Musim duren tahun
ini membuat aku pusing. Gimana nggak pusing? Saking banyaknya yang jual duren
di pinggir jalan, dari arah sekolah sampai gang dekat rumahku semuanya bau
duren. Walau aku sebenernya suka duren tapi kalau kelamaan mencium udara yang
terkontaminasi aroma duren juga nggak enak, tapi malah enek! Untung aku
terbantu dengan masker yang sengaja aku bawa untuk mengurangi debu yang masuk
ke hidung jadi sedikit berkurang beban hidung mancungku ini. Pokoknya kalau
bule-bule lewat jalanan ini pasti mereka muntah deh.
Musim duren
memang menjadi berkah tersendiri bagi penjual duren tetapi musim duren kali ini
tidak hanya menguntungkan bagi mereka namun juga menjadi berkah tersendiri
buatku.Kok bisa ya? Kasih tau nggak yahhhhh???? Hehehehe.. Karena pada cerita
kali ini, semua ada hubungannya dengan buah duren dan “duren”,duda keren. Nah
lho duda keren toh? Huh… Pantesan. Duren yang aku temui ini bukan sembarang
duren. Dia adalah seorang duren dan juga seorang polisi dan yang paling anehnya
lagi hubungan kami berawal dari buah duren. I Love Duren!
Aku ingat, hari
itu jum’at sore. Aku yang dari tadi main PS sendirian di rumah tiba-tiba
dipanggil ibu.
“Bayu… Cepet
kemari…”, panggil ibuku dari arah dapur.
Padahal aku lagi
asik main game tempur. “Bentar… lagi nanggung nih bu”, tolakku. Aku dengan
cekatan menekan-nekan tombol di stik.
“Cepet Bay… Ini ada
pesen dari tentemu!”, desak ibu.
Ih… Ibu nggak
asik banget sih. Akupun bergegas mendatangi ibu dan langsung mematikan PS
beserta TV.
“Ada apa sih
Bu?”, tanyaku ketus.
“Tantemu mau
dibeliin duren katanya. Tadi telepon ibu. Kamu carikan duren yang enak gih. Ambil
uangnya di tas ibu didekat lemari”. Ibu tampak sedang sibuk menyiangi sayur.
Aku dengan agak
cemberut bertanya, “Berapa buah bu?”.
“Bawa uang 50.
Kalau ada yang 25, beli dua tapi kalau lebih dari dua lima beli satu aja. Kamu
cariin yang manis lho Bay. Kamu tau kan gimana ciri-ciri duren yang manis?”.
“Iya, tenang
aja”. Dengan masih agak malas aku menuju kamar ibu dan mengambil uang selembar
50 ribuan.
Tanteku itu
memang nyebelin banget. Beliau sedang hamil muda dan ngidam. Kenapa nggak suruh
suaminya aja yang beliin eh malah aku yang disuruh. Mentang-mentang aku deket
sama pedagang duren, dia seenaknya nyuruh mama beliin dia duren. Otomatis kalau
mama sibuk aku deh yang musti menuhin permintaannya. Kenapa nggak kesini aja
sih, kan aku nggak repot kayak gini.
Aku menghidupkan
motor matic-ku lalu bergegas menuju tempat orang jualan duren. Sengaja aku
berkeliling kota sebentar supaya nggak cepet balik ke rumah, itung-itung cari
angin segerlah.
“Duren-duren-duren…
20 ribu!”, teriak salah seorang pedagang buah dipinggir jalan berusaha
menawarkan dagangannya.
Nah, murah tuh.
Aku menepi dan turun dari motor.
“Duren dek?”, tanya
pria itu.
“Berapaan bang?”.
“20 aja.
Manis-manis lho ini. Kami jual murah hari ini soalnya kami mau segera pulang”.
“Boleh pilih
nggak?”.
“Boleh. Tentu
boleh. Silahkan adek mau yang mana? Semua 20 ribu saja”.
Aku mulai
memilih-milih dengan teliti pada duren yang aku yakini bercita rasa manis dan
legit. Aku cium-cium buah duren itu dan aku perhatikan setiap tangkainya.
Tiba-tiba…
“Permisi mas.
Berapaan durennya?”, tanya orang itu pada tukang buah.
“20 aja pak.
Manis-manis itu”, jawab tukang buah.
Aku awalnya tidak
memperhatikan calon pembeli disampingku ini karena aku masih sibuk dengan
mencari-cari duren yang enak.
“Ini kayaknya
manis dek”, tegurnya sambil memegang duren didepanku.
Aku menoleh
kesumber suara itu. Bruak! Hampir saja aku jatuh kearah tumpukan duren,
ternyata orang yang ada disampingku ini adalah seorang polisi berpangkat IPTU
dan ku taksir umurnya sekitar 30 tahunan, Kulitnya coklat terbakar, tubuhnya
tegap berisi dan senyumnya itu lo yang bikin aku mau ambruk, manis sekali
karena dia memiliki bibir yang tipis. Tulisan Panji Arifin tertera jelas di dadanya.
“Memangnya kaya
gimana duren yang manis pak?”, tanyaku pura-pura nggak tahu. Sebenarnya itu
Cuma modus agar dia mau memilihkan aku duren. Hehehe ;>
“Pertama liat
tangkainya, kalau rata berarti itu dipotong sebelum matang. Terus aromanya
jelas tercium, bukan samar-samar…”.
Aku nggak
memperhatikan ucapannya tapi aku lebih tertarik buat perhatiin cara dia
menjelaskan.
“Bapak pilihin
aku dong. Takutnya nanti aku salah pilih”, pintaku.
Dengan senang
hati dia memilihkan tiga biji duren yang paling baik.
“Punya bapak kok
dua saja?”, tanyaku ketika melihat dua buah duren yang dia sisihkan untuk
dibelinya.
“Dua aja nggak
abis…”.
Dia kembali
tersenyum manis. Ini polisi kok cakep banget ya… Andaikan aku bisa kenal lebih
jauh dengan dia.
Akhirnya aku
memutuskan untuk pulang ketika duren yang ada didepanku sudah cukup meyakinkan.
Aku sebenernya ingin menawar 3 buah duren itu dengan harga 50 ribu pada abang
tukang buahnya. Kali aja aku berhasil.
“Berapa bang
punyaku?”.
“60 dek”.
“3, 50 ya bang?”.
“Nggak bisa dek,
itu sudah harga murah lho. Mana ada yang jual duren 20 ribu sekarang”,
tolaknya.
“Duren yang
inikan kecil bang, jadi 3 biji 50 ya?”, rayuku lagi.
“Maaf dek. 50
dapet dua aja”.
Ini abang pelit
banget. Ya sudahlah…
“Adek mau beli 3
biji?”, tanya pak Arif padaku.
“Iya pak, maunya
sih begitu tadi tapi nggak bisa ditawar-tawar lagi”.
“Bang, punya saya
berapa?”, tanya pak Arif sambil mengangkat dua buah duren yang sudah terikat tali ditangannya.
“40 pak”.
“Sekalian dengan
punya adek ini ya”.
“Yang bener pak?
Makasih ya pak”, ucapku senang.
“Iya sama-sama…”.
Aku buru-buru
membawa tiga buah duren itu pergi dan manghidupkan motor setelah menyerahkan
uangku pada abang penjual buah. Jujur perasaanku saat itu gugup, seneng dan
gemetar. Aku takut kebablasan buat memeluk tubuh pak Arif kalau aku telalau
lama dekat beliau. Tanpa aku sadar…
Tit-Tit-Tit…
suara klakson motor mengagetkanku dari arah belakang. Aku yang sudah memasuki
gang menuju rumahku akhirnya menghentikan laju kendaraan dan menoleh. Tampak
dibelakangku seorang polisi yang aku yakini sebagai pak Arifin, polisi yang
membantuku di tempat pedagang duren tadi, sedang menuju kearahku menggunakan
motor gedenya.
“Tunggu dek.
Hape-mu jatuh tadi didekat tumpukan duren. Untung saya sempat mengejar kamu”.
Dia mengeluarkan hape saya dari kantung celananya dan menyerahkan barang itu
padaku.
“Waduh jadi
ngerepotin bapak. Makasih ya pak, aku nggak sadar tadi hapeku jatuh. Untung ada
bapak...”. aku mengambil hapeku dari tangannya.
Langit memang
punya rencana lain. Tibe-tiba saja hujan lebat turun dan kontan saja aku
langsung mengajak pak Arif singgah dirumahku. Pak arif menyetujuinya dan setelah
sampai didepan rumahku, dia aku persilahkan masuk.
“Duduk dulu pak.
Saya mau menaruh duren dulu sebentar”.
“Makasih dek. Iya
silahkan”, ucapnya. Baju coklat dan celana coklatnya agak basah karena terkena
hujan lebat kemudian dia mulai duduk di kursi tamu.
Tak lama kemudian
aku keluar dengan membawakan segelas air teh hangat untuk mengurangi efek
dingin pada tubuh berisinya.
“Wah, pakai acara
repot-repot segala…”.
“Nggak apa-apa
pak. Bapak juga sudah menolong saya tadi. Silahkan diminum tehnya pak, mumpung
masih anget”.
Aku duduk disamping
pak Arif.
“Oh iya dek, dari
tadi kita ngomong tapi bapak belum tau nama kamu”.
Aku menjulurkan
tangan dan menjabat tangan pak Arif. “Saya Bayu, pak. Kalau bapak?”.
“Panggil saja
saya pak Arif”.
Setelah itu kami ngobrol
panjang lebar dan aku baru tahu kalau dia itu seorang duda yang ditinggal
istrinya meninggal karena kecelakaan. Walaupun dia duda tetapi dia belum
mempunyai anak. Pernikahannya selama enam tahun dengan mendiang istrinya belum
juga membuahkan keturunan. Apa mungkin dia mandul? Atau istrinya yang mandul?
Wah, pas banget nih aku kenalan dengan “duren”.
Istrinya sudah
hampir setahun meninggal dan dia masih belum kepikiran untuk mencari pengganti
sang istri karena dia masih merasa sangat kehilangan. Dia tinggal dirumahnya
sendirian sehingga aku mengerti kenapa dia bilang makan duren dua biji saja dia
tidak habis ternyata dia memang makan duren itu sendiri. Suatu saat aku mau
nolongin pak Arif ngabisin durennya.
Dia memberi
tahuku alamat rumahnya dan dia mempersilahkan kapan-kapan aku bisa mampir
kesana. Kebetulan daerah tempat tinggal rumah pak Arifin, sering aku lewati
kalau mau ke pasar bersama ibu.
Hujanpun reda dan
beliau berpamitan untuk pulang. Sebenernya aku mau menahan beliau untuk tidur
dirumahku tapi apa mungkin? Hahahaha.. Dasar Bayu!
Semenjak saat itu
aku sering mencari alasan buat kerumah dia. Entah Cuma lewat atau kebetulan
lagi suntuk dan pengen jalan-jalan kerumahnya. Aku ketempat mas Arif ketika
sore hari atau saat beliau ada dirumah, malam harinya. Aku dan dia sudah
seperti saudara dan dia tidak sungkan untuk membawa kau kekamar ketika aku main
kerumahnya. Akupun tidak lagi manggil dia dengan sebutan pak Arif tetapi dengan
panggilan manja, mas Arif.
Hubungan kami
semakin dekat dan aku menikmati itu. Sampai suatu ketika, aku berkesempatan
untuk memancing nafsu birahi mas Arif.
Aku saat itu
memiliki alasan yang tepat buat nginap dirumahnya karena dirumahku lagi ada
keluarga dan kamarku dipakai untuk tempat tidur sementara mereka. Dia tidak keberatan
dan mempersilahkan aku menginap dirumahnya untuk beberapa hari. Kalau
kesempatan nggak boleh disia-siakan.
Hari pertama
biasa-biasa saja dan tidak ada kejadian apa-apa tetapi hari kedua, barulah
terjadi hal yang selama ini aku impi-impikan.
Mas Arif
mempercayakan satu buah kunci serep rumahnya padaku. Aku yang baru saja pulang
dari ekskul disekolah langsung kerumah Mas Arif. Pintu rumahnya aku buka lalu
kemudian aku kunci dari dalam dan aku cabut kuncinya. Kalau dia datang, dia
tidak akan tahu jika aku sudah berada didalam. Jam sedang menunjukan pukul
setengah enam sore, biasanya mas Arif sudah pulang dari kantornya. Aku mulai
bergegas menjalankan rencanaku dan masuk kekamar mandi tanpa menguncinya. Aku
lepas seluruh pakaian yang melekat ditubuhku dan mulai berendam di bak mandi.
Aku sengaja menarik tirai penyekat bak mandi supaya pas nanti mas Arif masuk
dia tidak menyadari kalau aku ada didalamnya.
Dua puluh menit
kemudian, rencanaku berjalan mulus. Sesosok tubuh tinggi 176 cm dan berat 70 kg
masuk kedalam kamar mandi dan menguncinya. Dia langsung melepas seluruh pakaian
yang melekat ditubuh padatnya yang masih terlihat berotot dan langsung menyibak
tiraiku.
“Eh ada mas
Arif…”. Aku seolah-olah malu dan menutupi kontolku dengan telapak tangan.
“Bayu?! Aku kira
kamu belum pulang karena pintu terkunci tadi”.
Nih polisi
sengaja apa ya? Dia masih tegap berdiri dengan kontolnya yang masih lemes
tergantung dihadapan mataku. Apa dia tidak risih?
“Tadi aku sengaja
mas. Soalnya takut ada yang masuk pas aku lagi mandi”. Untung motorku aku taruh
disamping rumah, jadi dia nggak ngeliat motorku.
“kalau gitu kamu
mandi saja duluan. Mas keluar aja”.
Buru-buru aku
mencegahnya. “Nggak perlu mas. Mas mandi aja di shower. Atau aku saja yang di
shower dan mas disini. Gimana?”.
Dia berfikir
sejenak lalu beranjak menghidupkan shower. Uh, kayaknya rencanaku berjalan
mulus kali ini. Sebenarnya kontolku mulai ngaceng jadi aku tak berani
menunjukan kontolku di depan mas Arif. Takut dia curiga! Aku kan belum tahu
kalau dia suka ama aku atau tidak. Sebagai jaga-jaga saja sih sebenernya.
Entah kenapa tiba-tiba
aku menangkap kalau kontol mas Arif juga mulai ngaceng. Mungkin kah dia lagi
horny?
“Dek, tolong
usapin punggung mas dong”, pintanya.
“Hah? Apa mas?”,
aku tersadar dari lamunanku.
“Gosokin punggung
mas. Mas nggak nyampe nih”.
Duh, gawat nih.
Kontolku udah ngaceng berat lagi. Tapi kalau aku nolak nggak enak juga. Bisa
jadi ini adalah kesempatan terakhir didalam hidupku. Aku pun bangkit dan
sepertinya mas Arif memperhatikan kontolku yang sudah ngaceng.
“Punya Bayu
ngaceng tuh. Pengen pipis ya?”.
“Ermmmppp iya
kayaknya mas”, kelitku.
Aku mulai
mengambil penggosok tubuh dan menyabuni punggung mas Arif. Setelah selesai
menyabuni punggungnya, aku diminta untuk menyabuni dadanya sekalian. Mas Arif
membalikan badan dan menghadap kearahku. Dug! Ya ampun… Kontolnya gede amat….
Ngaceng lagi. Pantesan dia memunggungi aku dari tadi. Kontolnya yang panjang mulai menyentuh pusarku sehingga menimbulkan
gesekan-gesekan yang semakin membuat kami ngaceng. Sengaja atau tidak sebenarnya aku menikmati
gesekan kontol besar dan perkasa milik mas Arif.
Aku tahu bahwa
dia sudah lama tidak menyalurkan hasratnya pada lubang. Tapi apakah dia
bener-bener suka cowok? Mungkinkah dia sedang mabuk atau kerasukan setan “Gay”?
Arkhhh! Bodo! Aku kemudian menatap mata mas Arif, berusaha mencari arti dari
perbuatannya ini dan ketika tatapan mata kami bertemu.
Cup!!! Dia
menunduk dan menciumi bibirku dengan lembut. Aku seperti mendapat duren runtuh
rasanya. Aku benar-benar tidak menyangka bakalan segampang ini menakhlukan sang
duren polisi.
Aku membalas
ciumannya sambil tanganku mulai berani mengocok kontol ma Arif. Wuih… Hangat
dan gede sekali digenggaman tanaganku… Bibirnya yang tipis memilin bibirku yang
merah sensual. Matalu terpejam dan lidahku mengganas untuk bertarung dengan
lidah mas Arif. Rasa lembut dan penuh kepasrahan merasuki tubuhku. Aku
benar-benar menikmati ciuman Mas Arif. Inilah yang aku suka dari pria yang
telah berpengalaman, mereka sangat lihai memperlakukan pasangannya.
Aku mendorong
dada bidang mas Arif. “Mas, kita mandi dulu ya. Adek mau kita ngelakuin ini
dengan keadaah siap”. Aku ini bodoh atau dungu sih? Kok bisa-bisanya aku
menunda hal yang sudah aku inginkan sejak dulu.
“Yah adek…. Mas
udah tegang banget nih. Adek harus tanggung jawab ya? Mas udah lama nggak
keluar…”, rengeknya sambil berusaha menciumi bibirku kembali.
Aku mengecup
bibir mas Arif dan kemudian mandi sampai bersih bersamanya.
Setelah kejadian
dikamar mandi, kami sungguh berbeda. Mas Arif mulai lepas dan memperlakukan kau
seperti kekasihnya. Di meja makan aku yang duduk di pangkuannya merasakan
tonjolan diselangkangan mas Arif menusuk-nusuk pantatku. Kami makan sambil
bersuap-suapan dan sesekali berciuman. Mas Arif bener-bener bisa banget bikin aku
terklepek-klepek.
Selesai makan dan
gosok gigi kami langsung masuk kamar. Motor kami sudah dimasukan dan pintu
rumah telah terkunci sempurna padahal jam masih menunjukan pukul delapan.
"Bagaimana
dek, mau langsung?" tawar mas Arif.
Pake acara
ditanya segala. Aku pikir aku nggak perlu menjawabnya dan lebih baik langsung
mendekati mas Arif, kemudian aku mulai mengelus-elus tonjolan di celana bagian
depannya
"Dek… Mas mau dienakin ama kamu. Tapi mas
nggak mau ngapa-ngapain kontol kamu. Nggak papa kan?" tanya mas Arif sang
TOP sejati
Aku menjawab hanya dengan anggukan kepala
sedangkan tanganku terus mengusap-usap tonjolan kontolnya yang besar itu.
Kemudian aku buka baju kaosnya dengan mesra. Aku sangat suka sekali melihat
badannya yang tegap dan berisi apalagi saat dia mengangkat tangannya saat aku
membuka bajuya, kedua tangannya itu terlihat kekar dan keras sekali dan
ketiaknya penuh dengan rimbunnya bulu, jujur aku nggak terlalu suka bulu ketiak
yang lebat dan biasanya membuatku agak sebal, tapi wajah ganteng dan dada
kekarnya membuat semua itu nggak penting buatku. Dadanya terbentuk meski bukan
sepeti binaragawan. Dadanya bidang dan bersih dari rambut dengan kedua pentil
yang kecil tapi menonjol dan sekeliling pentilnya tumbuh rambut-rambut. Lalu
aku melihat ke pusarnya dan disana banyak di tumbuhi rambut yang aku yakin
tumbuh menyemak di pangkal kontolnya.
Aku langsung
memegang kedua pentilnya dan pelan-pelan memilin-milinnya, lalu tiba-tiba aku
mendengar dia mendengus agak keras.
“Argggghhh
Dekkkkk!”. Tampaknya dia sangat suka kalau kedua pentilnya dimainkan dan itu
membuatku semakin semangat. Dia kusuruh duduk dipinggir tempat tidur dan aku
mulai menjalankan aksiku. Aku menghisap-hisap pentilnya seperti bayi yang
sedang menyusu, dan pentilnya semakin menonjol serta kian keras. Dia mulai
meracau pelan saat aku menyesapi pentilnya dan semakin keras gumamnya saat
ujung pentilnya aku jilati juga dengan ujung lidahku sementara tanganku
mengusap-usap dada kekarnya yang sudah terbentuk karena latihan itu.
Pentil
kerasnya kugigit-gigit pelan sambil aku tarik-tarik kemudian aku hisap dengan
kuat. Rasa nikmat dan sensasinya luar biasa! Dia terus mendesah dan bergumam
keenakan. Lalu tanganku mulai bergerak ke bawah dan mengusap bulu-bulu yang
tumbuh disekitar perutnya dan pelan-pelan membuka ikat pinggakancing celananya
sambil mulutku terus mengeyot pentilnya. Nampaknya sensasi kenyotanku di pentil
dan gerakan tanganku yang membuka celana panjangnya pelan-pelan sampai dia
hanya memakai celana dalam saja membuat dia semakin bergairah. Beberapa kali
dia dengan sengaja menumbur-numburkan kontolnya yang masih di dalam kolor ke
badanku.
Aku berdiri dan
melepas semua pakaianku sampai telanjang bulat. Kontolku sudah ngaceng berat
dan dia tersenyum melihat keadaanku itu. Cowok sakit mana yang nggak tertarik
melihat tubuhku yang sensual ini…
"Gede juga
kontol adek." pujinya kemudian.
"Tapi kontol
mas lebih besar dari punya adek" kataku.
"Adek suka
kan kontol mas yang gede ini?”.
Aku perhatikan
dia yang sekarang tidur terlentang dengan celana dalam hitamnya sebentar.
Badannya benar-benar luar biasa, sepertinya dia diberi waktu lebih banyak saat
dibuat dulu sehingga dia lebih mempesona dari laki-laki kebanyakan.
Kakinya berbulu
lebat dan pahanya meski tidak terlalu besar tapi kekar sekali dengan aksen
bulu-bulu yang membuat bagian bawah perutnya ini menjadi seksi sekali. Aku
berjongkok di lantai, lalu membuka kedua kakinya pelan-pelan hingga terbuka
lebar. Seksi sekali melihat pemandangan itu dari sudutku berada. Aku merapatkan
kedua kakinya sementara wajahku berada ditengah-tengah kedua pahanya dan
menjilat-jilat mulai dari dengkul kirinya dan bergerak pelan ke
selangkangannya. Lalu lidahku memutar-mutar di paha bagian dalamnya dan tangan
kiriku mengusap-usap paha atasnya yang berbulu itu.
Sampailah ujung
lidahku tepat di celana dalamnya bagian bawah. Aroma laki-laki segera tercium
olehku. Aku cium-cium pelernya yang masih terbungkus dengan bibirku, aku
menggerak-gerakkan bibirku nggak keruan di pelernya. Aku tarik keatas pinggiran
celana dalamnya dan menarik satu biji pelernya keluar. Biji pelernya besar dan
berbulu lebat, pasti banyak pejuh yang tersimpan disana. Aku membayangkan
semprotan pejuhnya pasti banyak kalau pelernya seperti ini, pasti enak dan
banyak sekali kalau aku telan pejuh Mas Arif.
Mas arif masih
tidur terlentang saat aku mulai mengemoti biji pelernya yang aku keluarkan satu
itu. Aku kemot pelan sekali dan bagian bawahnya aku jilati. Kadang aku
kesulitan juga karena bulu yang tumbuh di biji pelernya suka rontok dan
mengganggu lidahku. Setelah puas aku masukkan lagi biji pelernya itu dan aku
melihat dia sedang menggigit ujung bantal, aku yakin dia pasti ngerasa enak
sekali.
Dia menatapku
saat kedua tanganku memegang pinggiran karet celana dalamnya dan pelan-pelan
mulai kuturunkan. Bulu jembutnya tidak terlalu banyak sepertinya dia mencukur
jembut itu beberapa hari yang lalu. Tapi kontolnya membuatku sangat kegirangan.
Kepala kontolnya yang berwarna merah keunguan sudah menyembul dengan gagahnya
dilengkapi ujung lubang kencingnya yang sudah basah!
Aku paling suka kontol
seperti milik mas Arif ini dan aku menjadi begitu bergairah.
"Gila gede
banget mas," kataku.
"Kenapa, takut
ya dek?" tanyanya.
"Aku suka
banget mas. Jadi nggak sabar deh". Dan tanpa membuang-buang waktu segera
aku menjamah kontolnya yang sudah super ngaceng itu. Kontolnya besar dan
panjang banget dengan kepala kontol yang lebih gede dari batangnya sehingga
menambah seksi tubuh IPTU Arifin.
Aku gigit-gigit
pelan ujung kontolnya lalu turun lagi kearah batang bawah kontolnya dan dia
rupanya sangat suka juga dibegitukan. Dia menggigit lagi ujung bantalnya. Lalu
giliran batang kontolnya menjadi sasaranku berikut. Aku pegang batang kontolnya
dan aku tempelkan diperutnya, lalu lidahku menjalari di seluruh batang kontol
bagian bawah sampai aku berhenti di lubang kencingnya dan lidahku kuputar-putar
disekitar pinggiran kepala kontol bagian bawahnya itu.
Dia
menyentak-nyentaknya kedua kakinya saat aku melakukan jilatan di pinggir kepala
kontolnya itu dan sentakannya semakin keras saat ujung lidahku bermain-main
menggeliti lobang kencingnya yang terus menerus ngeluarin cairan bening.
Wajahnya terlihat merah dan terlihat berkerut seperti menahan sesuatu yang luar
biasa. Dia bangun dan gerakan tangannya menyuruhku berhenti. Badannya kini
terlihat memerah dibagian atas dan dia tersengal-sengal mengatur nafas sambil
sesekali menggelengkan kepalanya.
"Kenapa mas.
Mas nggak suka ya?".
Dia menatapku,
"Mas hampir keluar tadi. Adek lihai bangetsih, semua yang mas pengen tadi kamu
lakuin" ujarnya.
Aku tersenyum
senang.
"Mas entot
kamu sekarang aja ya?"
"Tapi kontol
mas kan belum adek isep”.
"Nggak perlu dek, mas udah nggak kuat.
Nanti mas keburu muncrat, mas mau ngerasain ngentot cowok nih."
Aku setuju dan
tadinya dia mau cari-cari sesuatu buat ngebasahin batang kontolnya.
"Nggak usah
mas, sini adek jilat aja. Aku suka dientot kering aja, soalnya gesekan batang
kontolnya berasa banget."
"Nanti adek
sakit lagi", kata mas Arif.
"Nggak ko
mas. Mas tenang aja. Aku suka kok, malahan enak banget." ujarku
menyakinkannya.
Dia mengangkat
kedua bahunya tanda terserah padaku.
"Mau posisi
bagaimana mas?" tanyaku.
"Enaknya adek
gimana?" dia balik bertanya.
"Mas pernah
ngentot posisi mas di bawah nggak?"
Dia menggeleng.
"Ya udah
kita coba gaya itu aja. Ya mas… Biar mas tahu gaya ini enak banget",
rayuku.
Dia
merebahkan kepalanya di kasur dan aku mengangkangi kontolnya. Aku turun
pelan-pelan dan saat ujung kepala kontolnya yang aku pegangin itu menyentuh
lobang anusku aku berhenti sebentar untuk menarik nafas, ini sesuatu yang
paling aku tunggu. Dia menatap ke arah kontolnya dan aku pelan-pelan memasukkan
kepala kontolnya sedikit demi sedikit. Aku meringis dan menggigit bibir bawahku
saat kepala kontolnya yang besar itu mulai masuk setengahnya. Lobangku mulai
terbuka sangat lebar, karena kepala kontolnya salah satu yang paling besar yang
pernah masuk ke lobang anusku.
Aku meringis dan
mengeluarkan suara tanda aku sedikit kesakitan karena memang kontolnya masuk
dalam keadaan kering tanpa pelumas. dan PLOPP...!!! masuklah semua kepala
kontolnya dan aku mendesah lega. Saat aku membuka mata dia sedang menatapku
dengan muka yang mengernyit seperti merasakan sesuatu yang aneh.
"Sakit yadek?"
tanyanya.
"Nggakk..
hhh ... enakkkk. Mashhhh Uhhhhh" Aku mulai menaik turunkan pantatku dan
dia terlihat mulai menikmatinya, terbukti dia mulai semakin banyak menggeram.
Bahkan setelah beberapa lama ketika aku menaikkan pantatku dia menghujamkan
batang kontolnya ke atas pertanda dia ingin terus mengocok lobang pantatku.
“Ah ah ah ah
ahhhhh uhhhh enak dekkhhh uhhhh pantat muh uenak bangettttt!”.
Aku
istirahat sejenak di atas perutnya dan menggeol-geolkan pantatku untuk
memutar-mutar batang kontolnya dan dia menggeram keras lalu dengan sekuat
tenaga menghujam-hujamkan kontolnya sampai aku hampir jatuh. Melihat dia
semakin ganas, aku memutuskan berganti gaya yang biasa. Posisi aku dibawah
dengan memberikan bantal tipis dipantat biar lobang pantatku agak naik dan
memberikannya kesempatan mengentot lobangku sekuat yang dia bisa.
Kedua kakiku
kutekuk dan dia membimbing batang kontolnya masuk kembali ke lobang pantatku
lalu menekannya kuat. Aku mengeluarkan suara seperti hendak buang hajat saat
dia memasukkan batang kontolnya, rasanya sakit sekali karena dia memasukkannya
dengan paksa dan sekuat tenaga. Dia sepertinya kesetanan dan menjadi buas
sekali. Tanpa memberiku kesempatan untuk mengatur nafas, dia mulai memompa
lobang pantatku sekuat tenaga. Mukanya mengernyit menahan enak dengan suara
geraman dia pompa lobang pantatku dengan batang kontolnya dalam tempo yang
sangat cepat.
Posisi seperti
ini membuatku sangat nyaman, batang kontolnya yang panjang membuat ujung
kontolnya dengan mudah menyentuh sesuatu di dalam lobang pantatku yang
membuatku merasa begitu keenakan. Wajahnya memerah serta keringat menetes
banyak sekali dan dia menggeram keras sambil terus mengentotin pantatku tanpa
henti. Sensasinya luar biasa dan dia sudah begitu kesetanan dengan liarnya
ngentotku sampai tempat tidurnya berderit-derit.
Nggak banyak gaya
yang bisa aku buat karena dia sudah begitu liar, tapi itu nggak penting karena
aku sudah merasa enak. Semakin lama erangannya semakin keras dan mulutnya
terbuka lebar serta tusukan kontolnya semakin kuat, pantatku dipukul-pukul oleh
pelernya. Aku sudah nggak tahan lagi, apalagi saat melihat ekspresi muka
gantengnya yang keras itu saat mengentotku liar dan menahan enak membuatku ...
CROTT ... CROTTTTT... CROOTTTT... Pejuhku tumpah ruah keseluruh badanku dan ke
kasur, banyak sekali. Ini pasti pejuh terbanyak yang pernah aku semprotkan.
"Keluarin
dimuka adek aja mas." kataku saat melihat dia semakin terengah-engah.
Dia menarik
batang kontolnya dan mengarahkan dimukaku. "ARGHHHHHH ... Shhhtttt ahhhh
Arggghhh!" geramnya sambil memukul-mukulkan batang kontolnya di wajahku,
sakit tapi enak sekali. Lalu ... kembali CROTTTTTTTT
...CROTTT...CROTTT....CROTTTTTTTT Semburan panas keluar dari lobang kencingnya
membasahi seluruh wajahku. Dia teriak keenakan meski suaranya ditahan biar
tidak didengar orang. Seperti juga aku, pejuhnya bahkan beberapa kali lebih
banyak menyemprot dari pada pejuhku.
Dia selesai
menyemprotkan pejuhnya dan mengatur nafas. Aku memegang batang kontolnya dan
menjilati sisa pejuh yang masih mengalir dari lobangnya. Kadang aku poleskan ke
seluruh pipi dan bibirku jika masih ada sisa pejuhnya yang meleleh. Dia
kemudian bangun dan duduk selonjor di kursi plastik, dan kedua kakinya
terbentanglebar di atas kasur membuat pemandangan yang indah buatku.
"Gimana mas
enak kan?" tanyaku.
"Enak banget
dek. Makasih ya sayang" Dia terdiam kecapean begitu juga denganku.
"Nanti kita
ngentot lagi yah, malam ini mas mau puasin sama adek" katanya.
Aku tersenyum dan
mengangguk senang. Akhirnya malam ini aku akan dientot abis-abisan oleh mas
Arif…
Ceritanya asik
BalasHapuswow
BalasHapusSaya topan 20 thn saya bot mencari top sejati yg tulus mencintai saya saya tinggal di bekasi ini nomor hp saya 082156383012
BalasHapus