagi ya, Cville. Kasihan nenekmu yang selalu
menyayangi Cville. Cville juga sayang nenek, bukan?”.
Cville
mengangguk.
Wanita
itu menegakkan Cville berdiri lalau mereka mulai meninggalkan tempat itu.
“Kita
pulang kerumah ya. Kasihan nenek Cville pasti khawatir dengan keadaan Cville”,
bujuk wanita itu.
Cville
mulai sedikit tenang.
Indahnya
Hrewa Kufe terpantul didanau Opgareca yang tenang dan dalam. Sambil berjalan,
Oep sesekali terlihat menggoda Cville dengan memegang tangannya namun Cville
menyingkirkan pegangan tangan Oep.