Hello, Dree is back! Now I’m gonna give you guys, a new story
from Hendra’s adventure with a lot a straight in his live. Perviously, gue udah suguhin cerita
Hendra bersama Farid slash temen
sekelasnya slash ketua kelasnya yang super damn hot itu. Well, for now, Hendra is back with his story, yang nggak kalah
kerennya dari yang sesudah dan terdahulunya. Bagian yang ini bercerita tentang
Hendra dan Bokapnya sendiri. Well, let’s
check this story out, gusy!
Author’s Note :
Thanks buat Dimas Arbayu atau Bayu – gue ambigu soalnya sama pemilik
blog ini, yang udah kasih izin ke gue buat jadi kontributor cerita gay di blog
lo ini. Suer, kalau gue bisa bikin
blog sendiri, pengen deh punya. Tapi pengennya bikin blog fashion – eh kok malah curcol. Well,
buat para pembaca, gracie *terima
kasih*, atas komentar dan kesabaran
kalian dalam mengikuti kisahnya Si Hendra ini. Gue bukan pakarnya “gay menggoda
straight”. Apa yang ada di cerita gue itu hasil imajinasi dan teori gue
sendiri. Sialhkan kalau kalian para gay
straight du jour mau mengikuti kiat-kiat Hendra dalam menggoda para straight itu. Good luck guys! For your
information, ini based on artikel
yang gue baca di sebuah situs internet, bahwa seorang laki-laki memiliki sisi
gay dalam hidupnya. Let’s say lo
tiba-tiba mengoral kontol seorang teman straight
yang kala itu lagi tidur dan nginep di rumah lo. Apa yang akan terjadi saat dia
mengetahui lo sedang mengoralnya? Well,
he will let you do it.
Buat yang mau kenal gue. Nama gue
Andre. Just call me Dree as like my
author name. Kontak gue lewat e-mail di : dreetheauthor@gmail.com it’s official lho. Untuk kontak person, well, I keep it secrets first for my
savety. Sorry, gue baru di dunia
gay. Well, gue emang complicated. Gue
gay atau straight? Well, I worship the gay people *secara
idola gue adalah Kurt dan Blaine di serial glee*, but I love girls too. Bisex, well I dunno? Forget it, gue kok malah
curcol, ya!! Hahahhaha.
Thanks atas perhatiannya. Heart YA!
Note buat Dimas Arbayu : Di setiap postingan cerita
mesti lo kasih gambar, bro. Sebut saja ada gambar polisi. Lo nggak takut ada
yang kenal sama mereka?
Dree
****
Singkat
cerita...
Di rumah gue yang bergaya minimalis di daerah
elite kota S, gue tinggal bersama orang tua gue. Sebut saya mereka Bokap,
Nyokap, dan gue sendiri. Well, buat
kalian yang belum kenal gue. Nama gue Hendra (24 tahun). Gue adalah seorang
Polisi berpangkat Briptu yang bekerja di sebuah Polsek di Kota S di Pulau Jawa.
Gue adalah seorang gay, dan gue crush du
jour with a straight, tahu kan! Gue sukanya sama straight alias cowok-cowok normal. Kenapa bisa begitu? Well, udah kebewa batin kali ya kalau
gue lebih suka, seneng, dan terlebih puas kalau gue bisa merubah seorang straight masuk ke team gay seperti gue. Gue, sih nggak muluk-muluk mau merubah mereka
menjadi gay, but atleast gue pengen
memperkenalkan mereka para straight itu
mengenai dunia gay. Lewat apa? of course lewat
seks.
Kembali ke cerita. Hem, meskipun
punya orang tua lengkap, gue nggak ngerasa bahagia. Di umur gue yang baru
menginjak 18 tahun (Sekarang gue udah kelas 3 SMA dan masih sekelas sama Farid.
Gimana hubungan gue sama Farid? Well, baik-baik
saja. Kita malah jadi BFF *Best Friend
Forever* dan kayaknya gue jadi his
gay friend. Dan dia masih seorang straight
*Insert : para gay kecewa berat* dan dia masih pacaran sama Dian Ayu
Permata yang gue benci itu) gue kurang kasih sayang dari Nyokap.
Bokap gue sibuk bekerja sebagai
seorang Polisi berpangkat Irjen di Polda, dan sedangkan Nyokap gue adalah
seorang Managing director sebuah
hotel berbintang di kota S, which is membuat
gue sedih karena Nyokap selalu sibuk dan jarang ada di rumah. Nyokap gue selalu
tugas ke luar kota sampai beberapa hari dan pernah tuh saat hari besar agama
gue, Nyokap malah sibuk di tempat kerjanya, which
is meninggalkan Bokap yang kerja, tapi nggak sibuk-sibuk banget itu, berdua
di rumah.
Gue nggak membenci Nyokap gue. Gue
cuman menyayangkan keputusannya yang dengan teganya meninggalkan gue dan Bokap
demi karirnya. Well, Bokap gue
gajinya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga gue, tapi
entahlah... alasannya Nyokap, sih demi mengejar karir dan emansipasi wanita
yang pengen kerja juga dan nggak mau kalah sama laki-laki.
Itulah yang membuat gue juga merasa
iba sama Bokap. He’s fourthy something umurnya
dan masih kelihatan muda dan bergairah muda. Well, bokap gue punya badan yang shape. Nggak terlalu maskulin dan berotot, sih cuman dia tahu
gimana caranya jaga badan dan hidup sehat. Gue yang seorang gay, kadang-kadang
suka horney ngelihat Bokap dengan
seragam Polisinya itu. Tapi, yaaaahh perasaan gue ini harus gue pendam
dalam-dalam kalau kontol gue udah mulai menunjukkan reaksi kalau ngelihat Bokap
yang Oh so Damn Hot, if he’s fourthy
something itu.
Seperti hari ini. Di pagi hari
sebelum gue berangkat sekolah. Nyokap gue entah ada di mana. Menurut info dari
Bokap, Nyokap udah berangkat kerja sejak jam lima pagi tadi. Hufffhhh, gue
nggak menghitung sudah berapa banyak lenguhan kesal gue karena Nyokap nggak
sarapan pagi bareng-bareng kita.
Pagi ini seorang pembantu menyiapkan
sarapan untuk gue dan Bokap. Yah, breakfast
menu ala Indonesia. Nasi goreng. Bokap muncul di ruang makan dengan seragam
Polisinya yang menempel pas di badannya yang proposional itu. Eeeeemmmm,
pagi-pagi udah cuci mata. Begitu kata gue dalam hati. Dalam diam gue menikmati
ketampanan Bokap gue. Badan proposional, wajah ganteng tanpa keriput, dan
kumisnya itu lho... nggak nahan.
Kami biasa sarapan dalam diam, terus
setelah itu masing-masing berangkat ke tujuan masing-masing. Bokap pakai mobil
dinas ke Polda, gue naek motor matic gue ke sekolah. See you later, Pop!
THE “IT” NIGHT
(Satu minggu kemudian)...
Malam itu setelah mengerjakan tugas
Sejarah, gue tidur di kamar dengan ditemani berlembar-lembar kertas HVS dan
buku-buku pelajaran gue yang masih berserakan di atas tempat tidur. Gue nggak
habis pikir, kenapa belajar bisa melelahkan begini. Apalagi tadi pagi gue ada
rapat OSIS bareng Farid sampai sore. Malam ini tidur gue pules banget.
Pada tengah malam gue terjaga sekitar
pukul dua dini hari, gara-gara dering handphone gue di kantung celana jins yang
malam itu gue pakai tidur. Gue bangun dengan setengah kesadaran dan merogoh
saku celana. Ternyata ada SMS dari Nyokap. “Sayang, Mama kan lagi tugas ke
S’pore. Mau nitip oleh-oleh apa?”
Gue tersenyum. Nyokap gue emang
sibuk, tapi gue suka dimanjakan dengan barang-barang yang mahal. Apapun yang
gue minta pasti Nyokap belikan. Mungkin itu salah satu cara gimana Nyokap
membayar kasih sayang yang kurang gue dapatkan. Kasih sayang yang bagaimana, well, ya Family time with me of
course. Gue langsung membalas SMS Nyokap, yang isinya “Postman bag dari Louis Vuitton yang di DAMAN waktu itu boleh juga. Thanks, Mom!” nggak lama kemudian di
balas lah SMS gue. “Siap,”. See, apa
gue bilang. Apapun yang gue minta pasti diturutin sama Nyokap. Inilah nilai
lebihnya kalau punya Bonyok yang sama-sama punya kerjaan mapan. Biarpun kurang
kasih sayang gue masih bisa mendapatkan keuntungan pribadi yang lain. Mungkin
juga karena alasan “kurang kasih sayang ini” gue bisa menjadi seorang gay.
Ahhh, gue lagi malas buat membahas sebab-akibat thing begitu.
Jadilah gue merasa haus malam itu.
Terjaga di tengah malam pasti bakal susah untuk balik terlelap. Sialan! Mana
gue lagi mimpi make out sama Taylor
Kinney lagi. SIUL! Bangunlah gue dari atas tempat tidur dan melangkahkan kaki
jenjang berbulu gue ke lantai bawah. Ingin rasanya gue membasahi tenggorokan
kering ini *mungkin karena di dalam mimpi tadi gue lagi kasih blowjob ke Taylor* dengan air dingin di
lemari es.
Lampu-lampu di rumah gue emang selalu
mati di malam hari. Yah, untuk menghemat listrik dan sayang bumi, sih katanya.
Sambil berjalan santai, tapi langkah kaki gue nggak menimbulkan suara, cos lantai kamar gue dari kayu yang
dipelitur halus, gue melangkahkan kaki menuju dapur. Dalam perjalanan itu gue
melewati kamar Bokap yang pintu kamarnya terbuka sedikit. Tumben Bokap nggak
mengunci kamarnya? Batin gue yang tiba-tiba mendekati pintu kamar Bokap, dan
bukannya melanjutkan perjalanan ke dapur.
Dalam kepala gue pengen banget
ngintipin Bokap lagi tidur. Yah, you
know, kebiasaan Bokap gue tidur sambil Topless.
Siapa tahu gue bisa ngelihat bodynya
itu *For your imagination, gambar di
bawah judul itu bisa jadi refrensi*. Gue melongohkan kepala ke celah pintu
kamar Bokap. Kamarnya gelap, dan hanya ada lampu baca di atas sandaran tempat
tidur king size itu yang menyala.
Cahaya redupnya menyinari tempat tidur yang berantakan tapi kosong. Kemana
Bokap gue?
Gue melirik ke sudut dan menemukan pintu kamar
mandi dalam kamarnya terbuka sedikit dan ada cahaya terang menyerobok dari
dalam. Bokap di kamar mandi. (Well, kenapa
sih selalu ada adegan “pintu terbuka sedikit” hahahahhaa, gue nggak tahu. Kalau
kalian menjumpai pintu-pintu yang begitu, silahkan diintip. Siapa tahu
beruntung) gue mendekat ke arah pintu kamar mandi yang terbuka sedikit itu.
Suara langkah kaki gue teredam karpet beludu yang menggelitik telapak kaki.
Gue mengintip ke dalam. Dan yang gue
lihat adalah, Bokap sedang berdiri menghadap cermin di depan wastafel. Bokap
lagi shaving bakal jenggotnya. Adegan
macho itu menggetarkan jiwa gay gue. Ibarat model di iklan pencukur, gue
mengagumi sosok Bokap kala itu. Sexy, bangat!
Bokap biasa topless dan mengenakan
celana piamanya. Pekerjaan mencukurnya udah hampir selesai.
Selesai mencukur, which is Bokap menyisahkan kumisnya yang
sexy itu, Bokap lantas melepas celana
piamanya. Gue yang sedang mengintip kala itu langsung berdebar-debar bukan
main. Bokap melempar celana piamanya ke dalam keranjang cucian, dan gue saat
itu menyaksikan dengan mata-kepala gue sendiri bagaimana HOTnya Bokap dengan bentuk serupa model-model iklan celana dalam.
Celana dalam jenis briefnya melekat mantap, membingkai dua
pantat indahnya yang masih kencang di umur fourthy
something itu. Sayang sekali, gue nggak bisa melihat kontolnya yang
tercetak bagian depan celana dalamnya. Hiks! Gue emang belum pernah ngelihat
Bokap gue naked.
Dari situ Bokap mengambil sebuah
karpet matras *itu lho, karpet dari bahan karet yang biasa digunakan alas untuk
berolahraga agar kaki nggak slip di lantai yang licin* dari laci di bawah
wastafel. Mau ngapain Bokap dengan karpet itu? Bokap menggelar karpet itu di
lantai kamar mandinya yang kering dan cukup luas itu. Dan saat itu juga, gue
menyaksikan Bokap push up. OH MY FUCKING
GOD! Gue menelan ludah. Otot di bahunya tiba-tiba bermunculan seiring
dengan gerakan push dan up Bokap di atas karpetnya.
Gue hitung ada 30x pushup dan setelah itu Bokap kayaknya
mulai melakukan stertching sambil
duduk bersila di atas karpet. Gue sontak terkejut saat mengetahui
gerakan-gerakan yang dilakukan Bokap. He’s
doing yoga. Hah? Bokap gue yoga? Nggak, salah? Berbagai macam jenis gaya
yoga Beliau praktekkan. Hampir sepuluh menit gue mengintip Bokap gue melakukan
yoga. Ada sih beberapa gerakan yang membuat kedua pahanya saling berhimpitan
dan mencetak jelas tonjolan di balik celana dalamnya yang membuat gue berhenti
bernapas seketika itu juga. ARGHHHHH! Ingin sekali air liur ini menetes.
Selepas yoga, Bokap gue kembali
menggulung karpetnya dan mengembalikan benda itu ke tempatnya semula. Kembali
Bokap bercermin dan melakukan gerakan-gereakan meregangkan bahunya yang kembali
membuat otot di bahunya itu bertonjolan.
What the fuck! Jantung gue berhentik berdetak begitu melihat Bokap
melepas celana dalamnya. Terlihatlah kedua bokongnya yang ASOY itu. Dari
kegelapan di celah pintu kamar mandinya ini, gue bisa melihat ada bulu-bulu
yang timbuh di sekitar lipatan bokong Bokap, dan itu membuktikan teori gue
kalau Bokap adalah jenis laki-laki berbulu. Ah, ingin sekali gue melihat bagian
depannya. Saking nggak sabarnya gue sampai menghentak-hentakkan kaki ke atas
karpet.
Tunggu, deh? Gue, kok bejat banget
mengintip Bokap gue sendiri. Tapi pikiran itu segera menyingkir karena didesak
oleh keinginan birahi gay gue yang semakin trun
on. Bokap yang telanjang lantas masuk ke bilik kaca untuk mandi di bawah
guyuran shower. Dalam sekejap waktu
gue menikmati adegan Bokap gue mandi. Kali ini Bokap sedang menyabuni tubuhnya
yang besar itu dengan sabun cair yang ia tuangkan banyak-banyak ke telapak
tangannya. Tubuh besar itu segera terpenuhi dengan busa sabun, dan sekarang
Bokap sedang memofokuskan gerakan tangannya untuk menggosok kedua
selangkangannya AHHHHH! OHHHHH! YESSSSS! Lihatlah itu! Gue bisa melihat
kontolnya yang sedang tertidur di bawah rimbunan jembut yang mengkeriting. Gue
tafsir panjangnya saat tak ereksi, 5cm. Ah, gimana bentuknya kalau Bokap lagi
ereksi.
Sayangnya keinginan itu tak akan
pernah tak terkabul. Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak pada gue, dan
segalanya memang terlihat sangat mudah dan kebetulan sekali. Thank you Gay God! Gue melihat Bokap gue
menggosok-gosok kontolnya yang penuh busa sabun dengan tangannya. Dalam sekejap
kontol itu bekerja menanggapi rangsangan lembut tangan penuh sabun itu.
Berlahan tapi pasti kontol itu terbangun dan menunjukkan bentuk keperkasaanya.
16cm panjangnya dengan diameter
sekitar 4cm dan bikin kaki gue lemas begitu melihatnya dengan mata-kepala gue
sendiri. Entah kenapa saat itu Bokap nggak segera menjauhkan tangannya dari
kontolnya sendiri. Bokap malah mulai mengocok dan mengurut kontolnya dengan
gerakan pelan.
Apakah Bokap sedang? Dan saat itulah
gue mendengar ocehan Bokap. Jelas.
“Aku nggak percaya kalau aku akhirnya
kembali melakukan onani seperti ini? Sudah lama aku nggak berhubungan intim.
Sialan! Kalau kamu nggak keluar kota malam ini, Rahayu, aku pengen membasahi
vaginamu. Ahhhh! Sialan! Sekarang puasnya cuman onani saja.”
Gleeeek! Gue menelan ludah. Keringat
gue mengucur dari kening dan saat itu juga gue dilanda rasa iba. Gue kasihan
sama Bokap. Well, Bokap orang yang
sehat Jasmani dan Rohaninya, jelas Bokap masih butuh kebutuhan biologis
tersebut. Dan mirisnya, saat Bokap membutuhkan itu semua, Nyokap gue yang
selama 20 tahun ini menjadi pasangannya dalam kehidupan dan di atas ranjang,
malah memilih pergi ke luar kota demi pekerjaanya. lihatlah sekarang ini! Bokap
gue onani. Jelas-jelas bukan kegiatan yang sepatutnya dilakukan oleh laki-laki
yang sudah menikah.
“Agrrrhhh!”
Sepertinya Bokap sudah menelan
mentah-mentah kekecewaanya kepada Nyokap. Sekarang Bokap sedang menikmati
gerakan tangan bersabunnya yang sibuk mengurut-urut kontolnya yang sudah ereksi
itu. Siapa sangka kalau keturunan kontol itu yang sekarang ini sedang bersarang
di balik celana jins yang gue pakai ini mulai menyadari kehadiran ayahnya.
Sudah lama kontol gue ini menunggu pertemuannya dengan ayahnya.
Kontol gue terbangun dalam sekejap,
seolah bersemangat menanggapi gejolak gairah yang saat itu tengah melanda tubuh
gue. Pikiran jorok gue menggerakan tangan gue untuk menyentuh kontol gue yang
mulai berkedut-kedut. Pull me out, I
wanna see my father. Kalau saja kontol gue bisa ngomong, pasti dia udah
protes. Apa daya! Gue udah kepalang napsu ngelihat Bokap gue telanjang bulat,
dan lagi onani pula.
“Ahhhh, Ahhh, nikmat banget. Kocokan
gue ternyata masih seenak dulu. Ahhh!”
Gue mendengar Bokap kembali meracau.
Bokap menyandarkan tubuhnya di dinding dan membiarkan air dari shower membilas habis busa-busa sabun di
dada dan perutnya. Dalam sekejap juga busa-busa sabun yang menyelubungi
kontolnya mulai terkikis. Kontol itu kini bersih, dan tampak berkilat saat
Bokap masih terus mengocok-ngocok kontolnya.
Cairan percum mengalir keluar dan
kejadian itu membuat Bokap mengadahkan kepalanya keatas, menikmati gelitik
nikmat di kepala kontolnya yang sekarang basah dengan percum. Inilah saatnya
gue untuk bergabung. Gue membuka resleting celana jins gue, dan mengeluarkan
kontol gue dari celah resleting yang terbuka. Here it goes. Kontol gue yang indah ini, 17cm sudah tak sabar ingin
mengikuti jejak nikmat yang dilakukan Bokap gue. Dengan mantap tangan gue
mengenggam batang kontol gue dan mulai mengurut-urutnya dengan gerakan pelan.
Sekejap mata gue terpejam menikmati sensai pertama menegangnya setiap saraf di
sana.
“Aghhh, Ohhhh, nikmat sekali! Aku
bener-bener horney malam ini. Fuuuh,
Heeem!”
Bokap kembali mengeluarkan dirty talk by him self-nya. Mendengar
suaranya yang rendah dan tertahan begitu, kontol gue meronta-ronta dan
mengeluarkan banyak percum dan seketika itu membasahi telapak tangan gue.
Pelumas alami ini gue gunakan untuk memperlancar gerakan tangan gue kala
beronani.
Percum kembali keluar dari lubang
kencing Bokap dan kali ini disertai dengan gerakan tubuh Bokap yang meliuk-liuk
seperti ular raksasa. Desahan kembali terdengar memecah keheningan malam.
Sebentar lagi Bokap akan mencapai puncak kenikmatannya. Dalam hati gue pengen
mencapai puncak bersama-sama dengan Bokap, maka gue percepatan kocokan tangan
gue di kontol. Clek, clek, clek, clek. Suara becek tangan berpelumas percum
yang sedang mengocok-ngocok batang kontol, tengah bersahutan antara gue dan
Bokap.
“OOOOOHHHHHH YEEEEEEEAHHHHHHHHHH!”
Bokap ejakulasi. Spermanya menyembur banyak sekali. Kalau pun sperma itu
ditampung, mungkin bisa memenuhi gelas sloki vodka.
Gue menelan ludah menikmati
pemandangan erotik Bokapa yang sedang berada dipuncak awang-awang. Melihat itu
adrenalin gue terpompa. Seperti kerja pegas kereta api gue mempercepat kocokan
gue, dan tak selang berapa lama, inilah yang gue tunggu-tunggu. Tubuh gue
bergetar seiring rasa gelitik yang menggrayangi area pribadi gue. Otot-otot di
sana mulai menegang dan langsung meregang begitu sperma gue siap melontar.
Dan...
CROOOOOOOOOOOOT! Gue ejakulasi.
“Oooooooohhhh...” Desahan membisik keluar dari bibir gue.
Bokap berusaha mengatur napas di
dalam bilik kaca sana, dan gue juga melakukan hal yang sama di balik pintu
kamar mandinya. Setelah napas dan kesadarannya berangsur pulih, Bokap langsung
membiarkan guyuran air membasahi tubuhnya kembali. Air membasuh sperma yang
tertinggal di pangkal paha dan tangannya pergi. Cairan putih kental itu
menghilang, mengalir bersama air memasuki saluran pembuangan.
Di tempat gue sekarang ini, gue
sedang membersihkan tempat sperma gue mendarat dengan T-Shirt yang tadi gue
pakai. Nggak ada tisue di kamar Bokap, dan untuk membersihkan jejak erotis gue,
gue menggunakan T-Shirt yang gue pakai di badan. Sekarang gue lagi topless, dan sedang berusaha menajamkan
mata untuk bekerja di tengah kegelapan demi membersihkan sperma gue yang
tercecer di muka pintu dan hampir di mana-mana itu.
Thank you for the unbelieveable, & unforgetable momemnt,
experience that you give to me, Pop!
The spectacular
view on the other day...
Di minggu pagi yang cerah, lewat tiga
hari setelah kejadian malam itu, gue menemukan Bokap muncul di meja makan dalam
keadaan topless as usuallynya dengan
hanya mengenakan celana piama yang selalu dikenakannya dalam tidur. Tapi kali
ini ada pemandangan tambahan bagi gue. Selain gue bisa menikmati breakfast view dengan menu : tubuh
bagian atas Bokap yang yuuuumy itu,
gue bisa melihat tonjolan di balik celana piamanya. Look at the picture, up there! It same like that!
“Pop!” Seru gue dengan mata
terbelalak, sambil menunjuk ke bagian selangkangan celana piama Bokap yang
menyembul.
Bokap melirik ke bawah dan langsung
nyengir. “Biasalah. Pagi-pagi...”
Maksudnya pagi-pagi kontol kan selalu
bangun. Lebih dahulu bangun ketimbang pemiliknya yang biasanya masih molor saat
mengalami ereksi di pagi hari.
“Ya, tapi nggak di depan aku begini.
Kalau Bik Sum ngelihat bagaimana?” Sebetulnya gue sih seneng-seneng saja.
Bener-bener nggak bisa dipercaya!
Tiba-tiba Bokap memasukkan tangan
kanannya ke balik celana. Entah apa yang sedang dilakukannya. “Hoi, balik
tidur!”
Glek! Gue cekikikan mendengar kata
Bokap barusan. Berangsur-angsur tonjolan di celana piamanya memudar. Kontol
Bokap kembali lemas karena kesadarannya mulai menguasai setiap kerja otot yang
bekerja di area pribadinya sana.
“Tuh, udah balik.” Bokap nyengir
sambil duduk di tempat beliau biasa duduk baik untuk sarapan dan makan malam.
Selalu. Leader selalu duduk di ujung
meja.
Gue langsung mendengus dan
melanjutkan acara makan pagi gue yang kali ini menunya butter rice with chicken brest deep fried. Melihat pemandangan yummmy itu bikin gue lapar.
Aurrghhhhhhh!
Sleeply, Drunk,
Pop...
Entah apa yang terjadi sama gue? Yang
jelas sejak kejadian episode malam itu, dan episode di pagi hari beberpa hari
kemudian, pikiran gue selalu dipenuhi dengan bayang-bayang Bokap. Gue rasanya
kayak lagi kasmaran. Wajah Bokap muncul dan menari-nari di pikiran gue. Selama
di sekolah yang ada di kepala gue bukannya rumus-rumus matematika, tapi malam
memori-memori sejelas kenyataan mengenai gambaran jelas tubuh aduhai bokap, dan
terlebih bentuk detil kontolnya yang for
heaven sake, bikin gue pengen memasukkan benda itu ke mulut gue.
Apakah ini pertanda buat gue.
Perintah langsung dari Gay God yang
selama ini jadi pembimbing gue, kalau ini adalah saatnya menjalankan project : Straight to gay. Gue udah sukses bersama Farid, apakah yang
selanjutnya ini adalah Bokap gue sendiri? Ick, gue ngerasa hina banget kalau
punya pikiran seperti ini. Tapi... tapi... tapi... pikiran ini udah nongkorong
di kepala gue semingguan ini. Apa jadinya kalau gue ngegodain Bokap gue,
merayunya untuk melukan seks bersama gue. Oh, jelas Bokap bakal tahu kalau gue
gay! Well, rahasia yang selama ini
ingin gue sembunyikan dari orang yang gue kenal.
Kalau temen-temen gue tahu, gue akan
merasa menjadi orang yang paling menjijikkan di dunia ini, tapi gimana kalau
Bokap gue yang tahu soal identitas orientasi seksual gue yang sebenernya?
Apakah akan jauh lebih menyakitkan dari rasa malu?
Sepanjang perjalanan pulang gue
mikirkan ini. Antara keinginan untuk menikmati tubuh Bokap gue sendiri dan juga
resiko besar yang akan gue terima kalau gue nekat melanjutkan project gue ini ke Bokap. Kegundahan ini
mengundang rasa penasaran Farid BFF gue. Yah, sahabat gue satu itu bener-bener
perhatian. Gue nggak mungkin, dong cerita ke dia soal ini. Bisa-bisa gue
diceramahin. Harus kemana gue mengadu akan kegundahan gue ini? The real God, or my Gay God!
Gue memasukkan motor ke dalam halaman
rumah. Seperti biasa Bi Sum pembantu gue menyambut di depan pintu saat gue
dateng. Wanita lanjut usia itu memang sudah mengabdi di keluarga gue sejak gue
masih umur tiga tahun. Beliau udah gue anggep kayak nenek gue sendiri, secara
nenek gue dari piihak Bokap udah meninggal, dan dari pihak Nyokap orangnya
konvensional banget. Terlalu kaku dan nggak deket sama gue dan sepupu-sepupu
gue.
Setelah ganti pakaian gue makan siang
seorang diri di meja makan apik itu. Bokap kalau siang gini jelas masih tugas
di Polda. Nyokap, yahhhh tahu sendiri kan kalau orangnya sibuk. Kemarin pulang
dari S’pore cuman kasih tas pesenenan gue, which
tas itu keren banget waktu gue pakai sekolah hari ini, dan bikin Farid,
juga yang lain ngiri sama gue.
Habis makan siang gue langsung ngacir
ke kamar. Biasanya, sih gue langsung bobo siang, kalau nggak ya main game pc. Kalau ada PR gue biasa kerjain
sehabis mahgrib. Berada berdua dengan Bi Sum di rumah ini terkadang malah
terlewat sepi. Bi Sum orangnya pendiam dan jarang kelihatan berkeliaran di
rumah. Kebanyakan waktunya dihabiskan di dapur dan nggak bakal masuk ke area
keluarga kalau nggak dipanggil. Kalau tugasnya selesai biasanya Bi Sum ada di
dapur, nonton teve, kalau nggak ya ngacir ke kamarnya yang ada di belakang dan
terpisah dari rumah utama untuk istirahat.
Gue main game pc sampai pukul
lima sore. Bokap biasanya udah pulang, tapi kenapa jam segini belum nyampek
rumah? Semacet apapun jalan nggak sampai hampir mahgrib begini. Apa mungkin ada
kunjungan Pak Presiden jadi Bokap mesti siaga. Biasalah, kalau ada petinggi
pusat yang mampir ke kota gue ini, Bokap selalu lembur kerjanya.
Akhirnya sambil menunggu Bokap, gue
membuat PR bahasa inggris. Sampai jam tujuh Bokap juga belum pulang. Tiba-tiba
Bi Sum nongol di depan kamar, bilang kalau makan malam sudah siap, dan Bokap
tadi telepon katanya agak telat sendiri karena ada urusan bersama teman. Ya,
sudah! Pokoknya udah denger kabar dari Bokap gue tenang. Alhasil gue makan
malam sendiri, dan Nyokap nggak usah diharepin, deh. Gue lebih khawatir Bokap
telat pulangnya ketimbang Nyokap yang telat.
Sampai jam sebelas malam Bokap juga
belum pulang. Gue akhirnya nonton teve di ruang tengah sambil menunggunya
pulang. Untung di teve ada film New Moon.
Lumayan bisa ngelihat bodynya
Taylor Lautner yang siap tampil full
shirtless selama dia bersama parak teman-temannya dalam geng srigala. Pas,
lagi seru-serunya ngelihat segerombolan srigala mengejar Victoria *Vampir
wanita berambut merah yang dendam sama Edward dan Bella. Well, semua gay pasti doyan nonton film ini*, gue mendengar suara mobil
dinas Bokap masuk ke halaman.
Sebagai anak yang baik gue
menghampiri ke depan. Pas sampai di garasi gue melihat Bokap keluar dari
mobilnya. Lho, kok nggak pakai seragam? Gue mendekati Bokap, dan tiba-tiba
hidung gue langsung mengernyit Yick! Bau alkohol menguar dari tubuh Bokap. Pas
beliau menyapa gue, gue langsung mencubit hidung karena napas Bokap bau
alkohol.
“Papa mabuk, ya?!” Tanya gue dengan
nada marah.
“Hick.” Eh, Bokap malah cegukan.
Langkahnya gontai saat berjalan ke arah gue.
Spontan gue merapat ke Bokap dan
memapah tubuhnya. Sekejap bobot tubuhnya yang 80kg itu menguji ketahanan fisik
gue. Pelan-pelan gue menuntun Bokap ke dalam. Setengah menahan napas karena
menahan bahu tubuh dan napas Bokap yang berbau alkohol, gue meletakkan tubuh
nggak berdayanya itu di ruang tamu.
“Tunggu di sini, Pa biar aku ambilin
minum.” Pikir gue orang mabok kalau di kasih minum air putih, dia bakal punya
sedikit kesadaran. Wah, istilahnya mengcharge
sisa kesadaran dari hangover kali
ya.
Karena sudah malam gue nggak mau
merepotan Bi Sum yang pasti sudah beristrihatan di kamarnya itu. Well, sebagai anak gue harus berbakti
dong, apalagi gue sayang sama Bokap gue ini. Sambil menunggu gelas terisi penuh
di dispancer, gue bermain dengan pikiran gue. Kenapa Bokap sampai mabok, ya?
Nggak biasanya Bokap mabok. Polisi kan harus menjaga betul nama baik dan
pangkatnya, apalagi Bokap adalah petinggi di jajarannya. Mana mungkin Bokap
seceroboh ini? Kalau ketahuan masyrakat yang kebetulan mengenali wajahnya, bisa
alamat Bokap akan dicopot jabatannya. Pasti Bokap ngeluyur ke club bareng temen-temen semasa remajanya
dulu yang emang bada berandal dan nakal. Tuh, buktinya Bokap pulang tanpa
seragam dinasnya? Pasti Bokap mengganti pakaian dulu sebelum clubing. Cek, cek, cek.
“Minum airnya dulu, Pop!” Seru gue
sambil menyodorkan bibir gelas ke bibir keunguan Bokap.
Glek, glek, glek, Bokap meminum
beberapa teguk, dan langsung Pluk! Terjerembap di atas sofa nggak sadarkan
diri. Wah, mabuknya kelewat parah nih, wajahnya saja sampai memerah gitu.
Sedetik kemudian gue mendengar Bokap mendengkur. Wah, langsung terlelap. Akan
lebih susah kalau membopong orang nggak sadar ke kamar, jadi gue naikkan kaki
papa ke sisi sofa yang masih kosong dan gue baringkan tubuhnya di sana.
Gue tutup korden ruang tamu dan pintu
rumah. Klik, gue kunci. Nyokap dimana sih di saat-saat genting seperti ini? Gue
balik ke kamar untuk mengambil
handphone. Gue kepikiran telepon nyokap.
Tut! Tut! Tersambung. Di dengung ke
lima telepon diangkat.
“Hallo, iya sayang!” Suara Nyokap
kedengaran kresek-kresek. Bunyi musik ada di latar belakang.
“Mom, jam berapa pulang. Papa mabok!”
Jelas gue langsung to the point.
“HAH? PAPA KAU MABOK? PASTI DIAJAK
KELUAR SAMA GUSNANDI!” Gusnandi. Om Gusnandi kalau gue bilangnya. Temen masa
remaja Bokap gue. Salah satu dari geng bringas dan urakan dulu.
“Papa udah kelewat teler, deh, Mom.
Sekarang malah tidur di ruang tamu. Hendra, nggak kuat ngangkat badan Papa ke
kamar.”
“Ya, sudah biar dia tidur di situ
malam ini.”
“Mama jam berapa pulang?”
“Jam satu, sayang. Ada acara kawinan.
Mama yang mengheandle acaranya. Orang penting jadi nggak boleh ditinggal. Di
mana sopan santun Mama sebagai kepala di sini!”
Dalam hati gue beribu-ribu kali
mendesah. As usual! Setelah
berbasa-basi sejenak gue menutup telepon. Jam digital handphone gue menunjukkan
pukul sebelas tiga puluh. Gue melirik Bokap.
“Pop!” Gue tepuk-tepuk pipinya. Bokap
nggak menyahut. Nggak tahu kenapa mata gue turun ke selangkangannya. Sesuatu
tengah berkedut-kedut di baliknya. What
the fuck? Bokap, lagi ereksi jangan-jangan. Apa gara-gara panas alkohol
dalam tubuh, kontol juga ikut terangsang? Well,
I dunno. Maybe no, maybe yes. Kenapa nggak gue cek saja? Begitu kata hati
gue.
Tiba-tiba tangan gue dengan
lancangnya membuka ikat pinggang Bokap, lanjut ke kancing celana, dan
resletingnya. Sreeeek... celana Bokap udah melonggar. Kontol yang
berkedut-kedut itu semakin terlihat jelas karena sekarang hanya tertutup oleh
celana dalam brief warna hitam.
Gue melirik ke Bokap. Nggak ada
tanda-tanda orangnya bakal bangun. Gue pegang dan elus-elus permukaan celana
dalam itu, tepat di kontolnya yang diarahnya nempel kulit ke atas itu.
Mendapatkan sentuhan itu, permukaan telapak tangan gue disodok-sodok oleh benda
yang sepertinya bereaksi terhadap rangsangan.
Bokap masih nggak bergerak. Sekarang
gue buka kancing teratas polo shirt yang
nempel ketat di badan Bokap. Masih nggak bergerak juga. Well, 100% Bokap nggak sadarkan diri. Niat jelek tiba-tiba muncul
di kepala gue. Niat paling bejat yang pernah mampir di otak gue. Gue singkapkan
polo shirt warna biru itu sampai ke
atas dada, dan terlihatlah tubuh Bokap yang seketika itu membuat kontol Gue
juga terbangun.
Napas Bokap yang teratur seperti bayi
yang tidur nyenyak, membuka perut rata sexy
dan dada bidangnya itu naik turun. Dua putingnya yang hitam itu menegang
sempurna. Bulu-bulu tipis yang menghiasi dada sampai perutnya juga kelihatan
basah, lengket, karena keringat.
Gue langsung menggrayangi Bokap.
Mula-mula gue usap-usap bagian perutnya. Gue merasakan basahnya keringat di
badan Bokap menempel di telapak tangan gue. Gue bisa merasakan napasnya di
kulit gue. Hangat. Tubuh gue bergetar hebat menikmati sensai itu. Tangan gue
naik ke atas ke dadanya yang ranum dan bidang itu. Gue remas dua dadanya.
Begitu kenyal. Belum lagi tiba-tiba gue terangsang melihat tahi lalat di bagian
dada kiri atas Bokap. Beh, entah kenapa melihat benda itu gue merasa segera
menerkam dua puting Bokap yang mengacung itu.
Gue pelintir pelan dua puting dadanya
itu. Keras dan kenyal. Bokap langsung mengedip sejenak. Mungkin alam bawah
sadarnya memberikan respon akan rangsangan itu. Gue remas sekali lagi dadanya,
dan kali ini gue mainkan puting kananya dengan ibu jari gue. Gue usap-usap
melingkar searah jarum jam, dan Bokap memberikan reaksi dengan menggerakan
ujung bibir sebelah kirinya ke atas.
Kini saatnya lidah gue yang bereaksi.
Ujung lidah gue menyapu langsung tepat ke puting kiri Bokap. Lick, nikmatnya tak terkira. Puting
Bokap main mengeras saat merasakan lidah basah gue di sana. Gue hisap kali ini
yang sebelah kiri dan Bokap mulai melenguhkan suaranya, tapi tetap saja tidak
membuka matanya.
Puas memainkan lidah gue di bagian
dadanya, gue turun ke tengah tubuh, di bagian perutnya yang berbulu itu. Karena
tak cukup ada otot yang terlihat, gue mefokuskan pekerjaan di pusar Bokap. Area
yang bersih itu gue mainkan dengan ujung lidah, sementara tangan gue berusaha
bermain dengan bulu-bulu yang ada di perutnya. Rasa asin dari keringat Bokap
memanjakan ujung lidah gue, meskipun berbau alkohol. Tak butuh banyak waktu
karena tempat itu kurang menarik perhatian gue. Sekarang gue mau masuk ke
intinya.
Benda di balik celana dalam Bokap
sudah tak berkedut lagi, tapi malah menyembul mendesak ke atas kain celana
dalam dari bahan nilon itu. Ternyata sudah ereksi. Gue pegang karet celana
dalamnya dengan satu tangan. Gue lirik Bokap. Nggak bereaksi. Ini artinya
pertanda bagi gue untuk meneruskan. Gue tarik karet celana dalamnya itu dan gue
turunkan sampai kontolnya melontar tegak ke udara bebas. Agar tidak susah-susah
menahan karet celana dalam Bokap, gue menyelipkan karet celana dalamnya itu di
bawah buah zakarnya yang saat itu sedang mengeras karena tertekan suhu panas.
Gue jadi nggak bisa melihat dua bijinya yang menggantung, karena yang ada malah
sebongkah daging berbulu dan kehitaman sebesar kepalan tangan anak SD.
Kontal Bokap menggoda gue seperti gue tergoda
melihat sosis bakar jajanan di sekolah. Ingin segera gue lahap sosis itu, eh
bukan, kontol itu. Kontol Bokap gue. Gue genggam batangnya dengan mantap. Hangat
sekali rasanya, dan Bokap lagi-lagi nggak bereaksi. Kali ini gue coba
mengurut-urut batang kontolnya beberapa kali untuk menguji kesadaran Bokap,
tapi Bokap tidak bergeming.
THANK YOU GAY GOD!
Slurrrrp! Gue hisap kontolnya. Jlep,
cleepok, cleeepok! Begitulah bunyi suara mulut gue yang tengah memberikan oral
di kontol Bokap. Archhhhh, rasanya yang sedikit asin, aneh itu belum terbiasa
di lidah gue. Rasanya berbeda dengan Farid yang kalau itu kontolnya campuran
antara bau keringat dan sabun, tapi tidak meninggalkan jejak rasa apapun di
lidah gue.
Gue kenyot-kenyot kepala kontol Bokap
yang ungu itu. Hemp! Gue hisap sejenak, terus gue jilat-jilat batangnya. Aroma
jembutnya yang lebat menggelitik hidung gue, dan makin membuat gue semakin
bernapsu untuk memberikan seks oral ke Bokap yang sedang tidak sadarkan diri.
Gue biarkan kontol yang panjangnya
nggak sampai menyentuh tenggorokan gue itu berdiam di dalam mulut gue itu
sampai pangkal-pangkalnya, dan dengan kontol yang masih di dalam mulut, gue langsung
saja menusuk-nusuk setiap saraf yang ada di pangkal kontol Bokap dengan lidah
gue yang lincah. Gue merasakan jembut-jembutnya yang ada di pangkal nempel di
ujung lidah gue. Slurrruuuup! Ckeeelpeeelp! Terus gue keluarkan kontol itu dari
dalam mulut gue sampai berbunyi PUP! Dan kontol itu masih tetap berdiri tegak.
Mendapatkan serangan seperti itu
kontol Bokap gue malah berdenyut-denyut. Wah alamat Bokap bakal ejakulasi, nih.
Langsung saja gue genggam kontol itu dan gue kocok-kocok, sementara lidah gue
bermain di lubang kencingya. Kontol itu terus berkedut-kedut di tangan gue, dan
Crooooooooooot! Sperma Bokap keluar dalam sekali cipatran dan langsung masuk ke
mulut gue yang saat itu sudah siap terbuka untuk menerimanya.
Rasa anyir dan asin sperma (Author
note : Betul nggak, sih rasanya gitu?) Terasa di lidah gue untuk pertama
kalinya. Well, gue belum sempat
merasakan sperma kala bercinta dengan Farid waktu itu, karena Farid
mengeluarkan banyak spermanya di dalam anus gue. Ada, sih yang keluar dari lubang
anus gue, tapi kan.... yuuuuuuks, jijik
banget.
Gue biarkan sperma itu menetap di
lidah gue. Gue agak ragu antara menelannya, atau menumpahkannya? Well, gue masih agak jijik kalau cairan
itu sampai masuk ke tenggorokan, jadi gue putuskan untuk menumpahkannya ke
telapak tangan gue. Sperma Bokap bercampur air liur gue tumpah ke telapak
tangan, kombinasi yang menjijikan.
Gue melirik ke arah Bokap. Masih
nggak sadar. Bener-bener, deh! Gue emang beruntung banget. Berangsur-angsur
kontol Bokap kembali ke posisi semula. Benda itu sekarang hanya seukuran ibu
jari orang dewasa dan menempel manja pada buah zakarnya yang masih membulat
ketat. Selamat tidur anak manis, terima kasih atas partisipasimu. Sekarang
kontol itu terlelap dengan diselimuti jembut Bokap yang lebat.
Sekarang perhatian gue tertuju pada
cairan campuran antara sperma Bokap dan air liur gue. Mau gue buang ke mana
cairan ini? Cairan itu masih menggenang anteng di telapak tangan gue. Tiba-tiba
pikiran jorok muncul di kepala gue untuk ke dua kalinya. Gue emang anak paling
bejat sedunia!
Gue bangkit berdiri dan memelorotkan
celana jersey dari kesebelasan Chelsea yang kala itu lagi gue pakai.
Kontol gue udah nggak setegang waktu mengoral Bokap tadi. Benda itu sekarang
kelihatan setengah bagun dan seperti anak kecil yang merengek ingin segera naik
ke atas tempat tidur. Tunggu dulu hendra’s
little brother, bangunlah sejenak untuk bermain sebelum tidur.
Clepok! Gue usapkan sperma Bokap yang
bercampur air liur gue ke kontol gue. Cairan gue usap-usapkan ke batang dan
kepala kontol gue seperti ibaratnya pelumas untuk onani. Biasanya gue pakai baby oil, sekarang pakai benda alami.
Bau sperma Bokap tercium anyir di hidung, tapi gue nggak perduli. Bau pemutih
pakaian itu gue nikmatin sambil membangunkan kembali kontol gue dengan kocokan
pelan.
Beronanilah gue di depan Bokap yang
lagi terbaring di sofa tidak sadarkan diri. Sebagai pembangkit gairah gue
menikmati tubuh Bokap yang basah karena keringat itu. Sampai akhirnya gue
merasa bosan setelah tiga menit beronani, tapi belum juga menunjukkan reaksi
nikmat. Sperma Bokap main terasa lengket dan tidak nyaman untuk digunakan
sebagai pelumas.
Gue melirik ke arah tangan Bokap yang
saat itu terkulai menggantung di pinggir sofa. Wah! Muncul ide paling bangsat
di otak gue. Kenapa gue nggak menggantikan peran tangan gue dengan tangan
Bokap. Tangan keras dan lebar itu mengenggam batang kontol gue. Rasanya kasar
karena buku-buku jari dan telapak tangan Bokap ada yang kapalan. Mungkin karena
keseringan memegang pistol waktu latihan menembak. Tangan pekerja keras itu
kini mengenggam kontol gue, meskipun tangan kanan gue menahan pergelangan
tangannya agar posisinya tetap berada di tempat yang gue inginkan.
Berlahan gue maju mundurkan pantat
gue sehingga kontol gue mulai menggesek-gesek telapak tangan Bokap yang sudah
menyelubungi kontol gue itu.
“Ahhhhhhhhh!” Gue mendesah, kepala
gue mendongah ke atas. Sensasinya nikmat bukan main.
Gue yang nggak bisa mengendalikan
gairah karena baru pertama kali ini mencoba eksperimen baru “menggunakan tangan
orang lain sebagai pengganti tangan sendiri saat onani” benar-benar memacu
segala saraf dan titik rangsang di tubuh gue untuk bangkit lebih awal.
Tubuh gue serasa meledak seperti
kembang api, mata gue berkunang-kunang, dan sekujur tubuh gue menggigil
menikmati indahnya orgasme yang hanya dapat dirasakan sekali itu oleh
laki-laki.
“Agrrhhhhhhhhh!” Gue menggerang, dan
sperma gue muncrat dan jatuh banyak ke dada, dan sedikit menciprat ke muka
Bokap.
Sialan! Gue langsung terbakar rasa
panik. Kenikmatan itu tiba-tiba sirna saat kesadaraan mengambil alih fungsi
pikiran gue. Sperma gue ada yang menempel di ujung bibir atas bokap sebelah
kiri. Bokap jelas bisa mencium bau itu lewat hidungnya? SIAL! Mungkin inilah
hukuman buat gue. Gue bakal... Agrrhhhhhh! Gue mengerang furstasi. Kringat
dingin mengucur dari seluruh pori-pori di tubuh gue. Ketiak gue langsung basah
dan becek, begitu menerima rangsangan dari degup jantung gue yang berdetak
lebih cepat dari normalnya.
Sepuluh detik, lima belas, dua puluh
lima, tiga puluh... satu menit. Bokap nggak breaksi. Napas gue berangsur-angsur
normal, dan jantung gue kembali berpacu pada kecepatan yang wajar. Lho, kok
bisa Bokap nggak sadar? Ini bener-bener aneh. Dilanda rasa takut yang tersisa
dan keinginan untuk segera menutup tempat kejadian perkara, gue mengambil tisue
yang ada di meja ruang tamu dan membersihkan sperma di wajah dan dada Bokap. Di
sentuh-sentuh begitu wajahnya sama gue Bokap juga nggak bangun.
Aneh?
Sekarang gue membersihkan kontol gue
sendiri dengan tisue. Sisa sperma Bokap yang masih menempel di sana juga sudah
gue lap sampai keset. Nggak lupa bersihkan telapak tangan sebelah kanan Bokap
yang gue fungsikan sebagai stady handjob itu
dengan tisue.
“Ahhh...” Gue mendesah lega. Berlahan
gue naikkan karet celana dalam Bokap. Gue naikkan resleting, gue kancingkan
kailnya, dan gue pasangkan kembali ikat pinggangnya. Tak lupa gue turunkan polo shirtnya kembali menutupi tubuhnya.
Gue pakai lagi celana jersey gue yang sudah melorot sampai ke
mata kaki itu. Malam hari ini gue mendapatkan pengalaman yang medebarkan, tak
terlupakan, dan paling nekat, serta busuk dalam sejarah kehidupan gue sebagai
seorang gay.
Karena gue nggak kuat membopong tubuh
Bokap ke kamarnya, gue biarkan saja Bokap tidur di ruang tamu. Gue matikan
lampu ruang tamu dan gue meninggalkan Bokap di sana dan pergi ke kamar. Saat
gue naik ke lantai dua, dan hendak menginjakkan kaki di anak tangga teratas,
gue mendengar suara pintu tertutup di bawah. Spontan gue menoleh ke sumber
suara. Sontak tubuh gue membeku saat dari posisi gue sekarang, gue nggak
melihat tubuh Bokap terbaring di sofa ruang tamu. Berarti Bokap sudah bangun,
dan suara pintu tadi? DEG! Sumpah gue merasakan jantung gue serasa berhenti
berdetak. Kaki ini gemetar saat melangkah menuruni tangga pelan-pelan.
Gue mendekati pintu kamar Bokap.
Berdebar jantung ini saat gue menempelkan telinga ke daun pintu. Tidak
terdengar apa-apa. Dan tiba-tiba Klek! Lampu di ruang tengah menyala, spontan
gue terlonjak dan memutar badan. Gue menemukan Nyokap berdiri di belakang gue,
sama terkejutnya dengan gue. SIALAN!
“Hendra! Ngapain kamu di depan pintu
kamar Mama?!”
“EH,MAMA! Mama udah pulang?”
Mama kelihatan binggung dan masih
memandangi gue dengan tatapan curiga.
“Anu, Ma! Tadi dengar suara. Sesuai
perintah Mama tadi, aku biarin Papa tidur di ruang tamu, eh pas aku cek barusan
ruang tamu kosong, jadi aku inisiatif ngecek ke kamar. Aku nggak berani masuk,
makannya aku nguping sapa tahu kedengaran dengkuran Papa.” SIP! Gue pinter
banget ngibulnya.
Nyokap gue sih percaya-percaya saja.
“Mau Hendra bikinin teh, Mom?”
Nyokap gue tersenyum mendengar
tawaran gue. Ah, anak yang perhatian. “Boleh.”
Gue langsung ngacir ke dapur, dan
mendengar suara Nyokap membuka pintu kamarnya dari belakang. Fiuhhhhhhh! Sambil
menunggu air mendidih di kompor – karena air panas listrik di dispenser
kehabisan air dan nggak punya stock air galon – gue duduk-duduk di stool besi di depan kitchen island.
Lima menit kemudian saat gue menuang
air panas ke cangkir, Nyokap gue keluar dari dalam kamar dan menghampiri.
Sontak gue membrondong Nyokap dengan pertanyaan.
“Beneran Papa udah pindah ke kamar?”
Nyokap gue ngangguk. “Lagi mandi.
Katanya badannya lengket dan bau.”
BEAT! Dada gue serasa ditusuk pedang.
“Ohhh...” Begitulah suara yang keluar
dari bibir gue. Masih deg-degan gue menyodorkan teh panas itu di hadapan Nyokap
yang duduk di stool sebelah.
Nyokap meniup buih uap dari
cangkirnya, dan menyesap tehnya sedikit. Nyokap mengernyit karena lidahnya
terbakar.
“Masih panas, Mom!”
“Hehhehe, nggak apa-apa.”
Lalu kami berdua sama-sama terdiam.
Emang gue dan Nyokap jarang berdua begini, duduk-duduk sambil ngeteh. Paling
gue sama Nyokap kalau lagi window shoping
di mall.
“Eh, ngomong-ngomong Papa minta Mama
bilang ‘makasih’ ke kamu...”
DEG! “Makasih buat apa, Mom?”
“Nggak tahu. Disuruh bilang makasih
saja, tuh. Mungkin makasih udah ngebopong masuk ke rumah tadi.”
Eh? Beneran cuman itu? Malam itu
setelah gue balik ke kamar, gue nggak bisa tidur sampai subuh.
Awkward moment with Pop at Breakfast...
Jangan tanya seberapa pucatnya wajah gue pas
turun ke bawah buat sarapan. Sumpah pagi itu gue nggak tahu harus bersikap
kayak gimana. Setelah kejadian paling mendebarkan dalam hidup gue sebagai gay,
gue semalaman nggak bisa tidur. Pas gue bangun – karena sempet tepar juga waktu
subuh – gue menemukan kantung mata di kedua mata gue. SIALAN! Pagi ini gue udah
kelewat ngantuk dan bahkan malas mandi. Gue juga ngerasa gerah dan lengket –
Kalau gue setelah onani dan belum mandi besar, gue mesti suka ngerasa gerah dan
badan lengket.
Pagi ini gue turun nggak pakai
seragam. Gue masih mengenakan celana dan kaus jersey dari kesebelasan Chelsea. Pas gue sampai di meja makan gue
nggak berani memandang Bokap gue yang sudah duduk di tempat biasanya duduk,
dengan penampilan rapi dan gagah. Seragamnya menempel sempurna di badannya itu.
Topi dinasnya itu diletakkan di kursi kosong di sisi meja tak jauh dari
tempatnya.
Untung Nyokap ada untuk ikut gabung
sarapan. Kebayang gimana awkwardnya
kalau cuman gue dan Bokap saja. Nyokap gue terkejut melihat penampilan kusut
gue di jam sesiang ini – maksudnya udah setengah tujuh pagi, dan gue bukannya
muncul dengan seragam sekolah dan bau wangi.
“Lho! Kamu kenapa sayang?” Bokap dan
Nyokap spontan memandangi gue. Gue nggak ada hasrat untuk duduk dan mencomol
sup makaroni kesukaan gue yang dihidankan untuk sarapan pagi ini.
“Kamu nggak enak badan?” Tanya
Nyokap.
Ngangguk saja, deh.
Nyokap bangkit dari tempatnya dan
lantas menyuruh gue untuk duduk. Sumpah gue nggak berani mendongahkan kepala
saking takutnya gue sama Bokap. Telapak tangan Nyokap nempel di kening gue yang
berkeringat.
“Wah badan kamu anget.”
“Boleh nggak hari ini nggak masuk?”
“Istirahat di kamar saja kalau
begitu. Sana! Nanti biar BI Sum anter makan kamu ke atas. Jangan lupa minum
obat sehabis makan.” Celetuk Nyokap.
Kenapa Bokap belum bersuara juga, ya?
Kemudian Nyokap memanggil Bi Sum.
Terjadilah perbincangan diantara mereka. Eh, gue makin ciut di meja makan nggak
berani ngelihat Bokap.
“Kamu semalam nggak tidur?” Akhirnya
terdengar suara Bokap.
Gue diem saja. Kok, rasanya janggal
banget kalau nggak merespon, jadi gue mengangguk.
“Hendra...” Papa memaggil nama gue
lirih. Seperti nggak mau kedengaran siapa-siapa.
Aduh gue takut untuk mengadahkan
kepala dan menatap Bokap. Ya, ampun! Gue merasa hina banget. Pelan tapi pasti
gue mendongah. Wajah Bokap nggak kelihatan garang saat wajah kami sejajar.
“Yang semalam terima kasih, ya...”
DEG! Mata gue melotot. SIALAN! Andai
saja bisa, gue udah meminta Tuhan untuk mencabut nyawa gue sekarang dan
menjebloskan gue ke neraka jahanam. Gue melihat dengan pandangan nanar, Bokap
tersenyum ke arah gue dan bangkit dari kursi makannya. Tiba-tiba saja Bokap
ngacir pergi gitu saja setelah mengecup pipi kanan Nyokap dan pamit berangkat.
Nyokap lantas memandangi wajah gue
yang udah kayak mayat hidup itu. “Kamu pucat sayang. Mama antar ke dokter, ya?”
Gue nggak bisa ngomong apa-apa
kecuali mengangguk. Dalam hati gue mantep, sesampainya di rumah sakit gue bakal
minta dokter buat suntik mati gue.
ARRRRRGRRRRRRRH!
Akhir yang mencerahkan (Satu bulan kemudian)....
Untung sudah sebulan berlalu sejak
kejadian paling awkward pagi itu.
Selama itu gue berusaha menghindari pertemuan gue bersama Bokap. Well, gue awali dengan jarang mengikuti
sarapan pagi, lebih-lebih menghindari saat-saat di mana Nyokap nggak ngikut
sarapan, which is seharusnya hanya
ada gue dan Bokap di meja makan. Gue seratus persen yakin sikap aneh gue
mengundang ketertarikan Bokap. Sering kali sudut mata gue mendapati Bokap
ngelihatin gue. Jangan tanya gimana rasanya? Hati ini hancur. Gue menyesal udah
melakukan perbuatan hina itu dengan Bokap.
Ingin sekali gue membaki kekisruhan
hati ini ke orang lain, tapi kepada siapa? Well,
yang tahu siapa gue sebenarnya cuman Farid, tapi gue nggak yakin dia bisa
bantu gue? Atau ke temen-temen gay gue. Gue punya temen-temen gay di twitter
dan facebook – gue punya dua akun sosial media Hendra yang hidup di topeng
normal (yang ini pakai profile picture
foto wajah gue), dan Hendra si gay (pakai profile
picture, foto kontol gue yang lagi hard
on). Akhirnya gue memutuskan
untuk membagi keresahan ini dengan beberapa temen gay gue.
Apa yang mereka bilang. Gue dibilang
bodoh! Tapi salah satu temen gue ada yang memberi pencerahan. Akhirnya ada
setitik terang di kegelapan perasaan gue.
“Gue bertanya-tanya kenapa Bokap lo
nggak marah?”
“Gue nggak tahu.”
“Ucapan terima kasih untuk semalam
itu artinya nggak untuk yang lain, kan?”
“Gue yakin seratus persen untuk oral
yang gue kasih. Nggak ada hal lain yang gue lakuin sampai mengundang ucapan
terima kasih dari Bokap!”
“Sedikit aneh... jangan-jangan Bokap
lo suka lagi!”
“Hah?!” Percaya nggak percaya guenya.
“Sekarang pikir, deh. Kalau emang
bener Bokap lo tahu apa yang lo lakuin ke dia, pasti lo udah mati atau nggak
babak belur karena dihajar. Bokap lo pasti udah tanya apa lo ini gay? Kenapa
sampai sehina itu lo bermain-main dengan kontolnya?!”
Gue diem saja. Mikir sampai lama. Apa
mungkin yang dikatakan temen gue itu bener?
Agrrrhhhhhh! Frustasi makin jadi.
Gue mengendari motor pulang ke rumah.
Sekolah hari ini sampai siang saja karena nggak ada rapat OSIS yang biasanya
membosankan itu bagi gue, tapi entah sejak kejadian itu dan kroco-kroconya yang
menggelisahkan, gue jadi betah berlama-lama di sekolah dan nggak pengen pulang.
Pernah gue nggak pulang dan malah ngerayu Farid untuk main ke rumahnya. Sekali
sih boleh, dua kali, tiga kali gue minta main ke rumahnya, dia menaruh curiga.
“Lo nggak punya rencana ngapa-ngapain
gue, kan?”
Yang saat itu langsung gue timpuk
kepalanya sama binder. Gue pernah ngacir ke mall sampai malam hari, dan pulang
ke rumah pas Bokap udah tidur. Yahhh, mau sampai kapan gue hidup seperti ini.
Sambil berbelok masuk ke komplek rumah gue berpikir. Gue harus menghadapi
kenyataan. Nasi udah jadi bubur, kayak pepatah tempoe dulu bilang. Yang terjadi
biarlah terjadi. Nggak boleh nyesel. Huffffhh, gue mendesah. Dan saat itu mata
gue menangkap sosok Bi Sum tengah berjalan di pinggir jalan sambil menenteng
tas belanja.
Gue spontan berhenti. “Mau ke mana,
Bi?”
“Di suruh belanja sama, Ibu.”
“Lho, bukannya tadi udah belanja sama
tukang sayur.”
“Kata nyonya mau makan semur daging.
Ini disuruh beli di pasar.”
Gue jadi kasihan melihat Bi Sum yang
harus berjalan menuju pasar argo bisnis yang jadi salah satu fasilitas di komplek
perumahan gue ini. Letaknya jauh di depan komplek, dan kalau jalan kaki bisa
setengah jam sendiri.
“Ayo, Bi saya antar!”
Bi Sum sih nurut-nurut saja. Sampai
di sana Bi Sum turun. “Udah, Mas Hendra pulang saja. Nanti Bi Sum naik ojek.”
Langsung saja gue ngacir pulang. Eh,
nyokap jam segini udah pulang? Tumben. Bruuuuuuuum, gue lambat-lambatin laju
motor gue supaya nggak cepet sampai, tapi mau gimana lagi tetep saja akhirnya
gue sampai di depan rumah. Ahhhh, gue mendesah jengah. Gue membuka pagar dan terkejut.
Mobil dinas Bokap ada di garasi, berjejer sama mobil Nyokap. Lho... dua-duanya
ada di rumah, nih ceritanya? Tumben. Baru jam dua belas lho ini.
Ceklek! Pintu rumah kebuka. Nggak ada
siapa-siapa. Sepi. Gue masuk sampai ke ruang tengah. Kosong. Di dapur kosong
nggak ada tanda-tanda kehidupan. Gue langsung ngacir naik ke atas. Pelan-pelan
dengan gontai gue menaiki anak tangga satu persatu. Sampai di anak tangga ke
dua dari atas gue berhenti dan memaku.
Suara itu????????
Nggak-nggak-nggak. Nggak mungkin! Gue
menajamkan pendengaran.
“Ahhhh, ahhh, ahhh, terus, Pa!
Ahhhhh!” Suara Nyokap gue. Hah? Mereka? Nggak ada yang bisa menjelaskan apa
yang terjadi kalau suaranya itu begitu kalau bukan mereka lagi... WHAT THE
HELL!
Otak cerdas gue langsung muter. Ini alasannya
kenapa mereka berdua di rumah? Ini alasannya kenapa Bi Sum tiba-tiba pergi ke
pasar padahal tadi pagi sudah belanja? Ternyata mereka curi-curi waktu
untuk.... ada rasa lega dan senang karena akhirnya Bokap dan Nyokap punya waktu
berdua untuk... you know lah. Kaki
gue saking gemetarnya nggak bisa dibuat melangkah.
“Memek kamu basah, Ma!”
“Terus sodok-sodok, Pa! Ahhhhh!”
Gleeek! Gue menahan air liur. Liar
sekali mereka. Suaranya berasal dari kamar tamu di sebelah kamar gue.
“Oh, ya, yes!”
Dengan langkah cepat tapi berusaha
untuk tidak sampai membuat kegaduhan, gue ngacir ke depan pintu kamar gue. Gue
cengkram kenop pintu kamar gue sampai buku-buku jari gue memutih. Suara-suara
itu sulit sekali untuk diabaikan. Oh,
god! Meskipun gue gay, tapi gue terlalu penasaran dengan apa yang terjadi
di kamar sebelah. Which is gue nggak
mau ngelihat tubuh Nyokap gue. Yang gue bayangin sekarang gimana perkasanya
Bokap gue pas ML sama Nyokap. Gue penasaran bagaimana cara mereka menikmati
gairah berdua. Dengan cara begitu gue
bisa lahir ke dunia ini. Gue menelan ludah antara keinginan waras untuk
mengacuhkan suara-suara itu dan masuk ke kamar, atau mendengap-endap ke sana
dan mengintip ke dalam bagaimanapun caranya?
“Sst, ayo lah, Pa...” Terdengar suara
Nyokap yang membisik manja.
“Kamu sudah banjir, ya Ma? Rasanya
jari Papa basah semua...”
“Aghhh, ya Pa! Ahhhh, tekan di situ.
Ohhh, yes!”
Di mana gue? Masih berdiri di depan
pintu kamar.
“Ahhh, sekarang pakai lidahmu, Pa!
Ahhhh, yeaaaaah. Dihisap!”
Sudah cukup! Teriak gue dalam hati.
Gue menutup pintu kamar gue yang sudah sedikit terbuka itu dan gue berlahan
melangkah pelan mendekati pintu kamar tamu yang ada di samping kamar gue.
Pintunya tertutup rapat. Well, ada celah di bawah pintu yang memungkinan suara
dari dalam bisa terdengar sampai luar. Kenapa mereka nggak melakukannya di
bawah saja, di kamar mereka? Oh, mungkin takut Bi Sum sudah pulang dari pasar
dan mendengar suara-suara liar mereka dari dapur. Kamar mereka kan deket ruang
tengah dan dapur. Satu area.
Dari mana gue bisa mengintip? Ahhh, key hole! Gue membungkuk dan memicingkan
mata di depan lubang kunci pintu kamar tamu.
Gue pun segera coba melihat apa yang mereka lakukan di dalam, namun hanya
setengah dari punggung Bokap gue saja yang bisa gue lihat dengan posisi
setengah membungkuk begini. Well, Bokap
kayaknya lagi menghisap payudara Nyokap yang sebesar mangkuk mie ramen itu.
“Oh, mainkan puting Mama, Pa! Hisap!
Hisap. Aucchh, jangan digigit.”
“Hehhehehe.”
Gleeek! Ya ampun liar sekali mereka.
Batin gue. Samar-samar gue melihat Bokap bersimpu di depan Nyokap yang
ngangkang di atas sofa. Well, mereka make out di sofa di depan tempat tidur –
karena tempat tidurnya nggak ada seprai. Dari sini gue bisa melihat punggung
Bokap serta pantatnya yang bohay itu. Buah zakarnya menggantung di antara celah
kedua pahanya.
Sekarang mereka sedang berciuman.
Lidah mereka bermain dengan liarnya. Adegan straight
begini membuat kontol gue ngaceng. Wow, unbelieveable!
Tiba-tiba Bokap bangkit dari posisi berlututnya dan berdiri di depan wajah
Nyokap. Ahhh, Nyokap sekarang yang gantian oral kontol Bokap. Pantat kencang
Bokap langsung mengejang begitu Nyokap sepertinya sudah melahap kontol Bokap.
Ahhh gue nggak bisa lihat. Malah yang gue lihat sekarang ada vagina Nyokap yang
ditumbuhi bulu-bulu itu. Yuck! Pintu kelahiran gue yang nggak bikin gue napsu
sama sekali.
“Ah...Oh...Uh...” Bokap gue
mendesah-desah. Here she goes!
“Enak, ya Pa?” Nyokap gue bertanya
dengan kontol Bokap masih di dalam mulutnya.
“Enak, Oh... Ma! Ya, sedot begitu. Main
lidah, Ahhhh!”
Enakan mana sama hisapan Hendra, Pop?
Sekarang mereka ganti posisi. Bokap gue berbaring di atas sofa, kakinya
dikangkangkan. Kaki kanan menyandar di sandaran sofa, dan kaki kirinya
menggantung di tepian sofa. Kontolnya ngaceng tegak sempurna dan sedang dilahap
sama Nyokap lagi. Well, bibir Nyokap
selihai gue dalam mengoral ternyata. Buktinya Bokap gue sampai merem-melek
begitu.
“Berhenti, Ma. Bisa-bisa aku keluar
sekarang...” Kata Bokap sambil memegang kepala Nyokap dengan kedua tangannya.
“Langsung dimasukin saja, Pa!” Kata
Nyokap gue yang langsung menyodorkan vaginanya di atas kontol Bokap. Women on top is engage now.
Jlep. Clepok. Jlep. Clepok. Bunyi
kontol Bokap yang beradu dengan vagina Nyokap yang udah basah itu.
“Agh, Oh, enak Ma!”
“Goyang, Pa! Ahhhhhhh. Pantatmu juga
ikut gerak dong, Pa!”
Bokap menuruti apa kata Nyokap gue.
Sekarang pantat itu bergerak memompa kontolnya masuk-keluar vagina Nyokap Gue.
Suara gencatan dua kelamin itu terdengar makin membahana.
“Ahhh, Ohhhh, Yes! Ahhh, hujam!
Hujam! Sebentar lagi, Papa! Auchhhh, Ehhhh. Remas ini, Pa! Remas!” Nyokap Gue
sangat berisik kala itu dalam mengungkapkan gairahnya.
Bokap gue makin mempercepat gerakan
menghujam vagina Nyokap dengan kontolnya, sementara tangan Bokap meremas-remas payudaranya.
Sekarang punggung Bokap naik dan dimainkannya puting payudara Nyokap dengan
lidahnya. Gaya menyendok dari depan terus digencar oleh Bokap. WOW!
“AHHHHHHHHHHHHHHHHHH!” Nyokap gue
mengadah ke atas. Nyokap orgasme. Tubuhnya menggigil. Dijambaknya rambut Bokap
dan didangahkan kepala Bokap, sontak berciumanlah mereka dengan liar. Lidah
saling menjulur dan beradu jotos.
Yuks! Saat itu terdengar dering
handphone Nyokap yang berasal entah dari mana. Nyokap tiba-tiba aja melepas
ciumannya dan mendorong tubuh Bokap sampai terjerembap ke atas sofa dan melepas
hujaman kontol Bokap dari vaginanya. Bokap protes atas intrupsi itu. Tiba-tiba
Nyokap mangkir dari acara panas mereka dan berjalan sambil ngankang menuju
tempat tidur. Handphonenya tergeletak di atas BH-nya. Kenapa Nyokap jalannya
begitu? Ohhh, vaginanya panas karena disodok kontol Bokap. Hehhehe.
Sementara Nyokap menerima telepon.
Bokap memandangi punggung Nyokap dengan tidak sabaran. Matanya jelalatan sambil
tangan kanannya mengocok kontolnya itu supaya ketegangannya terjaga. Wah, gue
baru menikmati yang satu ini. Hehhehehehe.
“Papa! Mama harus ke hotel sekarang.”
Celetuk Nyokap.
Bokap langsung menghentikan kocokan
kontolnya.
“Papa belum puas, Ma?! Tega banget,
sih Mama. Jarang-jarang kita bisa begini!”
“Aduh, gimana, nih. Udah ditelepon
sama anak buah. Pipa gas ada yang rusak.”
“Nggak bisa suruh orang lain buat
menghandle.”
“Tapi harus ada aku yang mantau!”
“Brengsek!”
Nyokap diam saja. Sekarang mereka
malah bertengkar, nih ceritanya?
Nyokap seolah nggak perduli. Gue
lihat Nyokap malah sibuk memakai pakaiannya. Dalam hati gue sama kecewanya sama
Bokap. Well, jelas-jelas Nyokap udah
orgasme duluan, masa setelah itu nggak membantu Bokap buat merasakan hal yang
sama. SIALAN! Tega bener Nyokap gue. Kok, bisa-bisanya ngurusin pipa gas yang
bocor. Pipa yang ini mau dibagaimanakan?
“Kamu onani saja, sayang! Nanti malam
aku janji bayar hutang yang ini.”
Bokap diem saja. Ini pertanda buat
gue untuk segera ngacir dari sana. Dengan lari cepat gue masuk ke kamar sebelum
akhirnya Nyokap keluar dari kamar sebelah. Gue duduk di pinggir tempat tidur,
menunggu. Lima menit kemudian terdengar suara mobil Nyokap keluar dari garasi
dan berangsur-angsur menghilang. Nyokap udah berangkat. Bokap ada di mana? Gue
tiba-tiba melangkahkan kaki keluar kamar untuk mengecek. Pas gue keluar kamar
gue sontak terkejut saat menemukan Bokap gue keluar dari kamar sebelah dengan
keadaan telanjang.
“WAH!”
“EH, HENDRA! KAMU SUDAH PULANG!”
Awkaward moment. Lagi-lagi refleks gue balik masuk ke kamar dan menutup
pintu dengan terburu-buru sehingga terkesan membantingnya. Gue bersandar di
balik pintu. Yah, Bokap kok muncul dalam keadaan begitu, sih?
Dok! Dok! Dok! Pintu diketuk. Pasti
Bokap.
“Ya, Pop?”
“Kamu ngapain di dalam?”
“Nggak ngapa-ngapain.”
“Kamu kapan pulang?”
Jawab apa, ya? Ahhh, jujur saja, deh.
“Lima belas menit yang lalu.”
Kemudian hening sejenak.
“Kamu mendengar semuanya?”
Glek! Gue menelan ludah. Gimana, nih?
“Yang Ah-Oh-Ah-Oh, apa yang bagian bertengkarnya?”
Diam lagi. Aduh, gimana nih? Gue kok
bisa balas bertanya seperti itu.
“Kamu buka pintunya, dong?”
Hah? Takut, penasaran, tegang,
bercampur jadi satu saat gue membuka pintu. Glek! Bokap sudah mengenakan celana
dalam, tapi tetep saja masih setengah telanjang di depan pintu kamar gue.
“Kamu sudah dewasa jadi Papa nggak
akan menjelaskan apa-apa.”
“Santai saja, Pa. Nggak usah
khawatir...”
Lalu hening. Bokap ngelihatin gue
dengan tatapan aneh. Gue jadi kasihan sama dia. Kayaknya dia malu karena gue,
anaknya, mengetahui apa yang terjadi di kamar sebelah.
“Eh, Mama jahat banget, ya Pa. Tega
ninggal Papa menggantung gitu saja.”
Bokap gue terkejut mendengar celetuk
ngasal gue, lantas Bokap tersenyum. “Hendra...”
Gue memberanikan diri untuk memandang
Bokap. “Ya?”
“Kamu gay?”
JLEGEEEEEEEEER!!!!!!!! Gue tersentak
dan terdiam mendengar pertanyaan Bokap. Sungguh aneh sekaligus menyakitkan saat
kalimat tanya itu terlontar dari bibir ungu yang sekarang tampak kemerahan
karena bengkak. Ciuman panasnya bersama Nyokap tadi membekukan darahnya di
bibir Bokap.
“Sudahlah Hendra. Jangan
menyembunyikannya dari Papa. Papa sudah tahu, kok!”
Gue mengadah. Ketakutan itu malah membuat gue
berani untuk bertatapan langsung dengan Bokap. Bokap kelihatan sama tegang dan
merasa tidak nyamannya dengan apa yang sedang gue rasakan sekarang.
“Papa tahu dari mana?”
Kemudian Nyelonong masuk ke kamar gue
dan gue perhatikan langkahnya menuju laci meja belajar gue. Di sana Bokap
membuka laci tempat gue menyimpan buku pelajaran. Lho, di sana kan ada... Bokap
mengeluarkan sebuah majalah. Bukan majalah porno, tapi pictorial book Siwon Super Junior. Kebanyakan membuat gambar anggot
boyband korea itu sedang bertelanjang dada memamerkan otot-ototnya yang OH SO YUMMMY itu. Gue menelan ludah.
Bokap menunjukkan majalah itu ke gue.
“Papa sengaja periksa kamar kamu...”
“Itu...”
Bokap duduk di atas tempat tidur gue.
Di letakkan pictorial book itu di
sisinya. “Papa juga tahu apa yang sudah kamu lakukan ke Papa malam itu.”
Tuh, kan beneran! “Maafin, Hendra,
Pop!”
“Kenapa kamu bisa jadi begini, Hendra?”
Gue menggeleng-geleng. Air mata ini
mengalir. “Kalau Papa mau menghajar Hendra sekarang, Hendra siap menerimanya.
Papa mau mengusir Hendra?”
“Lihat Papa, Hendra!”
Perintah tegas itu membuat gue
mendengah. Pandangan gue kabur karena mata gue udah basah.
“Kamu duduk di sini...”
Gue nurut apapun yang diperintahkan
Bokap. Jadi gue duduk di pinggir tempat tidur, tepat di sebelahnya. Dan setelah
itu tangan Bokap mendarat di paha gue. What
the...
“Ada yang mau kamu sampaikan sebelum
Papa berbicara lagi?”
Gue binggung mau ngomong apa jadi gue
diam saja. Akhirnya Bokap gue bangkit dari duduknya dan berjalan menuju meja
belajar gue lagi. Kali ini Bokap menyisir tumpukan buku-buku gue di atas meja.
Bokap meraih binder gue. Dibawanya binder itu kembali ke tempatnya Bokap duduk
tadi.
“Bisa jelaskan apa tulisan kamu di
sini?”
Yang dibahas Bokap adalah catatan gue
mengenai Straight To Gay Project. Di
sana gue membahas cara-cara dan teori gue dalam menggoda straight. Ada juga penjelasan singkat mengenai ketertarikan gue
kepada straight. Ada cerita dengan
Farid yang gue tuangkan dalam cerpen. SIALAN!
“Kamu suka sama cowok normal?”
Kepalang kebongkar rahasia gue. Gue
mengangguk.
“Jadi itu alasannya kamu melakukan
itu ke Papa?”
Mengangguk lagi. Kemudian hening.
“Kamu mau melakukannya lagi ke Papa
sekarang?”
Hah? Gue nggak salah denger? Gue
memandang wajah Bokap nanar. Bokap mengangguk, dan suer gue bisa melihat Bokap
tersenyum.
“Mama kamu udah tega sama Papa. Papa
digantung di tengah jalan. Sekarang Papa lagi horney berat. Daripada onani sendirian, kamu mau membantu Papa?”
Hah? “Papa?”
“Kamu juga nggak bakal rugi. Mau, ya
Hendra! Demi Papa?” Kali Bokap mengenggam tangan gue.
“Hendra nggak bisa, Pa!”
Sebenarnya ini peluang emas. Bokap
tahu gue gay dan Bokap malah memanfaat keburukan gue ini demi horneynya hari ini. Nggak masuk akal?
Masuk akal nggak, sih? Gue yang udah ketahuan boroknya udah kelewat malu.
“Kamu nggak mau karena sekarang
kondisi Papa lagi sadar?”
“Bukan begitu, Pa!”
“Lantas?”
“Papa nggak marah tahu aku gay?”
Papa diam saja. “Papa nggak tahu
Hendra. Papa terkejut sekali.”
“Maafin Hendra, Pa!”
“Maafin Papa juga Hendra. Papa nggak
bisa jadi orang tua yang baik. Maafin Mamamu juga. Mungkin kita juga ikut andil
dalam kebinggungan kamu ini. Maafin Papa yang malah nawarin kamu untuk
melakukan hal itu lagi bersama Papa. Papa bener-bener nggak tahu diri!”
Hati gue terasa teiris. Sialan! Gue
memandang mata Bokap lekat-lekat. “Anything
for you, Pop!” Dan gue langsung berlutut di hadapan Bokap dan menarik turun
celana dalamnya.
Plop! Kontol Bokap yang setengah
tegang itu gue kulum dengan penuh gairah. Diperlakukan begitu Bokap langsung
menegang dan sekejap kontolnya kembali hard
on.
“Ahhh, enak sekali hisapanmu,
sayang!”
Gue diam saja sambil terus memberikan
service terbaik untuk Bokap. Lidah dan bibir gue terus bermain sepanjang batang
kontol Bokap. Tangan kanan gue meringsek memainkan puting dada Bokap yang udah
tegak.
“Ohhhh, yeah!”
Plop! Gue berhenti menghisap kontol
Bokap. Sekarang gue memainkan buah zakarnya yang menggantung indah itu. Gue
kulum dua biji kelereng itu dengan semangat empat lima. Bokap cuman bisa
merem-melek dan menggelinjang keenakan. Tak luput bulu-bulu jembutnya gue
endus-endus dan gue basahi dengan air liur. Sekarang jembut Bokap basah dan
saling memilin satu sama lain.
“Kamu lebih hebat dari Mama kamu!”
Begitu puji Bokap.
Gue nggak nyangka akan bercinta di
kamar gue, di tempat tidur gue. Gue mendorong tubuh Bokap untuk rebahan.
“Sekarang Papa ngentotin aku, ya!”
Papa mengangguk. “Masukin anus, ya?”
“Ah, Papa pinter, deh...”
Gue nganggak di atas Bokap. Seperti
Nyokap yang tadi women on top, sekarang
gue tepatkan posisi lubang anus gue di
depan kontol Bokap. Jleeeep! Kepala kontol Bokap mendesak masuk saat gue
menurunkan bobot tubuh gue ke bawah.
Auhhhh! Gue menggerang kesakitan.
Ternyata dijebol kontol Farid yang gede itu nggak lantas membuat anus gue
melebar. Harus dijebol berapa kali sampai anus gue bisa dimasuki kontol dengan
leluasa. Nggak bisa kalau lubang anus gue masih kering. Jadi gue bangkit dari
posisi gue on top, dan ngacir untuk
mengambil baby oil yang gue simpen di
lemari. Sebelum kembali ke posisi gue tak lupa menutup pintu kamar.
Gue lumuri kontol Bokap dengan baby oil terus gue kocok-kocok barang
sejenak. Boka mengerang saat gue mengocoknya.
“Kocok terus sebentar biar tegangnya Top!”
Gue turutin apa yang Bokap minta.
Setelah anus gue becek kena baby oil, gue
mencoba memasukkan kontol Bokap yang udah basah kena baby oil juga itu ke lubang anus gue. Jleeeeep! Kepala kontol masuk
tanpa halangan, dan gue mengernyit menahan sakit. Gue mendorong lagi setelah
mengambil napas. Bleeees. Batangnya masuk.
“Ahhhhhhh!” Gue mendesah bersama
Bokap.
“Anus kamu sempit. Seperti memek
perawan.”
“Ini lebih enak dari memek, Pop! Aku
jamin.”
“Masukin sampai pangkal, sayang...”
Gue mendorong lagi, dan.... Claaaap.
Kontol 16cm itu masuk ke anus gue sampai pangkal. Ahhhhh! Gue menjerit
tertahan. Setelah gue membiasakan diri merasakan kontol Bokap di anus gue, gue
cuman nungging ke depan sedikit dan meminta Bokap untuk bekerja.
Clepok! Clepok! Clepok! Clepok!
Begitu bunyi kontol Bokap yang menghujam lubang anusku.
“AHHH! Gila, nikmat banget. Enak,
rasanya Hendra.”
“Genjot terus, Pop!”
Gue makin membungkuk ke depan karena
tak kuasa menahan gelitik di lubang anus gue saat kontol Bokap menyodok-nyodok
dinding-dinding anus gue. Belum lagi belaian jembut Bokap yang memanjakan
bokong Gue. Sambil membungkuk Gue menandaskan ciuman di leher Bokap. Gue
gigit-gigit jakun serta pembuluh darahnya.
“Ahhhh, kamu nyupang Papa. Ahhhh,
enak!”
Cup, cup, cup! Leher Bokap sampai
basah. Sekarang gue remas-remas dadanya itu, jempol gue dengan gemulai
memainkan putingnya yang tegang.
“Hisap, sayang...”
Gue hisap dan gue gigit sampai Bokap
mengaduh. Gue nggak perduli. Gue udah kelewat horney sampai gue lupa kalau gue lagi ML sama Bokap. Muachhh! Gue
mencium bibir Bokap. Bokap terkejut tapi tidak menolak. Anehnya lagi saat gue
berusaha membuka mulutnya dan memasukkan lidah gue untuk merasakan lidahnya,
Bokap sama sekali nggak membalas ciuman atau permainan lidah gue. Gue kayak
ciuman sama patung, jadi gue jengah dan menyudahi area bibir itu.
Bokap sendiri masih doyan menggenjot
anus gue. “Ganti posisi, Pop!”
Sekarang dogystyle. Gerakan berpindahnya hati-hati supaya kontol Bokap nggak
lepas dari lubang anus gue. Sekarang gue nungging, dan Bokap merajam anus gue
makin leluasa.
“Ahhhh, ahhhh, ahhhh...”
“Ohhhh, Papa! Enak! Ahhhh!”
“Kamu suka kontol Papa, Hendra?”
“Suka! Suka! Ahhhhh!”
It’s time for dirty talk. Gue menikmati moment-moment ini.
Keringat kami berdua sudah mengucur deras. Tak terhitung sudah berapa gaya yang
sudah kami berdua praktekkan. Gue on top,
CHECK!, dogystyle, CHECK! Spooning from back, CHECK! From ahead, CHECK!
Missionaris, CHECK!
“Fuck! Papa nggak keluar-keluar,
nih?”
“Bentar lagi sayang!” Jawab Bokap
masih dengan gaya missionaris, menghujam
lubang anus gue. Tubuh gue ditindihin badan Bokap yang berat itu, tapi gue
sungguh menikmatinya.
“Pa, boleh ganti gaya nggak?”
“Kamu mau yang bagaimana, lagi?”
Tanyanya disela-sela desahan napas kami berdua yang saling bersahutan.
“69!”
Bokap melepas kontolnya dari anus
gue. Behhh, sekarang anus gue rasanya melompong kayak lapangan bola. Dengan
posisi saling menyamping Bokap menyodorkan kontolnya di wajah gue. Gue juga
memposisikan kontol gue di depan wajahnya. Kontol gue yang lebih panjang itu
sampai menyentuh hidung Bokap. Bokap sempet protes dan minta gue agak mundur.
Waduh, bener, nih gue bakal di oral Bokap? Yeah,
will see?
Yang terjadi bukan sesuai dugaan. Gue
asyik mengulum dan menghisap kontol Bokap seperti permen, tapi Bokap cuman
meludahi kontol gue dan mengocok-ngocoknya. Sama saja kayak yang malam itu,
kontol gue dionaniin Bokap. Kecewa, sih tapi nggak apa-apa, deh. Rencana
awalnya, kan gue cuman ingin memuaskan straight
satu ini.
Dengan posisi ini kami sepakat untuk
mencapai orgasme bersama. Bokap mengonanikan kontol gue dan gue mengoral plus doing handjob di kontol dia.
“Ahhhh!”
“Ohhhh!”
“Yes!”
“Oh!”
Suara desahan kami bersahutan.
“Hisap! Papa mau keluar sebentar
lagi.”
“Kocok yang kenceng, Pop! Ya begitu,
Ahhhhh!”
Coock! Coock! Cooock! Suara kocokan
di kontol kami saling bersahutan.
“Terus, Hendra! Terus... Papa hampir
keluar. Ya, sebentar lagi.”
Gue mainkan lubang kencingnya dengan
lidah dan itu membawa Bokap lebih dahulu ke atas langit ke tujuh.
“AHHHHHHHHHHHHHHH!” Jerrrrrooooooot!
Sperma Bokap muncrat ke wajah gue.
Cleeeepok! Cooock! Cooock! Bokap
masih mengocok kontol gue sementara orgasme menguasainya.
“OHHHHHHH YEAHHHH, AHHHHHHHH!” Sperma
gue muncrat di wajahnya gue.
Sama-sama kami menikmati orgasme.
Mata kami sama-sama terpejam.
“Hendra kamu pintar sekali memuaskan,
Papa!”
“Ahhhh, Papa! Ohhh, Papa!” Gue
mendesah sambil mencengkram erat kontol Bokap yang masih tegang itu.
Gue hisap kontol Bokap. Gue hisap
keluar sperma yang tertahan di mulut lubang kencingnya. Bokap kembali mendesah
tertahan. Dibasuhnya wajahnya untuk membersihkan sperma gue, kemudian Bokap
usapkan ke atas seprai. Gue, sih nggak membersihkannya dengan tangan, malah
sekarang jemari gue menduil sperma Bokap dan menjilatnya seperti gue menduil
krim di kue tart. Yum! Yum! Asin dan anyir, kali ini gue telen tuh.
“Makasih Hendra!” Bokap bangkit
berdiri dan segera ingin pergi dari kamar gue.
Gue menarik bantal dan metakkan di
belakang kepala sementara gue terlentang memandang ke Bokap. “Apakah ada yang
ke dua, ke tiga, dan seterusnya?”
Bokap tersenyum. “Kita lihat saja
nanti apa Mama kamu bisa main adil apa nggak.” Kemudian Bokap berbalik dan
membuka pintu.
“Papa nggak marah aku menjadi gay?”
Gue menahan Bokap dengan pertanyaan.
“Sudahlah, Hendra. Anggap saja Papa
nggak tahu apa-apa tentang kamu.” Dan Bokap menghilang di telan lorong.
Gue mendesah lega. Well, akhirnya sih sedikit ngambang,
yaw? Tapi mau bagaimana lagi coba. Perasaan berdosa gue entah sudah menguap
kemana. Gue nggak sabar menunggu yang ke dua, tiga, dan seterusnya. Kali ini
gue berharap Nyokap malah makin sibuk dengan pekerjaanya.
3 jam kemudian pintu kamar gue di
buka. Kepala Bokap nyembul ke dalam. “Lho, kamu masih telanjang seperti tadi?”
Gue malu bukan main karena ketahuan
belum bebenah barang sedikitpun. Gue terlalu asyik memutar ulang segala
peristiwa yang terjadi belakangan ini yang melibatkan Bokap dalam urusan gay
gue. Jam di kamar sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Woow, nggak terasa.
“Ayo kita turun sama-sama makan. Mama
udah pulang juga!”
“Oke!”
Bokap menutup pintu kamar. Gue
bangkit berdiri dan mencari baju ganti di lemari. Gue jadi mikir, kapan Bokap
bongkar-bongkar isi kamar gue? Wahh, untuk yang selanjutnya gue bakal hati-hati
dalam menyimpan barang pribadi gue, apalagi yang bersangkutan dengan gay-gay thing.
Untuk yang kali ini Straight To Gay Part 0,1 is officially done.
Sampai jumpa di Straight To Gay Part
2.
Dree
:The end:
jual vimax untuk menambah ukuran penis, terbukti memuaskan!! isi 30 pil harga 400.000 orisinil asli kanada. hub. 08562937900 cod wilayah jogja dan sekitarnya bisa. Vimax adalah produk herbal alami yang sangat efektif dan berhasiat untuk masalah laki-laki yang dapat menambah panjang dan lingkar penis, keinginan seksual, kesehatan seksual dan membantu untuk mencapai ereksi kuat. Capsul vimax 100% aman dan alami. Hanya bahan-bahan berkualitas tertinggi herbal dari seluruh dunia yang digunakan dalam pembuatan vimax.
BalasHapuskeren,
BalasHapusgaya bahasanya simple dan asik
two thumbs for you dree
Keren..bikin horny
BalasHapus